PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
RESPON PERTUMBUHAN SAPI SIMENTAL YANG DIBERI PAKAN HASIL IKUTAN INDUSTRI SAWIT DI SUMATERA BARAT

LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

KAJIAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PAKAN SAPI POTONG MELALUI PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN PENSEJAHTERAAN PETANI (GPP) DI SUMATERA BARAT

Kajian Inovasi Integrasi Tanaman Ternak melalui Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit untuk Meningkatkan Produksi Sapi Lokal Sumatera Barat

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INTEGRASI KERBAU DAN SAPI POTONG KELAPA SAWIT DI SUMATERA BARAT

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI

Inovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

SUMBERDAYA INDUSTRI KELAPA SAWIT DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

BAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

HASIL SAMPINGAN KELAPA SAWIT HARAPAN BESAR BAGI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI PROVINSI RIAU

INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat)

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

ANALISA USAHA PENGGEMUKAN SAPI SIMENTAL DENGAN PEMBERIAN KULIT KAKAO DAN JERAMI FERMENTASI DI DAERAH SENTRA KAKAO SUMATERA BARAT

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PAKAN MELALUI INTRODUKSI JAGUNG VARIETAS UNGGUL SEBAGAI BORDER TANAMAN KENTANG

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

JURNAL INFO ISSN : TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI

MINAT PETERNAK UNTUK MENGEMBANGKAN TERNAK SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi Kasus : Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi)

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

POTENSI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Afrizon dan Andi Ishak

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

POTENSI LIMBAH SAWIT UNTUK PAKAN TERNAK SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals,

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Pembangunan ekonomi

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Komparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi

KINERJA DAN PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG RAMAH LINGKUNGAN DI SUMATRA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT

PELEPAH DAN DAUN SAWIT SEBAGAI PAKAN SUBSTITUSI HIJAUAN PADA PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Laju permintaan daging sapi di Indonesia terus meningkat seiring

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

POTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak kurang dimanfaatkan, sehingga dapat mencemari l

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

Analisis Pendapatan Peternak Kambing di Kota Malang. (Income Analyzing Of Goat Farmer at Malang)

PENERAPAN TEKNOLOGI PAKAN DAN FORMULASI RANSUM PADA KELOMPOK TERNAK KAMBING DI KABUPATEN BIREUEN

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

PROSPEK PENGGEMUKAN SAPI DI SEKITAR PABRIK KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH

PELUANG PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT UNTUK PENGGEMUKAN TERNAK SAPI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT (Oil Palm By Products as Beef Cattle Feeds in West Sumatera) Jefrey M Muis, Wahyuni R, Ratna AD, Bamualim AM Balai Penggkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok, Km 40, Pos 34 Padang, Solok 25001, Sumatera Barat ABSTRACT West Sumatera has around 457,000 ha, palm oil plantation including 175,000 ha productive plants. This research was done by survey activity in oil palm plantation which farmers raise cattle in a traditional way. The survey was conducted in March-April 2012 at three districts dominated by palm oil plantation areal, i.e. Pasaman Barat District (high concentrated plantation), Dharmasraya District (medium concentrated plantation) and Sijunjung District (low concentrated plantation). Respondents used in the survey were farmers who live in the surrounding palm oil plantation. There were 30 respondents who were randomly choosen at each district. The aim of the survey was to gather information about the profile of farmers, cattle production system and the utilization of the palm oil by product. Results indicated that the farmers were not fully utilized the by products for beef cattle. Therefore it is encouraged to promote socialization of utilization of oil palm by products to improve cattle productivity in the area. Key Words: Feeds, Palm Oil By-Products, Beef Cattle ABSTRAK Luasperkebunansawit di Sumatera Barat mencapai 457.000 ha termasukseluas 175.000 ha, dimanasekitar 38% merupakan tanaman yang menghasilkan atau berproduksi. Kajian untuk mengetahui informasi dasar pemeliharaan ternak sapi pada lahan perkebunan tanaman sawit dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012 di kawasan sentra sawit di Sumatera Barat yaitu Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Sijunjung. Responden yang diwawancarai melalui metodesurvei adalahpeternak sapi di kawasan perkebunan sawitmasing-masing sebanyak 30 orang setiap kabupaten yang diambil secara acak. Informasi yang dikumpulkan meliputi karakteristik peternak sapi, system pemeliharaan sapi di kawasan perkebunan sawit dan sejauh mana hasil ikutan tanaman sawit dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Hasil survei menunjukkan bahwa peternak memelihara sapi potong secara tradisional dan pada umumnya belum memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit secara optimal. Hasil pengkajian ini mendorong berkembangnya teknologi penyediaan pakan berkualitas berbasis tanaman sawit. Pengembangan teknologi pemanfaatan pakan sapi potong berbahan baku hasil ikutan kelapa sawit, perlu terus disosialisasikan. Kata Kunci: Pakan, Pemanfaatan Hasil Ikutan Sawit, Sapi Potong PENDAHULUAN Sebagian besar sapi potong dipelihara oleh peternakan rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor/peternak, sehingga tingkat produktivitasnya masih rendah. Masalah utama pengembangan peternakan sapi potong adalah keterbatasan tenaga petani untuk menyediakan pakan secara memadai kualitas maupun kuantitas. Oleh karena itu, perlu upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pertanian sebagai sumber pakan alternatif bagi sapi potong. Hal ini dapat diperoleh dengan memanfaatkan sumberdaya pakan yang berasal dari hasil ikutan tanaman pertanian (Bamualim et al. 2006; Bamualim dan Tiesnamurti 2009; Pasandaran et al. 2006). Salah satu sumberdaya pakan potensial adalah hasil ikutan perkebunan kelapa sawit. Dewasa ini, luas pertanaman kelapa sawit nasional telah mencapai sekitar 10 juta ha yang terkonsentrasi di Pulau Sumatera dan Kalimantan dengan produksi crude palm oil (CPO) lebih dari 20 juta ton/tahun (Bamualim 2012). Selain itu, terdapat hasil ikutan pabrik 156

minyak inti sawit berupa bungkil inti sawit (BIS) dan solid. Di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), luas perkebunan kelapa sawit mencapai 457.300 ha, termasuk di antaranya 175.543 ha sawit telah menghasilkanatauberproduksi (Bappeda dan BPS Sumbar 2012). Pelepah sawit, beserta dedaunannya, adalah hasil ikutan tanaman sawit yang terbesar dan dapat berperan sebagai pengganti hijauan rumput, sedangkan solid merupakan hasil ikutan pabrik kelapa sawit yang menghasilkan CPO (Bamualim dan Tiesnamurti 2009). Dari luasan tamaman sawit yang telah berproduksi, dihasilkan sebanyak 1,07 juta ton pelepah sawit, 36-55 ribu ton solid dan 18.200 ton BIS yang merupakan sumber pakan sapi yang murah dan mudah diperoleh(buharman 2011). Kandungan gizi solid cukup tinggi dengan kandungan protein kasar sekitar 13%. BIS merupakan sumber pakan berkualitas bagi ternak ruminansia dengan kandungan protein sekitar 15-17% dan harganya cukup bersaing. Produksi hijauan sawit tersebut berpotensi sebagai sumber pakan bagi 600 ribu ekor sapi, produk solid berpotensi untuk diberikan pada 50-75 ribu ekor sapi dan produk BIS untuk diberikan pada 25 ribu ekor sapi dewasa per tahun (Buharman 2011; Wirdahayati et al. 2011). Berdasarkan data tersebut, wilayah Sumbar memiliki potensi untuk meningkatkan populasi dan produksi sapi potong melalui pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit. Masalahnya, bagaimana pemahaman masyarakat yang bermukim di sekitar perkebunan sawit terhadap pemanfaatan potensi tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui perspektif petani dalam memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber pakan yang bernilai tinggi. MATERI DAN METODE Pengkajian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012 melalui kegiatan survei pada kelompok tani yang bermukim pada sentra produksi sawit di tiga kabupaten di Provinsi Sumbar, yakni Kabupaten Pasaman Barat yang mewakili populasi perkebunan sawit terluas, Kabupaten Dharmasraya mewakili populasi perkebunan sawit sedang dan Kabupaten Sijunjung yang mewakili populasi perkebunan sawit kurang luas diantara kawasan sentra tanaman sawit di Sumbar. Penentuan lokasi dan kelompok tani dilakukan berdasarkan hasil rekomendasi Dinas/Instansi terkait dan merupakan wilayah pengembangan program Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP) kawasan perkebunan sawit di Provinsi Sumbar. Pemilihan responden diambil secara acak dibeberapa kelompok tani sebanyak 30 responden yang memelihara sapi potong di tiap kabupaten. Total sampel berjumlah 90 responden pada tiga kabupaten. Dalam survei ini responden diwawancarai secara langsung serta dipandu dengan kuesioner. Parameter yang diamati adalah pola budidaya sapi, skala usaha, sumber pakan, dan pemanfaatan hasil ikutan sawit. HASIL DAN PEMBAHASAN Responden yang menjadi objek survei adalah peternak sapi di kawasan perkebunan sawit sebanyak 30 sampel per kabupaten. Informasi karakteristikusiapetani responden dari hasil survei disajikan dalam Tabel 1, sedangkan tingkat pendidikan responden diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 1. Karakteristik usia petani responden (nilai dalam %) Usia responden Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya 15-30 tahun 13,4 13,4 25,0 30-50 tahun 43,3 63,3 55,0 > 50 tahun 43,3 23,3 20,0 157

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden di tiga kabupaten rata-rata berada di atas usia produktif, hal ini mengindikasikan bahwa produktivitas usaha ternak sapi dari segi tenaga kerja cukup terpenuhi. Dilihat dari segi tingkat pendidikan, rata-rata peternak sapi potong di Kabupaten Pasaman Barat hanya tamat SD, sedangkan di Kabupaten Sijunjung dan Dharmasraya mayoritas adalah tamat SLTP. Hal ini akan mempengaruhi pengetahuan peternak dalam manajemen usaha peternakan dan tata cara pemeliharaan ternak. Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata peternak sapi daerah GPP di kabupaten Pasaman Barat dan Dharmasraya memiliki kebun sawit yang luasnya sekitar 1-3 ha, sedangkandi Kabupaten Sijunjung mayoritas petani tidak memiliki kebun sawit, hanya bekerja sebagai buruh kebun sawit. Hal ini menandakan bahwa tiga kabupaten ini cocok untuk dijadikan daerah pengembangan integrasi sapi dengan tanaman sawit. Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas peternak sapi adalah petani atau pekebun dan tidak ada yang menjadikan berternak sapi sebagai pekerjaan utama. Beternak sapi dilakukan sebagai usaha sampingan sambil melakukan usaha tani dan berfungsi sebagai tabungan atau investasi. Tabel 2. Tingkat pendidikan petani responden (nilai dalam %) Tingkat pendidikan Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya Tamat SD 60 20,0 20,0 Tamat SMP 30 60,0 60,0 Tamat SMA 10 16,7 20,0 Perguruan tinggi - 3,3 - Tabel 3. Kepemilikan lahan tanaman sawit olehpetani responden (nilai dalam %) Luas kebun sawit milik sendiri Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya <1 ha 10 30 35 1-3 ha 90 20 60 >3 ha - - 15 Tidak memiliki kebun sawit - 50 - Tabel 4. Pekerjaan utama petani responden (nilai dalam %) Pekerjaan utama Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya Petani/pekebun 96,6 90,0 55,0 Beternak sapi - - 10,0 Pedagang 3,4 6,7 35,0 Pegawai/karyawan - 3,3 - Tabel 5. Pendapatan rata-rata peternak pertahun dari usaha kebun sawit, berternak sapi dan dari semua usahanya Pendapatan rata-rata pertahun (Rp) Hasil kebun sawit (%) Hasil beternak sapi (%) Semua pendapatan (%) < Rp. 5 Juta 23,3 60,0 - Rp. 5-10 juta 26,7 25,0 - Rp. 10-15 Juta 16,7 15,0 26,7 > Rp. 15 juta 33,3-73,3 158

Pendapatan rata-rata responden dari usaha kebun sawit, berternak dan usaha lainnya disajikan dalam Tabel 5. Hasil menunjukkan bahwa penghasilan peternak sapi di tiga kabupaten ini dari kebun sawit yang mereka miliki, memberikan hasil lebih tinggi dari usaha berternak sapi potong. Peternak responden mendapatkan penghasilan di atas Rp 15 juta/tahun, sedangkan mayoritas peternak sapi potong mendapatkan penghasilan di bawah Rp 5 juta/tahun dari usaha sapi potong. Hal ini memperlihatkan bahwa usaha sapi potong masih dilaksanakan sebagai usaha sampingan yang belum memberikan kontribusi maksimal dalam menambah pendapatan petani peternak. Tabel 6; 7 dan 8 masing-masing menyajikan alokasi waktu berkebun sawit, beternak sapi, dan tanaman pangan. Dalam melaksanakan usaha beternak sapi setiap hari responden cukup banyak memakan waktu, terutama dalam hal pencarian pakan berupa hijauan rumput. Hal ini menandakan bahwa peternak masih melaksanakan pemberian pakan sapi secara tradisional. Sistem pemeliharaan sapi yang disajikan pada Tabel menunjukkan bahwa masih banyak responden yang melepas sapinya pada siang hari untuk merumput dan pada pagi atau sore harinya mengarit rumput untuk pakan sapinya di kandang. Tabel 10 menunjukkan bahwa hampir 70% petani masih belum memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber pakan ternak sapi. Mayoritas peternak sapi ini cenderung mencarikan rumput segar sebagai pakan utama sapi. Hal ini menunjukkan bahwa petani belum memanfaatkan sumber daya yang tersedia di sekelilingnya untuk pemeliharaan sapi potong Tabel 6. Rata-rataa lokasi waktu petani responden dalam melaksanakan kegiatan berkebun sawit (nilai dalam%) Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya <1 jam 26,7 30,0 30,0 1-3 jam 53,3 53,3 53,3 3-6 jam 20,0 16,7 16,7 Tabel 7. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan beternak sapi (nilai dalam %) Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya <1 jam 3,3 3,3 10,0 1-3 jam 66,7 66,7 65,0 3-6 jam 30,0 30,0 25,0 6-10 jam - - - Tabel 8. Rata-rata alokasi waktu petani responden dalam kegiatan tanaman pangan (nilai dalam %) Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya <1 jam 23,3 23,3 25,0 1-3 jam 63,3 63,3 60,0 3-6 jam 13,4 13,4 15,0 6-10 jam - - - Tabel 9. Sistem pemeliharaan sapi oleh petani responden (nilai dalam %) Sistem pemeliharaan Pasaman barat Sijunjung Dharmasraya Dikandangkan siang malam 50,0% 60,0% 70,0% Dikandangkan malam saja, siang dilepas 46,7% 40,0% 30,0% Tidak dikandangkan 3,3% - - 159

Tabel 10. Hasil ikutan tanaman sawit yang telah dimanfaatkan peternak (nilai dalam %) Hasil ikutan tanaman sawit Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya Rataan Pelepah/daun sawit segar 16,7 20,0 40,0 25,5 Bungkil inti sawit (BIS) 3,3 - - 1,1 Solid (lumpur sawit) - 20,0-6,7 Belum pernah manfaat-kan hasil ikutan sawit 80,0 60,0 60,0 66,7 sekaligus sebagai sumber pendapatan masyarakat di pedesaan. Pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit Berdasarkan survei di lokasi responden ditemukan cukup banyak peluang pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit sebagai pakan ternak sapi potong. Namun karena kurangnya informasi kepada peternak, potensi pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Hasil ikutan tanaman sawit yang potensial untuk dimanfaatkan meliputi pelepah dan daun sawit, solid dan BIS. Pelepah dan daun sawit Pada umumnya ketika panen tandan buah segar selalu ada pelepah sawit yang terbuang. Pelepah sawit beserta dedaunannya dapatdimanfaatkan sebagai pakan hijauan bagi ternak sapi potong. Potensi hasil pelepah dan daun sawit sebesar 6-7 ton/ha/tahun. Peternak hanya perlu mengambil daun sawit dan mengupas kulit keras pelepahnya untuk dijadikan pakan sapi potong. Hal ini lebih menghemat tenaga kerja dalam hal pencarian rumput lapang yang biasanya menyita cukup banyak waktu peternak. Solid Di Kabupaten Pasaman Barat terdapat Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang memproduksi solid, dimana kandungan protein dalam solid sekitar 12-14% (Wirdahayati et al.2011). Potensihasil solid sebesar 1,1 ton/ha/tahun. Berdasarkan diskusi dengan pimpinan PKS tersebut, solid dapatdiambil dengan menjemput sendiri ke dalam pabrik dengan harga sekitar Rp 35/kg, disamping itu hanya perlu mengeluarkan biaya angkut solid sekitar Rp 50/kg. Harga ini relatif lebih murah jika dibandingkan dengan membeli konsentrat lain seperti ampas tahu dan lainnya. Di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung terdapat PKS yang memproduksi solid, dimana solid tersebut tidak dijual bebas dan dimanfaatkan oleh PKS sebagai sumber pupuk tanaman sawit. Bungkil inti sawit Bungkil Inti Sawit (BIS) memiliki kandungan protein sekitar 15-17% (Wirdahayati et al. 2011), dengan potensi hasil BIS sebesar 0,5 ton/ha/tahun. Ketersediaan BIS di Sumatera Barat realtif terbatas, PKS yang memproduksi BIS pada umumnya lebih banyak mengekspor ke luar negeri. Saat ini BIS dapat diperoleh di daerah Payakumbuh dengan jarak dari tiga kabupaten tersebut sekitar 100km. Harga BIS di Payakumbuh berkisar antara Rp. 1.500-1.700/kg. Jika dibandingkan dengan harga dedak padi BIS relatif lebih murah. Di Kabupaten Dharmasraya, Pasaman Barat dan Sijunjung harga dedak berfluktuasi antara Rp. 1.600-2.000/kg. Peternak masih bisa berhemat dalam meningkatkan produktivitas ternak sapi potong dengan menggunakan pakan dari hasil ikutan tanaman sawit ini. KESIMPULAN Hasil pengkajian menunjukkan bahwa masih relatif rendah pemanfatan hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber pakan sapi potong di sentra perkebunan sawit di Sumatera Barat. Sejauh ini para petani hanya melepas ternaknya merumput di antara tanaman sawit. Hal ini diduga karena terbatasnya pengetahuan petani mengenai manfaat hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber pakan. Apabila hasil ikutan tanaman sawit dapat digunakan sebagai sumber pakan sapi potong, maka petani dapat 160

menghemat tenaga untuk menyediakan pakan dan produktivitas ternak dapat ditingkatkan. Hal ini juga akan bermanfaat dalam menghadapi kekurangan hijauan rumput alam yang dialami di sekitar perkebunan sawit, khususnya selama musim kemarau. Kajian ini memberi indikasi perlunya upaya sosialisasi yang luas dan konsisten agarteknologi pakan sapi potong berbasis tanaman sawit dapat diterapkan di sentra perkebunan sawit di wilayah Sumbar. DAFTAR PUSTAKA Bamualim A.2012. Dinamika integrasi tanamanternak di perkebunan sawit. Dalam Membumikan IPTEK Pertanian Seri 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm. 169-181. Bamualim A, Wirdahayati, Marak Ali. 2006. Profil peternakan sapi dan kerbau di Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Bamualim A, Tiesnamurti B. 2009. Konsepsi sistem integrasi antara tanaman padi, sawit dan kakao dengan ternak sapi di Indonesia. Dalam Sistem Integrasi Ternak Tanaman: Padi- Sawit-Kakao, Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian. hlm. 1-14. Bappeda Sumbar, BPS. 2012. Sumatera Barat dalam Angka 2011/2012. Kerjasama Bappeda Provinsi Sumatera Barat dan BPS Sumatera Barat. Buharman B. 2011. Pemanfaatan teknologi pakan berbahan baku lokal mendukung pengembangan sapi potong di Sumatera Barat. Wartazoa. 21:133-144. Pasandaran E, Djajanegara A, Kariyasa K, Kasryno F. 2006. Kerangka konseptual integrasi tanaman-ternak di Indonesia. Dalam Integrasi Tanaman-Ternak di Indonesia. (Eds. Pasandaran E, Kasryno F, Fagi AM). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. hlm. 11-31. Wirdahayati RB, Hendri Y, Bamualim A, Ratna AD, Muis JM, Wahyuni R, Ermidias, Asmak. 2011. Inovasi teknologi peternakan sapi dengan pakan suplemen by-produk agro industri sawit dan jagung mendukung program Pemda Sumatera Barat Satu Petani Satu Sapi (SPSS). Laporan Hasil Pengkajian BPTP Sumatera Barat TA 2011. 161