PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH

dokumen-dokumen yang mirip
KUALITAS PENCAHAYAAN PADA BANGUNAN BERSEJARAH

MENINGKATKAN CITRA VISUAL MASA LALU KOTA MELALUI PENCAHAYAAN. Niniek Anggriani Jurusan Teknik Arsitektur - UPN Veteran Jatim

Persepsi Pengguna terhadap Kualitas Pencahayaan Ideal Kantor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ALTERNATIF DESAIN ARSITEKTUR HIJAU PADA PERSIL BANGUNAN UNTUK MEMPERKUAT KARAKTER GARDEN CITY DI KAWASAN KOTABARU DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

HOME OF MOVIE. Ekspresi Bentuk BAB III TINJAUAN KHUSUS. Ekspresi Bentuk. III.1 Pengertian Tema. Pengertian Ekspresi, adalah :

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB IV PENUTUP

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PENGARUH DESAIN CLERESTORIES TERHADAP KINERJA DAYLIGHT PADA GOR BULUTANGKIS ITS DI SURABAYA GUNA MENDUKUNG KONSEP GREEN BUILDING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pemahaman mengenai citra suatu kawasan. Adapun teori yang berhubungan

Nama Matakuliah STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN - 1

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 06 KODE / SKS : KK / 4 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan

Pola Fraktal sebagai Pemberi Bentuk Arsitektur Apartemen yang Menenangkan

Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) G-179

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset

KUALITAS ELEMEN ARSITEKTUR SEBAGAI PENUNJANG KEMUDAHAN WAYFINDING DAN ORIENTASI DI GEDUNG UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

DOKUMENTASI MASJID SALMAN DAN PUSDAI

Kualitas Elemen Arsitektur sebagai Penunjang Kemudahan Wayfinding dan Orientasi di Gedung Universitas Kristen Petra

Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kriteria Desain Fasade Pembentuk Karakter Visual Bangunan Universitas Tanjungpura

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Optimalisasi Kinerja Pencahayaan Alami pada Kantor (Studi Kasus: Plasa Telkom Blimbing Malang)

Lampiran A Foto Bangunan Objek Penelitian di Jl.Cilaki

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

KARAKTER VISUAL FASADE BANGUNAN KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA KOTA MALANG

Contoh Penerapan Riset Desain Interior dalam Menghasilkan Konsep Desain

Persepsi Masyarakat terhadap Suasana pada Bangunan Kolonial yang Berfungsi sebagai Fasilitas Publik

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

II. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANG

ASPEK-ASPEK ARSITEKTUR BENTUK DAN RUANG.

MANAKALA GEDUNG BPI ITB UNJUK KEKUATAN

BAB III KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

POLA PERSEBARAN PENANDA KOMERSIAL DI PERKOTAAN (Penggal Jalan Jendral Sudirman Palembang)

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

BAB V PENUTUP. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

Metafora Akselerasi dalam Objek Rancang Sirkuit Balap Drag Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan ini merupakan suatu paparan mengenai hal hal yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

[2] PENCAHAYAAN (LIGHTING)

Tipomorfologi Fasade Bangunan Pertokoan di Sepanjang Ruas Jalan Malioboro, Yogyakarta

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 2 / 3 SKS

Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

I.1 Latar Belakang Penelitian

Architecture. Home Diary #007 / 2014

Metafora Kembang Api dalam Objek Rancang Galeri Seni Instalasi Indonesia

Buku 1: RPKPS (Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester) PERENCANAAN TAPAK

BAB I PENDAHULUAN. membantu manusia dalam melakukan segala kegiatannya sehari-hari. Pertama kali,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Canopy: Journal of Architecture

BAB IV KONSEP 4.1 IDE AWAL

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

ESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR

Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi

FOTOGRAFI ARSITEKTUR (ARCHITECTURE PHOTOGRAPHY) By : Bayu Widiantoro

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

BAB III TINJAUAN TEMA INSERTION

Jarak Pengamat Lukisan Ukuran Sedang [100cm x 100cm]

Konstruksi Rangka. Page 1

1. Tingkat pendengaran (listening level), biasanya besaran ini dinyatakan dengan besaran dba.

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun

BAB I PENDAHULUAN. yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan

Fasilitas Wisata Kuliner di Pantai Losari Makassar

STUDI PEMBENTUKAN SUASANA RUANG MELALUI REKAYASA MATERIAL LAMPU PIJAR, TL, LED DAN SPOT HALOGEN PADA GEDUNG JOGJA GALLERY

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Dikutip dari pada Kamis, 10 April 2014 pukul WIB. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Gelanggang olahraga merupakan suatu bangunan yang dapat menampung kegiatan

Lingkungan Sebagai Ide Dasar Pemikiran & Perancangan pada Gedung Olahraga dan Pusat Pembinaan PB. Suryanaga di Surabaya

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PERANCANGAN INTERIOR PADA PANTI JOMPO KELAS PREMIUM DI SEMARANG

Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta

DAFTAR ISI. Daftar Isi... i

Bab IV Simulasi IV.1 Kerangka Simulasi

MALL DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN KONSEP CITY WALK

Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta

Pentingnya Ruang Terbuka di dalam Kota

BAB V PENUTUP. masyarakat. Perancangan interior bertema Fragment of Spirit dengan gaya

area publik dan privat kota, sehingga dihasilkan ekspresi rupa ruang perkotaan khas Yogyakarta. Vegetasi simbolik ini dapat juga berfungsi sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KUALITAS ELEMEN ARSITEKTUR SEBAGAI PENUNJANG KEMUDAHAN WAYFINDING DAN ORIENTASI

Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya,

STUDI TERHADAP POTENSI TEPIAN SUNGAI KAHAYAN MENJADI KAWASAN WISATA DI KOTA PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN STASIUN KERETA API SOLO JEBRES

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

KAJIAN ARSITEKTUR GHOTIC

TESIS STUDI PENGARUH KUALITAS FISIK RUANG TERHADAP PEMBENTUKAN SUASANA RELIGIUS DI GEREJA KRISTEN NAZARENE FILADELFIA BABARSARI

BAB VI HASIL PERANCANGAN. simbolisme dari kalimat Minazh zhulumati ilan nur pada surat Al Baqarah 257.

Analisa Karakter Fasade Bangunan. Kerangka Analisa Karakter Fasade Bangunan

Transkripsi:

PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH Parmonangan Manurung Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 5-25, Yogyakarta 55224 Email: monang@staff.ukdw.ac.id / monang.manurung@gmail.com Abstrak Keberadaan bangunan bersejarah sangat penting sebagai referensi perjalanan sejarah bagi generasi masa kini dan masa mendatang. Bangunan bersejarah memberikan banyak informasi tentang masa lalu terutama berbagai peristiwa bersejarah. Secara arsitektural, bangunan bersejarah memberikan informasi tentang gaya arsitektur dan berbagai pendekatan dan pertimbangan desain masa lalu. Namun dengan pencahayaan yang buruk, berbagai informasi visual tersebut akan hilang ditelan kegelapan malam. Agar informasi visual bangunan bersejarah tetap dapat dibaca, dibutuhkan satu pendekatan desain pencahayaan yang baik. Pencahayaan dapat memperkuat karakter bangunan melalui aksentuasi pada detail, ornamen, tekstur maupun struktur bangunan. Aksentuasi dilakukan dengan pemilihan lampu dan teknik pencahayaan yang tepat. Kata kunci:bangunan bersejarah; desain; pencahayaan; visual; persepsi Pendahuluan Bangunan bersejarah menjadi referensi dan sumber informasi tentang perjalanan sejarah serta gaya arsitektur masa lalu yang ditampilkan oleh bangunan tersebut. Keberadaan bangunan bersejarah akan mampu memberikan informasi yang sangat kaya bagi generasi saat ini dan mendatang. Keberadaan bangunan bersejarah sebagai cagar budaya yang harus dipertahakan keberadaannya tentu merupakan hal positif karena dengan dipertahankannya bangunan bersejarah, maka generasi saat ini dan mendatang juga akan mendapatkan informasi yang kaya dari segala hal yang ditampilkan bangunan bersejarah. Bangunan peninggalan masa penjajahan Belanda misalnya, selain bersejarah karena aktifitas atau kegiatan yang berlangsung dan terjadi di masa lalu, juga memberikan banyak informasi secara arsitektural. Gaya arsitektur yang ditampilkannya memberikan informasi tentang gaya arsitektur saat bangunan itu berdiri. Ini memberikan gambaran bahwa gaya arsitektur pada bangunan itu merupakan gaya yang hadir di masa lalu. Demikian halnya dengan berbagai informasi tentang detail, ornamen, material, maupun interior bangunan. Melalui tampilan visual bangunan ini, kita memiliki banyak informasi tentang bagaimana arsitektur masa lalu. Berbagai informasi yang ditampilkan bangunan bersejarah baik detail, ornamen, tekstur, material serta elemen-elemen struktur dan gaya arsitektur dapat dinikmati dengan baik pada siang hari dengan bantuan cahaya matahari. Namun pada malam hari, ketika cahaya yang dihadirkan tidak optimal atau tidak memiliki pendekatan yang spesifik pada gaya arsitektur masa lalu sebagaimana bangunan bersejarah, maka berbagai informasi visual arsitektur yang dimilikinya akan hilang. Untuk itu, dalam mempertahankan informasi visual yang dimiliki bangunan bersejarah, perlu dilakukan pendekatan desain pencahayaan. Pencahayaan yang baik akan mampu mempertahankan dan menampilkan informasi yang dimiliki bangunan bersejarah dengan baik, bahkan lebih baik dari pada pencahayaan alami pada siang hari. Pencahayaan alami pada siang hari akan menampilkan cahaya yang flat dan tidak dapat menonjolkan satu atau beberapa detail dan ornamen dengan spesifik. Malakah ini bertujuan untuk mendapatkan satu pendekatan desain pencahayaan pada bangunan bersejarah terutama pencahayaan eksterior atau fasade bangunan dengan mengkaji beberapa teori serta penelitian yang pernah dilakukan penulis. Melalui makalah ini diharapkan didapat suatu kesimpulan tentang pendekatan desain pencahayaan yang baik bagi bangunan bersejarah. Informasi visual bangunan bersejarah Kekhasan karakteristik yang dimiliki bangunan-bangunan bersejarah akan membentuk suatu image yang tidak dimiliki oleh bangunan atau kawasan lainnya. Oleh sebab itu, hilangnya salah satu bangunan bersejarah pada suatu kawasan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada atmosfir kawasan yang dibentuk oleh karakter visual dan aktivitasnya (Cohen, 1999).Apa yang dikatakan Cohen menunjukkan pentingnya mempertahankan keberadaan bangunan bersejarah. Bangunan bersejarah merupakan sebuah referensi yang merekam dan memberikan informasi tentang suatu peristiwa bersejarah atau sebuah perjalanan sejarah. Hilangnya bangunan bersejarah akan membawa pada hilangnya referensi terhadap masa lalu serta informasi sejarah. Sementara menurut Shirvani(1985), karakter A-8

historis akan sangat kuat apabila bangunan historis mendominasi konteks melalui bentuk fasade, warna dan tekstur. Mengacu pada apa yang disampaikan Cohen dan Shirvani, bangunan bersejarah bukan saja harus dipertahankan agar tidak terjadi perubahan atmosfir kawasan, tetapi juga dapat dapat mendominasi konteksnya, ini membawa bangunan bersejarah dapat menjadi landmark pada sebuah kawasan. Beberapa ahli mengatakan bahwa 80% informasi diterima manusia secara visual melalui indera penglihatan atau mata. Sementara di sisi lain, mata akan dapat melihat sebuah objek bila terdapat cahaya dengan intensitas yang memadai. Dua hal ini menunjukkan bahwa berbagai informasi tentang bangunan bersejarah akan dapat diterima dengan baik oleh manusia secara visual bila terdapat pencahayaan yang memadai. Tanpa pendekatan pencahayaan yang baik dan tepat, maka keberadaan bangunan bersejarah pada malam hari tidak akan dapat dinikmati, atau dengan kata lain, informasi yang dimiliki bangunan bersejarah tidak mampu dibaca dengan baik. Gambar 1a. Kondisi eksisting Gedung Bank Indonesia pada siang hari pukul 11.00 WIB. Sumber: Manurung, 2008 Gambar 1b. Kondisi eksisting Gedung Bank Indonesia pada malam hari pukul 20.00 WIB. Sumber: Manurung, 2008 Tabel 1.Hasil Persepsi Visual Terhadap Kualitas Pencahayaan Gedung Bank Indonesia, Yogyakarta. Pada siang hari, bangunan bersejarah dapat mendominasi konteksnya melalui bentuk fasade, warna dan tekstur dengan bantuan cahaya matahari. Namun pada malam hari, kurangnya cahaya akan membuat informasi visual yang dimiliki bangunan bersejarah memudar. Dominasi konteks melalui bentuk fasade, tekstur dan warna tidak akan terjadi dengan kurangnya cahaya. Mempertahankan bangunan bersejarah tetap berdiri dan menjadi referensi serta memberikan informasi sejarah merupakan hal penting, namun menjaga informasi visual bangunan bersejarah baik siang maupun malam hari juga sama pentingnya. Tabel 1 menunjukkan hasil persepsi visual terhadap sebuah bangunan bersejarah (Gedung Bank Indonesia Yogyakarta) yang didapatkan melalui wawancara kepada orang-orang di sekitar bangunan pada siang dan malam A-9

hari (Manurung, 2008). Dari tabel tersebut jelas terlihat bahwa bangunan bersejarah dapat memiliki penurunan kualitas visual pada malam hari bila dibandingkan kondisi siang hari. Penurunan kualitas visual terjadi akibat tidak adanya pendekatan desain pencahayaan yang baik dan mengakibatkan hilangnya berbagai informasi visual yang dimiliki bangunan melalui berbagai elemen arsitekturnya. Dari tabel 1 dapat ditarik kesimpulan bahwa pencahayaan memiliki peranan penting dalam memberikan informasi visual yang dimiliki bangunan bersejarah. Persepsi visual yang didapat di siang hari menunjukkan informasi visual yang didapatkan dari bangunan bersejarah cukup lengkap sehingga elemen-elemen arsitektural dapat dinikmati dengan baik. Pada malam hari dengan kurangnya pencahayaan, elemen-elemen arsitektural hilang di kegelapan dan tidak mampu memberikan informasi visual sehingga informasi yang dimiliki bangunan tidak dapat sampai ke masyarakat yang berada di sekitarnya. Pendekatan desain pencahayaan Dengan hasil penelitian terhadap persepsi visual masyarakat, kita dapat mengetahui bagaimana kualitas visual yang dihasilkan bangunan bersejarah pada siang dan malam hari. Dengan pencahayaan yang baik, seyogyanya pada malam hari bangunan bersejarah dapat hadir lebih baik bila dibandingkan pencahayaan alami di siang hari. Hal ini disebabkan pada siang hari sumber cahaya hanya datang dari satu sumber yaitu cahaya matahari, serta memiliki arah cahaya dan warna cahaya yang tidak dapat diatur. Sedangkan pada malam hari, melalui pencahayaan buatan, bangunan bersejarah dapat tampil dengan lebih baik karena menggunakan berbagai sumber cahaya yang dapat diatur sesuai kebutuhan. Bangunan bersejarah bahkan dapat tampil lebih baik dibandingkan bangunan modern sebagaimana dikatakan Phillip Derek. "Eksterior bangunan bersejarah (umumnya dianggap menggunakan lampu sorot) sering lebih berhasil daripada struktur modern, karena elemen dekorasi, detail dan moder, dan proporsi solid yang lebih besar",(derek, 1997). Gambar 2. Pencahayaan dapat memperkuat kesan dan informasi visual bangunan bersejarah. Gambar 2 memperlihatkan sebuah bangunan bersejarah di Jerman pada malam hari yang mendapatkan perlakuan pencahayaan yang baik dan sangat berbeda dengan apa yang ditampilkan pada gambar 1b. Terlihat bagaimana elemen struktur, detail, dan tekstur tampil dengan baik dan memberikan informasi yang jelas. Bila dibandingkan bangunan modern yang tampil lebih pada pendekatan fungsional, maka bangunan bersejarah lebih kaya akan detail, ornamen, permainan tekstur serta struktur yang menarik. Elemen-elemen ini dapat ditekankan agar lebih dominan terhadap konteksnya melalui pencahayaan. Pencahayaan dapat meningkatkan kualitas visual serta memberikan informasi yang sangat kaya atas desain dan detail yang dimiliki bangunan bersejarah. Konsep pencahayaan pada bangunan dalam lingkungan perkotaan harus memiliki pendekatan berbeda karena karakteristik tiap bangunan yang berbeda. Bangunan lama, misalnya, biasanya kaya berbagai ornamen dan detail arsitektural menarik, serta membutuhkan aksentuasi dalam memperkuat karakternya. Penekanan dapat dilakukan dengan A-10

memberikan cahaya dalam intensitas yang tinggi, penggunaan filter warna, maupun dengan menciptakan pola cahaya yang mempertegas pola pada fasada bangunan, (Manurung, 2009). Pencahayaan secara flat atau datar dengan menggunakan lampu sorot intensitas tinggi dapat menampilkan fasade bangunan secara keseluruhan, namun detail, ornamen serta teksturnya tidak akan terlihat dengan jelas. Pencahayaan dengan pendekatan pada masing-masing elemen akan mampu memberikan penekanan yang lebih jelas dan spesifik. Elemen garis yang dibentuk oleh kolo dan balok dapat ditekankan dengan menggunakan lampu sorot dengan sudut yang kecil sehingga mampu membentuk garis yang sesuai dengan dimensi kolom dan balok tersebut. Hal yang vital bahwa desain pencahayaan, baik pencahayaan alami maupun buatan, berhubungan dan menginformasikan kesatuan dan kejelasan, (Derek, 1997). Lebih lanjut Derek mengatakan bahwa, Dalam sebuah contoh persepsi kita terhadap struktur diperoleh dari cahaya yang jatuh pada permukaan dan sisinya. Kita dapat merasakan kekuatan desain struktur dengan bantuan cahaya. Tanpa adanya cahaya yang memadai, kekuatan desain bangunan bersejarah hanya akan tenggelam di dalam kegelapan. Elemen-elemen garis yang dibentuk oleh elemen struktural bangunan seperti kolom dan balok dapat diperkuat dengan lampu sorot dengan sudut cahaya yang sesuai dimensi kolom, sedangkan elemen bidang pada dinding dapat diperkuat dengan lampu wallwasher dengan sudut cahaya yang lebih lebar. Pada gambar 2 terlihat bagaimana kolom sebagai elemen garis dan dinding dengan material dan tekstur yang menonjol diperlakukan secara berbeda. Kolom diperkuat dengan memberikan pencahayaan yang memperkuat elemen garisnya sedangkan tekstur tiga dimensional pada dinding diberikan efek cahaya yang merata. Sementara gambar 3 memperlihatkan bagaimana sebuah Katedral di Koeln yang mampu menjadi landmark kota melalui gaya arsitektur dan ornamen serta detailnya yang dominan serta mampu tampil dengan baik secara visual pada siang hari. Gambar 3. Katedral Koeln yang dihiasi detail dan ornamen pada siang hari. Sumber:Manurung, 2009. Pada malam hari, melalui desain pencahayaan, Katedral Koeln tetap mampu hadir secara visual dengan menampilkan informasi visual yang jelas mengenai gaya arsitektur, ornamen serta detail yang dominan, sebagaimana gambar 4. Penggunaan warna cahaya putih terlihat sesuai dengan material yang digunakan sehingga bangunan mampu tampil dengan baik. A-11

Gambar 4. Pada malam hari dengan desain pencahayaan, Katedral Koeln mampu hadir secara dominan melalui detail dan ornamen serta latar belakang langit yang gelap. Sumber: www.telegraph.co.uk Kesimpulan Penilaian kualitas visual bangunan dapat dilakukan melalui survey pada pengamat atau masyarakat yang berada atau melaluinya. Dengan hasil penilaian tersebut, kualitas visual bangunan bersejarah dapat ditingkatkan melalui desain pencahayaan. Dengan melakukan penekanan atau aksentuasi pada elemen-elemen arsitektural bangunan bersejarah seperti struktur, detail, ornamen dan tekstur, kualitas visual dapat ditingkatkan. Penekanan dapat dilakukan dengan memberikan cahaya dalam intensitas yang tinggi, penggunaan filter warna, maupun dengan menciptakan pola cahaya yang mempertegas pola pada fasada bangunan. Daftar Pustaka Cohen, N, Urban Conservation, The MIT Press, Cambridge, Massachusetts, 1999 Derek, P., 1997, Lighting Historic Building, McGraw Hill, New York Egan, M. David, Concept in Architectural Lighting, McGraw-Hill Book Campany, 1983 Feilden, B.M., 2003, Conservation of Historic Building, Architectural Press, Burlington. Lam, William M.C., Perception and Lighting as Formgivers for Architecture, McGraw-Hill Book Company, New York, 1977 Lumsden, W.K., Outdoor Lighting Handbook, Gower Press Limited, Epping, Essex, 1974 Manurung, Parmonangan, The Determinant Factors of Lighting System in a Conservation District, Proceedings of the 1st International Conference, Conflict Managing Conflict in Public Spaces Through Urban Design, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia, 2004 Manurung, Parmonangan, Visual Perception in Architectural Lighting Design, Proceedings of the International Conference, Universitas Islam Indonesia, 2007 Manurung, Parmonangan, 2008, Kualitas Pencahayaan pada Bangunan Bersejarah, Jurnal DIMENSI Teknik Arsitektur, Vol.36 No.1 Juli 2008 : 28-34 Manurung, Parmonangan, 2009, Desain Pencahayaan Arsitektural, Penerbit ANDI, Yogyakarta Moyer, L.M., The Landscape Lighting, John Wiley & Sons, Inc. New York,1992 Sanoff, Henry, 1991,Visual Research Methods in Design, Van Nostrand Reinhold Company Inc., New York Steffy, Garry, 2002, Architectural Lighting Design, John Willey & Sons, Inc., New York A-12