BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi (daerah) adalah suatu proses pemerintah (daerah)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

I. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah merupakan pembangunan dengan pendekatan desentralisasi yang erat kaitannya dengan kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal. Salah satu tujuan utama desentralisasi adalah menciptakan kemandirian daerah dalam meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Dalam perspektif ini, pemerintah provinsi diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal khususnya kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah meningkatan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah yang pada dasarnya menurut Mardiasmo (2002) mengandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi dan desentralisasi fiskal, yaitu : 1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. 1

2. Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daerah. 3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Pembangunan ekonomi nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan masyarakat yakni kesejahteraan yang adil dan makmur, maka pembangunan diarahkan secara merata ke setiap daerah khususnya daerah yang cenderung masih memiliki kelemahan dalam penerimaan pendapatannya. Kegiatan pembangunan nasional tidak lepas dari peran serta pemerintah daerah dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia di daerah masing-masing sebagai upaya memperbesar kemampuan daerah. Untuk itu meningkatkannya harus didukung dengan pembangunan daerah yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1997). Secara umum pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan target utama dalam pembangunan. Pembangunan harus memcerminkan terjadinya perubahan secara total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok sosial yang ada didalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual (Todaro, 2003).

3 Keberhasilan pertumbuhan perekonomian dari suatu wilayah dan kinerjanya dapat diamati melalui beberapa indikator makro yaitu di analisis melalui produk domestik regional bruto (PDRB) yang dapat didefinisikan sebagai penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah atau daerah tersebut dalam periode tertentu. Jadi, PDRB adalah nilai tambah yang pengukuranya berdasarkan adanya aktivitas ekonomi disuatu wilayah. Data PDRB menggambarkan kemampuan daerah mengelola sumber daya pembangunan yang dimilikinya, oleh karena itu besaran PDRB setiap daerah bervariasi sesuai dengan potensi yang dimiliki dan faktor produksi masing-masing daerah (Sukirno, 2008). Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang dan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian, makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, pertambahan pengetahuan, peningkatan keterampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen (Sukirno, 1996). Pemerintah daerah dituntut untuk bisa lebih mandiri dalam mengelola penerimaaan daerah yang ditujukan untuk proses restrukturisasi pembangunan daerah. Dengan program otonomi daerah memungkinkan pemerintah dapat menyelesaikan permasalahan daerah dalam mengelola informasi kedaerahan,

membuat pemerintah daerah berada dalam posisi lebih baik, memobilisasi sumber daya secara mandiri serta untuk pencapaian tujuan pembangunan daerah (Azzumar, 2011). Bank Dunia (1997) dalam Hadi Sumarsono, dan Sugeng Hadi Utomo (2009) mengatakan bahwa desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi mempunyai kemungkinan kondisi sebagai berikut: (1) Desentralisasi fiskal akan meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah sehingga berdampak positif terhadap pertumbuhan; (2) Desentralisasi fiskal mempunyai dampak meningkatkan instabilitas makro ekonomi sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan; (3) Desentralisasi fiskal untuk suatu daerah bisa berdampak positif ataupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, hal tersebut tergantung kesiapan kelembagaan daerah tersebut dalam menjalankan kebijakan desentralisasi fiskal. Kabupaten Ciamis merupakan salah satu daerah yang telah menganut asas desentralisasi fiskal dalam penyelenggaraan pemerintahannya dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan untuk menyelenggarakan otonomi daerah, dengan tujuan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Dampak dari diberlakukannya desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten Ciamis sebagai berikut: Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Konstan 2010 Kabupaten Ciamis Tahun 2010-2015

5 No. Tahun PDRB Adh. Berlaku Konstan (Juta Rupiah) Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 1 2010 13.716.197,43-2 2011 14.433.281,98 5,23 3 2012 15.213.674,32 5,41 4 2013 16.014.025,46 5,26 5 2014 16.819.047,38 5,03 6 2015 17.779.804,41 5,71 Sumber: BPS Kabupaten Ciamis Tabel 1.1 menunjukkan pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten Ciamis selama lima tahun terakhir ini mengalami fluktuatif, dimana terkadang mengalami peningkatan dan terkadang mengalami penurunan. Dari tahun 2010-2012, laju pertumbuhan mengalami kenaikan, yakni berkisar antara 5,23% sampai 5,41%. Akan tetapi kenaikannya berangsur turun di tahun 2013 sampai 2014 dengan persentase sebesar 5,26% sampai 5,03%. Dan pada tahun 2015 mengalami kenaikan kembali sebesar 5,71%, kenaikan ini merupakan kenaikan tertinggi selama tahun 2010-2015. Hal ini menunjukan bahwa tingkat perekonomian di Kabupaten Ciamis secara keseluruhan bergerak secara tidak konsisten dan dapat diartikan bahwa faktor pendukung pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ciamis belum dapat dimaksimalkan. Terdapat banyak faktor yang memperngaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ciamis, salah satunya adalah pendapatan asli daerah (PAD). Menurut UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pendapatan asli daerah (PAD) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan

daerah dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan asli daerah (PAD) adalah salah satu indikator dalam bidang ekonomi atas keberhasilan suatu daerah dalam melaksanakan ekonomi daerah (PDRB) riil, dengan meningkatnya PDRB riil maka peningkatan pendapatan per kapita akan terdorong. Dari perspektif ini, seharusnya pemerintah daerah lebih berkonsentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi daerah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi daripada sekedar mengeluarkan produk perundangan terkait dengan pajak atau retribusi (Hari, 2006). Menyelenggarakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri. Dengan adanya desentralisasi fiskal, daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar untuk mengoptimalkan PAD-nya sehingga seharusnya porsi PAD sebagai komponen penerimaan daerah juga meningkat. Peningkatan PAD yang dianggap sebagai modal, secara akumulasi akan lebih banyak menimbulkan eksternalitas yang bersifat positif dan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi (Pujiati, 2008). Kabupaten Ciamis merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah secara keseluruhan mencapai 244.417 ha, dan memiliki beberapa sumber daya sebagai potensi daerah yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka mensejahterakan masyarakat. Berdasarkan

7 beberapa sumber data yang diperoleh, secara umum dapat disebutkan bahwa potensi daerah Kabupaten Ciamis terdiri dari potensi pertanian, peternakan, perdagangan dan industri kecil, serta potensi pariwisata baik budaya (Nurhakim, 2014). Hambatan Kabupaten Ciamis adalah setelah Pangandaran resmi menjadi daerah otonom baru Kabupaten Pangandaran dan mengakibatkan Kabupaten Ciamis kehilangan salah satu icon pariwisata alamnya yaitu pantai Pangandaran dan seluruh gugusan pantai yang berada di wilayah Ciamis bagian Selatan. Alternatif lain untuk mengembangkan potensi unggulan di Kabupaten Ciamis adalah mengembangkan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal Kabupaten Ciamis. Melihat Kabupaten Ciamis juga mempunyai potensi pariwisata khususnya pariwisata budaya yang cukup potensial untuk dikembangkan sehingga potensi pariwisata budaya dapat menjadi icon baru bagi Kabupaten Ciamis, sebagaimana diterangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional yaitu presiden mengajak mengembangkan produk ekonomi yang berbasis seni budaya dan kerajinan, berbasis pada warisan, tradisi dan adat, sebagai titik tolak meningkatkan daya saing dalam pengembangan ekonomi kreatif (Nurhakim, 2014). Berdasarkan uraian di atas bahwa potensi-potensi yang ada di Kabupaten Ciamis harus dikembangkan lagi menjadi lebih besar dan bernilai ekonomi melalui pengembangan ekonomi berbasis ekonomi kreatif, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ciamis terutama dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Ciamis. Kenyataan di

lapangan perkembangan PAD di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut: Tabel 1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Ciamis Tahun 2010-2015 No. Tahun PAD Pertumbuhan (Rp) (%) 1 2010 50.512.875.943-2 2011 58.900.535.511 16,60% 3 2012 87.711.885.423 48,92% 4 2013 117.475.935.245 33,93% 5 2014 182.320.228.014 55,20% 6 2015 180.304.950.790-1,11% Sumber: BPS Kabupaten Ciamis Perkembangan penerimaan daerah di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada tabel 1.2 dimana komposisi pendapatan asli daerah (PAD) yang digali oleh pemerintah daerah sudah mengalami peningkatan baik dari segi jumlah. Hal tersebut ditunjukkan pada tahun 2014 mengalami kenaikan terbesar dengan laju pertumbuhan PAD sebesar 55,20%. Akan tetapi pada tahun 2015 laju pertumbuhan PAD menurun sebesar -1,11%. Hal ini menunjukkan bahwa penggalian dana oleh pemerintah daerah Kabupaten Ciamis melalui pendapatan asli daerah (PAD) belum dapat termanfaatkan dengan maksimal. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ciamis selain pendapatan asli daerah (PAD) yaitu dana perimbangan. Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai daerah. Dana perimbangan disebut juga transfer, yaitu konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu tujuan transfer adalah

9 mengurangi kesenjangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertikal Pusat-Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah (Halim, 2003). Komponen dana perimbangan menurut Undang-Undang nomor 55 tahun 2005 yaitu dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK). Tujuan utama pemberian dana perimbangan adalah untuk pemerataan fiskal pada tiap daerah. Sejak desentralisasi fiskal mulai dilaksanakan pada tahun 2001, dana perimbangan merupakan komponen terbesar dalam alokasi transfer ke daerah sehingga memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal. Dana transfer dari pemerintah pusat ini bagi pemerintah daerah merupakan sumber pendanaan dalam melaksanakan kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat digali melalui sumber pendanaan sendiri yaitu pendapatan asli daerah (PAD). Namun pada kenyataannya, transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari atau belanja daerah yang oleh pemerintah daerah dilaporkan diperhitungkan dalam APBD. Harapan pemerintah pusat untuk dana transfer tersebut dapat digunakan secara efektif dan efisien oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (Fitria, 2013). Kuncoro (2004) berpendapat bahwa realitas hubungan yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah ditandai dengan tingginya kontrol pusat terhadap proses pembangunan daerah yang mengindikasikan komposisi peranan

mekanisme transfer dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan mengalami peningkatan untuk mendanai pelayanan publik. Artinya daerah yang menerima dana perimbangan lebih besar, menunjukan bahwa PAD yang dapat dihasilkan pada daerah tersebut terbilang kecil dan memiliki potensi sumber daya yang masih kurang, sehingga perlu dana penyeimbang dari pemerintah pusat agar dapat menutupi kekurangan dari potensi sumber daya yang dimiliki pada daerah tersebut. Berikut ini adalah gambaran perkembangan perimbangan keuangan dari pusat ke daerah dari tahun 2010-2015 Kabupaten Ciamis. Tabel 1.3 Dana Perimbangan Kabupaten Ciamis Tahun 2010-2015 No. Tahun PAD (Rp) Pertumbuhan (%) 1 2010 1.035.710.000.785-2 2011 1.123.613.689.708 8,49% 3 2012 1.353.002.963.173 20,42% 4 2013 1.494.016.559.741 10,42% 5 2014 1.270.347.101.219-14,97% 6 2015 1.342.252.394.342 5,66% Sumber: BPS Kabupaten Ciamis Tabel 1.3 menunjukkan penerimaan daerah yang bersumber dari dana perimbangan mengalami peningkatan dari tahun 2010-2013. Sedangkan pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar -14,97% tetapi pada tahun 2015 mengalami kenaikan kembali sebesar 5,66%. Dana perimbangan Kabupaten Ciamis terlihat cukup tinggi dan berdasarkan fakta pada tabel 1.1 yaitu tabel pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ciamis mengalami pergerakan secara fluktuatif, hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya dana perimbangan yang tinggi

11 mengakibatkan Kabupaten Ciamis menjadi ketergantungan terhadap dana yang diberikan oleh pemerintah pusat tersebut dan mengakibatkan kemandirian daerah Kabupaten Ciamis penghasil PAD semakin menurun. Terdapat pandangan berbeda mengenai penelitian ini, yaitu dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Atsushi Iimi (2005) dengan judul Decentralisation and Economic Growth Revisited : An Empirical Note, menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan pendapatan per kapita. Selanjutnya Friska Sihite (2010) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera 2004-2007 dan hasil penelitiannya adalah PAD, DAU, DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan Belanja Modal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Pipin Prasetyono (2011) dengan judul Analisis Pengaruh Dana Perimbangan dan PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi daerah (studi kasus seluruh kabupaten/kota di pulau jawa tahun 2001-2009) menyebutkan bahwa DBH, DAU dan PAD berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan DAK berpengaruh tidak signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Signifikannya pengaruh PAD dengan arah positif disebabkan keleluasaan yang dimiliki untuk membelanjakan PAD dan mengelola dana perimbangan serta pemberian taxing power memberikan insentif bagi investasi di daerah sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan Yeni Priatnasari (2012) menyatakan bahwa adanya hubungan positif tetapi tidak signifikan antara Retribusi daerah dan Pendapatan Asli Daerah Kota Tegal. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan Retribusi Daerah akan diikuti oleh peningkatan PAD. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Perimbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten Ciamis Tahun 2010-2015). 1.2. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang penelitian, maka teridentifikasi beberapa permasalahan yaitu kondisi rill yang menunjukkan bahwa Kabupaten Ciamis dengan pertumbuhan PDRB mengalami fluktuatif atau cenderung stagnan (kondisi yang menunjukkan suatu kemajuan yang tidak berarti) dari tahun 2010-2015. Hal tersebut dikarenakan indikator pertumbuhan ekonomi kurang mendukung, dapat dilihat dari realisasi penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) yang masih rendah, dan dana perimbangan relatif tinggi yang artinya pembangunan di Kabupaten Ciamis masih tergantung kepada Pemerintah Pusat yaitu dengan menggunakan dana yang bersumber dari penerimaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau dana perimbangan. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut :

13 1. Apakah Pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ciamis? 2. Apakah Pendapatan dana perimbangan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ciamis? 3. Apakah pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ciamis? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan uraian diatas maka tujuan penelitian dalam menganalisis Pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ciamis yaitu sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apakah pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ciamis. 2. Untuk mengetahui apakah dana perimbangan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ciamis. 3. Untuk mengetahui apakah pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ciamis. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan menambah wawasan dan pengetahuan tentang Akuntansi Sektor Publik. 2. Hasil penelitian ini menjadi acuan bahwa daya dukung pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ciamis. 3. Memberikan kontribusi pemikiran dan masukan teoritis bagi pengembangan kebijakan pemerintah Kabupaten Ciamis, khususnya perkembangan kebijakan pertumbuhan ekonomi daerah. 1.4.2. Kegunaan Praktis 1. Bagi pemerintah Kabupaten Ciamis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dalam mengatasi hambatan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah dalam pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. 2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi dalam memahami kebijakan pemerintah daerah khususnya dalam menjamin kesinambungan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ciamis. 3. Bagi peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan memberikan nuansa pengetahuan yang lebih mendalam sekaligus dari segi teori dan praktiknya, khususnya berkaitan dengan kebijakan dalam pengelolaan

15 keuangan daerah melalui pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan. 1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian Peneliti melakukan kunjungan ke DPPKAD dan BPS Kabupaten Ciamis. Adapun waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 sampai selesai.