ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )*

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan untuk mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya. menjelaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN PADA ERA OTONOMI DAERAH (PERIODE ) SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB IV METODA PENELITIAN

INUNG ISMI SETYOWATI B

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta)

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

ANALISIS INDEKS DESENTRALISASI FISKAL KABUPATEN SAMPANG DAN SUMENEP (PERIODE 2007 DAN 2008) SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah/Kota.

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

ANALISIS KETERGANTUNGAN FISKAL PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN PADA ERA OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dambaan semua daerah maupun Negara.

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

Transkripsi:

ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )* Koko Andriyanto, Hamdan Majid, Hanggoro Kurniawan, Arif Rahman Hakim Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemandirian daerah SUBOSUKAWONOSRATEN dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah otonomi daerah. Data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi data realisasi penjabaran anggaran pendapatan dan belanja Pemerintah SUBOSUKAWONOSRATEN, data gambaran umum daerah SUBOSUKAWONOSRATEN dalam angka, dan data Produk Domestik Regional Bruto. Alat analisisnya dibagi menjadi dua yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif meliputi pertumbuhan PAD dan pertumbuhan ekonomi. Analisis kuantitatif meliputi derajat desentralisasi fiskal, kemandirian daerah dengan pola hubungan, rasio aktivitas pembangunan daerah, dan indeks kesiapan otonomi daerah. Berdasarkan analisis deskriptif meningkatnya pertumbuhan PAD tidak diiringi dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada analisis kuantitatif terlihat bahwa daerah Kabupaten SUBOSUKAWONOSRATEN belum mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki sehingga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap Pemerintah Pusat. Saran yang diberikan dalam penelitian ini antara lain Pemerintah Kabupaten SUBOSUKAWONOSRATEN perlu menggali potensi yang dimiliki guna memompa pendapatan asli daerah, melakukan peninjauan kembali atas pengurangan bantuan maupun sumbangan, dan diperlukan penghematan atas alokasi belanja rutin maupun pembangunan. Kata Kunci:, Kemandirian Pola Hubungan, DDF, RAPD, dan IKOD *Penelitian ini didanai oleh HIBAH DIPA UNS TH. 2007 I. PENDAHULUAN Sejak digulirkan dan diberlakukan peraturan perundangan dan produk hukum mengenai pelaksanaan pemerintahan daerah kearah otonomi daerah, telah memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional untuk mengatur, membagi, dan memanfaatkan sumberdaya nasional, serta aspek Perimbangan Keuangan Pusat dan. Hal itu terlihat semakin nyata dengan digulirkannya dua produk perundangan yang baru yaitu UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 2 dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan yang merupakan penganti UU No. 22/Tahun 1999 tentang Pemerintahan dan UU No. 25/Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan. Dalam kedua undang-undang tersebut terdapat pengambil alihan sejumlah wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat dalam mengelola dan melaksanakan pembangunan daerah sebagai integral dari pembangunan nasional. Hal ini ditujukan untuk peningkatan kualitas dan pengoptimalan penyelenggaraan pemerintahan serta pelayanan kepada masyarakat. Dengan diberlakukannya kedua perundangan tersebut telah menempatkan pemerintah daerah sebagai ujung tombak implementasi ekonomi. Konsekuensinya pemerintah daerah harus mampu melaksanakan hakekat semangat otonomi yang tercermin dalam pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Agar implementasi otonomi daerah dapat berhasil dengan baik paling tidak ada lima strategi yang harus diperhatikan ( Abdul Halim, 2001 ), yaitu: (i) Self Regular Power, dalam arti kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah demi kepentingan masyarkat didaerahnya; (ii) Self Modifying Power, berupa kemampuan menyesuaikan terhadap peraturan yang telah ditetapkan secara nasional sesuai dengan komdisi daerah ternmasuk terobosan inovasi kearah kemajuan dalam menyikapi potensi daerah; (iii) Creating Local Political Support, dalam arti penyelenggaraan pemerintah daerah yang mempunyai legitimasi kuat dari masyarakatnya, baik pada posisi kepala daerah sebagai eksekutif maupun DPRD sebagai pemegang kekuasaan legislatif; (iv) Managing Financial Resources, dalam arti mampu mengembangkan kompetensi dalam mengelola secara optimal sumber penghasilan keuangan guna membiayai aktivitas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat; serta (v) Developing Brain Power, dalam arti membangun sumber daya manusia yang handal dan selalu bertumpu pada kapabilitas menyelesaikan masalah. Program otonomi daerah sebagai cermin dari kemandirian merupakan penyerahan wewenang Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 3 berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundangan yang berlaku. Hal ini memberikan peluang yang cukup besar bagi Pemerintah untuk meningkatkan kinerja penggunaan semua sumberdaya yang dimilikinya, dengan kepemilikan wewenang yang lebih besar dalam penentuan kebijakan didaerah. Pembangunan ekonomi daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang dimiliki untuk menciptakan lapangan usaha baru dan merangsang kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut ( Lincolin Arsyad, 1999 ). Akan tetapi masalah pokok dalam pembangunan daerah sering terletak pada penekanan kebijakankebijakan yang didasarkan pada kekhasan yang dimiliki oleh suatu daerah. Berdasarkan asas ekonomi daerah, hal-hal yang berhubungan dengan kebijaksanaan, perencanaan, pegawasan maupun pembiyaan kegiatan pemerintah daerah menjadi wewenang dan tugas pemerintah daerah. Melihat keadaan tersebut, maka untuk mencapai tujuan dari suatu pembangunan daerah yaitu meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah, pemerintah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif untuk pembangunan daerah. Dari paparan diatas tampak jelas bahwa faktor kemampuan mengelola keuangan daerah merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pelaksanaan. Maka diharapkan kemampuan mengelola keuangan daerah dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan. Studi ini menekankan pada analisis kemandirian daerah SUBOSUKAWONOSRATEN yang termasuk kedalam wilayah Pembangunan VIII di Propinsi Jawa Tengah terhadap pelaksanaan yang menunjukkan seberapa besar ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Sebab semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat maka daerah dikatakan mempunyai kemandirian yang baik dan berhasil dalam pelaksanaan otonomi daerah. II. METODOLOGI PENELITIAN Ruang lingkup penelitian yang berjudul Analisis Kemandirian SUBOSUKAWONOSRATEN Dalam Pelaksanaan Dan merupakan penelitian berbentuk survey yang mengambil lokasi di daerah SUBOSUKAWONOSRATEN Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan yang digunakan

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 4 adalah data sekunder dari berbagai dokumen di lingkungan pemerintahan daerah SUBOSUKAWONOSRATEN. Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang meliputi: a. Data penjabaran Realisasi Pendapatan dan Pengeluaran SUBOSUKAWONOSRATEN diperoleh dari perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja SUBOSUKOWONOSRATEN Tahun 1998-2004. b. Data Gambaran Umum daerah SUBOSUKAWONOSRATEN Dalam Angka ( Badan Pusat Statistik ) tahun 1998-2004. c. Data Produk Domestik Regional Bruto daerah SUBOSUKAWONOSRATEN ( Bappeda dan BPS ) Tahun 1998-2004. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yakni analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut: i. Analisis Deskriptif a. Pertumbuhan PAD Pertumbuhan PAD digunakan untuk menghitung pertumbuhan PAD dari tahun ke tahun. Ini dapat dihitung dengan: LP PAD = PAD t PAD t-1 x 100 % PAD t-1 b. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menghitung perkembangan ekonomi dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan harga konstan. Ini dapat dihitung dengan: g = PDRB k PDRB k-1 x 100 % PDRB k-1 ii. Analisis Kuantitatif a. Derajat Desentralisasi Fiskal Untuk mengukur derajat desentralisasi fiskal dapat menggunakan beberapa indikator atau rasio:

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 5 DDF1 = PAD (Pendapatan Asli ) x 100% TPD (Total Pendapatan ) DDF2 = PAD + BHD (Bagi Hasil ) x 100% TPD (Total Pendapatan ) DDF3 = PAD x 100% Pengeluaran Rutin DDF4 = PAD + BHD (Bagi Hasil ) x 100% Pengeluaran Rutin Beberapa indikator di atas digunakan untuk mengukur kemandirian atau ketergantungan suatu daerah. Semakin besar rasionya maka kemandiriannya semakin besar, dan sebaliknya. Sedangkan rasio dana perimbangan dengan Total Pendapatan digunakan untuk mengukur ketergantungan suatu daerah. Semakin besar rasionya maka daerah tersebut semakin bergantung kepada pemerintahan yang lebih tinggi. b. Kemandirian dengan Pola Hubungan Kemandirian daerah menunjukkan kemampuan pemerintah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai seumber pendapatan daerah, dihitung dengan: Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli x 100 % Bantuan + Sumbangan + Pinjaman c. Rasio Aktivitas Pembangunan Rasio aktivitas dalam pembangunan daerah dapat dilihat dengan perhitungan: - Rasio Belanja Rutin terhadap Total Pengeluaran = Total Belanja Rutin x 100 % Total Pengeliaran APBD - Rasio Belanja Pembangunan terhadap Total Pengeluaran = Total Belanja Pembangunan x 100 % Total Pengeluaran APBD d. Indikator Kesiapan - Pendapatan Asli Total Pengeluaran

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 6 - Pendapatan Asli Pengeluaran Rutin - PAD + Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Pengeluaran Total - PAD + Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Pengeluaran Rutin III.HASIL PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Deskriptif Era Tabel 1 Pertumbuhan PAD Tahun Pertumbuhan PAD 1998 1999-10.83% 20.61% 38.56% 9.59% 1.93% 17.42% 7.70% 2000 35.28% 12.61% -9.91% 4.88% 4.03% -3.43% -11.66% Rerata 12.23% 16.61% 14.33% 7.24% 2.98% 7.00% -1.98% 2001 14.93% 55.46% 120.59% 25.15% 78.96% 81.92% 108.55% 2002 39.97% 38.39% 25.45% 62.46% 53.28% 35.97% 26.73% 2003 14.75% 34.02% 7.40% 13.03% 76.10% 11.12% 27.83% 2004 22.74% 12.78% 6.23% 12.89% 1.56% 17.94% 21.94% Rerata 23.10% 35.16% 39.92% 28.38% 52.47% 36.74% 46.26% Era Tabel 2 Pertumbuhan Ekonomi Tahun Pertumbuhan Ekonomi 1998 1999 3.05% 1.18% 1.25% 1.95% 1.98% 2.90% 2.67% 2000 3.52% 2.06% 3.52% 3.73% 2.78% 4.51% 2.93% Rerata 3.29% 1.62% 2.39% 2.84% 2.38% 3.71% 2.80% 2001 4.42% 3.63% 4.05% 2.42% 2.33% 1.42% 2.63% 2002 4.13% 5.52% 3.32% 3.79% 2.93% 2.91% 3.13% 2003 4.74% 5.64% 3.85% 3.17% 3.26% 3.60% 3.46% 2004 5.02% 4.84% 3.94% 3.80% 4.53% 4.03% 3.74% Rerata 4.58% 4.91% 3.79% 3.30% 3.26% 2.99% 3.24% Dari tabel 1 diatas dapat diketahui pertumbuhan PAD daerah SUBOSUKAWONOSRATEN dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah otonomi daerah. Hampir sebagian besar daerah mengalami peningkatan menjelang pelaksanaan otonomi darah namun kemudian mengalami penurunan ditahun 2003 2004. Pertumbuhan PAD paling besar dicapai daerah Sukaharjo sebesar 120.59% dan pertumbuhan PAD terendah dicapai daerah Klaten sebesar -1.66%.

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 7 Dari tabel 2 diatas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi daerah SUBOSUKOWONOSRATEN cenderung naik turun. Era sebelum otonomi daerah terlihat pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan dengan kenaikan tertinggi pada daerah Karanganyar sebesar 4.51% pada tahun 2000. Sedangkan pertumbuhan ekonomi terendah dicapai daerah Boyolali dengan 2.06% ditahun yang sama. Era setelah otonomi daerah seharusnya bisa mendorong daerah untuk menggalakkan kegiatan pembangunannya, namun hanya ada beberapa daerah yang mampu melaksanakannya. Catatan positif dapat diberikan untuk semua daerah meskipun terjadi kontras pada daerah Karanganyar yang semula mampu mencatat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun setelah otonomi daerah menjadi tertinggal bila dibanding daerah lain. Rerata pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai daerah Boyolali dengan 4.91%, disusul Surakarta dengan 4.58%, dan terendah Karanganyar dengan 2.99%. 2. Analisis Kuantitatif 2.1 Derajat Desentralisasi Fiskal Tabel 3 Derajat Desentralisasi Fiskal 1 ( PAD / Total Penerimaan ) 1998 35.84% 12.98% 8.34% 10.52% 9.63% 58.91% 11.97% 1999 34.31% 11.47% 8.70% 8.31% 8.77% 14.34% 7.06% 2000 13.04% 10.92% 8.85% 9.11% 8.70% 10.97% 5.21% Rerata 27.73% 11.79% 8.63% 9.31% 9.03% 28.07% 8.08% 2001 18.50% 7.28% 6.98% 5.07% 5.65% 6.72% 4.15% 2002 16.99% 8.52% 7.00% 7.13% 8.00% 7.74% 4.10% 2003 16.94% 8.39% 5.88% 5.69% 10.60% 7.13% 4.15% 2004 16.10% 9.34% 6.05% 6.26% 10.43% 7.9% 5.25% Rerata 17.13% 8.38% 6.47% 6.04% 8.67% 7.37% 4.41% Tabel 4 Derajat Desentralisasi Fiskal 2 ( PAD + BHPBP / Total Penerimaan ) 1998 49.88% 19.36% 7.32 16.38% 6.06 41.09 24.27% 1999 47.41% 17.89% 7.67 13.59% 6.15 10.6 12.68% 2000 19.16% 18.36% 7.95 15.36% 8.19 9.51 11.01% Rerata 38.81% 18.54% 7.64% 15.11% 6.80% 20.40% 15.99% 2001 27.76% 13.90% 8.48 9.40% 3.29 7.12 7.30% 2002 22.63% 15.98% 8.27 10.74% 3.85 7.42 7.80% 2003 25.82% 12.59% 7.69 9.30% 4.24 4.71 8.38% 2004 25.50% 14.24% 7.47 9.13% 4.46 5.79 45.10% Rerata 25.43% 14.18% 7.97% 9.64% 3.96% 6.26% 17.14%

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 8 Dari tabel 3 dan tabel 4 diatas terlihat bahwa untuk indikator DDF 1 dan DDF 2 menunjukkan bahwa persentase Pendapatan Asli terhadap Total Penerimaan dan persentase Pendapatan Asli + Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak terhadap Total Penerimaan dari tahun 1998-2004 menunjukkan nilai yang rendah karena lebih kecil dari 20%. Bila dibandingkan antara era sebelum dan sesudah otonomi daerah, persentase lebih tinggi di era sebelum otonomi daerah. Untuk persentase tertinggi baik DDF 1 dan DDF 2 dapat dicapai pada tahun 1998 oleh semua daerah. Sedangkan terendah banyak dicapai setelah pelaksanaan otonomi daerah dimana tiap daerah berbeda-beda. Untuk tahun 2001 pada daerah Surakarta, Sragen, dan Klaten, tahun 2003 pada daerah Boyolali dan Karanganyar, dan tahun 2004 pada daerah Sukoharjo dan Wonogiri. Tabel 5 Derajat Desentralisasi Fiskal 3 ( PAD / Total Pengeluaran Rutin ) 1998 92.96% 11.07% 14.05% 14.61% 15.83% 19.47% 1999 68.54% 13.95% 11.55% 10.78% 10.68% 13.87% 9.84% 2000 36.19% 13.56% 10.78% 12.17% 11.75% 14.09% 6.65% Rerata 65.90% 13.76% 7.64% 12.33% 6.80% 20.40% 11.99% 2001 16.92% 16.92% 7.02% 6.44% 7.69% 8.11% 4.70% 2002 14.75% 14.75% 9.12% 10.96% 10.18% 10.18% 4.92% 2003 13.61% 13.61% 7.94% 10.09% 24.82% 24.82% 5.97% 2004 11.10% 11.10% 10.85% 10.43% 15.55% 26.58% 5.49% Rerata 14.09% 14.09% 7.97% 9.48% 3.96% 6.26% 5.27% Tabel 6 Derajat Desentralisasi Fiskal 4 ( PAD + BHPBP / Total Pengeluaran Rutin ) 1998 129.37% 38.84% 21.88% 23.81% 26.86% 39.48% 1999 94.70% 22.45% 21.10% 17.62% 18.13% 24.13% 17.66% 2000 312.83% 22.81% 23.24% 20.53% 22.79% 26.31% 14.05% Rerata 178.97% 22.63% 7.64% 20.01% 6.80% 20.40% 23.73% 2001 25.38% 15.92% 14.66% 11.95% 12.17% 16.70% 8.27% 2002 19.64% 19.59% 19.64% 14.74% 16.22% 19.93% 9.34% 2003 20.74% 13.49% 15.36% 16.49% 21.42% 41.22% 12.04% 2004 17.58% 15.23% 14.51% 14.94% 22.20% 46.06% 10.57% Rerata 20.84% 16.06% 7.97% 14.53% 3.96% 6.26% 10.06% Untuk indikator DDF 3 dan DDF 4 menunjukkan bahwa persentase Pendapatan Asli terhadap Total Pengeluaran Rutin dan Pendapatan Asli + Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak terhadap Total Pengeluaran Rutin dari tahun 1998-2004 menunjukkan nilai yang rendah karena lebih kecil dari 20%

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 9 untuk semua daerah kecuali daerah Surakarta. Era sebelum otonomi daerah untuk persentase tertinggi DDF 3 yang dicapai tahun 1998 yakni daerah Surakarta, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, dan Klaten. Sedangkan daerah Boyolali dan Sukoharjo pada tahun 1999. Era setelah otonomi daerah untuk persentase tertinggi DDF 3 berbeda-beda. Tahun 2001 pada daerah Surakarta dan Boyolali, tahun 2002 pada daerah Wonogiri, tahun 2003 pada daerah Sragen, Karanganyar, dan Klaten, dan tahun 2004 pada daerah Sukoharjo. Era sebelum otonomi daerah untuk persentase tertinggi DDF 4 pada tahun 1998 yakni daerah Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, dan Klaten. Sedangkan daerah Surakarta dan Boyolali dicapai pada tahun 2000. Era setelah otonomi daerah untuk persentase tertinggi tahun 2001 dicapai daerah Surakarta, tahun 2002 dicapai daerah Boyolali dan Sukoharjo, tahun 2003 dicapai daerah Wonogiri dan Klaten, dan tahu 2004 dicapai daerah Sragen dan Karanganyar. Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Pemerintah SUBOSUKOWONOSRATEN belum mampu meningkatkan Pendapatan Asli -nya sebagaimana diharapkan. Ini menyebabkan Pemda harus berupaya untuk mencari pemasukan dari sektor lain yang tentunya berasal dari subsidi pemerintah pusat dalam bentuk lain. Padahal sebagai daerah otonom, penggalian dana untuk membiayai pembangunan lebih ditekankan pada PAD. PAD menjadi cerminan kemampuan daerah akan kemampuan daerah dalam membiayai kegiatan pembangunan yang dilakukan didaerah otonom khususnya daerah SUBOSUKOWONOSRATEN. 2.2 Kemandirian Pola Hubungan Tabel 7 Tabel Kemandirian Pola Hubungan Kemandirian Pola Hubungan 1998 10.70% 10.38% 8.70% 9.97% 16.72% 1999 11.17% 10.43% 10.74% 9.55% 10.06% 8.35% 2000 12.77% 11.56% 9.92% 10.97% 10.45% 12.80% 6.13% Rerata 11.55% 11.00% 10.34% 9.74% 10.16% 12.80% 10.40% 2001 14.77% 12.27% 8.38% 6.03% 6.23% 7.36% 4.42% 2002 13.28% 12.67% 8.21% 9.18% 9.72% 9.22% 5.42% 2003 13.91% 10.87% 7.64% 7.58% 14.52% 8.08% 4.42% 2004 15.65% 11.20% 7.43% 8.15% 13.15% 9.09% 6.93% Rerata 14.40% 11.75% 7.91% 7.74% 10.90% 8.44% 5.30%

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 10 Dari tabel 7 diatas terlihat bahwa pola hubungan daerah SUBOSUKOWONOSRATEN diera sebelum dan sesudah otonomi daerah dalam mencukupi pembiayaan untuk melakukan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan, sosial masih rendah dan bahkan mempunyai kecenderungan turun. Ini ditunjukkan dengan tingkat kemandirian yang dapat dikategorikan rendah sekali yaitu antara 5 % hingga 14 % sehingga masuk dalam pola hubungan instruktif dimana peran pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah. 2.3 Rasio Aktivitas Pembangunan Tabel 8 Rasio Aktivitas Pembangunan I ( Belanja Rutin / Total Pengeluaran ) 1998 37.75% 77.02% 78.02% 71.67% 79.11% 63.73% 1999 34.14% 78.92% 80.15% 84.87% 79.3% 97.19% 2000 74.45% 80.49% 77.27% 81.03% 84.08% 81.19% 81.81% Rerata 48.78% 80.49% 77.74% 79.73% 80.21% 79.87% 80.91% 2001 59.90% 87.31% 83.86% 85.81% 82.40% 85.45% 91.40% 2002 90.76% 81.54% 84.90% 79.38% 80.44% 82.9% 87.46% 2003 82.34% 89.59% 79.46% 71.01% 71.94% 28.89% 75.59% 2004 88.20% 89.03% 74.29% 68.34% 73.62% 31.59% 98.62% Rerata 80.30% 86.87% 80.63% 76.13% 77.10% 52.83% 88.27% Tabel 9 Rasio Aktivitas Pembangunan II ( Belanja Pembangunan / Total Pengeluaran ) 1998 56.67% 22.98% 21.98% 28.33% 20.89 36.27% 1999 58.75% 21.08% 19.85% 15.13% 20.70 25.29% 2000 22.05% 19.51% 22.73% 18.97% 15.92% 18.81 14.30% Rerata 45.82% 19.51% 22.26% 20.27% 19.79% 20,10 25.29% 2001 7.97% 12.69% 16.14% 14.19% 17.60% 14.68 8.60% 2002 9.40% 18.46% 15.10% 20.62% 19.56% 17.06 13.20% 2003 6.18% 11.81% 20.54% 21.10% 28.06% 71.11 22.58% 2004 3.95% 11.07% 63.67% 21.30% 8.81% 68.41 23.11% Rerata 6.87% 13.51% 28.86% 19.30% 18.51% 47,19 16.87% Dari kedua tabel diatas terlihat bahwa daerah SUBOSUKOWONOSRATEN rata-rata rasio Belanja Rutin terhadap Total Pengeluaran lebih besar daripada rata-rata rasio Belanja Pembangunan terhadap Total Belanja Pembangunan. Memang bila dilihat dari rata-rata diera sesudah otonomi menunjukkan kecenderungan menurun bila dibandingkan dengan era sebelum

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 11 otonomi daerah. Namum kesemuanya tetap menunjukkan tingginya rasio Belanja Rutin terhadap Total Pengeluaran berarti pembangunan yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Belanja rutin yang ditujukan untuk menggerakkan roda pemerintahan sehari-hari perlu diupayakan untuk dilakukan pengehematan sehingga lebih digunakan untuk membiayai proyek pembangunan yang didasarkan atas kebutuhan nyata dari masyarakat tingkat bawah. 2.4 Indeks Kesiapan Kesiapan Keuangan menunjukkan kesiapan Pemerintah dalam menghadapi penyelenggaraan otonomi daerah khususnya dalam bidang keuangan, merupakan cerminan keuangan daerah yang perlu digali dan terus ditumbuhkembangkan untuk kesinambungan pembangunan dalam pelaksanaan APBD. Tabel 10 Indeks Kesiapan ( PAD / Total Pengeluaran ) 1998 34.74% 1.19% 10.96% 10.47% 13.23% 12.41% 1999 33.43% 30.11% 8.64% 9.02% 11.43% 9.56% 2000 30.37% 10.92% 11.52% 9.86% 9.88% 11.37% 5.44% Rerata 32.85% 10.92% 14.27% 9.82% 9.79% 12.01% 9.14% 2001 15.40% 7.28% 7.33% 5.53% 6.34% 7.63% 4.30% 2002 19.19% 8.52% 7.33% 7.71% 8.81% 9.42% 4.30% 2003 17.55% 8.39% 6.23% 5.96% 11.01% 7.21% 4.51% 2004 18.03% 9.34% 8.06% 6.26% 11.45% 8.32% 5.41% Rerata 17.54% 8.38% 7.24% 6.37% 9.40% 8.15% 4.63% Tabel 11 Indeks Kesiapan ( PAD / Pengeluaran Rutin ) 1998 39.33% 14.16% 14.05% 14.61% 16.24% 19.47% 1999 40.75% 12.05% 10.78% 10.63% 14.17% 9.84% 2000 36.19% 13.56% 14.57% 12.17% 11.75% 14.41% 6.65% Rerata 38.76% 13.56% 13.59% 12.33% 12.33% 14.94% 11.99% 2001 7.78% 8.34% 8.40 6.44% 7.69% 8.39% 4.70% 2002 14.68% 10.45% 10.45 9.71% 10.96% 10.26% 4.92% 2003 11.45% 9.00% 7.94% 8.39% 15.30% 25.34% 5.97% 2004 11.10% 9.99% 10.85% 9.16% 15.55% 27.35% 5.49% Rerata 11.25% 9.44% 9.27% 8.43% 12.37% 17.84% 4.05%

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 12 Tabel 12 Indeks Kesiapan ( PAD+BHPBP / Total Pengeluaran ) 1998 49.71% 18.85% 17.07% 17.07% 19.28% 25.16% 1999 46.41% 15.61% 14.13% 15.35% 18.41% 17.16% 2000 20.27% 18.36% 19.37% 16.63% 19.17% 21.38% 11.49% Rerata 38.80% 18.36% 17.94% 15.94% 17.19% 19.69% 17.94% 2001 12.67% 13.90% 14.00% 10.26% 10.03% 14.38% 7.56% 2002 19.00% 15.98% 15.10% 11.62% 13.05% 17.22% 8.17% 2003 16.62% 12.59% 12.06% 9.74% 15.41% 12.31% 9.10% 2004 15.53% 14.24% 10.78% 9.13% 16.34% 15.42% 10.42% Rerata 15.96% 14.18% 12.98% 10.19% 13.71% 14.83% 8.81% Tabel 13 Indeks Kesiapan ( PAD+BHPBP / Pengeluaran Rutin ) 1998 55.28% 22.42% 21.88% 23.82% 25.41% 39.48% 1999 54.60% 19.39% 17.62% 18.08% 22.37% 67.86% 2000 20.27% 22.81% 24.51% 20.53% 22.80% 26.39% 14.05% Rerata 43.38% 22.81% 22.11% 20.01% 21.57% 24.72% 40.46% 2001 24.89% 15.92% 16.05% 11.95% 12.17% 17.35% 8.27% 2002 20.97% 19.59% 19.59% 14.64% 16.22% 20.41% 9.34% 2003 15.98% 13.49% 15.36% 13.72% 21.42% 41.25% 12.04% 2004 17.61% 15.23% 14.51% 13.36% 22.20% 46.43% 10.57% Rerata 19.86% 16.06% 16.37% 13.42% 18.00% 31.36% 10.06% Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat rasio antara pendapatan daerah yang berupa PAD dan BHD dengan pengeluaran total dan pengeluaran rutin masih rendah. Ini ditunjukkan dengan besarnya nilai yang tidak mencapai 50%. Oleh karenanya semakin menunjukkan bahwa ketergantungan daerah terhadap pusat masih begitu tinggi. Hal ini berarti kemampuan pembiayaan urusan daerah bila didanai sepenuhnya oleh PAD dan BHD masih rendah. Artinya kesiapan daerah SUBOSUKOWONOSRATEN dalam menghadapi otonomi daerah masih rendah karena kurangnya kemandirian dalam membiayai pengeluaran daerah. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. SUBOSUKAWONOSRATEN belum mampu menggali potensi PAD yang dimiliki ini terlihat dari rendahnya DDF yang dimiliki sehingga

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 13 menyebabkan daerah SUBOSUKAWONOSRATEN harus mencari sumber pemasukan lain yang lebih besar dari PAD yang sudah didapat. b. SUBOSUKAWONOSRATEN mempunyai tingkat kemandirian yang masih rendah sehingga mempunyai pola hubungan yang instruktif. Artinya peranan pemerintah pusat lebih dominan datipada pemerintah daerah. c. SUBOSUKAWONOSRATEN mempunyai rasio belanja rutin terhadap total pengeluaran lebih besar dari pada rasio belanja pembangunan terhadap total pengeluaran sehingga sebagian besar anggaran terserap untuk alokasi belanja rutin. d. SUBOSUKAWONOSRATEN dengan pendapatan asli yang ada belum mampu untuk membiayai pembangunan sehingga perlu dicari upaya untuk meningkatkannya. e. SUBOSUKAWONOSRATEN pertumbuhan PDRB terhadap PAD belum mampu berjalan sinergis karena idealnya meningkatnya PDRB berarti meningkatnya PAD. f. SUBOSUKAWONOSRATEN masih menetapkan alokasi yang besar untuk belanja rutin terutama pada pos belanja pegawai dibandingkan dengan pos belanja rutin yang lain. g. SUBOSUKAWONOSRATEN masih mengandalkan paradigma lama yaitu perolehan pendapatan terbesar berasal dari pos non PAD yaitu pos subsidi daerah otonom atau atau dana rutin daerah ( sebelum OTDA ) dan pos dana rutin daerah atau DAU ( setelah OTDA ). h. SUBOSUKAWONOSRATEN dalam menyiapkan otonomi daerah masih terlihat setengah hati. Ini ditunjukkan dengan kecilnya proporsi IKOD tiap instrumen alat analisis. Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: a. Pemerintah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu menggali potensi PAD yang ada dengan mencari potensi yang dapat dijadikan peluang. b. Pemerintah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu memperbaiki pengelolaan keuangan daerah dengan mengurangi proporsi bantuan maupun sumbangan.

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 14 c. Pemerintah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu melakukan penghematan terhadap alokasi pada pos belanja rutin terutama belanja pegawai. d. Pemerintah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu mensinergikan kenaikan PDRB dengan kenaikan PAD dengan melihat potensi yang ada. e. Pemerintah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu menggali pendapatan dari sektor pajak daerah maupun retribusi daerah yang dianggap potensial namun tidak memberatkan warganya. Ini dapat dilakukan pada aktivitas yang tidak melibatkan sebagian besar warga di SUBOSUKAWONOSRATEN. f. Pemerintah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu membrei perhatian secara selektif mengenai pos belanja lainnya sehingga tidak memberatkan anggaran yang dapat mengurangi tabungan daerah. g. Pemerintah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu melakukan usaha yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga dapat meningkatkan potensi daerah yang ada. h. Pemerintah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu mengupayakan rasionalisasi belanja yang erat kaitannya dengan disiplin anggaran. DAFTAR PUSTAKA BPS dan Bappeda Surakarta berbagai edisi. 1998-2005. Surakarta Dalam Angka 1998-2005. Surakarta : BPS dan Bappeda. BPS dan Bappeda Boyolali berbagai edisi. 1998-2005. Boyolali Dalam Angka 1998-2005. Boyolali : BPS dan Bappeda. BPS dan Bappeda Sukoharjo berbagai edisi. 1998-2005. Sukoharjo Dalam Angka 1998 2005. Sukoharjo : BPS dan Bappeda. BPS dan Bappeda Wonogiri berbagai edisi. 1998-2005. Wonogiri Dalam Angka 1998 2005. Wonogiri : BPS dan Bappeda. BPS dan Bappeda Karanganyar berbagai edisi. 1998-2005. Karanganyar Dalam Angka 1998 2005. Karanganyar : BPS dan Bappeda. BPS dan Bappeda Sragen berbagai edisi. 1998-2005. Sragen Dalam Angka 1998 2005. Sragen : BPS dan Bappeda. BPS dan Bappeda Klaten berbagai edisi. 1998-2005. Klaten Dalam Angka 1998 2005. Klaten: BPS dan Bappeda.

Analisis Kemandirian di Subosikawonosraten... (2007) 15 BPKD Surakarta berbagai edisi. 1998 2005. Nota Keuangan Pemerintah Surakarta. Surakarta : BPKD. BPKD Boyolali berbagai edisi. 1998-2005. Nota Keuangan Pemerintah Boyolali. Boyolali : BPKD. BPKD Sukoharjo berbagai edisi. 1998-2005. Nota Keuangan Pemerintah Sukoharjo. Sukoharjo : BPKD. BPKD Wonogiri berbagai edisi. 1998-2005. Nota Keuangan Pemerintah Wonogiri. Wonogiri : BPKD. BPKD Karanganyar berbagai edisi. 1998-2005. Nota Keuangan Pemerintah Karanganyar. Karanganyar : BPKD. BPKD Sragen berbagai edisi. 1998-2005. Nota Keuangan Pemerintah Sragen. Sragen : BPKD. BPKD Klaten berbagai edisi. 1998-2005. Nota Keuangan Pemerintah Klaten. Klaten : BPKD. Hakim, Rahman Arif. 2005. Evaluasi kemandirian Keuangan dalam Pelaksanaan Wilayah SUBOSUKAWONOSRATEN. Jurnal Dinamika Vol 1, No 1, Mei 2005. Halim, Abdul. 2001. Bunga Rampai Manajemen Keuangan. Yogyakarta: AMP YKPN. Lincolin Arsyad. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi. Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE UGM.. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE UGM. Mulyanto. 2004. Pembangunan dan Indikator Kemajuan Pembangunan di Era. Suplement Mata Kuliah Ekonomi Regional. Surakarta. Sadono Sukirno. 1995. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ketujuh. Jakarta. Erlangga. Republik Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437).. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438). Widodo, Triyatno Suseno. 1990. Indikator Ekonomi: Dasar Perhitungan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kanisius. Yunastiti Purwaningsih. 2002. Modul Metodologi Penelitian. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.