BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sejak tahun 1999 Indonesia telah menganut sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian mengalami dua kali revisi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI DAFTAR ISI Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, yang mana untuk selanjutnya

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB III METODE PENELITIAN. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sendiri sudah diselenggarakan selama lebih dari satu dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.25 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah dituntut untuk siap menerima beban dan tanggungjawab yang berkaitan dengan potensi yang dimilikinya dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal itu berarti bahwa pemerintah daerah perlu didorong dan harus mampu meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan peluang yang ada, serta menggali sumber-sumber baru yang potensial untuk meningkatkan penerimaan daerah.

Sebaliknya dengan sistem otonomi yang nyata dan luas (UU No. 32 Tahun 2004), dengan rendahnya PAD maka daerah dihadapkan pada permasalahan yang rumit. Di samping harus meningkatkan penerimaan, daerah juga harus memacu produktivitas pemerintah daerah dengan membangun sarana dan prasarana penunjang bagi tumbuh dan berkembangnya investasi yang merupakan penggerak dalam proses pembangunan ekonomi di suatu daerah. Otonomi fiskal daerah merupakan salah satu aspek penting dari otonomi daerah secara keseluruhan, karena pengertian otonomi fiskal daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD seperti pajak, retribusi dan lain-lain. Namun harus diakui bahwa derajat otonomi fiskal daerah di Indonesia masih rendah, artinya daerah belum mampu membiayai pengeluaran rutinnya. Karena itu otonomi daerah bisa diwujudkan hanya apabila disertai keuangan yang efektif. Pemerintah daerah secara finansial harus bersifat independen terhadap pemerintah pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali sumber-sumber PAD (Halim, 2001: 348). Kemandirian keuangan daerah merupakan tujuan dari otonomi daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah (Bratakusumah dan Solihin, 2002 : 169).

Provinsi Sumatera Utara sendiri sebagai daerah otonom yang terdiri dari 25 Kabupaten dan 8 Kota diharapkan mandiri dalam mengelola pemerintahannya secara khusus mengelola keuangan daerahnya agar tidak bergantung pada bantuan Pemerintah Pusat. Namun kenyataannya dewasa ini Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara masih jauh dari harapan mandiri tersebut. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), rata - rata tingkat kemandirian keuangan daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 2015 masih tergolong rendah sekali. Disajikan pada Gambar 1.1 berikut: Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013-2015 18,00% 16,00% 14,00% 12,00% 10,00% 8,00% 6,00% 4,00% 2,00% 0,00% 15,67% 11,75% 8,92% 2013 2014 2015 TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA 2013-2015 Gambar 1.1 Rata-rata Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013-2015

Berdasarkan Gambar 1.1 tingkat kemandirian keuangan daerah (TKKD) Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 sebesar 8,92% dan tahun 2014 mengalami kenaikan menjadi 11,75% dan hal ini terus terjadi sampai tahun 2015 menjadi 15,67%. Pola hubungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat pada tahun 2013,2014 dan 2015 yaitu bersifat Pola hubungan Instruktif (0 25%), merupakan peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial). Melihat tingkat kemandirian keuangan daerah Kabupaten /Kota Provinsi Sumatera Utara mengalami trend peningkatan setiap tahunnyahal ini menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Namun, secara umum rata rata kabupaten/kota kontribusi penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat masih tinggi. Artinya kemandirian keuangan daerah masih rendah. Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, kemandirian keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri dalam rangka asas desentralisasi. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan asli daerah yang berasal dari sumber lain seperti bantuan pemerintah pusat atau pinjaman, selain PAD

kemandirian keuangan daerah juga disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus (Halim 2001:232). Tabel 1.1. Pola Hubungan Tingkat Kemandirian dan Kemampuan Keuangan Daerah Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Pola Hubungan Rendah Sekali 0-25 Instruktif Rendah >25 50 Konsultatif Sedang >50 75 Partisipatif Tinggi >75-100 Delegatif Sumber : Halim (2001) Tangkilisan (2007: 89-92) juga mengemukakan bahwa terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah, antara lain: 1. Potensi ekonomi daerah, indikator yang banyak digunakan sebagai tolak ukur potensi ekonomi daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), 2. Kemampuan Dinas Pendapatan Daerah, artinya kemandirian keuangan daerah dapat ditingkatkan secara terencana melalui kemampuan atau kinerja institusi atau lembaga yang inovatif dan pemanfaatan lembaga Dispenda untuk meningkatkan penerimaan daerah. Penelitian mengenai tingkat keuangan daerah telah banyak dilakukan, dimana mengindikasikan adanya Research Gap dan inkonsistensi hasil penelitian dari beberapa variabel independen yang mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah, adapun variabel tersebut adalah pertumbuhan ekonomi dan dana alokasi umum. Nur ainy, Desfitriana dan Utomo (2014) dengan judul penelitiannya Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Tingkat

Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Kasus pada Kota di Jawa Barat). Hasil penelitiannya menunjukkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Hasil penelitian Nur ainy, Desfitriana dan Utomo (2014) berbeda dengan hasil penelitian Wilujeng (2014) dengan judul penelitiannya Pengaruh Pertumbuhan Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Kasus pada Pemerintahan Kabupaten Klaten Tahun 2003-2012). Hasil penelitian Wilujeng (2014) menunjukkan pertumbuhan penduduk berpengaruh negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Penelitian Muliana (2009) dan Nurmince (2014) menemukan DAU berpengaruh signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah.hasil penelitian Muliana (2009) dan Nurmince (2014) bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marizka (2013) bahwa tidak menemukan hubungan signifikan antara DAU terhadap kemandirian keuangan daerah. Dengan adanya Reseach Gap dari penelian Muliana (2009), Nurmince (2014) dan Marizka (2013), maka perlu dilakukan penelitian lanjutan pengaruh dana alokasi umum terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian sejenis dengan mengambil sampel Pemkab/Pemko di Provinsi Sumatera Utara dengan judul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat

Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Tahun 2013-2015. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah pertumbuhan ekonomi, dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus berpengaruh secara parsial terhadap tingkat kemandirian keuangan pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara? 2. Apakah pertumbuhan ekonomi, dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus berpengaruh secara simultan terhadap tingkat kemandirian keuangan pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus secara parsial terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah baik pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus secara simultan terhadap tingkat

kemandirian keuangan daerah baik pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak - pihak yang berkepentingan antara lain : bagi penulis, bagi pemerintah daerah, dan bagi peneliti selanjutnya. 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara serta untuk membandingkan teori yang didapat dari studi kuliah yang sebenarnya. 2. Bagi pemerintah daerah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbang pemikiran dan memberikan gambaran kepada pemerintah tentang kemandirian keuangan daerah serta variabel apa saja yang mempengaruhi Kemandirian Keuangan Daerah. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk penelitian lebih lanjut, terutama peneliti yang melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Bagi Hasil, Dana

Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian keuangan Daerah.