BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA DAN KAWASAN HERITAGE DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Penelitian tentang kampung kota dari pakar teknik arsitektur pada umumnya lebih banyak yang mengupas masalah tata ruang kota, tipologi ruang, urbanitas. Sedangkan definisi kota menurut Basundoro adalah sebuah kawasan yang di tempat tersebut ada aktivitas penghuninya. Manual Castells menyebutkan bahwa kota seperti halnya seluruh realitas sosial adalah produk sejarah, tidak hanya pada materials fisiknya, tetapi juga makna budayanya. Seperti halnya Kota Surakarta (Sumintarsih dan Ambar Adrianto, 2014 : 23). A. Geografis Kota Surakarta Kota Surakarta yang terletak di daratan rendah di ketinggian 105 meter dari permukaan laut dan di pusat kota 95 meter dari permukaan laut, dengan luas 44,04 km² (0,14% luas Jawa Tengah). Kota Surakarta berada di Provinsi Jawa Tengah, terletak di antara 110 45 15 110 45 35 Bujur Timur dan 70 36 70 56 Lintang Selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Kota Surakarta juga dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu (tinggi 3.115 meter) di bagian barat dan Gunung Lawu (tinggi 2.806 meter) di bagian timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Tanah di sekitar kota ini cukup subur, karena dikelilingi oleh sungai terpanjang di Pulau Jawa yaitu Sungai Bengawan Solo, dan sungai-sungai yang dilewati seperti Kali Anyar, Kali Pepe, dan Kali Jenes (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2016 : 6). Wilayah-wilayah yang ada di Kota Surakarta sangatlah bagus dan menarik apabila dijadikan salah satu destinasi alternatif bagi wisatawan. Yaitu berwisata dengan sejarah dan budaya Kota Solo melalui toponimi Solo heritage dengan mengetahui daya tarik dan potensi apa saja yang ada pada daerah-daerah yang memiliki potensi tersebut. 31
32 Pemerintah Kota Surakarta juga telah melakukan perlindungan Cagar Budaya dengan menerbitkan Keputusan Walikota Nomor : 646/116/I/1997 tanggal 31 November 1997 Tentang Penetapan Bangunan dan Kawasan Kuno Bersejarah di Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2016 : 9). Kota Surakarta memiliki berbagai macam nama kampung yang dimiliki. Seperti kampung-kampung yang berada di Kecamatan Banjarsari. Dimana, kampung tersebut memiliki nilai sejarah dan budaya serta menjadi kawasan heritage di Kota Surakarta. Sebelum bernama Kecamatan Banjarsari, kawasan ini bernama daerah Mangkunegaran. Lalu, pada tahun 1933 teciptalah nama Kecamatan Banjarsari sampai sekarang (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2016 : 9). B. Toponimi Kota Surakarta Toponimi menurut Tim Peneliti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta dalam bukunya Toponimi Kutha Sala Bagian I, 2012, isinya antara lain mendefiniskan kata toponimi diturunkan dari bahasa Inggris yang memiliki pengertian toponimy is the study of toponyms (Random House Dictionary, 1968 : 1386) atau toponimie : plaatsnamen kunde (MJ Koenens, 1938 : 1038). Dari kedua pengertian tersebut bila dirangkum menjadi pengertian bahwa toponimi adalah ilmu yang bergerak dalam penelitian pemetaan dan penggambaran namanama tempat. Oleh karena itu, dengan bekal pengetahuan tentang toponimi itu kita dapat menunjukkan asal-usul atau sejarah terjadinya nama-nama dari tempattempat tertentu, desa, kota, negara, gunung, sungai, dan sebagainya, serta menentukan tempatnya di dalam peta geografis serta dalam tempatnya yang sebenarnya, hingga akhirnya dapat membuat peta geografisnya (topografi) mengenai tempat-tempat tersebut. Di samping itu, dengan pengetahuan toponimi dapat memperoleh pengetahuan tentang kegiatan dan hasil kegiatan serta sikap dan pandangan hidup penduduk di tempat-tempat tersebut pada zaman dahulu hingga sekarang, khususnya dalam tradisi pemberian nama orang, tempat, dan bangunan atau benda.
33 Pengetahuan tentang peta-peta lama (topografi dan toponimi) sering dilupakan dalam kegiatan penelitian dan penulisan yang bersangkut pun dengan letak, situasi, dan kondisi serta sejarah terjadinya sesuatu tempat, daerah, kota, atau negara tertentu bahkan sejarah pemberian nama orang sejak dahulu hingga sekarang. Penemuan atau penentuan peta lama akan sangat bermanfaat sebagai alat penerang bagi masalah atau peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di dalam kehidupan manusia di sesuatu tempat tertentu. Untuk menandai sesuatu, maka orang memberi tanda yang mengandung ciri-ciri dan atau sifat-sifat dari sesuatu itu. Tanda ini biasa disebut nama. Manusia, hewan, tumbuhan, sesuatu tempat desa, kota, negara diberi nama. Bahkan bangunan pun diberi nama sebagai tanda pengenal berdasarkan ciri-ciri dan kondisi letaknya serta fungsinya. Sebagai contoh Desa Pereng diberikan nama tersebut karena letak tempat itu di lereng bukit, gunung atau di bawah jurang. Sama juga dengan nama Jurang Jero, Prapatan, Bukit Barisan, Gunung Merapi, Sala, dan sebagainya. Lain lagi nama Pringgalayan, Kusmadilagan, Purwapuran, Reksaniten, Wiragunan, Wirapaten, Yasadipuran dan sejenisnya untuk menunjukkan tokoh penting yang bertempat tinggal di kampung tersebut. Atau Mertalulutan, Saragenen, Gandekan, Miji Pinilihan untuk menunjukkan tempat sekelompok abdi dalem bertempat tinggal di situ. Pembahasan terhadap tradisi pemberian nama dan pemetaan tempat-tempat dan letak bangunan akan menyangkut usaha untuk menemukan gejala-gejala masa lampau yang berproses menjadi hasil karya dalam bidang budaya masyarakat, terutama masyarakat orang Jawa khususnya di Kota Surakarta (Tim Peneliti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2012 : 16). C. Mata Pencaharian Penduduk di Kota Surakarta Masyarakat di Kota Surakarta memiliki mata pencaharian yang bermacammacam karena pengaruh dari lingkungan perkotaan. Mata pencaharian tersebut terdiri dari petani sendiri, pekerja tani, usahawan, pekerja industri, pekerja bangunan, angkutan, pensiunan (pesara), dan lain-lain. (https://santyaminah.wordpress.com/2011/04/06/peta-perekonomian-kota-solo/). Masyarakat Kota Surakarta sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, dan wirausahawan.
34 D. Demografis Kota Surakarta 1. Jumlah penduduk di Kota Surakarta Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Surakarta pada tahun 2014 (terbaru), Kota Surakarta memiliki jumlah penduduk perempuan (262.011) lebih banyak dibanding dengan jumlah penduduk laki-laki (248.066), bila di total bisa mencapai 510.077 jiwa. 2. Tingkat pendidikan di Kota Surakarta Menurut data Badan Pusat Statistik 2014, tingkat pendidikan di Kota Surakarta cukup tinggi untuk kalangan tingkat Sekolah Dasar dibandingan dengan kalangan Perguruan Tinggi. Berikut data persentase tingkat pendidikan Kota Surakarta dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Umum hingga Perguruan Tinggi. Tabel 2. Tingkat Pendidikan di Kota Surakarta Tingkat Pendidikan Persentase Sekolah Dasar 99.60% Sekolah Menengah Pertama 97.21% Sekolah Menengah Umum 78.10% Perguruan Tinggi 42.05% Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2014 E. Administratif Kota Surakarta Pemerintahan Kota Surakarta di bagi menjadi 5 kecamatan dan terbagi ke dalam 51 kelurahan. Kelima kecamatan yang ada di Kota Surakarta adalah: 1. Kecamatan Jebres terdapat 11 Kelurahan 2. Kecamatan Banjarsari terdapat 13 Kelurahan 3. Kecamatan Laweyan terapat 11 Kelurahan 4. Kecamatan Pasar Kliwon terdapat 9 Kelurahan 5. Kecamatan Serengan terdapat 7 Kelurahan
35 Pembagian letak administratif Kota Surakarta adalah sebagai berikut. Gambar 3. Peta Kecamatan di Kota Surakarta Sumber : www.surakarta.go.id Adapun luas wilayah masing-masing kecamatan yang tercatat : Kecamatan Serengan dengan luas wilayah terkecil yaitu 319,40 ha. Disusul Kecamatan Pasar Kliwon seluas 481,52 ha dan Kecamatan Laweyan seluas 863,86 ha. Sementara kecamatan dengan wialayah terluas adalah Kecamatan Banjarsari yaitu 1.481, 10 ha dan disusul Kecamatan Jebres 1.258, 18 ha. Sehingga, luas total kecamatan di Kota Surakarta mencapai 4.404,06 ha. (Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan 2016 2026, 2016). F. Pariwisata Kota Surakarta Kota Surakarta sekarang merupakan kota yang memiliki unggulan mengenai pariwisata. Banyak obyek wisata dan atraksi wisata, serta event wisata yang ada di Kota Surakarta ini. Dari obyek wisata yang memiliki nilai sejarah hingga wisata minat khusus. Banyak wisatawan dari luar Kota Surakarta yang mengunjungi kota ini untuk berwisata. Oleh karena itu, sektor pariwisata di Kota Surakarta perlu dikembangkan agar lebih maju dan menarik wisatawan lebih banyak, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Selain itu, dapat menambah sektor perekonomian setempat bila kawasan yang dijadikan obyek wisata dapat mendatangkan wisatawan dari berbagai daerah hingga negara. Tidak hanya obyek wisata, namun atraksi wisata dan event tahuanan Kota Surakarta,
36 juga dapat dijadikan potensi dan daya tarik, mengingat Kota Surakarta sendiri merupakan kota yang memiliki beberapa nilai sejarah, adat-budaya, bangunan cagar budaya dan kawasan heritage. Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, potensi dan daya tarik di Kota Surakarta dikelompokkan atau dikategorikan dalam tiga peringkat, yaitu : 1. Peringkat A Peringkat A merupakan obyek dan daya tarik wisata yang menjadi andalan, sangat terkenal bahkan menjadi salah satu icon Kota Surakarta. obyek dan daya tarik yang tergolong dalam kategori ini adalah Pura Mangkunegaran karena dilihat dari berbagai aspek, obyek wisata ini memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan obyek wisata lainnya. 2. Peringkat B Peringkat B adalah obyek dan daya tarik wisata unggulan yang berpotensi untuk dikembangkan, dilihat dari kondisi obyek, keunikan, lingkungan, dan skala kunjungan. Jenis obyek ini dapat memunculkan daya tarik yang baru yaitu obyek wisata yang sedang berkembang, sebagian sudah ada pengelola dan sebagian belum di kelola seperti obyek wisata Taman Balekambang. 3. Peringkat C Peringkat C merupakan obyek dan daya tarik yang potensial, namun masih belum berkembang karena kualitas sumber daya wisata yang masih kurang nilainya dilihat dari berbagai aspek, sepeerti obyek wisata Taman Sriwedari. Pengembangan obyek wisata kategori pertama sebagai unggulan diharapkan dapat mengangkat prospek pengembangan obyek dan daya tarik wisata untuk kategori kedua dan ketiga yang saat ini belum berkembang. (Mayar Mayasari, 2010). G. Sekilas tentang Dinamika Wisata di Kota Surakarta Sejak berdirinya Kota Surakarta, kota ini selalu mengalami kemajuan dan modernisasi yang cepat. Sehingga muncul berbagai macam kebutuhan masyarakat saat ini. Apalagi di sektor pariwisata yang sedang naik daun seperti sekarang. Banyak rancangan dan rencana untuk membuat destinasi wisata baru di Kota
37 Surakarta, seperti dibentuknya Kota Pusaka dengan membuat Museum Keris di kawasan Sriwedari, lalu direncanakannya program wisata air di sepanjang sungai yang ada di kota-kota Solo. Hal-hal tersebut merupakan salah satu bentuk pengembangan destinasi wisata kota yang sadar akan potensi wisata yang dimiliki. Perkembangan mengenai wisata di Kota Surakarta, juga tidak luput dengan banyaknya makanan atau jajanan khas yang populer dari resep lama hingga dapat disajikan ke masa sekarang. Tentu hal tersebut juga merupakan bentuk berkembangnya makanan khas kota masa lalu yang masih sama dengan saat ini, sehingga dapat menunjang wisatawan untuk berkunjung ke kota Surakarta. Selain menikmati obyek wisata yang ada, juga dapat mencicipi kuliner khas Kota Surakarta yang masih dilestarikan keberadaannya. Kurang lebih berjalan 10 tahun, Kota Surakarta menjadi berkembang di aspek pariwisata, terutama dengan adanya event tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah Kota Surakarta, dengan mengenalkan tempat-tempat bersejarah sebagai venue-nya, sehingga menambah daftar obyek wisata minat khusus bagi wisatawan, seperti dengan bangunan Benteng Vasternburg yang sering digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan-kegiatan kota. Tidak hanya itu, sekarang pun di Kota Surakarta, juga sudah mulai banyak menjadikan kampung-kampung kuno sebagai destinasi wisata minat khusus di Kota Surakarta. Seperti Kampung Baluwarti yang sudah mulai berjalan dengan wisata susur kampungnya. Tentu hal ini sangat menarik bagi wisatawan luar ataupun setempat yang berkunjung, karena konsep tersebut berbeda dengan destinasi wisata lainnya. Tidak hanya dapat menyaksikan keindahan kampung tersebut, akan tetapi dapat belajar sekaligus mengenal toponimi (asal-usul) nama kampung yang dijajaki. Namun, hal tersebut akan lebih menarik lagi, apabila ditambahi faktor-faktor penunjang atau fasilitas lain, supaya wisatawan merasa sangat puas untuk berkunjung ke destinasi wisata tersebut.
38 H. Kecamatan Banjarsari Gambar 4. Peta Wilayah Kecamatan Banjarsari Sumber : www.surakarta.go.id Kecamatan Banjarsari memiliki 13 kelurahan, antara lain : Kelurahan Keprabon, Kelurahan Timuran, Kelurahan Setabelan, Kelurahan Ketelan, Kelurahan Kestalan, Kelurahan Punggawan, Kelurahan Mangkubumen, Kelurahan Manahan, Kelurahan Gilingan, Kelurahan Nusukan, Kelurahan Sumber, Kelurahan Banyuanyar, dan Kelurahan Kadipiro. Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan terbesar di Kota Surakarta, yaitu 33,63% dari luas wilayah Kota Surakarta dengan luas wilayah ± 1.481,10 ha. Secara geografis terletak pada 1100 BT 1110 BT dan 7,60 LS LS - 80 LS. Kecamatan Banjarsari terletak di sebelah utara di Jalan Letjen S. Parman 133 Surakarta, 57130 (www.surakarta.go.id).
39 I. Kawasan Heritage di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Kawasan heritage di Kota Surakarta beragam letaknya. Namun, pada laporan ini akan membahas mengenai kawasan heritage di kawasan Kecamatan Banjarsari. Kecamatan Banjarsari pada mulanya bernama Kawedanan Distrik Kota Mangkunegaran, kemudian setelah tahun 1933 dijadikan daerah Kecamatan Banjarsari (Tim Peneliti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2012 : 76). Daerah Kecamatan Banjarsari dahulu menjadi daerah Kota Mangkunegaran. Adapun batas-batas daerah Kadipaten Mangkunegaran dengan daerah Keraton Kasunanan adalah : dari kampung Jurug ke utara mengikuti aliran Bengawan Solo sampai pertemuan dengan Sungai Susukan, ke barat mengikuti aliran sungai Susukan tersebut sampai di kampung Debegan, ke selatan kampung Kandangsapi, sampai Panggung, belok ke barat sampai di kampung Margoyudan. Ke selatan sampai di sungai Pepe dan seterusnya (Tim Peneliti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2012 : 76). Banjarsari dahulu bernama kampung Balapan, sebab daerah tersebut merupakan tanah lapang luas untuk pacuan kuda. Pada zaman Mangkunegara IV memerintahkan untuk membuat tempat pacuan kuda di sebelah utara Pasar Legi (sekarang merupakan tempat berdirinya Monumen Perjuangan 45). Kemudian, di bangun pula tribune (panggung) tempat duduk para pembesar kerajaan (Mangkunegaran) yang menyaksikan pacuan kuda tersebut. Sekarang, nama Balapan sendiri merupakan nama stasiun kereta api pusat di Surakarta (Tim Peneliti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2012 : 76). Sejak zaman Mangkunegara V, tempat pacuan tersebut dibangun rumahrumah mewah untuk para pembesar Belanda yang dinamakan Villa Park. Rumahrumah tersebut dibangun berbanjar dan kelihatan sangat indah (sari) maka kemudian disebut dengan nama Banjarsari (banjar berarti rumah besar), dan kelihatan indah (asri, sari). Sekarang rumah-rumah tersebut masih berdiri dengan megah dan satu di antaranya digunakan sebagai tempat Residen Surakarta, dan
40 sekarang merupakan tempat berdirinya Monumen 45 dan Villa Park Banjarsari (Tim Peneliti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2012 : 77). Berikut merupakan obyek heritage di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta antara lain adalah : 1. Stasiun Solo Balapan Kelurahan Kestalan 2. Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) Kelurahan Kestalan 3. Ponten Kelurahan Kestalan 4. Villa Park Banjarsari Kelurahan Setabelan 5. Monumen 45 Kelurahan Setabelan 6. Pasar Antik Windujenar Triwindu Kelurahan Keprabon 7. Istana Pura Mangkunegaran Kelurahan Keprabon 8. Masjid Al-Wustho Kelurahan Ketelan 9. Monumen Pers Kelurahan Timuran 10. Taman Balekambang Kelurahan Manahan