Choice Mode Study Between Motorcycle and "Microlet" Public Transportation as Tripwork

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS DIPONEGORO

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Karena dalam

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, dalam Salim factor, dalam Dirgantoro Setiawan, 2003 :

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA KERETA API DAN BUS RUTE MAKASSAR PAREPARE DENGAN MENGGUNAKAN METODE STATED PREFERENCE

PEMILIHAN MODA PERJALANAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

KAJIAN TARIKAN PERGERAKAN TOSERBA DI KOTA JOMBANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

PEMILIHAN MODA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) UNTUK KAWASAN URBAN SPRAWL KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Koridor Setiabudi dan Majapahit) TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN SURVAI STATED PREFERENCE UNTUK MODEL PILIHAN MODA DI KOTA PALANGKA RAYA Oleh: Raudah 1), Sutan P. Silitonga 2), dan Desriantomy 3)

ANALISIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN PENDUDUK BERDASARKAN DATA MATRIKS ASAL TUJUAN KOTA MANADO ABSTRAK

PERENCANAAN RUTE BUS PENUMPANG DARI BANDARA JUANDA MENUJU BEBERAPA KOTA DI SEKITAR SURABAYA

MODEL PEMILIHAN MODA PERGERAKAN KOMUTER DI KECAMATAN SAYUNG. Reviline Sijabat

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN MOBIL PRIBADI DI JAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI DEMAND PADA RENCANA PEMBANGUNAN JALAN SORONG-KEBAR-MANOKWARI DENGAN MODEL GRAVITY

PENGARUH ANGKUTAN ONLINE TERHADAP PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI PUBLIK DI KOTA MANADO (STUDI KASUS: TRAYEK MALALAYANG - PUSAT KOTA)

KAJIAN POTENSI PENUMPANG ANGKUTAN KERETA API LINTAS MADURA (BANGKALAN SUMENEP PP) DENGAN MENGGUNAKAN METODE STATED PREFERENCE

ANALISIS WAKTU TEMPUH ANGKUTAN PERKOTAAN TERMINAL AMPLAS TERMINAL SAMBU DI KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ALTERNATIF PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI UMUM (STUDI KASUS: BUS DAN KERETA API TRAYEK KOTA PADANG- KOTA PARIAMAN)

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi penggunaan angkutan umum (angkot atau bemo) sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kota dianggap sebagai tempat tersedianya berbagai kebutuhan dan lapangan kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS GARIS KEINGINAN PERGERAKAN MASYARAKAT PENGGUNA TRANSPORTASI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. negara sedang berkembang, maka perencanaan transportasi sangat erat

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM YANG MELAYANI TRAYEK PINGGIRAN-PUSAT KOTA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan

PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI PEKANBARU

PEMODELAN TARIKAN PERJALANAN MAHASISWA DENGAN SEPEDA MOTOR

Kuliah Pertemuan Ke-12. Mode Choice Model (Model Pemilihan Moda)

STUDI PERMODELAN BANGKITAN PERJALANAN DI PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA ANGKUTAN UMUM DAN SEPEDA MOTOR UNTUK MAKSUD KERJA. Karnawan Joko Setyono. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang

PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR TERMINAL TAMBAK OSOWILANGUN PERAK KENJERAN SURABAYA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

Transportasi terdiri dari dua aspek, yaitu (1) prasarana atau infrastruktur seperti jalan raya, jalan rel, bandar udara dan pelabuhan laut; serta (2)

OPERASIONAL ANGKUTAN PARATRANSIT SEPEDA MOTOR DI KAWASAN TERMINAL BUNGURASIH SURABAYA

EFEKTIFITAS MODEL KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI RUAS JALAN RAYA RUNGKUT MADYA KOTA MADYA SURABAYA ( PERBANDINGAN MODEL GREENSHIELD DAN GREENBERG)

KARAKTERISTIK PENGOPERASIAN ANGKUTAN OJEK SEBAGAI SARANA ANGKUTAN DI KOTA GUBUG TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan manusia dan barang. Pergerakan penduduk dalam memenuhi kebutuhannya terjadi

PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN PEDESAAN SEBAGAI PENGUMPAN (FEEDER) DARI KECAMATAN KALIDAWIR MENUJU KOTA TULUNGAGUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

PEMODELAN PEMILIHAN MODA ANTARA BUS DAN TRAVEL DENGAN METODE STATED PREFERENCE RUTE PALANGKARAYA BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOMPETISI PEMILIHAN MODA ANGKUTAN PENUMPANG BERDASARKAN MODEL LOGIT-BINOMIAL-SELISIH DAN LOGIT-BINOMIAL-NISBAH

MODEL PEMILIHAN MODA KERETA REL LISTRIK DENGAN JALAN TOL JAKARTA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB VI. Berdasarkan analisis data pada bab IV melalui pendekatan Analytical Hierarchy

ANALISIS DEMAND BUS RAPID TRANSIT PADA MERR SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen

PENGARUH UKURAN SAMPEL TERHADAP MODEL BANGKITAN PERJALANAN KOTA PALANGKA RAYA. Nirwana Puspasari Dosen Program Studi Teknik Sipil UM Palangkaraya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

KARAKTERISTIK BANGKITAN DAN SEBARAN PERGERAKAN PENDUDUK PADA JALUR PERENCANAAN KERETA KOMUTER LAWANG-KEPANJEN DI MALANG RAYA

Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman

PEMODELAN DEMAND TRANSPORTASI DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Kecamatan Banyumanik) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. moda transportasi (jarak pendek antara 1 2 km) maupun dengan moda

Sri Hastuti W. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta Telp.

ANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

PENGARUH FAKTOR SOSIO-EKONOMI TERHADAP KEPEMILIKAN MOBIL DAN SEPEDA MOTOR DI KOTA LANGSA. Abstrak

MODEL BANGKITAN PERGERAKAN ZONA KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU

KAJIAN POTENSI PERPINDAHAN PENUMPANG DARI BUS PATAS KE KERETA API EKSEKUTIF BIMA (RUTE MALANG-SURABAYA)DENGAN METODE STATED PREFERENCE

BAB I PENDAHULUAN. dan atau mesin. Transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam perkembangan suatu

ANALISIS MODEL BANGKITAN PARKIR UNTUK TATA GUNA LAHAN BANK KAWASAN CBD (CENTRAL BUSINESS DISTRICT) SRAGEN KOTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEBUTUHAN RUANG PARKIR PADA MALL GALAXY DI KOTA SURABAYA

PENGARUH TARIKAN MANADO TOWN SQUARE TERHADAP LALU LINTAS DI RUAS JALAN BOULEVARD MANADO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Volume (8). April 212. 97 16 Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Choice Mode Study Between Motorcycle and "Microlet" Public Transportation as Tripwork Arief Akbar Azis 1, Anita Ratnasari R. 2 ABSTRACT Semarang adalah merupakan salah satu kota besar di Indonesia, sehingga mempunyai tuntutan yang besar terhadap kebutuhan pergerakan terutama pergerakan ke tempat kerja. Di satu sisi, pemenuhan perangkutan umum dirasa sangat kurang dilihat dari jumlah dan jangkauan pelayanan. Di sisi lain kebutuhan pergerakan tetap terus ada, sehingga masyarakat mencari kendaraan alternatif yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat. Masyarakat mencari kendaraan yang mempunyai biaya yang terjangkau, pemakaiannya fleksibel dan mudah digunakakan. Kendaraan tersebut adalah sepeda motor. Muncul pertanyaan studi seberapa Nilai Utilitas kendaraan sepeda motor terhadap angkutan umum, dengan biaya berapa orang kembali mau menggunakan kendaraan umum. Keywords : nilai utility moda, sepeda motor, angkutan umum PENDAHULUAN Tamin (2:3) menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai lahan di pusat perkotaan sebagai basis pengembangan kegiatan ekonomi menyebabkan lahan permukiman semakin bergeser ke pinggiran kota, sedangkan tempat pekerjaan cenderung terpusat di pusat perkotaan. Hal ini menyebabkan seseorang akan bergerak lebih jauh dan lebih lama untuk mencapai tempat kerja. Semakin jauh dan semakin lama seseorang membebani jaringan jalan, semakin tinggi pula kontribusinya terhadap kemacetan. Fenomena perkembangan kota ke wilayah pinggiran ini pun terjadi pada Kota Semarang. Kota Semarang yang diarahkan sebagai kota yang berbasis perdagangan dan jasa berdampak cukup signifikan pada perkembangan kotanya. Pusat kota pun menjadi semakin padat dan nilai lahannya juga semakin tinggi, sehingga orang mulai bergerak ke pinggiran kota terutama ke wilayah selatan, barat, dan timur. Di sisi lain, proses perkembangan Kota Semarang ke wilayah pinggiran tidak diimbangi dengan pemerataan penyediaan infrastruktur publik, termasuk infrastruktur transportasi yang memadai sehingga memunculkan kesenjangan pusat pinggiran. Kondisi ini berimplikasi terhadap adanya fenomena komuter, dimana pusat aktivitas masyarakat terutama kegiatan bekerja sangat tergantung pada pusat kota (urban core)/ Central business District (CBD). Sementara itu, aktivitas bermukim berada di wilayah pinggiran (suburban), akibatnya terjadi bangkitan dan tarikan yang tinggi antara pusat kota dengan wilayah pinggirannya. Saat ini, kompleksitas aktivitas masyarakat sebagai tindak lanjut dari proses suburbanisasi yang terjadi di Kota Semarang, berkorelasi terhadap pergerakan yang dilakukan oleh para komuter 1 Arief Akbar Azis adalah Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah 2 Anita Ratnasari R. adalah Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah 212 Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota

98 dengan tujuan yang bervariasi dan kecenderungan tujuan pergerakan yang paling mendominasi adalah untuk tujuan ekonomi. Pelaku komuter dari sub pusat pertumbuhan Kota Semarang bagian selatan yang lebih dikhususkan pada Komuter Banyumanik melakukan perjalanan rutin pada pagi hari dan kembali pada sore ataupun petang hari, dengan kecenderungan menggunakan kendaraan pribadi sebagai moda utamanya. Preferensi moda kendaraan pribadi oleh komuter dalam rangka mencapai tempat kerja tentu berdampak pada beban terhadap jalan akan lebih berat daripada penggunaan moda kendaraan umum dan mempengaruhi tingkat efisiensi kotanya. Apabila dikaji dari aspek jangkauan trayek, angkutan umum jenis mikrolet telah menjangkau sampai skala perumahan. Optimalisasi penggunaan angkutan umum jenis mikrolet sangat diperlukan mengingat sulitnya untuk meningkatkan kapasitas jalan dengan memperlebar jalan dalam upaya untuk mengelola supply transportasi seiring dengan peningkatan demand akibat perkembangan permukiman penduduk yang sangat berkembang pesat di sub pusat pertumbuhan Kota Semarang bagian selatan khususnya Kecamatan Banyumanik. Berdasarkan fenomena Komuter Banyumanik tersebut, penting untuk mencari suatu alternatif yang solutif agar perjalanan ulang alik yang dilakukan oleh masyarakat dari wilayah pinggiran sebagai sub pusat pertumbuhan menuju pusat kota sebagai basis aktivitas ekonomi, dapat diarahkan untuk menggunakan angkutan umum sehingga berdampak secara signifikan terhadap kelancaran lalu lintas Kota Semarang. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang pada dasarnya bersifat mengacu kepada berbagai teori pemilihan moda dan komuter. Dilihat dari tahapannya, penelitian ini dimulai dari persiapan, pengumpulan data, dan tahap analisis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua cara, yaitu teknik pengumpulan data primer melalui observasi lapangan dan kuesioner, serta teknik pengumpulan data sekunder melalui telaah dokumen. Analisis diarahkan untuk menggali data karakteristik pelaku, pergerakan, dan fasilitas moda transportasi Komuter Banyumanik pengguna sepeda motor dan angkutan umum jenis mikrolet sebagai moda perjalanan kerjanya. Pada wilayah studi diambil 1 orang. Ukuran sampel ini juga disesuaikan dengan kondisi populasi di lapangan dimana ukuran populasi sebenarnya sulit ditentukan dengan pasti. Oleh karena itu, ditentukan ukuran sampel 1 orang sesuai dengan rekomendasi Cooper (1996) yang menyatakan bahwa untuk menentukan ukuran sampel pada populasi yang tidak/sulit diketahui ukuran populasinya bahkan dengan jumlah populasi yang tidak terhingga, maka diambil sampel minimal 1 orang. Jumlah distribusi penyebaran sampel disesuaikan pada tingkat kepadatan permukimannya. Dengan demikian, maka sampel akan dianggap mewakili keseluruhan ukuran populasi di wilayah studi.

99 Sumber: Hasil Analisis Penysusun, 211 GAMBAR 1 DISTRIBUSI SAMPEL SEBAGAI OBJEK PENELITIAN PEMILIHAN MODA KOMUTER SEBAGAI BAGIAN DARI PERENCANAAN TRANSPORTASI Pada umumnya, pergerakan yang dilakukan oleh seseorang menghasilkan bangkitan yang berbeda, tergantung dari karakteristiknya. Karakteristik ini dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi, tingkat pendapatan, maksud perjalanan, dan lainnya (Tamin, 2). Aktivitas yang biasanya menyebabkan tarikan adalah aktivitas industri, pendidikan, perdagangan, dan lainnya (Tamin, 2). Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa dalam suatu pergerakan akan menghasilkan bangkitan dan tarikan. Bangkitan pergerakan yang dilakukan oleh para komuter berasal dari wilayah suburban, sedangkan tarikan berasal dari wilayah pusat kota, begitupun sebaliknya. Pola Komuter Pola perjalanan terbentuk dari perilaku pergerakan orang atau barang dari tempat awal ke tempat tujuan. Keputusan untuk melakukan pergerakan dengan moda tertentu menuju lokasi tertentu didasarkan pada beberapa pertimbangan, seperti waktu, jarak, efisiensi, biaya, keamanan, dan kenyamanan (Khisty dan Lall, 23: 9). Terdapat empat pola pergerakan di perkotaan yang menjadi pola dasar pergerakan (Miro,1997:165), yaitu: 1. Pola Eksternal Eksternal Pola pergerakan seperti ini mempunyai tempat asal dan tempat tujuan di luar wilayah studi dan hanya melewati wilayah studi saja. 2. Pola perjalanan Eksternal Internal Simpul titik asal berasal di luar wilayah studi, dan simpul tujuan berada di wilayah studi. 3. Pola perjalanan Internal Internal Simpul titik awal berada di wilayah studi dan titik tujuan di wilayah studi. 4. Pola perjalanan Internal Eksternal Simpul titik awal berada di wilayah studi dan titik tujuan di luar wilayah studi. Dari keempat pola perjalanan sebagaimana disebutkan oleh Miro tersebut, pola pergerakan komuter secara umum termasuk ke dalam pola perjalanan internal eksternal. Internal dalam hal ini adalah wilayah pinggiran sebagai pusat permukiman dan wilayah tujuan sebagai wilayah eksternalnya adalah pusat kota.

1 Sepeda Motor Sebagai Moda Kendaraan Pribadi Komuter Angkutan pribadi adalah moda pribadi, dalam operasinya moda pribadi dapat dengan bebas menentukan lintasannya sendiri, sepanjang tidak melanggar peraturan lalu lintas (Warpani, 199) dan moda pribadi akan tetap menjadi moda transportasi yang demikian hingga abad 21. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor utama yang dapat diberikan moda pribadi kepada pengendaranya yaitu kenyamanan, privasi, fleksibilitas, dan nilai prestisius. Levinson (1982) menyatakan bahwa permintaan angkutan umum yang tinggi terjadi pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan wilayah dengan pemilikan kendaraan pribadi yang rendah. Wilayah pinggiran dapat memiliki tingkat kepadatan sedang sampai tinggi karena fungsi vitalnya sebagai wilayah yang menampung limpahan penduduk dari pusat kota. Sementara fakta lain menunjukkan bahwa kenaikan jumlah penduduk diimbangi pula dengan peningkatan jumlah moda kendaraan pribadi, dan sepeda motor lebih menjadi preferensi para komuter dalam melakukan aktivitas pergerakan ke pusat kota. Sepeda motor merupakan tipe kendaraan pribadi yang mempunyai kemampuan tersendiri dibandingkan dengan kendaraan lainnya. Kondisi ini membawa peningkatan ke level motorisasi, bahkan ke tingkat lebih tinggi daripada yang dijumpai di negara maju. Di Indonesia, India, dan Thailand, keberadaan sepeda motor mencapai dua pertiga dari seluruh populasi kendaraan bermotor yang ada pada tahun 2 (Lulie, 23). Pertumbuhan sepeda motor diperkirakan meningkat lebih cepat dibandingkan saat sekarang ini dan sepeda motor memegang peran dominan. Sepeda motor merupakan jenis kendaraan biaya murah serta aksesibilitas sepeda motor begitu tinggi. Sebaliknya, ada kelemahan dari sepeda motor yang kurang stabil dan mudah terjadi kecelakaan. Kondisi ini menyebabkan pemacu percepatan ke arah motorisasi dan penyebab naiknya tingkat kematian (death rates) di daerah Asian Pasifik (ADB, 1998). Menurut (Iskandar, 1996) Distribusi kecelakaan di Kota Bandung, Semarang, dan Surabaya selama tahun 1991 1995 bahwa kecelakaan sepeda motor menduduki ranking tertinggi. Sampai saat ini, angka kecelakaan tertinggi di Kota Semarang masih didominasi oleh sepeda motor (Dishubkominfo, 211). Lebih dari itu, penggunaan sepeda motor yang tidak terkendali akan sangat membebani lalu lintas dan pada level tertinggi dapat memicu kemacetan parah. Oleh karena itu, guna mengantisipasi permasalahan yang ditimbulkan oleh preferensi sepeda motor sebagai moda komuter, perlu adanya mekanisme pengendalian terhadap penggunaan moda transportasi tersebut. Angkutan Kota Jenis Mikrolet Sebagai Moda Angkutan Umum Penumpang (AUP) Komuter Angkutan umum menurut UUD Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas angkutan jalan, pasal 25 dan 26 adalah angkutan yang penggunaannya dipungut bayaran. Konsep angkutan publik muncul sebab tidak semua warga masyarakat memiliki angkutan pribadi, sehingga negara berkewajiban menyediakan angkutan bagi masyarakat secara keseluruhan (Hobbs, 1995). Moda transportasi mutlak dibutuhkan sebagai sarana pergerakan penduduk. Dalam kehidupan sehari hari, peranan angkutan umum sangat vital. Warpani (199:172) mengatakan bahwa orang memerlukan angkutan umum untuk mencapai tempat kerja, berbelanja, berwisata, maupun untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi lainnya. Angkutan umum diperlukan karena tidak semua orang memiliki kemampuan untuk mempunyai dan menggunakan kendaraan pribadi. Selain itu, penggunaan angkutan umum akan menurunkan volume pengguna jalan sehingga kapasitas jalan tetap memadai dan dapat mengurangi angka kemacetan.

Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan angkutan umum penumpang adalah angkutan umum yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar meliputi angkutan kota (bus, minibus), kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani, 199). Hakekat dari angkutan umum adalah angkutan yang dinilai lebih efisien dalam mengangkut orang dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan angkutan pribadi (Wells, 1975:22). Menurut Levinson (1982), permintaan AUP pada umumnya dipengaruhi oleh karakteristik kependudukan dan tata guna lahan pada wilayah tersebut. Angkutan umum penumpang bertujuan untuk membantu orang atau kelompok orang dalam menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki, atau mengirimkan barang dari tempat asal ke tempat tujuan. Selain itu, tujuan mendasar dari keberadaan angkutan umum penumpang adalah mengakomodasi demand transportasi agar tidak terjadi kemacetan. MPU (Mobil Penumpang Umum) di sebagian besar kota di Indonesia banyak beroperasi jenis angkutan metro mini atau dikenal juga dengan sebutan mikrolet, memiliki kapasitas angkut 12 14 tempat duduk dengan rute pelayanan dalam kota yang lebih banyak dibandingkan moda AUP (Angkutan Umum Penumpang) lain. Jenis angkutan ini melayani sampai skala lingkungan perumahan dengan penggunaan ruang jalan yang lebih minim dibandingkan angkutan umum yang lainnya. Apabila pergerakan komuter dalam rangka mencapai tempat kerja, berbelanja, berwisata, maupun untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi lainnya dapat diwadahi oleh angkutan umum, tentu beban terhadap jalan akan lebih ringan daripada penggunaan moda kendaraan pribadi. Hanya saja pada kenyataannya, tren angkutan pada saat ini lebih banyak mengandalkan moda pribadi sebagai sarana transportasi utama. Padahal dilihat dari guna lahannya, intensifnya aktivitas permukiman memberikan permintaan pelayanan transportasi yang besar, sehingga akan lebih efektif dan efisien apabila bangkitan pergerakan oleh aktivitas komuter dapat dilayani secara penuh dalam suatu mekanisme pelayanan angkutan umum. 11 Pemodelan Pemilihan Moda Komuter Dalam kehidupan masyarakat dengan kehidupan sosialnya yang beragam menimbulkan adanya golongan tertentu yaitu captive dan choice. Captive merupakan suatu golongan dimana mereka hanya mempunyai satu pilihan moda saja (Tamin, 1997). Sedangkan choice merupakan suatu golongan dimana mereka mempunyai pilihan dalam pemenuhan kebutuhan mobilitasnya (Tamin, 1997). Jika terdapat lebih dari satu moda, biasanya dipilih yang mempunyai rute terpendek, tercepat, termurah, atau kombinasi dari ketiganya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kenyamanan dan keselamatan. Dengan kondisi seperti inilah pemilihan moda merupakan salah satu model terpenting dalam pemodelan transportasi. Model pemilihan moda komuter terkait dengan perilaku pelaku komuter dalam memilih moda perjalanannya. Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Setelah proses kalibrasi, model tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan prediksi pemilihan moda, dengan menggunakan nilai variabel biaya transportasi untuk masa yang akan datang. Menurut Tamin (2), faktor yang melatarbelakangi pemilihan moda sulit untuk ditentukan, walaupun hanya dua buah moda yang akan digunakan (pribadi atau umum). Hal tersebut disebabkan karena banyak faktor yang sulit dikuantifikasi misalnya kenyamanan, keamanan, keandalan. Menurut Tamin (2), faktor yang mempengaruhi pemilihan moda dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

12 a. Ciri pengguna jalan, yang meliputi: 1) Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi 2) Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) 3) Struktur rumah tangga 4) Pendapatan. b. Ciri pergerakan, yang meliputi: 1) Tujuan pergerakan 2) Waktu terjadinya pergerakan 3) Jarak perjalanan. c. Ciri fasilitas moda transportasi, yang meliputi: 1) Waktu perjalanan 2) Biaya transportasi 3) Kenyamanan dan keamanan 4) Keandalan dan keteraturan. Pemodelan pemilihan moda sangat ditentukan oleh persepsi seseorang dalam membandingkan biaya perjalanan ataupun waktu tempuh dalam memilih moda yang akan digunakannya (Tamin, 2). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan komponen biaya umum transportasi sebagai variabel pemodelan untuk memperoleh fungsi probabilitas angkutan kota jenis mikrolet terhadap sepeda motor. Biaya umum/pokok adalah besaran pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu satuan unit produksi jasa angkutan. Untuk memudahkan menghitung biaya umum dikelompokkan menurut hubungannya dengan produksi jasa yang dihasilkan, terdiri dari biaya langsung (direct cost) yang berkaitan dengan produk jasa yang dihasilkan seperti pemakaian bahan bakar dan sebaliknya biaya tak langsung (indirect cost) adalah biaya yang tidak berkaitan dengan produk jasa yang dihasilkan. Biaya umum untuk jasa angkutan umum, dimana biaya pokoknya adalah besarnya biaya yang dikenakan kepada setiap penumpang kendaraan satu kali melakukan perjalanan dari titik asal ke titik tujuan perjalanan, nilai waktu seseorang di dalam angkutan umum serta nilai menunggu angkutan umum tersebut. Sedangkan biaya umum angkutan pribadi, dimana biaya umumnya adalah biaya pemakaian bahan bakar yang dikeluarkan untuk melakukan satu kali perjalanan, nilai waktu di dalam atau menggunakan kendaraan untuk satu kali perjalanan (Tamin, 2). Untuk estimasi nilai waktu, nilai waktu tempuh, dan waktu menunggu, berbeda nilainya dengan nilai waktu normal. Nilai waktu tempuh diasumsikan dua kali nilai waktu normal dan nilai waktu menunggunya diasumsikan dua kali nilai waktu selama berada di kendaraan. Hal ini dikarenakan manusia pada umumnya tidak suka menunggu (Tamin, 2). Biaya umum transportasi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Waktu tempuh selama berada di kendaraan (2 satuan uang/menit) 2. Waktu menunggu (4 satuan uang/menit) 3. Biaya operasional kendaraan (dalam satuan uang) 4. Biaya terminal (dalam satuan uang) 5. Biaya parkir (dalam satuan uang). Pemilihan moda angkutan umum adalah model terpenting dalam transportasi (Tamin, 2). Hal yang melandasinya karena angkutan umum selalu menjadi prioritas utama dalam pengambilan kebijakan transportasi perkotaan. Transportasi umum pun mampu menggunakan ruang jalan yang lebih efektif dan efisien dibandingkan kendaraan pribadi. Pemodelan pemilihan moda dititikberatkan pada bagaimana merumuskan suatu bentuk pemodelan moda transportasi untuk dapat diketahui proporsi (probabilitas) orang yang akan menggunakan setiap moda yang dimodelkan tersebut, sehingga dapat dilakukan suatu rekomendasi terhadap manajemen transportasi.

Di dalam pemodelan pemilihan moda, terdapat proses validasi. Proses validasi ini penting untuk melakukan penaksiran terhadap nilai parameter atau koefisien sehingga pemodelan pemilihan moda dapat mewakili keadaan yang sebenarnya (realita). Kemudian nantinya, model dapat digunakan untuk melakukan intervensi kebijakan dan kepentingan lain dari peramalan pemilihan moda komuter dengan menggunakan nilai koefisien bebas dari fungsi probabilitas model yang terbentuk. Model logit biner selisih merupakan model yang dapat digunakan sebagai alat bantu pemodelan dua moda transportasi (Tamin, 2). Oleh karena itu, teknik analisis untuk merumuskan model angkutan umum jenis mikrolet dan sepeda motor dapat menggunakan model logit biner selisih. Model logit biner selisih secara sederhana digunakan untuk menghitung proporsi perjalanan yang akan memilih moda A terhadap moda B, sehingga (Tamin, 2): PA = 13 Keterangan: PA a b CA CB : probabilitas terpilihnya moda A terhadap moda B : intersep/ konstanta regresi : koefisien regresi : biaya transportasi moda A : biaya transportasi Moda B ANALISIS BIAYA KOMUTER Analisis Biaya Umum Pelaku Komuter Pengguna Sepeda Motor Biaya umum sepeda motor adalah biaya pemakaian bahan bakar yang dikeluarkan untuk melakukan satu kali perjalanan, ditambah nilai waktu di dalam atau menggunakan kendaraan untuk satu kali perjalanan (Tamin, 2). No. Rute Kerja TABEL 1 BIAYA UMUM TRANSPORTASI KOMUTER PENGGUNA SEPEDA MOTOR (PERJALANAN PULANG PERGI) Jarak Waktu Perjalan an (P P) Biaya Transportasi Sepeda Motor Dalam Rupiah (Csm) Waktu Tempuh (2.X 1 ) Tarif (X 3 ) Biaya Parkir (X 5 ) Waktu Tunggu (4.X 2 ) Jumlah 1. Banyumanik 5 6 Km 3 menit 4.98 1.35 1. 7.33 Jatingaleh 2. Banyumanik Jl. 7 8 Km 4 menit 6.64 1.8 1. 9.44 Dr. Wahidin 3. Banyumanik Jl. 9 11 Km 5 menit 8.3 2.475 1. 11.775 Mataram 4. Banyumanik Jl. 12 13 Km 7 menit 11.62 2.925 1. 15.545 MT. Haryono 5. Banyumanik Johar 14 18 Km 8 menit 13.28 4.5 1. 18.33 Sumber: Analisis Penyusun, 211

14 Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa biaya umum penggunaan sepeda motor untuk perjalanan pulang pergi pada lokasi tujuan kerja yang paling dekat adalah Rp 7.33, dan biaya umum pada lokasi paling jauh sebesar Rp 18.33,. Rendahnya tarif perjalanan, rendahnya nilai waktu tempuh perjalanan, dan tidak adanya nilai waktu tunggu pada penggunaan moda sepeda motor sebagai moda transportasi untuk perjalanan kerja Komuter Banyumanik berdampak pada kecilnya akumulasi biaya umum transportasi moda tersebut. Analisis Biaya Umum Penglajuan Pelaku Komuter Pengguna Mikrolet Biaya umum mikrolet adalah besarnya biaya yang dikenakan kepada setiap penumpang kendaraan satu kali melakukan perjalanan dari titik asal ke titik tujuan perjalanan, nilai waktu seseorang di dalam mikrolet, serta nilai menunggu mikrolet tersebut, ditambah dengan biaya tambahan, misalnya retribusi terminal. Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa biaya umum penggunaan mikrolet untuk perjalanan pulang pergi pada lokasi tujuan kerja terdekat adalah Rp 14.96, dan biaya umum pada lokasi paling jauh sebesar Rp 28.28,. Apabila dibandingkan dengan biaya umum transportasi sepeda motor, nominal ini memiliki selisih yang sangat jauh. Besarnya biaya umum transportasi mikrolet ini terutama disebabkan karena besarnya konversi nilai waktu tunggu dan waktu perjalanannya. Tinggiya biaya transportasi atas penggunaan moda mikrolet mempengaruhi rendahnya pemilihan Komuter Banyumanik atas moda tersebut, karena seperti yang telah dijelaskan berdasarkan teori bahwa biaya transportasi adalah faktor utama yang mempengaruhi pemilihan moda seseorang. No. Tujuan Kerja TABEL 2 BIAYA UMUM TRANSPORTASI KOMUTER PENGGUNA MIKROLET (PERJALANAN PULANG PERGI) Jarak Waktu (Pulang Pergi) Biaya Transportasi Mikrolet Dalam Rupiah (Cm) Waktu Waktu Tarif Biaya Tempuh Tunggu Termin (2.X 1 ) (4.X 2 ) (X 3 ) al (X 4 ) Jumlah 1. Jatingaleh 5 6 Km 4 menit 6.64 3.32 5. 14.96 2. Jl. Dr. 7 8 Km 5 menit 8.3 3.32 6. 17.62 Wahidin 3. Jl. Mataram 9 11 Km 6 menit 9.96 3.32 7. 2.28 4. Jl.MT.Haryo 12 13 Km 8 menit 13.28 3.32 8. 24.6 no 5. Johar 14 18 Km 9 menit 14.94 3.32 1. 28.28 Sumber: Analisis Penyusun, 211 ANALISIS MODEL PEMILIHAN MODA MIKROLET TERHADAP SEPEDA MOTOR Model pemilihan moda dalam kajian ini dititikberatkan pada bagaimana merumuskan suatu bentuk fungsi probabilitas untuk dapat diketahui peluang Komuter Banyumanik yang akan menggunakan moda mikrolet terhadap sepeda motor sebagai moda perjalanan kerjanya, menggunakan metode analisis regresi linier untuk model binomial logit selisih. Hasil akhir perhitungan diperoleh persamaan untuk model binomial logit selisih. Nilai α sebesar 3,86893836 dan β sebesar,572679, kemudian dimasukkan ke dalam persamaan simultan dengan tujuan mendapatkan hasil berupa fungsi probabilitas, dimana α dan β merupakan suatu parameter model dari suatu persamaan regresi linier, yaitu:

15 No K1 K2 K3 K4 Persentase m,3 8,2 7,2 9,2 5 sm,62,73,71,75 K5,12,88 Cm 1496 1762 228 246 2826 Csm Y =,572679X 3,86893836 atau Loge {(1 Pm)/Pm} =,572679 (Csm Cm) 3,86893836 TABEL 3 PERHITUNGAN METODE ANALISIS REGRESI LINIER UNTUK MODEL LOGIT BINER SELISIH Csm Cm (Xi) Log e {(1 Pm)/Pm} (Yi) XiYi Xi 2 exp(a+bxi) Pm=1/{1+exp( A+BXi)} 733 763,51825624 3897,6 582169 1,649767815,377391556 944 818,98829253 823,18 669124 2,2654934,36696788 11775 855,91629732 7793,5 7233525 2,72298423,26861731 15545 955 1,98612289 9947,93 8199325 3,73194758,211367569 1833 993 1,94591149 19322,9 98649 6,158267845,13969861 433 5,45246846 48985 3786225 Rata Rata 866 1,949369 B = {N* XiYi ( (Xi*Yi)} / {N* Xi 2 ( Xi) 2 } β,572679 A= (rata rata Y) B (rata rata X) α 3,86893836 Sumber: Analisis Penyusun, 211 Terbentuknya fungsi utilitas hasil perhitungan dengan menggunakan model logit biner selisih dapat digambarkan bentuk kurvanya, kemudian digunakan untuk mengetahui hubungan antara selisih biaya perjalanan dan peluang penggunaan mikrolet terhadap sepeda motor, serta intervensinya. Berdasarkan Gambar 2, untuk mendapat peluang yang sama, selisih biaya angkutan mikrolet terhadap sepeda motor harus sebesar Rp 6.755,. Artinya, agar peluang terpakainya mikrolet dan sepeda motor dapat berimbang, maka selisih biaya umum transportasi keduanya harus diturunkan dari Rp 8.66, menjadi Rp 6.755,. Atau dengan kata lain, selisih biaya mikrolet terhadap sepeda motor harus ditekan minimal senilai Rp 1.95,. Sumber: Analisis Penyusun, 211 GAMBAR 2 KURVA PELUANG PENGGUNAAN MIKROLET TERHADAP SEPEDA MOTOR

16 KESIMPULAN Fungsi Utilitas terpilihnya moda mikrolet terhadap sepeda motor sebagai moda transportasi untuk perjalanan kerja Komuter Banyumanik adalah : Pm= Fungsi utilitas di atas merupakan nilai peluang terpilihnya mikrolet terhadap sepeda motor dari selisih biaya umum transportasi kedua moda. Berdasarkan fungsi tersebut, agar mikrolet lebih dipilih Komuter Banyumanik sebagai moda transportasi untuk perjalanan kerjanya, maka selisih biaya mikrolet terhadap sepeda motor harus Rp 6.755,. Selisih normal biaya umum kedua moda adalah Rp 8.66,, sehingga setidaknya untuk memperoleh probabilitas yang sama, selisih biaya mikrolet terhadap sepeda motor harus diturunkan sebesar Rp 1.95,. DAFTAR PUSTAKA ADB.1998. Road Safety Guidelines for the Asian and Pasific region. Manila: Asian Development Bank. Black, John. 1981. Urban Transportation Planning. London: Croom Helm. Blunden, WR. 1971. The Land Use Transport System: Analysis and Synthesis. Oxford: Pergamon Press. Chapin, F. Stuart dan Edward J. Kaiser. 1995. Urban Landuse Planning. Fourth Edition. Chicago: University of Illinois Press. Dimitrou, Harry T. 1996. A Development Approach to Urban Transport Planning: an Indonesian Illustration. England: Avebury. Gray, George E dan Lester A. Hoel. 1979. Public Transportation: Planning, Operations, and Management. New Jersey: Prentice Hall. Hobbs, F.D. 1995. Traffic Planning and Engineering. Oxford: Pergamon Press, Second Edition. Iskandar, H. 1996. Kecelakaan Pejalan Kaki dan Sepeda Motor Pada Jalan Kota. Majalah Teknik Jalan & Transportasi, No.88. Kristy dan Lall. 23. Dasar Dasar Rekayasa Transportasi. Jakarta: Erlangga. Lulie, Yohannes. 25. Perilaku Agresif Menyebabkan Resiko Kecelakaan Saat mengemudi. Jurnal Penelitian Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atmajaya, Yogyakarta. Manhein, Martin, L. 1979. Fundamentals of Transportation System Analysis. Cambridge: The MITT Press. Miro, Fidel. 1997. Sistem Transportasi Kota. Bandung: Tarsito. Morlok, Edward K. 1994. Teknik dan Perencanaan Transportasi. Jakarta: Erlangga. Nasution, M.N. 23. Manajemen Transportasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nazir, Moh. 23. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Pignataro, L.J. 1973. Trafic Engineering Theory and Practice. Newyork: Prentice Hall. Tamin, O.Z. 1997. Perencanaan dan pemodelan Transportasi. Edisi 1. Bandung: ITB bandung. Warpani, Suwardjoko. 199. Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung: ITB Bandung. Wells, G.R. 1975. Comprehensive Transport Planning. London: Charles Griffin and Co. Ltd. Widiarta, Ida B.P. 21. Analisis Pemilihan Moda Transportasi Untuk Kerja. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. Universitas Udayana. Vol. 14, No.2. Yunus, H.S. 25. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.