KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI Dialog Publik Inisiatif Energi Berkelanjutan Untuk Semua: Status Kemajuan di Indonesia Diselenggarakan Oleh: Institute for Essential Services Reform (IESR) Jakarta, 19 Juni 2013
I. LATAR BELAKANG II. KEBIJAKAN DAN REGULASI TERKAIT ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI III. PROGRAM PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI IV. STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI V. TANTANGAN/HAMBATAN PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI VI. UPAYA PENINGKATAN PEMANFAATAN ENERGI BARU TERBARUKAN dan UPAYA PENINGKATAN PELAKSANAAN KONSERVASI ENERGI VII. PENUTUP
NO ENERGI BARU TERBARUKAN SUMBER DAYA (SD) KAPASITAS TERPASANG (KT) RASIO KT/SD (%) 1 2 3 4 5 = 4/3 1 Hydro 75.000 MW 6.848,46 MW 9,13% 2 Panas Bumi 29.164 MW 1.341 MW 4,6 % 3 Biomass 49.810 MW 1.644,1 MW 3,3% 4 Tenaga Surya 4,80 kwh/m 2 /day 27,23 MW - 5 Tenaga Angin 3 6 m/s 1,4 MW - 6 Samudera 49 GW ***) 0,01 MW ****) 0% 7 Uranium 3.000 MW *) 30 MW **) 0% 8 Biodiesel 28 JUTA TON (Produksi CPO 2013) *) Hanya di Kalan Kalimantan Barat **) Sebagai pusat penelitian, non-energi ***) Sumber Dewan Energi Nasional ****) Prototype BPPT NO ENERGI TAK TERBARUKAN SUMBER DAYA (SD) CADANGAN TERBUKTI (CT) 9 JUTA TON (KONSUMSI NASIONAL) RASIO CT/SD PRODUKSI (PROD) RASIO CT/PROD (TAHUN) 1 2 3 4 5 = 4/3 6 7 = 4/6 1 Minyak (milliar barel) 7.408,24 3.741,33 0,505 0,314 12 2 Gas (TSCF) 150,70 103,35 0,685 2,98 35 3 Batubara (miliar ton) 161,3 28,17 17 0,317 89 4 Gas Metana Batubara (TSCF) 453,3 - - - - 5 Shale Gas (TSCF) 574 - - - -
Sektor Penghematan Energi Target Penghematan Energi Sektoral (2025) Industri 10 30% 17% Komersial 10 30% 15% Transportasi 15 35% 20% Rumah Tangga 15 30% 15% Lainnya (Pertanian,Konstruksi, dan Pertambangan) 25% - Sumber: Draft Rencana Induk Konservasi Energi Nasional (RIKEN) 2011
KONDISI SAAT INI TAHUN 2010 TARGET TAHUN 2025 PERPRES 5/2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Elastisitas Energi = 1,65 Pangsa Energi Non Fosil 5% BBN 5% Panas Bumi 5% Nuklir, Hidro, Surya, Angin, dan EBT lainnya 5% Batubara Tercairkan 2% Elastisitas energi kurang dari 1 pada 2025 Mengoptimalkan Sumber Energi Baru dan Energi Terbarukan
1. UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN ENERGI Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap energi fosil sementara cadangannya semakin terbatas; Ketergantungan terhadap energi fosil akan berkurang dengan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan yang potensinya sangat besar. 2. UNTUK MENINGKATKAN AKSES TERHADAP ENERGI BERSIH TERMASUK AKSES TERHADAP LISTRIK KHUSUSNYA DI DAERAH PERDESAAN DAN TERPENCIL Akses publik terhadap energi modern di Indonesia masih terbatas. Hal ini dapat ditunjukkan dengan rasio elektrifikasi. Pada tahun 2012 sebesar 76,53 %; Sebagian besar masyarakat di daerah perdesaan tidak memiliki akses terhadap energi bersih untuk keperluan rumah tangga. 3. UNTUK MEMBERIKAN KONSTRIBUSI TERHADAP LINGKUNGAN (PENGURANGAN GRK, MITIGASI PERUBAHAN IKLIM, DAN PENGURANGAN POLUSI) Pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi merupakan salah satu upaya untuk mengurangi perubahan iklim. Indonesia memiliki komitmen nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca 26% pada tahun 2020; Pemanfaatan limbah sebagai salah satu sumber energi terbarukan dapat mengurangi polusi dan menghemat bahan bakar fosil.
1. UNDANG-UNDANG No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi 2. UNDANG-UNDANG No. 30 Tahun 2007 tentang Energi 3. UNDANG-UNDANG No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan 4. PERATURAN PEMERINTAH No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi 5. PERATURAN PRESIDEN No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional 6. INSTRUKSI PRESIDEN No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. 7. INSTRUKSI PRESIDEN No. 2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang dicairkan (liquefied coal) sebagai Bahan Bakar Lain. 8. INSTRUKSI PRESIDEN No. 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air 9. PERATURAN MENTERI ESDM No. 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan Dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. 10.PERATURAN MENTERI ESDM No. 6 Tahun 2011 Tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi
11. PERATURAN MENTERI ESDM No. 4 Tahun 2012 tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil dan Menengah Atau Kelebihan Tenaga Listrik. 12. PERATURAN MENTERI ESDM No. 01 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 15 Tahun 2010 tentang Daftar Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara dan Gas Bumi serta Transmisi Terkait 13. PERATURAN MENTERI ESDM No. 22 Tahun 2012 tentang Penugasan Kepada PT. PLN (Persero) untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi. 14. PERATURAN MENTERI ESDM NO. 13 Tahun 2012 Tentang Penghematan PemakaianTenaga Listrik. 15. PERATURAN MENTERI ESDM No. 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Energi. 16. PERATURAN MENTERI ESDM No. 01 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak
1. PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI DAN AIR (HIDRO) Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW Tahap II (PLTPanas Bumi = 3.967 MW dan PLTA (Hidro) = 1.174 MW) Melakukan Penugasan Kepada PT. PLN (Persero) untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi ( PerMen ESDM No. 22 TAHUN 2012) Menyusun Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 22 Tahun 2012) 2. PENGEMBANGAN PLT SKALA KECIL BERBASIS EBT UNTUK DAERAH TERPENCIL DAN PULAU KECIL TERLUAR Pengembangan pembangkit listrik perdesaan skala kecil untuk wilayah terpencil dan pulau kecil terluar yang tidak terjangkau dengan jaringan listri nasional. Berbasis Tenaga Air, Sinar Matahari, dan Angin.
3. PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BBN) SEBAGAI PENGGANTI BBM Pemanfaatan BBN akan mengurangi ketergantungan terhadap BBM. Pemanfaatan BBN akan mengurangi pencemaran lingkungan karena merupakan ENERGI BERSIH dan RENDAH EMISI Pemanfaatan BBN telah dilakukan pada: campuran biodiesel sebesar 7,5% (B-7,5) pada transportasi PSO, sebesar 2% (B-2) pada transportasi Non-PSO, sebesar 2%/B-2 pada industri pertambangan mineral dan batubara serta akan diperluas ke subsektor industri lainnya secara bertahap, serta pada sektor pembangkit listrik. 4. PENGEMBANGAN PULAU IKONIS ENERGI TERBARUKAN (ICONIC ISLAND) Program untuk mengembangan suatu pulau berukuran kecil dan sedang di Indonesia, yang dapat memenuhi kebutuhan energinya sendiri melalui pemanfaatan energi terbarukan. Saat ini telah diimplementasikan di Pulau Sumba dan akan dikembangkan ke pulau-pulau lain yang sesuai kriteria.
5. PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH YANG DIOLAH MENJADI SUMBER ENERGI (WASTES TO ENERGY) Pemanfaatan limbah menjadi energi akan mengurangi pencemaran lingkungan dari pembuangan limbah yang tidak dimanfaatkan. Dengan mengolah limbah tersebut menjadi energi maka lingkungan akan terjada serta meningkatkan nilai tambah pemanfaatan sebagai sumber energi. Pemanfaatannya antara lain: pemanfaatan limbah peternakan dan rumah tangga menjadi biogas untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga dan pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan, dan sampah kota sebagai bahan bakar pembangkil listrik (PLT Bioenergi). Untuk mendorong pengembangang PLT Bioenergi makan Pemerintah telah menetapkan feed-in tarriff melalui Peraturan Menteri ESDM No. 4 Tahun 2012 yang mengatur harga pembelian listrik oleh PT. PLN dari PLT Biomassa, Biogas, dan Sampah Kota. 6. PROGRAM DESA MANDIRI ENERGI Pengembangan pemanfaatan EBT bagi desa-desa agar dapat memenuhi kebutuhan energinya sendiri dari sumber energi setempat.
Program 1. Pembuatan Peraturan dan Kebijakan Keterangan Penyiapan Kebijakan Efisiensi Energi di sektor industri, komersial, rumah tangga dan transportasi. 2. Insentif dan Disinsentif Sebagai tindak lanjut dari PP No. 70/2009 tentang konservasi energi Penyiapan mekanisme insentif fiskal, insentif untuk barang-barang impor peralatan efisiensi energi Menilai skema pembiayaan implementasi energi efisensi Menilai kriteria peralatan energi efisiensi dan implementasi konservasi energi bagi perusahaan/peralatan yang akan menerima insentif dan disinsentif
Program 3. Peningkatan Kesadaran Publik 4. Pendidikan dan Pelatihan Keterangan Melaksanakan seminar/workshop, penayangan iklan tentang penghematan energi di koran dan media elektronik, brosur, buletin dll Melaksanakan Lomba Hemat Energi tingkat nasional dan berpartisipasi pada ASEAN Energy Award for building and energy management Energy Efficiency Guidelines (untuk bangunan gedung) Pelatihan efisiensi dan konservasi energi yang diselenggarakan oleh Badiklat KESDM Ikut serta pada training konservasi energi diluar negeri yang diselenggarakan oleh JICA, ECCJ, ACE, dll
Program 5. Program Kemitraan Konservasi Energi 6. Manajer dan Auditor Energi Keterangan Memberikan audit energi gratis bagi bangunan gedung dan industri Selama tahun 2003-2012, telah dilaksanakan audit energi bagi 806 industri dan bangunan Pengembangan Standar Kompetensi bagi manajer dan auditor energi Mempersiakan Lembaga Sertifikasi HAKE (Himpunan Ahli Konservasi Energi) Telah dilaksanakan Sertifikasi Manajer Energi: 55 (hingga saat ini)
Program Keterangan 7. Kerjasama Internasional ASEAN Energy Efficiency and Conservation Sub Sector Network (EE&C - SSN) Bilateral Indonesia Denmark (DANIDA) Kerjasama dengan 3 (tiga) output utama, antara lain: Energy Efficiency and Conservation Clearing House Energy Efficient : New large building are efficient Sertifikasi Auditor dan Review Skema Insentif Bilateral Indonesia-Netherland (NL Agency) : Energy efficiency improvement in industrial sector through implementation of Energy Potential Scan (EPS) Bilateral Indonesia-Japan (NEDO) : Implementasi Smart Grid in Industrial Park
Program 7. Kerjasama Internasional (lanjutan) Keterangan International Copper Association (ICA) : Pelaksanaan Minimum Energy Performance Standards (MEPS) untuk Motor Listrik dan Air-Conditioning (AC) Barrier Removal to the Cost-effective Development and Implementation of Energy Standards and Labeling Efficiency (BRESL) : Proyek kerjasama dari 6 (enam) negara Asia (Bangladesh, China, Indonesia, Pakistan, Thailand, and Vietnam) yang bersama-sama membuat harmonisasi standar dan label dari 7 (tujuh) produk rumah tangga (Air conditioners (AC), kipas angin, kulkas, ballas elektrik, motor elektrik, CFL dan rice cooker) United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) : Mendukung proses pengembangan Standar Internasional Sistem Manajemen Energi untuk ISO 50001 USAID untuk pengembang proyek Indonesia Clean Energy Development (ICED)
Program Keterangan 8. Standar dan Label Labeling menyediakan informasi bagi konsumen mengenai level efisiensi peralatan listrik rumah tangga. Makin banyak bintang, makin hemat (maksimum 4 bintang) Untuk mendorong perusahan manufaktur meningkatkan kualitas produk khususnya dalam hal energi efisiensi Label energi efisiensi energi untuk Lampu CFL adalah sebagai pioneer labelisasi peralatan listrik rumah tangga (2011) Diikuti dengan kulkas dan AC yang sedang dilaksanakan dan disusun peraturannya (2012-2013) Minimum Energy Performance Standard (MEPS) akan segera diimplementasikan 9. Pilot Project Penggunaan lampu hemat energi pada penerangan jalan umum (PJU) 10. Pengembangan Pusat Informasi tentang Konservasi dan Efisiensi Energi Clearing House
1. Menerapkan mandatori penyediaan EBT sebesar 17% pada tahun 2025. 2. Menyusun roadmap pengembangan EBT. 3. Menetapkan harga energi berdasarkan keekonomiannya, mengurangi subsidi energi secara bertahap. 4. Meningkatkan pola public private partnership dalam pengusahaan EBT. 5. Menerapkan prinsip-prinsip Good Governance (a.l transparansi, akuntabilitas dan partisipasi) pada sektor publik (Pemerintah), khusunya yang menyangkut perijinan dan pengadaan (proses tender) infrastruktur EBT. 6. Melibatkan pemangku kepentingan dalam proses penyiapan kebijakan. 7. Meningkatkan kemitraan dengan instansi terkait dan peran Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya dalam penyediaan dan pemanfaatan EBT.
1. Menetapkan target elastisitas energi kurang dari 1% pada tahun 2025 dan mengurangi intensitas energi sebesar 1% per tahun. 2. Menyusun Rencana Induk Konservasi Energi Nasional (RIKEN). 3. Menyiapkan kebijakan yang kondusif untuk mendorong investasi di bidang konservasi dan efisiensi energi. 4. Meningkatkan koordinasi lintas sektor. 5. Meningkatkan kapasitas SDM. 6. Meningkatkan kesadaran pengguna energi. 7. Menerapkan sistem monitoring, evaluasi dan pengawasan.
TANTANGAN 1. Biaya produksi energi terbarukan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi energi konvensional. 2. Investasi untuk industri hulu dan hilir untuk teknologi EBT masih belum banyak dilakukan di dalam negeri. 3. Sebagian Teknologi EBT masih diimport. 4. Sebagian besar sumber daya kecil dan tersebar. HAMBATAN 1. Adanya peraturan dan perundangan yang terkait belum sinkron. 2. Kuantitas maupun kualitas sumber daya manusia di bidang EBT masih cukup terbatas. 3. Acceptance sebagian besar masyarakat akan EBT masih relatif rendah, karena masyarakat merasa lebih nyaman menggunakan energi konvensional.
TANTANGAN 1. Harga energi relatif murah karena disubsidi. 2. Teknologi/peralatan hemat energi produksi dalam negeri masih terbatas. 3. Teknologi/peralatan hemat energi masih mahal. HAMBATAN 1. Kesadaran pengguna energi untuk berhemat masih rendah. 2. Swasta belum mengenal investasi di bidang konservasi energi dengan baik. 3. Subsidi energi menyebabkan industri kurang berniat untuk melakukan penggantian peralatan yang tidak efisien. 4. Sulitnya koordinasi antar stakeholder bidang konservasi energi. 5. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia masih belum memadai. 6. Teknologi energi efisien belum sepenuhnya dikuasai dan diproduksi di dalam negeri.
1. PENYEMPURNAAN KEBIJAKAN DAN REGULASI Beberapa sub-sektor EBTKE masih belum diatur. Oleh karena itu, Pemerintah terus menyempurnakan pengaturan pengembangan dan pemanfaatan EBTKE. 2. PENCIPTAAN PASAR Diantaranya melalui kewajiban penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati/bbn, kewajiban PLN untuk membeli listrik,penerapan SNI, dan lain-lain. 3. PEMBERIAN SUBSIDI Subsidi untuk BBN telah berjalan sejak 2009. Subsidi diberikan atas selisih harga BBM dengan harga BBN, dan disalurkan melalui Pertamina. 4. PENETAPAN HARGA JUAL LISTRIK (FEED-IN TARIFF) Ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM yang mengatur harga jual listrik dari energi terbarukan yang dibeli oleh PLN. Tidak perlu ada negosiasi. 5. PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN Pengurangan pajak dan bea masuk, prosedur perijinan yang lebih sederhana. Untuk pembangkit listrik sampai dengan 10 MW yang akan dijual ke PLN, tidak perlu melalui proses tender. ESDM. untuk Kesejahteraan Rakyat
6. PENYEDIAAN ANGGARAN DAN PENDUKUNG LAINNYA Penyediaan anggaran khusus untuk peningkatan akses energi modern di daerahdaerah terpencil dan terisolasi. Penyediaan anggaran untuk teknologi yang siap dikomersialisasikan. 7. PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS SUMBER DAYA MANUSIA Pendidikan dan pelatihan di bidang EBTKE. Sosialisasi. Peningkatan jejaring EBT, dukungan akan pembentukan organisasi (IKABI, METI). 8. PENINGKATAN PENELITIAN DI BIDANG EBTKE Peningkatan kerjasama penelitian. Peningkatan jenis penelitian. 9. PENINGKATAN KERJA SAMA DENGAN NEGARA LAIN DAN ORGANISASI INTERNASIONAL Kerja sama untuk capacity building. Kerja sama untuk alih teknologi. Lesson learned untuk implementasi kebijakan dan program EBTKE. 10. PENINGKATAN BIMBINGAN TEKNIS DAN SOSIALISASI EBTKE
1. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif baik dan pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi akan mengakibatkan total kebutuhan energi cukup besar dan pertumbuhan energi relatif tinggi. 2. Pemenuhan kebutuhan energi dari energi fosil harus dikurangi swecara bertahap mengingat cadangan yang semakin terbatas, harga semakin mahal dan menghasilkan gas rumah kaca. 3. Kondisi geografis Indonesia, menyebabkan banyak daerah, khususnya daerah perdesaan tidak mampu dicapai oleh jaringan PLN, sehingga akses terhadap energi pada daerah-daerah tersebut dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan EBT yang tersedia setempat. 4. Penghematan dan penerapan teknologi/peralatan hemat energi harus dilakukan secara terus menerus.
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI Jalan Pegangsaan Timur No. 1A Cikini, Jakarta Pusat 10320; Telp/Faks : 021-31924540 www.ebtke.esdm.go.id