BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

BAB I PENDAHULUAN. remaja sering mengalami kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB II LANDASAN TEORI. Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. 1. Seluruh faktor faktor kepribadian berpengaruh signifikan terhadap stres

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kerugian terjadi ketika dua belah pihak yang terlibat tidak dapat mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan

IMPULSIVE BUYING PADA DEWASA AWAL DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh sebab itu, manusia disebut sebagai Homo

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertugas untuk menjalankan fungsi tersebut yaitu Kepolisian Negara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelanggan baru. Strategi strategi tersebut mengharuskan perusahaan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Survei yang dilakukan oleh AC Nielsen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II LANDASAN TEORI. mengevaluasi keputusan yang telah mereka buat (Bakshi, 2012). Konsumen tidak. keputusan tersebut (Hoyer dan MacInnis, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. yang baik bagi konsumen. Terdapat banyak alternatif serta. mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. publik harus bersikap independen terhadap berbagai kepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dituntut untuk lebih cerdas mempertahankan pasarnya dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu memperoleh ilmu mengenai kepemimpinan yang di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha

BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI PSYCHOLOGICAL ADJUSTMENT. Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa psychological adjustment

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Saat ini, fenomena pemasaran telah mengalami banyak perubahan mulai

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang (Lovelock dan Wirtz, 2011: 5). Terlihat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena ini dapat dibuktikan dengan adanya perubahan gaya hidup masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan banyak orang karena dengan internet kita bisa mengakses dan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Penelitian ini pada dasarnya adalah membuktikan secara empiris hasil

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. terduga. Setiap pebisnis atau perusahaan berlomba-lomba untuk. agar sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai tujuan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen

BAB I PENDAHULUAN. adanya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat membuat pekerjaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukan arah

BAB I PENDAHULUAN. hanya itu, Indonesia juga memiliki modal besar untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelian suatu produk baik itu pakaian, barang elektronik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perilaku Konsumen dan Proses Keputusan Pembelian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas berbelanja sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, pemasaran dipandang sebagai proses untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti.

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia untuk melakukan pemenuhan (Verplanken, 2001). Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan membeli suatu barang atau jasa. Perilaku membeli dikenal juga dengan berbelanja. Belanja didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan suatu barang dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut (Tambunan, 2005). Belanja merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan terkadang sebagian orang tidak dapat dipisahkan dari kebiasaan belanja. Banyak motif-motif yang mendasari perilaku berbelanja, diantaranya ingin menjalankan peran yang diharapkan misalnya berperan sebagai ibu rumah tangga, sebagai peralihan dari rutinitas kehidupan sehari-hari, memuaskan dorongan yang ada dalam diri, mempelajari trend baru yang berkembang, dan sebagai aktivitas fisik yang menstimulasi indera (Schiffman, 1994). Manusia ketika berbelanja disebut sebagai konsumen, yaitu seseorang yang melakukan beberapa aktivitas seperti pembelian, penggunaan barang dan jasa dan mengevaluasinya (Schiffman, 1994). Pada mulanya belanja hanya merupakan suatu konsep untuk menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari, namun tak jarang pula orang berbelanja hanya untuk memenuhi

hasrat atau dorongan dari dalam dirinya (Verplanken & Herabadi, 2001). Coob & Hoyer, 1972 (dalam Buendicho, 2003) mengatakan konsumen seperti ini disebut dengan impulse puschaser. Impulse puschaser adalah konsumen yang melakukan pembelian untuk memenuhi hasrat atau dorongan dari dalam diri. Pembelian tipe inilah yang disebut sebagai impulse purchase atau pembelian impulsif. Pembelian impulsif adalah kecenderungan perilaku membeli yang terjadi tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu (American Marketing Association/AMA, dalam Buendicho, 2003). Pembelian impulsif ini dikaitkan dengan aspek reaksi emosi dari objek pembelian misalnya produk, kemasan, harga, dan lainlain. Rook (dalam Verplanken, 2001) mengatakan pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak terencana yang dikarakteristikkan dengan pembelian yang mendadak, yang diikuti dengan perasaan menyenangkan dan memuaskan. Dengan kata lain, pembelian impulsif adalah tindakan yang tidak sengaja dan diikuti oleh respon emosional yang sangat kuat. Pembelian impulsif juga dikaitkan dengan pembelian yang tidak memikirkan konsekuensi terhadap barang yang telah dibeli, misalnya uang yang dihabiskan untuk barang yang tidak perlu (Rook & Gardner, 1987 dalam Verplanken (2001)). Pembelian impulsif dikatakan juga sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan (Verplanken & Herabadi, 2001). Fokus perhatian individu hanya terletak pada kepuasan yang spontan terhadap pembelian suatu barang. Keputusan untuk membeli dibuat dengan spontan. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pembelian juga sangat singkat. Oleh

karena itu, orang-orang dengan kecenderungan pembelian impulsif ini hampir tidak mungkin untuk menunda pembelian dengan melakukan pertimbangan, berdiskusi dengan orang lain, atau membandingkan produk yang satu dengan produk yang lain (Rook & Fisher, 1995). Orang-orang dengan kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi akan lebih peka terhadap ide-ide pembelian yang tidak diharapkan dan lebih siap untuk merespon pembelian barang secara spontan Konsumen dengan kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi juga akan lebih menerima ide-ide yang timbul secara spontan untuk melakukan pembelian. Perilaku seperti ini berbeda dengan pembelian yang direncanakan. Konsumen dengan tipe pembelian yang terencana, akan melakukan serangkaian langkah-langkah perencanaan untuk memutuskan apakah akan melakukan pembelian atau tidak (Bearden & Netemeyer dalam Verplanken, 2001). Pembelian impulsif memiliki 2 elemen inti yaitu elemen kognitif dan elemen afektif. Elemen kognitif meliputi kegiatan pembelian yang diikuti dengan kurangnya perencanaan dan ketidaksabaran untuk mendapatkan suatu barang. Elemen afektif meliputi pembelian yang disertai dengan respon emosi (Verplanken & Aarts, 1999). Respon emosi ini meliputi perasaan senang dan puas setelah pembelian dilakukan, namun pembelian dilakukan atas timbulnya perasaan yang mendorong untuk segera melakukan pembelian (Dittmar & Drury, dalam Verplanken, 2001). Membeli dengan impulsif dapat menghilangkan dorongan emosi negatif yang terdapat dalam diri individu.

Pembelian impulsif telah menjadi gaya hidup yang menyebar ke setiap segmen populasi dan terjadi diberbagai situasi dan budaya yang berbeda (Kacen & Lee, 2002). Lembaga survey Myvesta (dalam Citacinta, 2009) tahun 2009 mengungkapkan, 64.8% konsumen yang berusia18-24 tahun mengalami perubahan emosi sesaat sebelum dan setelah belanja. Pada usia tersebut rata-rata konsumen berstatus sebagai mahasiswa. Konsumen merasa ada dorongan emosional dalam dirinya yang menyebabkan mereka berbelanja. Pembeli tipe ini disebut sebagai pembeli impulsif karena mereka merasakan adanya dorongan emosi negatif yang dapat dihilangkan dengan melakukan aktivitas seperti berbelanja dengan impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh mahasiswi USU pada wawancara tanggal 7 dan 8 september 2009 berikut ini : Kalau saya melihat barang unik yaa langsung saya beli. Karena kalau gakdibeli ntar jadi merasa gak nyamanlah. Apalagi kalau lagi stress, belanja bisa jadi obatlah (Elka, 18 tahun; mahasiswi Psikologi angkatan 2009) Biasanya merasa gak nyaman kalau liat barang cantik, terus gak dibeli (Myesa, 22 tahun; mahasiswi Psikologi angkatan 2005. Hasil survey yang dilakukan pada tanggal 16 september kepada 53 mahasiswa USU Fakultas Kedokteran juga menunjukkan adanya kecenderungan pembelian impulsif pada mahasiswa. Berdasarkan survey tersebut, sebanyak 71.6 % atau 38 mahasiswa, memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi, dan 28.4 % atau 15 mahasiswa, memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah. Data diatas dapat dilihat melalui tabel berikut :

Tabel 1. Gambaran persentase kecenderungan pembelian impulsif mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU angkatan 2009 Kecenderungan Pembelian Impulsif Frekuensi Persentase Tinggi 38 orang 71,6 Rendah 15 orang 28.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif yaitu : kondisi mood dan emosi konsumen, normative influence (pengaruh lingkungan), kategori produk dan pengaruh toko, variabel demografis dan variabel perbedaan individu (Thai, 2003). Variabel perbedaan individu meliputi karakteristikkarakteristik khas individu yang salah satunya adalah trait (karakter) individu (Verplanken & Herabadi, 2001). Penelitian-penelitian telah dilakukan untuk melihat pembelian impulsif ini terkait dengan karakteristik perbedaan individu. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Verplanken & Herabadi (2001) yang ingin melihat hubungan pembelian impulsif ini dengan trait-trait individu. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan antara trait-trait individu dengan pembelian impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001). Penelitian ini juga diperkuat oleh Rook (1995) yang mengatakan bahwa salah satu aspek psikologis terkait dengan pembelian impulsif adalah trait di dalam diri individu. Trait merupakan prediktor yang signifikan terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Trait adalah karakter khas yang bersifat jangka panjang yang membedakan individu satu dengan yang lain (Lahey, 2004). Ketika

seseorang dikatakan ramah, pemarah, agresif maka mereka disebut memiliki trait ramah, trait pemarah, trait agresif. Trait-trait tersebut menyusun kepribadian manusia. Kepribadian didefinisikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan (Engel & Blackwell, 1995). Kepribadian merupakan suatu pola yang relatif permanen dari sifat, watak atau karakteristik yang memberikan konsistensi pada perilaku seseorang Feist & Feist (2002). Eysenck (dalam Suryabrata, 2000) menambahkan kepribadian sebagai jumlah keseluruhan dari pola perilaku yang aktual dari organisme yang ditentukan oleh hereditas dan lingkungan. Kepribadian memainkan peran penting dalam berbelanja. Dalam berbelanja konsumen mendasarkan keputusan pembelian mereka berdasarkan kepribadian mereka. Bagaimana konsumen memandang diri mereka, begitu pulalah mereka akan memilih produk mana yang akan mereka konsumsi. Seperti yang terlihat di banyak peristiwa, konsumen memiliki selera tersendiri ketika ditawarkan jenis produk yang sama namun memiliki merek dan kemasan berbeda. Misalnya produk mobil yang ditawarkan kepada beberapa konsumen. Mobil-mobil yang ditawarkan memiliki merek dan warna berbeda. Masing-masing konsumen akan memilih mobil yang memiliki warna serta merek yang sesuai dan dianggap dapat mewakilii karakter dirinya. Konsumen akan menampakkan karakter yang mampu merespon berbagai situasi yang dihadapkan padanya. Secara alamiah konsumen akan membangun seperangkat karakteristik yang relatif tetap yang mampu memberikan jawaban bagaimana seharusnya mereka merespon setiap situasi. Artinya, kepribadian

merupakan panduan konsumen dalam memilih cara untuk memenuhi tujuannya dalam berbagai situasi yang berbeda (Ferrina, 2008). Psikologi kepribadian membutuhkan suatu model deskriptif atau taksonomi untuk mencoba menggambarkan kepribadian individu. Adanya taksonomi dapat membantu peneliti melihat gambaran kepribadian individu yang berbeda-beda yang membuat individu menjadi makhluk yang unik (John & Srivasta, 1999). Psikologi kepribadian kemudian memperoleh suatu pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima secara umum yaitu The Big Five Personality (John & Srivastava, 1999). Kerangka berpikir Big Five merupakan suatu model hirarki kepribadian dengan lima faktor yang setiap faktornya menjelaskan kepribadian dengan jelas dan sangat luas. Pandangan Big Five menyatakan bahwa setiap perbedaan individu dalam kepribadiannya dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bagian secara empiris (Gosling, Rentfrow, & Swann Jr, 2003). Istilah Big Five pertama kali dicetuskan oleh Lew Goldberg (dalam Pervin 2005). Srivastava (2008) mengatakan Big Five merupakan lima dimensi sifat kepribadian yang meluas. Faktor-faktor tersebut adalah: Extraversion (Surgency), Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism (terkadang terbalik dan disebut dengan Emotional Stability), Openness to Experience (terkadang disebut dengan Intelect atau Intelect/ Imagination). Dimensi extraversion terdiri dari sifat-sifat seperti: suka berbicara, berenergi, dan asertif. Dimensi agreeableness ini mencakup sifat-sifat, seperti simpati, baik hati, dan berperasaan. Dimensi Conscientiousness cenderung teratur, teliti, dan terencana. Openness to Experience dikarakteristikkan

dengan sifat tegang, dan cemas. Dimensi neuroticism ini mencakup sifat-sifat seperti rasa ketertarikan yang luas, imaginatif, dan berwawasan luas. Dimensi Big Five Personality merupakan salah satu pendekatan yang lebih sederhana dan deskriptif dalam menggambarkan kepribadian manusia (Pervin, 2005). Hasil yang konsisten mengenai teori ini juga telah diperoleh dari berbagai teknik pengukuran. Kelima dimensi ini telah ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa. Berdasarkan studi longitudinal selama 6 (enam) tahun diperoleh kestabilan sifat pada subjek yang sama (dalam Schultz & Schultz, 1994). Kerangka berpikir Big Five mencoba menggambarkan trait-trait individu yang diwakili oleh lima dimensi. Kelima dimensi inilah yang akan digunakan dalam penelitian untuk melihat apakah kelima dimensi Big Five Personality memiliki pengaruh terhadap pembelian impulsif. Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya, maka peneliti ingin melihat apakah ada pengaruh antara dimensi Big Five Personality dengan pembelian impulsif. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu, apakah ada pengaruh antara dimensi Big Five Personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif?

C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dimensi Big Five Personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. D. MANFAAT PENELITIAN a. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya temuan di dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai pembelian impulsif dan kepribadian individu dalam kajian perilaku konsumen. 2. Hasil penelitian ini bisa bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan bagi penelitian-penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan pembelian impulsif yang terkait dengan keribadian individu b. Manfaat Praktis Melalui penelitian ini produsen dapat mengetahui konsumen dengan karakteristik kepribadian tertentu yang memiliki pengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Temuan ini dapat menjadi bahan pertimbangan produsen untuk lebih mengetahui jenis konsumen mana yang dapat menjadi target pasar. E.SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini dibagi atas tiga bab dengan sistematika sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Bab ini menguraikan kepustakaan yang menjadi landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian Bab III : Metode Penelitian Bab ini menceritakan tentang metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian yang meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, instrumen/alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian, dan metode analisis data. Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan Bab ini akan memapaparkan mengenai hasil deskripsi data penelitian, uji hipotesa utama dan pembahasan mengenai hasil penelitian. Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data. Saran dibuat dengan mepertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.