IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penegasan

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

PELAKSANAAN KURIKULUM ADAPTIF DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH DASAR NEGERI GIWANGAN, YOGYAKARTA

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

GAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF DI INDONESIA TINJAUAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rika Saptaningrum, 2013

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pendamping khusus ketika anak berkebutuhan khusus dengan ketunaan low

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGETAHUAN MAHASISWA PG-PAUD UNIPA SURABAYA TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ARTIKEL OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

TAHUN AJARAN 2016/2017

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH DASAR TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

SIKAP GURU TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI

STUDI DESKRIPTIF PELAKSANAAN TUGAS POKOK GURU PEMBIMBING KHUSUS PADA SEKOLAH INKLUSIF DI KECAMATAN GEDANGAN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSI DI KOTA KEDIRI: STUDI KASUS DI SMP YBPK KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN I.1

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SIKAP GURU TERHADAP PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI SD INKLUSIF SE-KABUPATEN PURBALINGGA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

Implementasi Pendidikan Segregasi

PAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB II MODEL PENDIDIKAN INKLUSI. pengajaran dan latihan, perbuatan, cara mendidik. 1 Pendidikan adalah. Abdul Latif, mengatakan bahwa:

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS KESIAPAN GURU DALAM MENANGANI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PEMBELAJARAN DI SDN KETAWANGGEDE MALANG SKRIPSI

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1119 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No. 067261 MEDAN MARELAN Dahniar Harahap* 1 dan Nina Hastina 2 1,2) Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan, Universitas Nahdlatul Ulama Sumatera Utara, 1,2) Jln. H. Abdul Manaf Lubis No. 2 Gaperta Ujung, Tanjung Gusta Medan 20215 Email: * 1 niar.harahap20@gmail.com, 2 nina_hastina@yahoo.co.id Abstrak : Implementasi PendidikanInklusif SDN No. 067261 Medan Marelan. Pendidikan inklusif merupakan pendidikan penyetaraan antara siswa yang memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dalam satu lingkungan pendidikan dengan siswa pada umumnya. Penelitian ini mengungkapkan implementasi pendidikan inklusif di Sekolah Dasar (SD) penyelenggara pendidikan inklusif di kota Medan Marelan. Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. pengumpulan data dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang akan dianalisis untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian ini. Hasil penelitian siswa ABK berada di setiap kelas reguler, kurikulum dimodifikasi dengan pendidikan inklusif, memiliki guru pendamping khusus, jenis ABK tunagrahita sedang, memiliki ruang kelas inklusif, tidak ada dana umum dan khusus untuk penyelenggara pendidikan inklusif, lingkungan bersih dan mendukung, menempatkan siswa ABK di kelas reguler dengan guru pendamping khusus (GPK), pelaksaan kegiatan belajar mengajar memahami dan menyesuaikan siswa ABK, pelaksanaan evaluasi, dan kendala SD penyelenggara pendidikan inklusif yaitu tenaga pendidik, sarana prasarana, keuangan/dana dan evaluasi untuk soal UN khusus anak ABK. Kata Kunci : Implementasi, Pendidikan Inklusif, SD PENDAHULUAN Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan siswa pada umumnya. Fenomena Pendidikan Inklusif merujuk pada kebutuhan pendidikan untuk semua anak (Education for All) dengan fokus spesifik pada mereka yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemisahan.[7] Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif, merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.[6] Undang-undang ini menjelaskan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) juga berhak mendapat pendidikan yang sama dengan anak normal lainnya. Artinya Sekolah inklusif adalah sekolah umum yang mengakomodasi semua anak tanpa menghiraukan

Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1120 kondisi fiisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kondisi lain mereka, termasuk anak berkebutuhan khusus. Sekolah inklusif sebagai sarana yang ditujukan untuk menanggapi berbagai kebutuhan dari semua peserta didik melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, serta mengurangi eksklusi atau pengenyampingan dalam dan dari pendidikan. Tujuan dari pelaksanaan penelitian ; 1) Untuk mengetahui keberadaan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Dasar (SD) penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Medan Sumatera Utara 2) Untuk mengetahui implementasi pendidikan inklusif sekolah dasar di Kota Medan Sumatera Utara 3) Untuk mengetahui kendala dalam implementasi pendidikan inklusif di Kota Medan Sumatera Utara. Pendidikan inklusif dilaksanakan untuk memenuhi hak setiap anak dalam memperoleh pendidikan yang layak. Undang-undang No 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 tentang kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah adalah Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminatif. Layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus adalah mendapatkan kesempatan untuk belajar di kelas-kelas umum berdasarkan kemampuan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah dengan beberapa modifikasi[1]. Anakanak berkebutuhan khusus dapat mengikuti program-program pembelajaran yang ada di sekolah bersama-sama dengan anak normal lainnya. Pendidikan inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebtuhan khusus bersama dengan anak normal lainnya di sekolah regular yang terdekat dari rumah sehingga anak berkebutuhan khusus sebisa mungkin tidak dipisahkan dengan lingkungannya[2]. Pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang terbuka bagi semua individu serta mengakomodasi semua kebutuhan sesuai dengan kondisi masingmasing individu[3] Landasan pendidikan inklusif adalah sebagai berikut: (a) Landasan filosofis adalah seperangkat wawasan yang menjadi dasar pendidikan inklusif, meliputi Bhineka Tunggal Ika, agama, pandangan, universal dan filosofii inklusif. (b) Landasan Yuridis dasar pelaksanaan pendidikan inklusif untuk menjamin anak berkebutuhan khusus mendapatkan kesempatan yang sama seperti anak normal lainnya. (c) Landasan Pedagogis, anak berkebutuhan khusus di bentuk untuk bertanggung jawab dan dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. (d) Landasan Empiris, berdasarkan hasil penelitan tersebut bahwa pendidikan inklusif memberikan dampak positif terhadap akademik dan sosial anak [4] Pendidikan dipengaruhi oleh proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar dipengaruhi oleh faktor-faktor (komponen). Komponen-komponen yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif adalah : (a) Perencanaan sistem pendidikan inklusif : komponen perencanaan sistem pendidikan inklusif meliputi kurikulum, pendidik, peserta didik, sarana prasarana, keuangan, lingkungan dan alternatif penempatan. (b) Implementasi sistem pendidikan inklusif : merencanakan kegiatan belajar mengajar, melaksanakan kegiatan belajar mengajar, membina hubungan antar pribadi, dan evaluasi pembelajaran pelaksanaan pendidikan inklusif.[5]

Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1121 METODE Penelitian ini dilksanakan di : (1) SDN No. 067261 Medan Marelan, Jl. Sehat Panggaon Indah Rengas Pulau Medan Marelan. Populasi target dalam penelitian ini adalah sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusi di kota Medan. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh berupa data kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah orang atau hal yang dijadikan sumber penelitian. Adapun yang menjadi subjek dalam peneltian ini adalah Unsur dari Sekolah Dasar Negeri N0. 067261 di Medan Marelan yaitu kepala sekolah, guru inklusi, dan siswa ABK. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah dengan metode pokok berupa (1) Observasi langsung dilakukan dengan teknik partisipan yaitu peneliti langsung mengobservasi (2) Wawancara dilakukan kepada (a) kepala sekolah (b) wawancara dengan guru (c) wawancara dengan siswa untuk mengetahui. Selain metode pokok di atas metode bantu berupa dokumentasi mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berhunbungan dan keperluan pelaksanaan penelitian berupa catatan, agenda, buku-buku, notulen rapat dan lain sebagainya untuk mendapatkan data yang bersifat tertulis seperti data-data guru, siswa, sekolah dan lain sebaginya. Proses analisis data dimulai dengan menyusun semua data yang terkumpul berdasarkan urutan pembahasan yang direncanakan. Oleh karena itu diperlukan adanya penganalisaan dan penafsiran terhadap data yang telah terkumpul dalam usaha memahami kenyataan yang ada untuk menarik kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab rumusan masalah, kajian pustaka dan metode penelitian, bahwasanya ada 3 perumusan pertanyaan yang diajukan untuk menjawab implementasi pendidikan inklusif di SD Negeri No. 067261 Medan Marelan, yaitu : (1) Keberadaan siswa ABK berada pada setiap kelas reguler. (2) Implementasi Perencanaan, Proses dan Evaluasi; a. Kurikulum yang diterapkan sudah dimodifikasi berdasarkan penyelenggara pendidikan inklusif, b. Tenaga Pendidikan memiliki guru pendamping khusus yang telah mendapatkan pelatihan oleh guru SLB, c. Peserta didik yang berkebutuhan khusus merupakan tunagrahita sedang, d. Sarana & prasarana untuk penunjang penyelenggaraan pendidikan inklusif belum ada, d. Dana umum dan dana khusus penyelenggara pendidikan inklusif tidak ada, e. Lingkungan sehat dan mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif, f. Alternatif penempatan siswa ABK pada kelas reguler dengan Guru Pendamping Khusus, g. Perencanaan & pelaksanaan pembelajaran sudah menyesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, bakat, minat dan kecerdasan siswa. evaluasi sekolah soal siswa ABK khusus, namun soal Ujian Nasioanal (UN) belum ada soal khusus siswa ABK di sekolah inklusif (3) Kendala implementasi pada sarana & prasarana, dana, dan evaluasi/assesment.

Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1122 3.1 Keberadaan ABK Jeni Jumlah siswa berkebutuhan khusus Jumlah s AB Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V Kelas VI K L P L P L P L P L P L P L P A B C C1 2 3 2 2 3 4 2 2 3 2 2 3 14 16 Jlh 2 3 2 2 3 4 2 2 3 2 2 3 14 16 Jlh. 30 Sumber : Data SDN No. 067261 Keterangan jenis kebutuhan khusus : A Tunanetra B Tunarungu, Tunawicara C Tunagrahita Ringan ( IQ = 50 70 ) C1 Tunagrahita Sedang ( IQ = 25-50 ) Keberadaan siswa ABK di setiap rombongan belajar/kelas reguler di kelas 1 ada 5 orang siswa, di kelas 2 ada 4 orang siswa, kelas 3 ada 7 siswa, kelas 4 ada 4 siswa, kelas 5 ada 5 siswa dan kelas 6 ada 5 siswa. Seluruh jumlah siswa yang berkebutuhan khusus (ABK) kategori jenis tunagrahita sedang. 3.2 Kurikulum Kurikulum merupakan peran mata pelajaran dan program pendidikan yng diberikan oleh penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik dalam periode jenjang pendidikan. Sekolah ini menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada jenjang kelas 2, 3,5, dan 6 SD serta menerapkan Kurikulum 2013 (K13) pada jenjang kelas 1 dan 4 pada tahap awal untuk kemudian menerapkan K13 secara keseluruhan tiap jenjang secara bertahap. Kurikulum telah dimodifikasi berdasarkan kebutuhan,minat, karakteristik, bakat dan kekhususan siswa ABK. 3.3 Tenaga Pendidik Tenaga Pendidikan dan Kependidikan Sekolah Dasar Negeri No. 067261 Status Kepeg. Jabatan Jumlah Kepse k Guru Kelas Agama Penjas Bhs. Ing Guru Inklusi f L P L P L P L P L P L P L P L+ P 1.PNS 1 1 7 2 1 10 11 2.Non PNS 2 1 1 1 2 3 5 Jlh 15 Guru Pendamping Khusus (GPK) hanya ada 1 guru dalam setiap rombongan belajar dengan modifikasi waktu dalam waktu 1 minggu 2 kali siswa ABK di setiap kelas masuk jadwal di kelas khusus inklusif dengan guru pendamping Khusus.

Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1123 3.4 Peserta Didik Peserta didik merupakan anggota masyarakat yang berusaha mengembakan potensi diri melalui proses pendidikan yang diselenggarakan di pendidikan formal maupun non formal pada jenjang pendidikan. Peserta didik merupakan unsur dari pendidikan yang sangat penting karena merupakan subjek dari pendidikan dan tujuan umum dari pendidikan pada perubahan potensi, pengetahuan, sikap, karakter dan kecerdasan dari peserta didik. Pada penyelenggara pendidikan inklusif, keberadaan dan penempatan peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus, potensi khusus, minat, bakat dan kecerdasan khusus sangat diperhatikan pada implementasi pendidikan inklusif. Berikut ini gambaran keberadaan siswa ABK di sekolah inklusi dan jenis 3.5 Sarana dan Prasarana Sarana merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan dan prasarana merupkan segala sesuatu untuk penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Sarana dan prasarana dalam penyelenggara pendidikan di sekolah ini sudah cukup ada. Namun, sarana dan prasarana untuk penunjang terlaksananya penyelenggaraan pendidikan inklusif belum cukup ada. Berikut beberepa keterangan tentang sarana dan prasarana yang tersedia di SDN untuk proses belajar mengajar dan kegiatan lainnya dimiliki diantaranya ruangan penunjang kegiatan belajar mengajar implementasi pendidikan inklusif; Sarana dan Prasarana Pendukung Sekolah Inklusif SDN No.067261 Milik Jenis Ruang Rusak Rusak Baik Ringan Berat No. 1 Ruang Kelas Inklusif 1 2 Ruang Kepala Sekolah 1 3 Ruang Guru 4 Ruang Tata Usaha 5 Ruang PKS 6 Ruang Asessmen 7 Ruang Bina Diri 8 Ruang UKS 9 Ruang Work Shop 10 Ruang Perpustakaan 1 11 Ruang Multimedia 12 Ruang Tata Boga 13 Ruang Tata Busana 14 Ruang Aula 15 16 Rumah Dinas Kepala Sekolah Rumah Dinas Penjaga Sekolah 1 17 Asrama Sub- Jumlah

Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1124 3.6 Keuangan/Dana Keuangan maupun dana merupakan hal yang diperlukan untuk penyediaan sarana dan prasarana yang dapat melaksanakan dan menunjang tercapainya tujuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Implementasi pendidikan inklusif idealnya memiliki dana umum dan dana khusus untuk perlakuan assesment dan siswa ABK. Namun, untuk SD Negeri dibawah nauangan pemerintah negeri keuangan dan dana segala operasional sekolah dibiaya/didanai oleh pemerintah negeri. Implementasi pendidikan inklusif di SD Negeri ini hanya memiliki dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tidak ada dana khusus untuk pemyelenggara pendidikan inklusif. Berdasarkan hasil wawancara pihak sekolah mengungkapkan bahwa dana khusus untuk penyelenggara inklusif dan siswa ABK sudah tidak diterima sejak tahun 2015 sampai 2017. Untuk tahun sebelumnya sejak tahun Surat Keputusan Sekolah penyelenggara inklusif sampai tahun 2014, pemerintah membiayai dan mendanai khusus penyelenggara pendidikan inklusif dan untuk siswa ABK berupa beasiswa dan perlengkapan sekolah untuk siswa ABK. 3.7 Alternatif Penempatan Alternatif penempatan merupakan bagian dari modifikasi kurikulum yang dilaksanakan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam menempatkan siswa ABK pada kelas reguler penuh, kelas reguler dengan guru pendamping khusus atau kelas khusus di sekolah reguler. Berikut daftar penempatan siswa ABK di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. 3.8 Lingkungan Penyelenggaraan program pendidikan inklusif juga membutuhkan lingkungan yang sehat dan bersih serta dukungan dari lingkungan sekitar sekolah yaitu dukungan dari wali murid, masyarakat dan pemerintah. SDN Medan Marelan yang menyelenggrakan pendidikan inklusif telah mendapatkan dukungan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara peneliti kepada wali murid yang hadir melihat perkembangan anaknya di sekolah maupun wali murid yang menjumput anak serta hasil wawancara terhadap masyarakat lingkungan sekitar sekolah. 3.9 Proses Kegiatan Belajar dan Mengajar Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru-guru inklusif dan guru-guru kelas yang merangkap sebagai guru kelas di kelas yang terdapat siswa ABK, guru telah merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar dengan menyesuaikan kemampuan, bakat, minat, kebutuhan khusus dar siswa ABK. Namun, perencanaan yang dibuat tidak tertulis dalam perencanaan pelaksanaan pembelajaran individu. 3.10 Evaluasi Evaluasi merupakan alat ukur yang digunakan oleh seorang guru untuk melihat respon dari peserta didik, kemampuan dan perkembangan pemelajaran peserta didik. Guru telah menyesuaikan jenis evaluasi yang digunakan untuk siswa berkebutuhan khusus saat evaluasi harian, mingguan, bulanan. Namun, untuk soal evaluasi umum dan Ujian Nasional (UN) tidak ada soal khusus untuk siswa ABK di sekolah reguler dari dinas pendidikan setempat.

Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1125 KESIMPULAN 1.1 Kesimpulan 1. Siswa ABK berada pada di setiap rombongan belajar/kelas reguler 2. Terdapat modifikasi materi, waktu dan evaluasi, pada kurikulum penyelenggara pendidikan inklusif 3. Terdapat Guru Pendamping Khusus (GPK) di SD penyelenggara pendidikan inklusif. 4. Jenis ABK di SDN Tunagrahita sedang 5. Terdapat ruang kelas khusus kelas inklusif. 6. Belum ada dana umum dan dana khusus penyelenggara pendidikan inklusif. 7. Lingkungan pendidikan inklusif mendapat dukungan dari wali murid, masyarakat dan pemerintah 8. Terdapat alternatif penempatan ; reguler penuh dengan GPK dan kelas khusus di sekolah inklusif. 9. Proses kegiatan belajar mengajar memahami dan menyesuaikan dengan kebutuahn minat, bakat, potensi dan kecerdasan siswa ABK. 10. Terdapat evaluasi harian dan umum, namun belum ada soal UN khusus untuk siswa ABK 11. Kendala sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif ; tenaga pendidikan, sarana prasarana, keuangan/dana dan soal Ujian Nasional (UN). 2. Saran Diharapkan sekolah penyelenggara inklusif di Provinsi Sumatera Utara khususnya di kota Medan agar terus dapat menyelenggarakan pendidikan inklusif dan untuk sekolah yang belum menyelenggarakan pendidikan inklusif agar dapat menyelenggarakan pendidikan inklusif serta untuk kebijakan pemerintah dapat mendukung baik moril maupun materil. DAFTAR PUSTAKA [1] Bandi, Delphie. 2009. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi. Sleman: PT Intan Sejati Klaten. [2] Illahi, Muhammad Takdir. 2013. Pendidikan Inklusif : Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar- ruzz media. [3] Kustawan, Dedy dan Yani Meiyani. 2013. Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya. Jakarta Timur: Luxima [4] Mudjito, dkk. 2012. Pendidikan inklusif. Jakarta. Badouse Media. [5] PKLK Pendidikan Dasar. (2013). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif ( sesuai permendiknas no.70 tahun 2009). Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dasar. [6] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. 2009. Jakarta: Sekretariat Negara.

Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1126 [7] Tarmansyah. 2009. Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di SD Negeri 03 Alai Padang Utara Kota Padang. Padang : Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan. Vol. IX No