BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat

Pengolahan dengan suhu tinggi

PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

I. PENDAHULUAN. satu produk olahan pangan asal hewan yangpaling banyak diminati

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan. Makanan tradisional seperti yang kita kenal,yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

PENGOLAHAN SUSU SAPI MENJADI TAHU

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan

BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA

Pangan dengan potensi bahaya. Bahan Pangan Apa yang Mudah Terkontaminasi? BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dalam SNI tempe didefinisikan sebagai produk makanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

TOKSIN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENGANTAR. alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

Analisis Kandungan Mikroba Pada Permen Soba Alga Laut Kappaphycus Alvarezii Selama Penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

PASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang tinggi seperti protein, lemak vitamin B (vitamin B 6 /pridoksin, vitamin

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g

Pengawetan pangan dengan pengeringan

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

SOSIALISASI DAN PEMBUATAN NUGGET DARI AMPAS TAHU UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT GAMPONG LENGKONG, KECAMATAN LANGSA BARO, KOTA LANGSA

OLEH: YULFINA HAYATI

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi jenis makanan tahu sebagai pemenuhan zat gizi untuk tubuh. Menurut data publikasi statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2015, tingkat konsumsi tahu masyarakat Indonesia mencapai 0,14 kg per kapita perminggu. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi makanan sumber protein nabati lainnya seperti tempe yang mencapai 0,138 kg per kapita perminggu. Apabila dibandingkan dengan konsumsi makanan sumber protein hewani seperti susu, daging ayam maupun daging sapi, tingkat konsumsi tahu lebih tinggi dibandingkan dengan sumber makanan hewani tersebut. Konsumsi susu, daging ayam, dan daging sapi berturut-turut yaitu 0,028 kg, 0,078 kg, dan 0,07 kg per kapita perminggu. Hal ini menunjukkan bahwa tahu merupakan alternatif jenis makanan sumber protein yang dipilih masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan gizi seharihari. Menurut Dokumen Standar Nasional Indonesia 01-3142-1998 tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai ( Glycine species) dengan cara pengendapan 1

proteinnya, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diijinkan. Sedangkan menurut Radiyati, et al. (1992) tahu merupakan zat protein yang berasal dari kedelai dan dilarutkan dengan menggunakan pelarut air serta diendapkan kembali dengan penambahan bahan-bahan pengendap sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan menjadi tahu. Beberapa komponen nutrisi dalam tahu yaitu air, protein, abu, serat kasar, dan lemak. Kandungan air dalam tahu bisa mencapai 80% - 85%, diikuti dengan kandungan protein sebasar 9%, sedangkan sisanya merupakan komponen penyusun tahu lainnya. Komponen-komponen seperti inilah yang menyebabkan tahu memiliki masa simpan yang relatif pendek, sehingga perlu penangan pengolahan yang cepat sebelum tahu mengalami kerusakan. Kandungan nutrisi pada tahu bisa dijadikan sebagai sumber atau media pertumbuhan mikrobia baik yang bersifat pembusuk (spoilage) maupun patogen. Pengrajin atau produsen tahu di Indonesia rata-rata masih dalam skala Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dimana dalam kegiatan operasionalnya masih memiliki beberapa kendala antara lain yaitu masih kurangnya modal sehingga berimbas pada ketersediaan sarana dan prasarana yang belum memadahi apabila dilihat dari aspek sanitasi. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi masih menggunakan peralatan manual dalam proses penyeringan seperti penggunaan kain untuk memisahkan sari kedelai dengan ampas tahu. Proses penyaringan manual seperti ini mempunyai peluang kontaminasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan proses penyaringan 2

secara modern dengan menggunakan teknologi filtrasi dan sentrifugasi karena dapat meminimalkan kontak dengan manusia atau pekerja. Selain itu pekerja atau perajin tahu kurang atau bahkan tidak memiliki pengetahuan tentang higiene dan sanitasi dalam proses pembuatan atau pengolahan produk makanan. Hal ini pulalah yang dapat mempercepat terjadinya kontaminasi pada produk tahu yang dihasilkan sehingga akan lebih mudah mengalami kebusukan. Pekerja atau food handler mempunyai andil besar dalam menciptakan produk makanan yang bersih dan minim kontaminasi mikrobia, sehingga apabila pekerja minim dalam usaha menjaga kebersihan personalnya maka produk yang ditangani akan semakin banyak terjadi kontaminasi. Tahu dengan karakteristik tinggi kadar air, protein maupun ph yang netral pada suhu kamar sangat mudah sekali ditumbuhi mikrobia pembusuk. Mikrobia pembusuk ini akan merusak kualitas tahu terutama akan mengubah aroma. Tahu yang mengalami penurunan kualitas secara mikrobiologis ditandai dengan tingginya kandungan mikrobia. Bahkan secara fisik tahu yang rusak dapat dikenali dengan adanya lendir. Menurut Joo et al. (1998) terdapat bermacam -macam jenis mikrobia pembusuk atau patogen yang dapat merusak kualitas tahu. Jenis mikrobia yang sering merusak tahu yaitu Acinotobacter calcoaceticus, Bacillus cereus, Klebsiella pneumonia dan Xenorhabdus luminescens. Beberapa jenis mikrobia spoilage lain yang mengkontaminasi tahu antara lain: Listeria monocytogenes, E. coli, Salmonella spp., Pseudomonas spp., Staphylococcus spp., dan Enterococcus spp. 3

Dari berbagai jenis mikrobia yang mengkontaminasi tahu, Bacillus cereus merupakan salah satu jenis mikrobia yang bersifat patogen. Bacillus cereus dapat menyebabkan keracunan makanan sehingga manusia yang mengkonsumsi makanan yang mengandung Bacillus cereus akan mengalami foodborne illness. Penyakit ini muncul dengan gejala seperti diare maupun muntah yang muncul mulai terjadi setelah 6-15 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Menurut Kumari (2016) secara alami Bacillus cereus mudah ditemukan pada materi organik yang sudah mengalami pembusukan, air laut, usus hewan, tanah dan produk makanan berbahan susu. Bakteri ini juga mudah segera menyebar dan berkembang biak pada berbagai jenis makanan antara lain: susu, sayuran, beras, daging maupun bumbubumbuan. Kontaminasi Bacillus cereus bisa diduga melalui perantara air, tanah yang melekat pada kedelai ataupun melalui pekerja yang tidak memelihara kebersihan diri. Proses pembuatan tahu melibatkan proses panas yaitu pada saat pemasakan bubur kedelai atau kedelai yang sudah digiling. Bubur kedelai yang sudah dipanaskan kemudian dilakukan pemisahan antara sari kedelai dengan ampas kedelai. Sari kedelai digumpalkan dengan menambahkan kecutan untuk menggumpalkan protein kedelai. Kecutan merupakan whey yang dihasilkan pada saat proses pembuatan tahu sebelumnya. Namun hal biasa yang dilakukan oleh pengrajin tahu, tahu yang sudah dicetak pada saat pengangkutan maupun pemasaran dibiarkan terbuka tanpa adanya proses 4

pengemasan dan direndam di dalam bak air. Apabila sumber air yang digunakan tidak bersih tentu akan terjadi kontaminasi dari air ke tahu. Proses termal merupakan prosedur pengawetan makanan yang lazim digunakan. Proses termal dengan memanfaatkan panas yang dikenakan pada bahan pangan dapat membunuh mikrobia, sehingga dengan adanya proses tersebut diharapkan akan meningkatkan masa simpan. Proses termal akan menginaktivasi enzim, sehingga proses degradasi zat makanan oleh enzim akan dapat dicegah. Hal ini juga membantu dalam proses pengawetan makanan. Proses termal yang tepat akan memperbaiki kualitas makanan yang diharapkan, terutama yang berkaitan dengan perubahan warna, tekstur, flavor dan daya cerna makanan. Proses termal yang dikenakan pada makanan bisa berupa proses blanching, frying, evaporasi, ekstrusi, sterilisasi, dan pasteurisasi Secara keseluruhan kualitas tahu dapat dilihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik; aspek kimia; dan aspek mikrobiologis. Kualitas tahu dari aspek fisik dapat dilihat dari penampakan tekstur, warna, bau maupun rasa. Sedangkan kualitas tahu ditinjau dari aspek kimia dilihat dari kandungan protein, lemak, kadar air maupun serat kasar. Kualitas tahu dari aspek mikrobiologis dapat dilihat kandungan mikrobia yang mengkontaminasi tahu. Menurut SNI 01-3142-1998 tahu dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila dari segi penampakan terlihat normal tidak berlendir maupun berjamur. Tahu yang baik memiliki warna putih maupun kuning yang normal. Kandungan abu, lemak dan protein tahu yang baik menurut SNI 01-3142-1998 berturut-turut 5

yaitu 1, 0,5 dan 9 %(b/b). Sedangkan kualitas tahu dari aspek mikrobiologis menurut SNI 01-3142-1998, tahu yang baik yaitu bebas dari Salmonella dan cemaran E. coli maksimal dengan nilai MPN 10/gr. 1.2 Identifikasi masalah masalah yaitu: Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa 1. Permintaan tahu semakin meningkat, maka dibutuhkan produk tahu dengan kualitas mikrobiologis, fisik maupun kimiawi yang terjamin. 2. Banyak produsen tahu yang belum menerapkan prinsip hygien dan sanitasi dalam memproduksi tahu sehingga kualitas mikrobiologis tahu belum terpenuhi. 3. Penggunaan kecutan pada tahu dapat berpengaruh terhadap kualitas tahu terutama tingkat keasaman tahu. 4. Tahu merupakan produk makanan yang mempunyai masa simpan yang pendek karena sangat baik untuk media pertumbuhan mikrobia. 5. Produsen tahu belum menggunakan proses pasteurisasi sebagai usaha untuk memperbaiki kualitas tahu. 1.3 Perumusan masalah Dari beberapa masalah yang sudah diidentifikasi maka bisa dirumuskan masalah yaitu apakah proses pasteurisasi pada produk tahu dapat memperbaiki kualitas tahu dan memperpanjang masa simpan? 6

1.4 Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian dibagi menjadi dua tujuan yaitu tujuan khusus dan tujuan umum. 1.4.1 Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas penerapan proses termal dengan metode pasteurisasi terhadap kualitas mikrobilogis dan kimiawi produk tahu Gama Tahu selama penyimpanan 1.4.2 Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu: 1. untuk mengetahui pengaruh proses pasteurisasi dalam menurunkan jumlah total mikrobia dan Bacillus cereus pada tahu pasteurisasi selama penyimpanan. 2. untuk mengetahui pengaruh proses pasteurisasi terhadap kadar air, protein dan abu pada tahu pasteurisasi selama penyimpanan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini yaitu memberikan pengetahuan tentang efektifitas proses pasteurisasi pada produk tahu sebagai usaha peningkatan kualitas produk tahu dan untuk memperpanjang masa simpan tahu. 7