BAB II ANALISIS DATA. dan budaya melalui teks-teks yang terdapat dalam naskah dengan cara melakukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hendak dicapai. Melalui sebuah proses inilah akhirnya dapat menghasilkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan

DAFTAR PUSTAKA. Achadiati Ikram Filologia Nusantara. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

SERAT GAREBEG MULUD PB VII (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN ISI)

Nilai Etika dan Estetika dalam Serat Pranata Lampah-Lampah Kagungan Damel Mantu B.R.A Gusti Sekar Kedhaton

Nilai Moral Dalam Serat Dongeng Asmadaya (Sebuah Tinjauan Filologi Sastra)

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

BAB II ISI SERAT ABDI DALEM KERATON

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan.

Darmawasita: suntingan teks dan kajian isi BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBALAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Analisis nilai..., Yesy Wahyuning Tyas, FIB UI, 2009

menyusun teks lisan sesuai unggahungguh. berbagai keperluan. C. Tujuan Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. masyarakat yang mendiami daerah tertentu mempunyai suku dan adat istiadat

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : A. Simpulan. 1. Sêrat Srutjar merupakan naskah jamak. Ditemukan tiga buah naskah yang

1. Menerapkan unggah-ungguh jawa untuk berpamitan. 2. Menerapkan unggah-ungguh jawa untuk menyapa. 3. Menerapkan unggah-ungguh jawa untuk berkenalan.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebudayaan dari nenek moyang yang masih bisa dinikmati dan dijumpai pada

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

BAB III OBJEK, METODE, DAN TEKNIK PENELITIAN

FORMAT PENULISAN PKL UNTUK MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

TRANSLITERASI. Pengertian Transliterasi. Manfaat Transliterasi. Metode Transliterasi. Masalah-Masalah Transliterasi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi penentu utama kebijaksanaan, baik untuk pribadi maupun untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

TRADISI NGABEKTEN DI KRATON YOGYAKARTA Oleh: Ernawati Purwaningsih

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

AAK culture library I Javanese Manuscripts

SISTEM SAPAAN KERABAT KERATON SURAKARTA HADININGRAT Muhamad Rinzat Iriyansah Universitas Indraprasta PGRI ABSTRAK

BUSANA TRADISIONAL DALAM MANUSKRIP-MANUSKRIP JAWA. Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun TIM PENGUSUL

SERAT WEDHAPRADANGGA

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sugeng siang, mugi kawilujengan, kasarasan saha karaharjan tansah kajiwa kasalira kula lan panjenengan sedaya.

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Naskah SDR yang dijadikan objek penelitian tidak mempunyai nomor

SÊRAT KRIDHASMARA (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sebuah penelitian diperlukan penggunaan metode yang tepat agar hasil penelitian

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

TATA TULIS BUKU TUGAS AKHIR. Fakultas Teknik Elektro 1

Serat Pawukon di Surakarta (Sebuah Kajian Filologis dan Kodikologis)

BAB III KAJIAN ISI. dari pemikiran nenek moyang terdahulu. Dasar pemikiran serta teori-teori dasar

Tata Cara Penulisan Laporan Praktikum

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK

DAFTAR ISI. Hal I. FORMAT PENULISAN SECARA UMUM... 1 II. BAGIAN-BAGIAN TUGAS AKHIR... 5

DAFTAR ISI. Hal I. FORMAT PENULISAN SECARA UMUM... 1 II. BAGIAN-BAGIAN TUGAS AKHIR... 6

BAB III CARA PENULISAN

Wahyu Aris Aprillianto Universitas Muhammadiyah Purworejo

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

TANGGAP WACANA BUPATI KARANGANYAR WONTEN ING ACARA TATA CARA BANDERA PENGETAN DINTEN AMBAL WARSA PAMARINTAH KABUPATEN KARANGANYAR KAPING 99 WARSA 2016

Prosiding Seminar Nasional Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI

SÊRAT SULUK SANGULARA (Suatu Tinjauan Filologis)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesa dari pengalaman-pengalaman masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan tetapi kekayaan bangsa Indonesia mencakup berbagai bidang. Salah satu di

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT DWIKARÅNÅ

BAB II TINJAUAN FILOLOGIS. filologi yaitu, dimulai dari penjabaran deskripsi BMK, membuat kritik teks,

TATA CARA PENULISAN ILMIAH. Oleh : YAYA SUNARYA

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

Mugi kawilujengan, kasarasan saha karaharjan tansah kajiwa kasalira kula lan panjenengan sedaya.

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sugeng enjang, mugi kawilujengan, kasarasan saha karaharjan tansah kajiwa kasalira kula lan panjenengan sedaya.

Bahasa Indonesia UMB TATA TULIS DALAM RAGAM ILMIAH. Kundari, S.Pd, M.Pd. Komunikasi. Komunikasi. Modul ke: Fakultas Ilmu. Program Studi Sistem

TATA TULIS KARYA TULIS ILMIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

I. PENDAHULUAN. Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi KI Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi

INTERNSHIP & CAREER DEVELOPMENT (ICD) FE UNS 1

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Analisis Kesalahan Kalimat Teks Pidato Berbahasa Jawa Siswa Kelas IX di SMP Negeri 1 Kajoran Kabupaten Magelang Tahun Pembelajaran 2014/2015

Batik Larangan Penguasa Mataram

SÊRAT DONGÈNG BRAMBANG BAWANG SAHA DONGÈNG ARUMSARI (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

ANALISIS NILAI MORAL DAN SOSIOLOGI NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

NASKAH SÊRAT KAWRUH MAHNITISMÊ (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN

KITAB ARKIYAK I. (Suatu Tinjauan Filologis)

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sugeng enjang lan salam karaharjan tumrap kita sami.

KRESNA KEMBANG WAOSAN PAKEM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

PANDUAN PENULISAN LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

SYAIR NEGERI PATANI : Suntingan Teks dan Analisis Semiotik

Hari / Tanggal : Kamis, 25 Pebruari 2016

STRUKTUR TEKS SERAT PANITIBAYA

Assalamu alaikum Wr. Wb. Mugi karaharjan, kawilujengan lan kasarasan tansah Kajiwa kasalira kula panjenengan sami.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Transkripsi:

BAB II ANALISIS DATA Penelitian ini membahas tentang kajian secara filologis dan kajian isi. Filologi merupakan ilmu yang mempelajari seluk beluk tentang bahasa, sastra, dan budaya melalui teks-teks yang terdapat dalam naskah dengan cara melakukan pembenaran untuk mendapatkan teks yang bersih dari kesalahan. Kajian filologi ada dua cabang, yakni kajian filologi tradisional dan kajian filologi modern. Kajian filologi tradisional bertujuan untuk mendapatkan teks yang murni dan mendekati aslinya yang bersih dari kesalahan. Berbanding terbalik dengan kajian filologi tradisonal, kajian filologi modern menganggap kesalahan dalam naskah sebagai suatu bentuk kreativitas dalam membenarkan dan mengembangkan suatu teks, sehingga membentuk teks yang baru. Penelitian ini menggunakan kajian filologi tradisional dengan menerapkan metode penyuntingan naskah tunggal, dengan metode standar dalam penggarapan. Metode standar menurut Edwar Djamaris (2002: 24) merupakan metode yang digunakan dalam naskah tunggal, isi dari naskah bukan merupakan cerita yang suci melainkan cerita biasa. Kajian isi menjabarkan tentang prosesi dan makna Upacara Garebeg Mulud, simbol-simbol yang digunakan dalam Upacara Garebeg Mulud yang ada dalam naskah SGM. A. Kajian Filologis Kajian filologis membahas SGM dengan cara kerja filologi tradisional yang berlandaskan penggarapan naskah tunggal dengan menggunakan metode standar. Analisis berisi tentang deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks dan aparat kritik, serta terjemahan. Berikut penjabarannya : 38

39 1. Deskripsi Naskah Deskripsi merupakan upaya penggambaran terhadap sebuah naskah dengan menyertakan rincian mengenai wujud fisik naskah dan isi naskah dengan secara ringkas supaya dapat dipahami pembaca. Deskripsi dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah penggambaran dan pengenalan terhadap naskah beserta konteks isinya. Penelitian deskripsi naskah menurut Emuch Hermansoemantri (1986) harus memperhatikan 19 hal, yaitu: (1) Judul naskah; (2) nomor naskah; (3) tempat penyimpanan naskah; (4) asal naskah; (5) keadaan naskah; (6) ukuran naskah; (7) tebal naskah/jumlah halaman; (8) jumlah baris pada setiap halaman; (9) huruf, aksara, tulisan; (10) cara penulisan; (11) bahan naskah; (12) bahasa naskah; (13) bentuk teks; (14) umur naskah; (15) pengarang/penyalin; (16) ukuran teks; (17) asal usul Naskah; (18) fungsi sosial naskah; (19) ikhtisar teks/cerita. Berikut deskripsi naskah SGM: a. Judul Naskah: Naskah yang digunakan dalam penelitian ini berjudul Serat Garebeg Mulud PB VII, selanjutnya disingkat SGM. Judul naskah terdapat pada sampul depan naskah, halaman pertama teks dan halaman ketiga. Berikut gambar teks judul yang terdapat dalam naskah SGM:

40 Gambar 19: Gambar sampul depan naskah Berbunyi: Garêbêg Mulud P.B. VII Artinya: Garebeg Mulud P.B. VII Gambar 20: Judul SGM pada teks halaman 1. Berbunyi: Buk wiyosan Kaprabon ing Garêbêg Mulud Dal Artinya: Buku keluarnya sang Raja di Garebeg Mulud Dal. Gambar 21: Judul SGM pada teks halaman 3. Berbunyi: Punika pratèlanipun miyos Dalêm Kaprabon, Garêbêg Mulud ing taun Dal. Artinya: ini penjelasan keluarnya sang Raja pada saat Garebeg Mulud Tahun Dal b. Nomor Naskah: Nomor naskah Garebeg Mulud adalah MN 271C atau H.42, tertera dalam katalog Nancy K. Florida Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A Preminary Descriptive catalogus Level II yang berjudul Pratelan Miyos-Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana VII Kaprabon Garebeg Mulud ing Taun Dal 1775. Nomor naskah juga terdapat dalam sampul depan naskah.

41 Gambar 22: Nomor naskah pada sampul depan naskah. c. Tempat Penyimpanan: Tempat penyimpanan naskah SGM berada di Reksapustaka Pura Mangkunegaran. d. Keadaan Naskah: Naskah Garebeg Mulud masih dalam keadaan baik, tetapi ada sebagian kecil lembaran dalam naskah yang telah termakan usia atau termakan ngengat (terlihat pada lembar pertama dan kedua). Pada halaman 17 tidak terdapat penutup cerita atau wasanapada, padahal pada awal cerita terdapat purwapada. Gambar 23: SGM termakan ngengat halaman 1 dan 2

42 Gambar 24: Purwapada pada halaman 3. berbunyi Mangajapa becik Artinya: bertujuanlah yang baik Gambar 25: SGM tanpa wasanapada pada halaman 19. Setelah kata Sarageni tidak ada tanda penutup kalimat atau wasanapada yang berbunyi titi artinya sampai atau selesai. e. Ukuran Naskah: - Ukuran Sampul Panjang = 35 cm Lebar = 20.5 cm - Ukuran Kertas Panjang = 34.5 cm Lebar = 20.5 cm - Ukuran Teks panjang lebar margin atas margin bawah = rata-rata 29 cm dan 28 cm = 18 cm = 4 cm = rata-rata 2,5 cm

43 margin kanan margin kiri = 2 cm = 0,5 cm f. Tebal Naskah: Tebal naskah garebeg mulud adalah 1,1cm g. Jumlah Baris: Jumlah baris yang terdapat dalam naskah SGM rata-rata adalah 25 baris. Hanya saja pada halaman 1 jumlah baris ada 14 (termasuk tanda tangan) dan pada halaman 2 jumlah baris ada 10 (termasuk tanda tangan).

44 Gambar 26: Halaman 1 jumlah baris 14. 1. Buk wiyosan Keprabon ing Garêbêg Mulud Dal. 2. Ing Garêbêg Mulud botên Dal 3. Ing Garêbêg Siyam 4. Ing Garêbêg Bêsar 5. Taun Baru 6. Pista Raja 7. Nanging Garêbêg têtiga, Mulud ingkang botên panuju ing taun Dal, utawi Garêbêg Siyam, Garêbêg Bêsar, Garêbêg Têtiga wau dados satunggal kemawon, sabab pakurmatanipun tuwin samukawisipun sami botên wontên sanèsipun, amung Garêbêg Mulud taun Dal punika ingkang sanès [2]. Artinya: 1. Buku keluarnya atau kehadiran Raja di acara Garebeg Mulud Dal. 2. Di Garebeg Mulud bukan Dal

45 3. Di Garebeg Pasa 4. Di Garebeg Besar 5. Tahun Baru 6. Pesta Raja 7. Tetapi garebeg ketiga, Mulud yang tidak di tahun Dal atau Garebeg Pasa, Garebeg Besar, garebeg tadi menjadi satu saja, karena penghormatan juga semuanya sama tidak ada bedanya, hanya Garebeg Mulud di tahun Dal inilah yang berbeda [2]. Gambar 27: Halaman 2 jumlah baris 10. Punika buk miyos Dalêm Kaprabon, kala Panjênêngan Dalêm Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana Kaping VII, 1. Ing Garêbêg Mulud nuju ing taun Dal 2. Ing Garêbêg Mulud nuju botên taun Dal 3. Ing Garêbêg Siyam 4. Ing Garêbêg Bêsar 5. Miyos Dalêm Pista Raja, taun baru, pundhutan Dalêm kala ing taun Be angka : 1776 [3]. Artinya: Ini buku keluarnya sang Raja, ketika beliau Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana ke 7 : 1. Di Garebeg Mulud tahun Dal. 2. Di Garebeg Mulud bukan tahun Dal. 3. Di Garebeg Pasa.

46 4. Di Garebeg Besar. 5. Keluarnya Raja di Pesta Raja, tahun baru. Permintaan Raja waktu di tahun Bé angka : 1776 [3]. h. Huruf, aksara, tulisan Huruf / aksara pada naskah SGM yaitu Jawa carik (tulisan tangan). Ukuran huruf / aksara pada teks SGM kecil. Bentuk huruf bundar, ditulis italic atau miring. Ditulis menggunakan tinta hitam dan penambahan ditulis menggunakan pensil. Jarak antarhuruf dan baris renggang. Penekanan pena tidak terlalu kuat sehingga tulisan pada halaman pertama hingga terakhir tidak tembus. i. Cara Penulisan: Cara penulisan dalam naskah ini adalah secara recto (satu sisi) dan recto verso (bolak-balik). Penulisan secara recto pada halaman satu, sedangkan penulisan recto verso pada halaman 2-19. Dalam penulisan ketebalan huruf cukup tipis. Penulisan agak sedikit tidak rapi karena terdapat penambahan-penambahan secara langsung dalam teks yang dilakukan penulis. Penulisan halaman pada teks SGM hanya ada pada halaman pertama saja menggunakan angka Jawa, sedangkan pada halaman terakhir juga terdapat penulisan halaman dengan menggunakan angka Jawa namun halaman yang tertulis adalah halaman (1) satu.

47 Halaman Kosong Halaman 2 Gambar 28: halaman kosong. Gambar diatas menunjukkan bahwa pada halaman 1 cara penulisannya secara recto karena halaman verso tidak terdapat tulisan. Recto Verso Gambar 29: Teks recto verso, halaman 3-4.

48 Gambar 30: Penulisan halaman. Halaman yang ditunjukkan dalam teks yaitu halaman 1 (satu) berada di sebelah kiri teks bagian atas. Gambar 31: Penambahan tulisan halaman 4. (SGM baris ke-1) Berbunyi: Kaliwon sajajaripun. Artinya: Kaliwon dan sejajarnya (prajurit sejajarnya). Gambar 32: Penambahan tulisan halaman 4. (SGM baris ke-18) Berbunyi: ngrêmbat putra wayah, kunci ing Imagiri, ingkang nongsong kunci ing Nitikan, ing Girilaya. Artinya: memanggul anak cucu, kunci di Imagiri, yang memayungi kunci di Nitikan, di Girilaya. Gambar 33: Penambahan tulisan halaman 4. (SGM baris ke-18)

49 Berbunyi: kunci ing Langkungan, angrêmbat panjang andhan-andhan,sami kabêkta mêdal dhatêng... Artinya: kunci di Laweyan, memanggul piring besar pikulan, semua dibawa keluar menuju. Gambar 34: Penambahan tulisan halaman 4. (SGM baris ke-18). Berbunyi: Bangsal Sri Manganthi ingkang kilèn. Artinya: Bangsal Sri Manganthi sebelah barat. Gambar 35: Penambahan tulisan halaman 5. (SGM baris ke-1) Berbunyi:...n titihan Dalêm dhatêng Pagêlaran, wonten sawetanipun Bangsal Pangrawit. Artinya:...n kendaraan Raja di Pagelaran, berada di timur Bangsal Pangrawit. Gambar 36: Penambahan tulisan halaman 6. (SGM baris ke-12, 13)

50 Berbunyi: lajêng abdi dalêm Niyaga Estri mêdalakên Kagungan Dalêm gangsa Kyai Gerah Kapat sapanunggilipun, katampanan abdi dalêm Niyaga Jalêr kabêkta dhatêng.... Artinya: Kemudian abdi dalem Niyaga wanita mengeluarkan milik Raja Gamelan Kyai Gerah Kapat seperangkat, diterima abdi dalem Niyaga Pria dibawa menuju... Gambar 37: Penambahan tulisan halaman 6. (SGM baris ke-13) Berbunyi:...Sitinggil. kang ngrêmbat abdi dalêm ingkang inggil. Artinya: Sitinggil. Yang memanggul abdi dalem yang tinggi. Gambar 38: Penambahan tulisan halaman 7. (SGM baris ke-15). Berbunyi: agêm dalêm calana baludru cêmêng.. Artinya: pakaian Raja celana baludru hitam. Gambar 39: Penambahan tulisan halaman 7.

51 (SGM baris ke-8) Berbunyi: Sami kadhawahan dhateng Loji makêdhangi uninga miyos dalem Garêbêg, sarta.. Artinya: semua diperintahkan menuju Loji menyampaikan utusan keluarnya Garebeg, juga.. Gambar 40: Penambahan tulisan halaman 8. (SGM baris ke-2) Berbunyi: Tuwan Asistèn, Tuwan Kumêndhan.. Artinya: Tuan Asisten, Tuan Komandan.. Gambar 41: Penambahan tulisan halaman 8. (SGM baris ke-6). Berbunyi: sarêng dumugi ing Pangurakan.. Artinya: setelah sampai di Pangurakan. Gambar 42: Penambahan tulisan halaman 8. (SGM baris ke-6)

52 Berbunyi: kaurmatan ungêling gangsa ingkang wontên ing Wringin Sêngkêran. Artinya: dihormati bunyi gamelan yang berada di alun-alun. Gambar 43: Penambahan tulisan halaman 9. (SGM baris ke-5) Berbunyi: tumuntên abdi dalem Mantri Brajanala Tuwan Wisamarta, sajajaripun kiwa têngên sami anata kursi palênggahan ing Sitinggil utawi wontên ing surambi masjid Agêng, tumuntên abdi dalêm Wadana Kaparak sakaliwonipun utawi Wadana Lêbêt sêdaya sami angrumiyini dhatêng Sitinggil. Artinya: kemudian abdi dalem Mantri Brajanala Tuan Wisamarta, dan jajarannya kiri kanan, saling menata kursi duduk di Sitinggil atau di serambi Masjid Agung, kemudian abdi Dalem Wadana Kaparak Sakaliwon atau Wadana Lebet semua bersama mendahului menuju Sitinggil. Gambar 44: Penambahan tulisan halaman 9. (SGM baris ke-25)

53 Berbunyi: ingkang angodhe inggih sami andhèrèk anggarêbêg wontên wingking dalem. Ingkang ngampil kunca Dalêm Mas Rara Bariyah. Artinya: yang memberi aba-aba, semua ikut mengiring di belakang Raja. Yang membawa pinggiran kain jarik Raja Mas Rara Bariyah. Gambar 45: Penambahan tulisan halaman 10. (SGM baris ke-6) Berbunyi: Walandi Urdênas sakancanipun Artinya: Urdenas Belanda beserta kerabatnya. Gambar 46: Penambahan tulisan halaman 10. (SGM baris ke-17, 18) Berbunyi:...kurmat dhodhok...amêpêti margi... Artinya:...menghormat dengan jongkok...memenuhi jalan...

54 Gambar 47: Penambahan tulisan halaman 10. (SGM baris ke-18) Berbunyi: abdi dalêm Sahositi utawi Jajasara Sajasama anjageni inêb-ibêbipun Kori Brajanala, Kori Kamandhungan, miwah wonten ingkang jagi rumêksa ing pamagangan Sri Manganti kidul, Kori Sarasêja, Kori Gadhu Malathi Artinya: abdi Dalem Sahositi atau Jajasara Sajasama menjaga pintupintu kori Brajanala, Kori Kamandhungan, juga yang berjaga menunggu di pamagangan Sri Manganti sebelah selatan, Kori Saraseja, Kori Gadhu Malathi.. Gambar 48: Penambahan tulisan halaman 11. (SGM baris ke-1) Berbunyi: ingasta Dalêm ingkang Sinuhun. Artinya: tangan raja yang terhormat. Gambar 49: Penambahan tulisan halaman 11. (SGM baris ke-8)

55 Berbunyi: ingkang wontên ing Artinya: yang berada di. Gambar 50: Penambahan tulisan halaman 12. (SGM baris ke-14). Berbunyi: dragundêr Walandi marênca wontên wetan kidul utawi kilèn sami angliga sabêt. Artinya: para kerabat Belanda berpencar di sebelah timur selatan atau barat semua membawa pedang dan pecut. Gambar 51: Penambahan tulisan halaman 12. (SGM baris ke-15, 16) Berbunyi: sowan wontên ing Bangsal Pangapit... Sitinggil.. sarêng miyos Dalêm lajêng..turut sami.. Artinya: datang di Bangsal Pangapit...Sitinggil... bersama keluarnya Raja... ikut serta.

56 Gambar 52: Penambahan tulisan halaman 12. (SGM baris ke-19, 20) Berbunyi: sami angangge sapirantosipun tamèng botên... Abdi dalêm Prajurit Carangan nuntên têdhak dhatêng pagêlaran mêdal wetan Sitinggil, lajêng baris wontên Pagêlaran ingkang wetan majêng mangilèn. Ajêng-ajêngan kalih Prajurit Jayèng Astra. Artinya: semua memakai peralatan tameng / penangkis tidak... abdi dalem prajurit Carangan kemudian menuju di Pagelaran keluar melalui sebelah timur Sitinggil, kemudian baris di Pagelaran sebelah timur menghadap ke barat. Berhadap-hadapan dengan prajurit Jayeng Astra. Gambar 53: Penambahan halaman 13. (SGM baris ke-8) Berbunyi: undhak-undhakan Sitinggil

57 Artinya: tangga Sitinggil. Gambar 54: Penambahan halaman 13 (SGM baris ke-10) Berbunyi: Ingkang anuwak Mantri ngajêng, wêdalipun Kagungan Dalêm rêdi. Artinya: yang memanggul Mantri depan, keluarnya milik Raja yang berupa Gunungan. Gambar 55: Penambahan tulisan halaman 13. (SGM baris ke-12) Berbunyi: ingasta Dalêm ingkang Sinuhun ma.. Artinya: tangan Raja la.. Gambar 56: Penambahan tulisan halaman 13. (SGM baris ke-11)

58 Berbunyi: Lajêng kajagènan abdi dalêm Panèwu Kabayan Kaparak sajajaripun, sarêng Kagungan Dalêm rêdi ingkang mudhun Artinya: kemudian dijaga abdi dalem Panewu Kabayan Kaparak dan sejajarnya, bersama Gunungan milik Raja yang turun. Gambar 57: Penambahan tulisan halaman 13. (SGM baris ke-18, 19) Berbunyi: Nyai Balawong, Wa... Wadana Pulisi Artinya: Nyai Belawong, Wa... Wedana Pulisi. Gambar 58: Penambahan tulisan halaman 14. (SGM baris ke-18) Berbunyi: tumuntên Kagungan Dalêm Gangsa Kodhok Ngorèk kasuwuk kèndêl. Artinya: kemudian milik Raja gamelan Kodhok Ngorek dihentikan. Gambar 59: Penambahan tulisan halaman 14. (SGM baris ke-23)

59 Berbunyi: ingkang ngampil abdi dalêm Mantri Brajanala Wisamartha. Artinya: yang membawa abdi dalem Mantri Brajanala Wisamartha. Gambar 60: Penambahan tulisan halaman 16. (SGM baris ke-10) Berbunyi:..kang ngampil sabêt, kêtut, jêmparing, tamêng, senjata sama anggarêbêg ing wingking Dalêm. Artinya: yang membawa sabet, kebut, jemparing, tameng, sanjata semua mengiring di belakang Raja. Gambar 61: Penambahan tulisan halaman 16. (SGM baris ke-23) Berbunyi: abdi dalêm Gandè... Artinya: abdi dalem Gande.. Gambar 62: Penambahan penulisan halaman 17. (SGM baris ke-8)

60 Berbunyi:...dipati Angabehi saha para pangeran sêpuh.. Artinya:...dipati Angabehi juga para pangeran yang sudah tua. Gambar 63: Penambahan tulisan halaman 17. (SGM baris ke-24) Berbunyi: sami ajêng-ajêngan lèr lawan kidul. Artinya: saling berhadab-hadapan utara dan selatan. Gambar 64: Penambahan tulisan halaman 18. (SGM baris ke-5) Berbunyi: Pangulu Tapsir Anom, donganan ingsun anyaosakên..., Artinya: Penghulu Tapsir Anom, doa-doa saya yang memberikan... Gambar 65: Penambahan tulisan halaman 18 (SGM baris ke-16) Berbunyi: sesampunipun ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan anggantèn. Artinya: sesudahnya yang terhormat Kangjeng Susuhunan berganti.

61 Gambar 66: Penambahan tulisan halaman 18. (SGM bsris ke-23) Berbunyi: Tuwan Gubrênur Jendral,sarta para Rada Panikdiya Sawa. Artinya: Tuan Gubernur Jendral, serta para Rada Panikdiyasawa. Gambar 67: Penambahan tulisan halaman 19. (SGM baris ke-9) Berbunyi: Kabupatosan. Artinya: Kabupatenan. Gambar 68: Penambahan tulisan halaman 19.

62 (SGM baris ke-15) Berbunyi: Abdi dalêm Dumatos Lêbêt sami majêng soan wontên ing taratag Mandhapi, abdi dalêm Kaliwon Lêbêt sami soan wontên sangajênging Jambêt ingkang lèr, abdi dalêm Panyutra wontên ing palataran lèr kurut sami jèngkèng kalang tinangtang majêng mangalèr, tumuntên para Santana Panji Edèkan. Artinya: abdi dalem Bupati dalam bersama menuju di taratag pendapa, abdi dalem Kaliwon dalam saling menuju di depannya Jambet sebelah utara, abdi dalem Panyutra berada di palataran sebelah utara kurut bersama jongkok saling berhadapan menghadap ke-utara, kemudian para Sentana Panji Edekan. j. Bahan Naskah: k. Bahasa Naskah: Naskah SGM ini ditulis pada kertas eropa. Naskah ini ditulis dengan aksara Jawa, dan menggunakan bahasa Jawa baru dan bahasa serapan dari bahasa Belanda. l. Bentuk Teks: Naskah berbentuk prosa (gancaran). Terlihat dalam naskah terdapat penanda pergantian bab atau penomoran bab dalam setiap pergantian paragraf baru.

63 Gambar 69: Penomoran bab pada teks halaman 4. m. Umur Naskah: Berdasarkan katalog Nancy K. Florida yang berjudul Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A Preminary

64 Descriptive catalogus Level II, naskah ini dibuat dan selesai pada tahun 1847 di Surakarta. n. Identitas Pengarang/penyalin: Pengarang naskah SGM adalah Reksadipura berdasarkan katalog Nancy K. Florida: Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A Preminary Descriptive catalogus Level II. Keterangan identitas pengarang juga tertera pada tanda tangan di lembar pertama dan kedua. Gambar 70: Tanda tangan pengarang ( SGM halaman 1) Berbunyi: Reksadipura Gambar 71: Tanda tangan pengarang (SGM halaman 2) Berbunyi: Reksadipura o. Asal-Usul Naskah: Tidak ada keterangan mengenai asal-usul naskah, baik dalam teks SGM maupun dalam katalog Nancy K. Florida.

65 p. Fungsi Sosial Naskah: Naskah ini memiliki fungsi sosial dalam bidang pendidikan dan keagamaan. Fungsi sosial dalam bidang pendidikan yang pertama adalah kandungan naskah yang berisi tentang upacara Garebeg Mulud pada masa pemerintahan PB VII dapat dijadikan sebagai pembelajaran dan pengetahuan. Kedua, pelaksanaan Garebeg Mulud masa PB VII dapat dijadikan sebagai perbandingan dengan Garebeg Mulud di masa sekarang. Perbandingan yang dimaksudkan adalah pelaksanaan Garebeg Mulud pada masa sekarang masihkah sama atau terdapat perbedaan dengan pelaksanaan Garebeg Mulud pada masa Pemerintahan Pakubuwono VII seperti yang terdapat dalam naskah SGM. Dalam bidang keagamaan, kandungan naskah SGM dapat dijadikan untuk terus mengingat hari besar islam melalui upacara adat. Hari besar tersebut antara lain: Mulud, Puasa, Syawal. q. Ikhtisar teks/ cerita: Naskah Garebeg Mulud ini meceritakan tentang tatacara pelaksanaan Garebeg Mulud pada saat pemerintahan Pakubuwono VII, mulai dari pemindahan gamelan dari masjid agung menuju Sitinggil sebelah Utara, penanaman umbul-umbul, dan tempat peletakan Gunungan Dalem sebelum pelaksanaan hingga pada akhirnya Gunungan Dalem di bawa dan didoakan di Masjid Agung. Selain itu dalam naskah ini dijelaskan peran-peran abdi dalem beserta para punggawa keraton dalam persiapan hingga pada saat acara

66 Upacara Garebeg Mulud. Waktu pelaksanaan Upacara Garebeg Mulud dijelaskan di dalam naskah. 2. Kritik Teks Kritik teks merupakan kegiatan pengevaluasian, penelitian, dan penempatan teks yang benar ke dalam tempatnya, yang bertujuan untuk mendapatkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks aslinya atau bersih dari kesalahan (Siti Baroroh Baried et al., 1994: 61). Kegiatan kritik teks memerlukan kecermatan, ketelitian, dan kejujuran peneliti untuk mengungkapkan varian-varian yang terdapat di dalam teks. Peneliti harus memahami ejaan, pemenggalan kata, pemenggalan kalimat dan tanda baca dalam melakukan kegiatan ini, untuk mendapatkan teks yang benar dan bersih dari kesalahan namun tetap mengikuti kaidah penulisan aksara jawa yang berlaku. Kritik teks dilakukan pada naskah SGM karena ditemukan adanya varian-varian. Varian-varian yang ditemukan dalam naskah SGM dikelompokkan dalam : a. Ketidakkonsistenan dalam penulisan b. Lakuna, yaitu bagian yang terlampaui atau terlewati baik suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat. c. Adisi, yaitu kelebihan dalam sebuah suku kata, kata, kelompok kata, maupun kalimat. d. Hiperkorek, yaitu pergeseran ejaan karena lafal. Pengelompokan varian yang terdapat dalam naskah SGM disusun dalam bentuk tabel dengan disertai singkatan yang dimaksudkan untuk menjelaskan alasan pembenaran, singkatan tersebut adalah : No : Menjelaskan no urut varian

67 Hal Br : Menunjukkan halaman naskah : Menunjukkan baris teks dalam setiap halaman KT : Menjelaskan bahwa kelainan termasuk ke dalam jenis ketidakkonsistenan dalam penulisan L A H : Menerangkan bahwa kelainan masuk ke dalam jenis varian Lakuna : Menerangkan bahwa kelainan masuk ke dalam jenis varian Adisi : Menerangkan bahwa kelaianan masuk ke dalam jenis varian Hiperkorek # : Edisi teks berdasarkan pertimbangan linguistik * : Edisi teks berdasarkan interpretasi konteks isi dan pertimbangan linguistik. Berikut sajian daftar varian yang terdapat dalam naskah SGM : Tabel 1. Ketidakkonsistenan dalam penulisan No Hal/Br Varian Pembetulan 1 4/16 Bêlawong Blawong #KT 2 4/17 Bêlawong Blawong #KT 3 6/19 Soan Sowan #KT 4 6/22 Soan Sowan #KT 5 7/1 Soan Sowan #KT 6 7/9 Soan Sowan #KT 7 8/20 Risidhèn Rèsidhèn *KT 8 10/10 Risidhèn Rèsidhèn *KT 9 13/18 Bêlawong Blawong #KT 10 13/20 Bêlawong Blawong #KT

68 11 16/5 Risidhèn Rèsidhèn *KT 12 19/5 Soan Sowan #KT 13 19/5 Soan Sowan #KT Tabel 2. Hiperkorek No Hal/Br Varian Pembetulan 1 4/6 Adad Adat #H 2 4/9 Anyohanaken Anyowanaken #H 3 4/11 Anyohanaken Anyowanaken #H 4 7/15 Calana Clana #H 5 7/13 Kampuwan Kampuhan #H 6 8/10 Kairid Kairit #H 7 8/15 Kairid Kairit #H 8 8/16 Malebed Malebet #H 9 9/21 Gêndhewa Gandhewa #H 10 10/1 Ning Nèng #H 11 12/20 Gusthi Gusti #H 12 14/14 Kimawon Kemawon *H 13 16/14 Kapering Kaparing *H 14 16/22 Pênandhon Panandhon *H 15 18/12 Tuwit Tuwin #H 16 18/16 Kundur (menggunakan suku Kundur #H bukan talingtarung pada huruf Ka)

69 17 19/14 Kundur (menggunakan suku Kundur #H bukan talingtarung pada huruf Ka) 18 19/15 Dumatos Bupatos #H Tabel 3. Adisi No Hal/Br Varian Pembetulan 1 5/7 Paringgitan Pringgitan #A 2 7/2 Ngajêngn Ngajêng #A 3 13/4 Ingtuk Entuk *A 4 13/10 Mesantir Mesanti #A 5 14/17 Puningka Punika #A 6 18/19 Ambêgêsa Ambegsa #A Tabel 4. Lakuna No Hal/Br Varian Pembetulan 1 3/2 Kajeng Kangjeng #L 2 5/23 Dragundêr Drahgundêr *L 3 8/6 Dragundir Drahgundêr *L 4 8/12 Dragundir Drahgundêr *L 5 9/1 Maku Mangku #L 6 10/13 Dragundir Drahgundêr *L 7 10/17 Dragundir Drahgundêr *L 8 10/21 Pagènanipun Panggènanipun #L

70 9 12/14 Dragundêr Drahgundêr *L 10 13/8 Tarayê Tarayêm #L 11 13/12 Mugang Munggang #L 12 14/2 Upas Upêsir *L 13 17/16 Dragundir Drahgundêr *L 14 17/16 Ajagi Anjagi #*L 3. Suntingan Teks, Aparat Kritik dan Terjemahan Suntingan teks merupakan sajian data dalam bentuk aslinya atau mendekati aslinya yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti dari kritik teks yang telah dilakukan pada naskah. Sebagai pertanggungjawaban secara filologi, suntingan teks disertai kritik teks dan aparat kritik. Kritik teks merupakan kegiatan untuk merekonstruksi teks dengan melakukan pengkajian terhadap kandungan teks yang tersimpan di dalam naskah, bertujuan untuk mendapatkan teks yang paling benar dan bersih dari berbagai macam kesalahan. (Bani Sudardi, 2003: 55). Kritik teks berupa pemberian nomor kritik teks dan pembetulan berupa aparat kritik yang disajikan dalam bentuk catatan kaki (foot note). Aparat kritik berisi segala varian atau kelainan bacaan yang terdapat dalam naskah. Suntingan teks ini menggunakan metode standar. Metode standar lebih mudah dibaca karena pembaca dapat menemukan banyak informasi tentang teks dari penyunting (Bani Sudardi, 2003: 61). Pedoman atau tanda-tanda yang digunakan untuk mempermudah pembacaan dan pemahaman teks SGM, seperti berikut ini :

71 a. Huruf kapital berguna untuk menuliskan awal kalimat, nama Tuhan, nama raja, nama orang, nama tempat, panggilan untuk seorang raja, nama bulan, hari, dan tahun. b. Pemakaian angka Arab 1, 2, 3 dan seterusnya di sebelah kanan atas teks dipakai untuk menunjukkan bahwa teks itu terdapat varian. Varian yang ditunjukkan dibetulkan dengan edisi teksnya dibagian bawah halaman berupa catatan kaki (foot note). c. Penggunaan angka Arab dalam tanda kurung [1], [2], [3], dan seterusnya untuk menunjukkan pergantian halaman pada teks asli. d. Penggunaan Bab 1, Bab 2, Bab 3 dalam teks untuk menunjukkan bab dalam teks asli. e. Penanda ê pada kata dibaca seperti ê pada kata pênjara dalam bahasa Indonesia dan kata tumuntên dalam bahasa Jawa yang berarti kemudian. f. Penanda è pada kata dibaca seperti è pada kata lèrèng dalam bahasa Indonesia dan kata lèr dalam bahasa Jawa yang berarti utara. g. Penanda e pada kata dibaca seperti e pada kata tela dalam bahasa Indonesia dan kata enjing dalam bahasa Jawa yang berarti pagi. h. Penanda KT menerangkan bahwa teks termasuk ke dalam jenis varian ketidakkonsistenan. i. Penanda L menerangkan bahwa teks termasuk ke dalam jenis varian Lakuna j. Penanda A menerangkan bahwa teks termasuk ke dalam jenis varian Adisi.

72 k. Penanda H menerangkan bahwa teks termasuk ke dalam jenis varian Hiperkorek. l. Penanda # menerangkan edisi teks berdasarkan pertimbangan linguistik. m. Penanda _ menerangkan bahwa teks merupakan penambahan yang dilakukan oleh penulis. Berikut sajian suntingan teks SGM setelah mengalami tahapan dalam penelitian : Garêbêg Mulud PB VII 1. Buk wiyosan Kaprabon ing Garêbêg Mulud Dal. 2. Ing Garêbêg Mulud botên Dal 3. Ing Garêbêg Siyam 4. Ing Garêbêg Bêsar 5. Taun Baru 6. Pista Raja 7. Nanging Garêbêg têtiga, Mulud ingkang botên panuju ing taun Dal, utawi Garêbêg Siyam, Garêbêg Bêsar, Garêbêg têtiga wau dados satunggal kemawon, sabab pakurmatanipun tuwin samukawisipun sami botên wontên sanèsipun, amung Garêbêg Mulud taun Dal punika ingkang sanès [2]. Punika buk miyos Dalêm Kaprabon, kala Panjênêngan Dalêm Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana Kaping VII, 1. Ing Garêbêg Mulud nuju ing taun Dal 2. Ing Garêbêg Mulud nuju botên taun Dal

73 3. Ing Garêbêg Siyam 4. Ing Garêbêg Bêsar 5. Miyos Dalêm Pista Raja, Taun Baru, pundhutan Dalêm kala ing taun Be angka : 1776 [3]. Punika pratelanipun miyos Dalêm Kaprabon, Garêbêg Mulud ing taun Dal, kala Panjênêngan Dalêm ingkang Sinuhun Kajêng 1 Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Alaga Ngabdurrakman Sayidin Panatagama ingkang kaping pitu, kumêndur saking Bintang Leyo ing Nèdêrlan, ing ngandhap punika pratelanipun. Bab kaping 1 Ing dintên Sênèn Pon tanggal kaping 12, wulan Rabingulawal ing taun Dal angkaning warsa 1775, awit ing wanci pukul sêkawan enjing, Kagungan Dalêm gangsa Kodhok Ngorèk Kadospatèn mungêl wontên ing Sitinggil Bangsal ingkang wetan. Tumuntên para bêndara para wêdana sami ngungêlakên gangsanipun. Abdi dalêm prajurit sami apèl, abdi dalêm Galadhag ngêdhunakên Kagungan Dalêm rêdi dhatêng ing magangan, ngandhap Lo. Tumuntên Kagungan Dalêm gangsa sakatèn kausung saking Masjid Agêng katata wontên taratag Sitinggil ingkang lèr. Bab kaping 2 Ing wanci pukul pitu enjing, abdi dalêm anon-anon sêdaya, sami nanêm Kagungan Dalêm umbul-umbul, daludag, lalajêng gêndhis kalapa, saêlèripun mariyêm sakidulipun Waringin Sêngkêran. Sipat wantilan. Bab kaping 3 1 Kangjeng #L

74 Ing wanci pukul sêtêngah wolu, Nyai Tumênggung sêkawan sakancanipun èstri, ngusung Kagungan Dalêm rêdi, kausung tiyang èstri dhatêng Sri Manganti lèr, katampèn abdi dalêm Ngajêng, lajêng kabêkta sajawining Kori Kamandhungan. Kaprênahakên ing Pangrantunan kang wetan, mujur mangetan, lajêng dipunkampuhi gêndhis kalapa, kasamiran sinjang jênê. Bab kaping 4 [4] Tumuntên abdi dalêm Priyantaka Kaliwon sajajaripun ambêkta upacara Dalêm mêdal dhatêng ing Pagêlaran sakidul Bangsal Pangrawit, katata sawetan kilèn margi lan songsong agung sêkawan, ingkang agêng gêndhis kalapa sarakit, ingkang alit mayang mêkar sarakit. Bab kaping 5 Tumuntên abdi dalêm sami nanêm umbul-umbul lalajêngipun piyambakpiyambak, wontên ing panggènanipun adad 2 sabên. Bab kaping 6 Tumuntên abdi dalêm Sarati anyohanakên 3 Kagungan Dalêm Dipongga kêkalih wontên wetan utawi kilèn, abdi dalêm Kusir Walandi kêkalih anyohanakên 4 Kagungan Dalêm kareta wontên ing Parètan wetan utawi kilèn. Bab kaping 7 Tumuntên abdi dalêm Radèn Ngabèhi Wirakusuma, Mas Ngabèhi Rêsaniti, Kyai Jimat Amad Dalêm, Kyai Ajar Saloka sakancanipun Juru Suranata, miyosakên Kagungan Dalêm panjang pusaka Nyai Bêlawong 5 saking 2 Adat #H 3 Anyowanaken #H 4 Anyowanaken #H 5 Blawong #KT

75 Gandarasan, saputra wayahipun, ingkang ngrêmbat Nyai Bêlawong 6 wau, kunci ing Kitha Agêng, ingkang nongsong pradikan ing Sela, ingkang ngrêmbat putra wayah, kunci ing Imagiri, ingkang nongsong kunci ing Nitikan ing Giri Laya, kunci ing Langkungan, angrêmbat panjang andhan-andhan, sami kabêkta mêdal dhatêng Bangsal Sri Manganti ingkang kilèn. Bab kaping 8 Lajêng abdi dalêm Radèn Ngabèi Suranagara, Radèn Ngabèi Tohpati, amêdalakên agêm dalêm titihan. Pandêngan kakalih, ingkang satunggil dipun agêmi kambil watangan, baludru abrit prabot mas, èbèg pêthak adêg-adêg cêmêng ciri suwiring, ingkang satunggil kaambilan cukêl raja, sami baludru abrit..., kasongsongan jêne atal, kaapit-apit waos kawan, sarta kaurung-urung abdi dalêm Dêmang bêkêl ing Bai, abdi dalêm mantri Gamêl mantri Panêgar sajajaripun, sami andhèrèkakên wontên sawingkinging titihan, sami angampil camêthi utawi carak kaliyan kanthil pirantosan nitih, sangajênging titihan kajajaran gêlodhog kêkalih, wadhah krakab akaliyan dhalung ingkang ngrêmbat sami sikêp ing baki, wêdalipu-[5]n titihan Dalêm dhatêng Pagêlaran, wonten sawetanipun Bangsal Pangrawit. Bab kaping 9 Wanci jam 8 abdi dalêm prajurit sêdaya sami lumêbêt, ingkang dados pangajêng prajurit Tamtama, anuntên prajurit Miji Pinilih, anuntên prajurit Jayèng Astra, anuntên prajurit Carangan, dumuginipun ing palataran lajêng 6 Blawong #KT

76 kèndêl baris, prajurit Tamtama baris wontên salèripun ing Paringgitan 7, prajurit Miji Pinilih baris wontên sakidulipun panggung Sangga Buwana, prajurit Jayèng Astra baris wontên sawètanipun ing Pandhapi, prajurit Carangan baris wontên sawetanipun ing pandhapi ijêm, sêdaya wau lajêng sami amêndhêt satandaripun piyambak-piyambak. Bab kaping 10 Abdi dalèm prajurit Jayantaka lumêbêt lajêng dhatêng ing Wringin Sêngkêran, nuntên prajurit Jagêr Rajêg Wêsi, nuntên prajurit Anir Wèsthi, nuntên prajurit Anir Pringga, nuntên prajurit Anirmala, nuntên prajurit Anirwikara, nuntên prajurit Singgan, nuntên prajurit Jawahan, nuntên prajurit Jagapura, nuntên Prajurit Jagapraja, nuntên Prajurit Satabêl. Bab kaping 11 Tumuntên wêdalipun abdi dalêm prajurit lêbêt, ingkang rumiyin prajurit Jayèng Astra, lajêng baris wontên lèr Kamandhungan, nuntên prajurit Carangan lajêng baris wontên Sri Manganti ingkang wetan, nuntên wêdalipun abdi dalêm prajurit Tamtama, kasundhulan abdi dalêm Tanjidur, lajêng prajurit Miji Pinilih, nuntên prajurit Jayèng Astra dhatêng Sitinggil, baris wontên Taratag kilèn majêng mangetan, prajurit Carangan dhatêng Kamandhungan baris wontên wetan, lajêng ngajêngan kalayan Walandi dragundêr 8, lajêng prajurit Tamtama baris wontên ing Sri Manganti ingkang wetan, prajurit Miji Pinilih ingkang kilèn- [6] tanjidur wontên sakidulipun prajurit Miji Pinilih. Bab kaping 12 7 Pringgitan #A 8 Drahgundêr *L

77 Abdi dalêm prajurit Saragêni baris wontên sangandhapipun undhakundhakan Sitinggil, sawêdalipun prajurit lêbêt, prajurit Sarageni wau lajêng ngrumiyini, baris wontên sakidulipun Wringin Sêngkêran kiwa têngên, wondene abdi dalêm prajurit Jayantaka baris wontên ing Pagêlaran, sawetanipun ing margi, para prajurit sami baris, sisiyungan wontên ing Wringin Sêngkêran. Bab kaping 13 Tumuntên wêdalipun Kagungan Dalêm upacara ing Kadospatèn, dhatêng ing Kamandhungan, kaampil abdi dalêm Panèwu Mantri ing Kadospatèn. Lajeng abdi dalêm Niyaga estri mêdalakên Kagungan Dalêm gangsa Kyai Gêrah Kapat sapanunggalipun, katampan abdi dalêm Niyaga jalêr kabêkta dhatêng Sitinggil, ingkang ngrêmbat abdi dalêm ingkang inggil. Bab kaping 14 Tumuntên Radèn Adipati Sasradiningrat utawi Wadana Kaliwon Panèwu Mantri, sami sowan ing Pagêlaran, Wadana Gêdhong Kaparak kalayan Kaliwon Panèwu Mantri sapanunggilanipun abdi dalêm Lêbêt sami sowan ing Sri Manganti, Wadana Galadhag, Wadana pulisi, Tamping pamaosan, sakaliwon panèwu Mantrinipun, sami soan 9 wontên ing Brajanala, badhe anampani wêdalipun ing Parêdèn. Bab kaping 15 Tumuntên para Bêndara, pangeran sêpuh anèm sami soan 10 wontên ing ngandhap Jambêt ingkang lèr majêng mangidul, abdi dalêm Sêntana Panji Edhêkan, sami sowan wontên ing ngandhap sawo sawetaning taratag ingkang lèr 9 Sowan #KT 10 Sowan #KT

78 majêng mangilèn, abdi dalêm Urdênas Lurah ing Panakawan, utawi abdi dalêm Carik, Siti, Mêrji, sami-[7] soan 11 ngandhap jambêt sakidul panggung, abdi dalêm Panakawan sami sowan wontên ngajêngn 12 gêdhongipun piyambakpiyambak, abdi dalêm Banjar Andhap jalèr, sami sowan lêrês salèripun palênggahan Dalêm, ngandhapipun ing jambêt. Bab kaping 16 Ing wanci jam sêtêngah 10 abdi dalêm Nyai Tumênggung kakalih mêdal andhawahakên timbalan Dalêm, dhatêng Radèn Mas Riya Purwadiningrat, kalih Radèn Mas Riya Jayadiningrat, sami kadhawahan dhatêng Loji makêdhangi uninga miyos Dalêm garêbêg, sarta nimbali ingkang bapa kangjêng Tuwan Rèsidhèn, soan 13 lumêbêt ing Karaton. Bab kaping 17 Ing wanci jam sêdasa, ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan miyos têdhak ing Mandhapi Agêng, lênggah ing dhampar, suku mas majêng mangalèr, lêlèmèk baludru abrit rinenda bara, agêm agêman dalêm Kaprabon kampuwan 14 kuluk biru nèm, agêm dalêm rasukan baludru cêmêng, angagêm bintang kaprabon, paningsêt pathola cêmêng, agêm dalêm calana 15 baludru cêmêng, rinenda Mas sinilih-asih, ngagêm canela tinarètès ing sêla byur, para èstri angampil-ampil upacara dalêm kaprabon, sami alênggah wontên adatipun ingkang sampun kalampahan. Bab kaping 18 11 Sowan #KT 12 Ngajêng #A 13 Sowan #KT 14 Kampuhan #H 15 Clana #H

79 Kangjêng Pangeran Adipati Angabèhi, Kangjêng Pangeran Hariya Adinagara, Kangjêng Pangeran Hariya Natapura, Kangjêng Pangeran Hariya Natakusuma, sami majêng sowan dhatêng ing Pandhapi, lenggah wontên kursi majêng mangetan, para Pangeran rayi Dalêm putra Dalêm Santana Dalêm, lênggah wontên ingkang kilèn majêng mangetan.[8] Bab kaping 19 Ing wanci sêtêngah sawêlas, Kangjêng Tuwan Rèsidhèn sowan lumêbêt dhatêng karaton, Tuwan Asistèn Tuwan Kumêndan sarta ngirid para Tuwan Tuwan Mayor, Upêsir Walandi mardika sêdaya, utawi Kangjêng Pangèran Adipati Hariya Mangku Nagara sasêntananipun, sami numpak kareta, kajajaran ing Walandi dragundir 16 wolu sarêng dumugi ing pangurakan, kaurmatan ungêling gangsa ingkang wonten ing Wringin Sêngkêran, sarêng dumugi ing wringin sêngkeran, lajêng kaurmatan tambur marêsing prajurit ingkang wontên ing wringin Sêngkêran, sarêng dumugi taratag Pagêlaran, Tuwan Rèsidhèn mudhun saking kareta, lajêng lumampah minggah dhatêng Sitinggil, kairid 17 Wadana Kaparak Kakalih, sarêng dumugi Sitinggil kaurmatan tambur marêsing prajurit Jayèng Astra, sarêng dumugi Kori Brajanala, kaurmatan tambur marêsing prajurit Carangan dragundir 18, sarêng dumugi Kamandhungan, kaurmatan tambur marêsing prajurit Prawira Tamtama lan Miji Pinilih, miwah tanjidhur. Sarêng dumugi Sri Manganti kapêthuk Nyai Tumênggung kakalih sami tatabeyan, lajêng kairid 19 malêbêd 20 dhatêng pandhapi, sarêng dumugi tritising Sri Manganti, Kangjêng Tuwan rèsidhèn utawi para Tuwan Tuwan sami kurmat 16 Drahgundêr *L 17 Kairit #H 18 Drahgundêr *L 19 Kairit #H 20 Malebet #H

80 bikak topi, sarêng dumugi ngandhap sawo, songsongipun Kangjêng Tuwan Rèsidhèn mingkup katampènan abdi dalêm Kaparak Estri, sarêng Kangjêng Tuwan Risidhèn 21 dumugi tritising Pandhapi Agêng, ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan urmat jumênêng, lajêng tatabèyan kaliyan Kangjêng Tuwan Rèsidhèn, utawi Tuwan Kumêndan, Tuwan Asistèn, para Upêsir, utawi para Tuwan Tuwan mardika sami urmat manthuk wontên ing Ngarsa Dalêm, lajêng mire mangètan. Tuwan Rèsidhèn lajêng lênggah ing kursi sakiwa Dalêm majêng manga- [9]lèr, Kangjêng Pangeran Adipati Hariya Maku 22 Nagara, Tuwan Kumêndhan Tuwan Asistèn, sarta para Tuwan Tuwan, lênggah ing kursi majêng mangilèn, tumuntên Lurah Urdênas Walandi anyaosakên dhahar gantos masakan, lajêng kaidêrakên para Tuwan Tuwan sêdaya. Bab kaping 20 Tumuntên abdi dalêm Mantri Brajanala Tuwan Wisamarta sajajaripun kiwa têngên, sami anata kursi palênggahan ing Sitinggil utawi wonten ing surambi Masjid Agung, tumunten abdi dalem Wadana Kaparak Sakaliwon utawi Wadana Lêbêt sêdaya sami angrumiyini dhateng Sitinggil. Tumuntên prajurit Jayèng Astra, kang wontên ing Sitinggil mêdhun dhatêng Pagêlaran, tumuntên prajurit Prawira Tamtama, mêdal ngrumiyini dhatêng Sitinggil, lajêng prajurit Panyutra mêdal dhatêng Sri Manganti lèr, lajêng sawêrnining Panakawan Anjajari wontên ing ngajêng, lajêng upacara Kadospatèn mêdal wonten ing ngajêng ingkang Sinuhun, Kangjeng Susuhunan Jumênêng têdhak kêkanthèn kalih Kangjêng Tuwan Rèsidhèn, kasongsongan gilap byur, Tuwan asistèn kanthèn kalih Kangjêng Pangèran Adipati Angabèhi, 21 Rèsidhen *KT 22 Mangku #L

81 para Pangèran, rayi Dalêm, Putra Dalêm, Santana Dalêm sami anjajari wontên ing ngajêng, jajar sêkawan sêkawan, angajênging para Pangèran kalangênan Dalêm, biya damang gung kêtanggung bêdhaya sarimpi, sami angampil upacara Dalêm kaprabon, banyak-dhalang, sawunggaling, kidang mas, ardawalika, kacu silih asih, kuthuk lantaran, rotan. Sami anjajar sêkawan sêkawan sawingking Dalêm. Para Bendara, Gusti estri sami ngampil-ampil agêm dalêm cêmpuri, dhampar, gandhèk, pengunjukan, bokor pawijikan, kandhaga alit, lante, kêbut badhak, kêbut jawata, pêdhang, tamèng, jêmparing, gêndhewa 23 saèndhèngipun, agêm dalêm waos kêkalih wontên têngên Dalêm, agêm dalêm sanjata kêkalih, saprabotipun wonten ing kiwa Dalêm, tuwin para èstri ingkang angodhe inggih sami andhèrèk anggarebek wontên wingking Dalêm. Ingkang ngampil kunca dalem Mas Rara Bariyah. Bab kaping 21-[10]. Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan têdhak miyos dumuginipun ning 24 Sri Manganti, lajêng Emban Estri utawi Sêntana, Riya Panji, Mayor prajurit Urdênas, sami anjajari wontên kanan kering Dalêm, sangajêngipun Urdênas, Prajurit Panyutra. Ingkang sami anjajari wontên ing têngah sawingkingipun upacara ing Kadospatèn, abdi dalêm Banjar Andhap, Bucutul Kêcêbol Jenggot, anuntên lomprèt Walandi kakalih, anunten Walandi Urdenas sakancanipun, anuntên Putra ingkang taksih timur-timur, anuntên abdi dalêm Manggung, anuntên Banjar Andhap èstri, anuntên para Pangeran sêdaya, ingkang amungkasi 23 Gandhewa #H 24 Neng #H

82 Kangjêng Pangèran Adipati Angabèhi, kêkanthèn kalayan Tuwan asistèn Risidhèn 25. Bab kaping 22 Miyos Dalêm saking Sri Manganthi mungêl kurmat prajurit Miji Pinilih, lajêng dhèrèk wontên sawingking Dalêm, prajurit Carangan prajurit dragundir 26 sami kurmat ngunggêlakên tambur utawi salompretipun. Abdi dalêm Suranata, Gêdhong Panandhon karajanitèn Kraton sowan wontên Pangrantunan ingkang kilèn. Wadana Galadhag Wadana Pulisi Sakaliwon panèwu mantrinipun kurmat dhodhok ngapurancang salèripun baris dragundir 27. Abdi dalêm Kaparak sami jagi amêpêti margi salêripun Brajanala abdi dalem Sahositi utawi Jajasara Sajasama anjageni inêb-inebipun Kori Brajanala, Kori Kamandhungan miwah wontên ingkang jagi rumeksa ing Pamagangan, Sri Manganti kidul, Kori Saraseja, Kori Gadhu Malathi. Lajêng ingkang Sri Nuhun Kangjeng Susuhunan, dumugi wontên ing Bêcira, abdi dalêm ingkang sami ngurung-urung wau sami mapan angrumiyini wontên pagènanipun 28 piyambak-piyambak. Abdi dalêm prajurit Panyutra sami jèngkèng kalang-tinangtang wontên kiwa têngênipun bangsal witana, ingkang Sinuhun lajêng têdhak wontên bangsal Manguntur. Bab kaping 23 Lurah Niyaga sami anyadhang ing dhawah Dalêm, ungelipun Kagungan Dalêm mung-[11]gang sarêng ka-awe ingasta Dalêm ingkang Sinuhun lajêng munggêl Kagungan Dalêm gangsa munggêng panjênêngan Dalêm Raka Sinuhun lajêng lênggah, ingkang ngadêp wontên ing ngarsa Dalêm abdi dalêm Wadana 25 Residhen *KT 26 Drahgundêr *L 27 Drahgundêr *L 28 Panggènanipun #L

83 Kaparak Kiwa Têngên, abdi dalêm Kaliwon, Kaparak Kaliwon, Anthèk, Sapanêwu mantrinipun, sami sowan wontên sawingkingipun Wadana Kaparak. ingkang sami lênggah wontên ing kursi wetan majêng mangilèn, Ingkang kidul Kangjêng Pangeran Adipati Angabèhi, kaliyan para Bêndara Pangeran ingkang sêpuh, Kasambêtan para Tuwan Tuwan sapangalèr, ingkang wonten ing kursi kilèn, ingkang kidul Kangjêng Pangeran Adipati Harya Mangku Nagara, Tuwan Kumêndhan Tuwan Asisten, Mayor Upêsir utawa Sêntana ing Mangkunagaran ambanjêng sapangalèr. Para pangeran rayi Dalêm putra Dalêm, sami lênggah ing ngandhap, wonten ing ngarsa Dalêm sawetaning undhak-undhakan. Abdi dalêm Pangeran Sêntana, para Riya lênggah wontên ing ngandhap wetaning ing Manguntur, mujur mangalèr. Ing wingking upacantên Kadospatèn, Sakaliwon Panêwu Mantri, Miji Kanêman sami ngampil-ampil wontên ngandhap Taratag sawetaning Manguntur, kasambêtan abdi dalêm Urdênas Lurah, Panakawan kasêpuhan. Lajêng kasambêtan Urdênas Lurah Panakawan ing Kadospatèn, sangandaping taratag sakilèning Manguntur. Abdi dalêm Suranata Carik juru, salèripun abdi dalêm Mayor Prajurit ingkang sami botên anindhihi baris utawi Kaliwon Karaton Kaliwon Panandhon. Salèripun malih abdi dalêm Wanèngan. Abdi dalêm Jajar Gandhèk sami sowan wontên têpining taratag ingkang lèr majêng mangidul. Sinambêtan abdi dalêm Kabayan Kaparak, ing sangandhap taritisipun ing tarata-[12]g ingkang wetan, barising prajurit Tamtama mujur mangidul majêng mangilèn, sakidulipun prajurit Tamtama abdi dalêm Sêntana Panji Edhèkan majêng mangilèn mujur mangidul. Tumuntên Wadana Gêdhong kakalih, ingkang badhe anampani ing dhawah Dalêm. Anuntên abdi dalêm Emban ing Kadospatèn, sarta Mantri Ngawin Panandhon, sami ngadhêp

84 upacantên ing Kadospatèn. Kêndhaga pangunjukan songsong sungsun, abdi dalêm Krajanitèn abdi dalêm Kêbondharat Niti Girji, sami sowan salèring warana mujur mangetan majêng mangalèr, abdi dalêm Karaton Panandhon, sami sowan wontên sakilèning witana majêng mangètan, anuntên abdi dalêm Tanjidhur, lan urdênas salomprèt anuntên abdi dalêm prajurit Miji Pinilih, mujur mangalèr majêng mangetan, lajêng kasambêtan Gandhèk saha Kabayan Kiwa, sowan wontên têpining taratag, ingkang lèr majêng mangidul, dragundêr 29 Walandi marenca wontên wetan kidul utawi kilèn sami angliga sabet. Ingkang sowan wontên ing Bangsal Pangapit sangandhaping undhak undhakan Sitinggil. Abdi dalêm Marta Lulut, Singa Nagara, sarêng miyos Dalêm lajêng wontên sakiwa têngênipun ing margi,turut sami majêng mangalèr, abdi dalêm Kanêman, abdi dalêm Sangkra Gyana Anirbaya, Anirbita, Miji Tanu Astra, sami sowan wontên sajawining Pancak Suji sakilèning Bangsal Pangrawit mujur mangetan mangilèn majêng ngalèr. Sami angangge sapirantosipun tameng botên... Abdi dalêm Para Gusthi 30 sami marak wontên ing wingking Dalêm, abdi dalêm Prajurit Carangan nuntên têdhak dhatêng pagêlaran mêdal wetan Sitinggil, lajêng baris wontên Pagêlaran ingkang wetan majêng mangilèn, ajêng-ajêngan kalih Prajurit Jayèng Astra. Bab Kaping 24 Tumuntên ingkang Sinuhun ngawe dhatêng Wadana Gêdhong, lajêng Wadana Gêdhong andhawahakên wêdalipun Kagungan Dalêm rêdi, sarêng kaliyan ajêngipun abdi dalêm Panêwu Gêdhong kakalih, sami majêng ing ngarsa Dalêm, ingkang satunggal angampil kênap a-[13]lit, ingkang satunggal angampil 29 Drahgundêr *L 30 Gusti #H

85 tuk wadhah gantèn masak. Sarêng dumuginipun ing ngarsa Dalêm, lampahipun amêndhapan anuti ramanipun ing munggang, lajêng kênap kang sèlèhakên ing ngarsa Dalêm, katumpangan ingtuk 31 gantèn wadhah masakan wau, sinasaban baludru abrit, binalodir rinenda bara. Bab kaping 25 Anuntên Kagungan Dalêm rêdi kawêdalakên, mêdal kontên tarayê 32 undhak-undhak Sitinggil ingkang kilèn, mawi kajajaran Mantri Rêdi Dhusun, Mantri Tamping, Mantri Gêdhong, utawi Jajar Gêdhong sapanêwu kaliwonipun sêdaya, ingkang anuwak mantri ngajêng wêdalipun Kagungan Dalêm rêdi mawi kaurmatan prajurit, sami mesantir 33, êdunipun Kagungan Dalêm rêdi lajêng kajagènan abdi dalêm Panèwu Kabayan Kaparak sajajaripun, sarêng Kagungan Dalêm rêdi ingkang mudhun sawèk angsal kêkalih, nuntên Kagungan Dalêm gongsa mugang 34 kasuwuk kèndêl. Anuntên ka-awe ingasta Dalêm ingkang Sinuhun, malih abdi dalêm niyaga lajêng andhawahakên ungelipun Kagungan Dalêm gongsa kodhok ngorèk lajêng mungêl. Satêlasipun Kagungan Dalêm rêdi anuntên ancak saradan, nuntên Nyai Blawong karêmbat Juru Kunci kajajaran pradikan, ingkang dhèrèkakên lurah Juru Kunci Lurah, Juru Lurah Suranata, kasongsongan jênê atal. Sawingkingipun Nyai Balawong 35, Wadana Gêdhong Galadhag Raja Nitèn, Wadana Pulisi nuntên Kagungan Dalêm Sakati mungêl. Lajêng kabekta lumampah mêdhun wontên sawingkingipun Nyai Bêlawong 36, 31 Entuk #*A 32 Tarayem #L 33 Mesanti : sarèh, têntrêm, rahayu #A 34 Munggang #L 35 Blawong #KT 36 Blawong #KT

86 sarêng dumuginipun Bangsal Pangrawit Sakati gêndhingipun minggah gêndhing rambu. Bab kaping 26 Tumuntên Urdênas Walandi ing Residhènan andhum sêrat kundhisen dhatêng para Tuwan Tuwan ingkang kalêrês angsal, lajêng Kagungan Dalêm rêdi ingkang mudhun [14] abdi dalêm Lurah Urdênas Walandi nyaosakên larih pakurmatan, ingkang ngidêrakên larih ngandhap, Urdênas Walandi utawi upas 37 ing Rèsidhênan. Punika lajêng Kangjêng Tuan Residhèn angundhisêkaken wilujengipun Garêbêg Mulud ing Taun Dal, kaurmatan ungêlipun Tanjidhur, lajêng prajurit Tamtama mingsêr barisipun mujur mangetan majêng mangalèr, prajurit miji pinilih mingsêr barisipun mujur mangilèn majêng mangalèr, tumuntên Tamtama madrêl, kasauran drel Miji Pinilih, tumuntên kasauran mariyêm Agêng Kyai Kumba Kinumba, Tamtama, Miji Pinilih rambah kaping tiga, satêlasipun kasauran mariyêm alit, tumuntên drelipun prajurit Jayèng Astra, kalayan Jayantaka rambah kaping nêm, kasauran mariyêm alit kemawon. Abdi dalêm prajurit Kawandasa Cêmêng sapanunggilanipun prajurit Kawandasa Abrit sapanunggilanipun, sami drel rambah kaping nêm. Kasauran mariyêm alit kimawon 38. Abdi dalêm prajurit Saragêni, prajurit Rajêg Wêsi, sami drel rambah kaping nêm, kasauran mariyêm alit malih, satêlasipun ing drel sêdaya puningka 39, kasauran mariyêm agêng Kyai Aswani Kumba. Tumuntên Kagungan Dalêm gangsa kodhok ngorèk kasuwuk kèndêl. 37 Upêsir #*L 38 Kemawon *H 39 Punika #A Bab kaping 27

87 Sakèndêlipun para urmatan wau sêdaya, kangjêng Radèn Adipati sakancanipun Wadana Jawi, sami angrumiyini dhatêng ing Masjid. Lajêng abdi dalêm Kaliwon Kaparak Kiwa ngrumiyini, andhèrèkakên palênggahan Dalêm dhampar ingkang suku pêthakan dhatêng ing Masjid Agêng. Ingkang ngampil abdi dalêm Mantri Brajanala Wisamartha, lajêng Wadana Kaparak kêkalih sakancanipun Kaliwon Panêwu Mantri, majêng anampani upacara Dalêm, ingkang ngampi-[15]l agêm dalêm waos abdi dalêm mantri Priyantaka kêkalih sajajaripun, ingkang ngampil agêm dalêm pakêcowan abdi dalêm kaliwon kaparak têngên, banyak dhalang sawung galing, harda walika kidang mas, kuthuk lantaran, kacu silih asih rotan, punika ingkang ngampil abdi dalêm Gandhèk Mantri Anèm. Agêm dalêm cêpuri ingkang ngampil abdi dalêm Mantri Pinilih, agêm dalêm gandhèk ingkang ngampil abdi dalêm mantri Gandhèk, agêm dalêm pangunjukan ingkang ngampil abdi dalêm mantri Gêdhong, agêm dalêm pangunjukan ingkang ngampil abdi dalêm Pangungrungan, agêm dalêm kandhaga alit ingkang ngampil abdi dalêm Suranata, agêm dalêm Kêbut Badhak Kêbut jawata ingkang ngampil abdi dalêm Manti Nirbaya, agêm dalêm palênggahan lante ingkang ngampil abdi dalêm mantri Brajanala, agêm dalêm sabêt ingkang ngampil abdi dalêm mantri Kaparak Têngên, agêm dalêm tamèng ingkang ngampil abdi dalêm mantri Kaparak Kiwa, agêm dalêm jêmparing gandhewa ingkang ngampil abdi dalêm mantri Nyutra, agêm dalêm sanjata kêkalih saprabotipun ingkang ngampil abdi dalêm mantri Saragêni. Bab kaping 28

88 Anuntên lampahing abdi dalêm, ingkang rumiyin prajurit Saragêni, anuntên Priyantaka Kasêpuhan, anuntên Priyantaka Kadospatèn, tumuntên titihan Dalêm, kapal kêkalih sami kasongsongan jêne, anuntên prajurit Jayèng Astra, nuntên prajurit Jayantaka, nuntên prajurit Kawandasa Cêmêng, Kawandasa Abrit, prajurit Jagêr Rajêgwêsi. Sami jèjèr turut margi, nuntên prajurit Tamtama, nuntên Kanèma-[16]n Kadospatèn sami ambêkta ampilan, anuntên Gandhèk Mantri Anèm, ingkang sami ngampil-ampil. Nuntên Panyutra, Panakawan Kalawija, Bucu Banjar Andhap, Lurah Urdênas, Mayor para Putra Sêntana Panji, anuntên ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan têdhak kanthèn kaliyan Kangjêng Tuwan Risidhèn 40, kangjêng pangeran Adipati Angabèhi kanthèn kalih Tuwan Asistèn, para Pangeran tuwin para Sêntana Timur, sami jajari ing ngarsa Dalêm, ingkang ngampil kanca Radèn Mas Riya Jaya Diningrat, ingkang ngampil pakêcowan Radèn Ngabèhi Purwadipura, ingkang nongsong mantri Kaparak, ingkang ngampil sabêt, ketut, jêmparing, tamèng, sanjata, sami anggarêbêg ing wingking Dalêm sisih ingkang wetan Bêndara Pangèran Arya Adinagara, Radèn Mas Riya Diningrat, wontên têngên Dalêm kapering 41 wingking, ingkang sisih kilèn wingkingipun Tuwan Residhèn. Para Tuwan Tuwan, kaurmatan gongsa munggang salomprat tambur marês, tuwin Tanjidhur ingkang jajari kanan kering Dalêm Nyangkra Gyana, Jagapura, Singa Nagara, Mêrta Lulut, Anir Baya, Anir Bita, sami sikêp pêdhang tamèng towok. Wingking Dalêm prajurit Miji Pinilih, para Gusthi, abdi dalêm èstri, manggung badhaya wau sami kantun wontên ing Sitinggil, Suranata Kraton 40 Residhèn *KT 41 Kaparing *H

89 Pênandhon 42, botên darat sami wontên tritis Bangsal Witana. Abdi dalêm Gandhêk amêpêti kori Sitinggil ingkang lèr, panêwu mantri Rajanitèn sakancanipun tuwin Niti sami [17] mèpèti margi Sitinggil kang kidul. Bab kaping 29 Rawuh Dalêm ing Masjid Agêng, ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan pinarak lênggah ing dhampar suku pêthakan. Wontên ing kobong têngah surambi, majêng mangetan, Tuwan Residèn lênggah ing kursi kiwa Dalêm. Nunggil sakobong, Kangjêng Pangeran Adipati Hariya Mangku Nagara, Sarta para Tuwan Tuwan, lênggah kursi jèjèr mangalèr majêng mangetan, Kangjêng Pangeran Adipati Angabèhi saha Pangêran Sepuh lênggah kursi wontên kidul majêng mangetan. Ampilan dalêm waos tuwin Kaprabon wau wontên pêngkêran Dalêm, tuwin wontên sakiduling palênggahan. Para Pangeran Putra Santana sami lênggah ngandhap kanan kering ngarsa Dalêm, Radèn Adipati Sastra Diningrat sakancanipun. Wadana Jawi lêbêt sami wontên ing ngarsa Dalêm, êlèripun Radèn Adipati Mas Pêngulu Têpsir Anom sakancanipun, Kêtip ngulami sami wontên ingkang lèr, Walandi dragundir 43 ajagi 44 ing ngarsa Dalêm, ngandhap undhak-undhakan kêkalih ngliga pêdhang, sêkati kêndêl wontên pasowan kidul plataran Masjid, kalih pasowan ingkang lèr. Titihan Dalêm kapal kaprabon kakalih Priyantaka ing Kadospatèn, rêdi wontên sakiwa têngênipun ing margi. Bab kaping 30 42 Panandhon *H 43 Drahgundêr *L 44 Anjagi #*L