BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan selalu menjadi masalah bagi setiap negara, terutama negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Pembangunan dikatakan berhasil jika terjadi pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pendapatan per kapita, tingkat pengangguran rendah, berkurang nya jumlah penduduk miskin dan distribusi pendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam maka kemiskinan meliputi banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, kemiskinan meliputi aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, dan pengetahuan serta keterampilan. Aspek sekunder meliputi miskin akan jaringan sosial, sumbersumber keuangan, dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut terwujud dalam bentuk kekurangan gizi, perumahan yang sehat, dan tingkat pendidikan yang rendah (Arsyad, 2010: 299). Konsep dan jenis kemiskinan selalu berkembang dari waktu ke waktu dan terus bermetamorfose dan konvergen menuju peningkatan yang lebih baik. Kondisi yang dikatakan miskin puluhan tahun yang lalu akan berbeda dengan kondisi miskin pada saat ini. Pemerintah, masyarakat, dan berbagai organisasi non pemerintahan berusaha untuk selalu menurunkan atau mengatasi kemiskinan karena pada dasarnya mempunyai tujuan untuk peningkatan kualitas hidup 1
masyarakat. Program penanggulangan kemiskinan terbaik adalah berbasis dari konsep kemiskinan yang dialami masyarakat sendiri (Maipita, 2014: 2). Menurut Khandker dan Haughton (2012: 159) diperlukan penjelasan logis mengapa beberapa orang tergolong miskin bila kita ingin memberantas akar masalah kemiskinan. Ada beberapa penyebab utama yang berhubungan dengan kemiskinan seperti karakteristik wilayah, karakteristik masyarakat, karakteristik rumah tangga, dan individu. Pada tingkat wilayah banyak sekali sifat yang bisa dihubungkan dengan kemiskinan. Kemiskinan yang tinggi terjadi pada daerah dengan isolasi geografi, basis sumber daya rendah, kerentanan terhadap bencana serta institusi domestik. Pada tingkat masyarakat, infrastruktur merupakan faktor penentu utama kemiskinan. Kualitas jalan, ketersediaan listrik, akses ke pasar, ketersediaan sarana pendidikan, dan kesehatan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan wilayah dan kemiskinan suatu daerah. Struktur rumah tangga seringkali berbeda antara rumah tangga miskin dan tidak miskin. Jumlah anggota rumah tangga, struktur usia, dan rasio ketergantungan menjadi penentu sejahtera nya suatu rumah tangga. Kemiskinan yang terjadi sekarang mempunyai penyebaran yang tidak seimbang baik antarnegara maupun antarwilayah di suatu negara. Dalam hampir setiap negara kemiskinan selalu terpusat di tempat-tempat tertentu, yaitu biasanya di perdesaan atau di daerah-daerah yang kekurangan sumberdaya. Beban kemiskinan paling besar juga terletak pada kelompok-kelompok tertentu. Kaum wanita dan anak-anak serta kelompok minoritas tertentu banyak menjadi korban dari ketidakmerataan tersebut (Kuncoro, 2006: 112). 2
45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 17.75 16.58 15.42 14.15 13.33 12.36 11.66 11.47 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jumlah (Juta) Persentase Sumber: BPS (2006 2013), diolah Gambar 1.1 Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2006 2013 Secara umum, angka kemiskinan Indonesia sejak 2006 2013 terus menurun. Penurunan tersebut tidak lepas dari upaya keras pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro-rakyat. Kendati belum bisa dikatakan maksimal, akan tetapi tren penurunan menunjukan bahwa usaha pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah telah memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam peningkatan taraf hidup mereka. 3
Indonesia Papua dan Maluku Sulawesi Kalimantan Bali dan Nusa Tenggara Jawa Sumatera 6.66 7.35 11.46 13.33 11.75 13.75 14.49 17.35 10.97 12.92 11.53 13.30 24.24 28.96 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 2013 2010 Sumber: BPS (2010 dan 2013), diolah Gambar 1.2 Persentase Jumlah Penduduk Miskin di Pulau Besar Indonesia Tahun 2010 dan 2013 Kendati Indonesia dianggap telah berhasil menurunkan angka kemiskinan, akan tetapi jika dilihat pada wilayah yang lebih kecil baik itu antarpulau besar, antarprovinsi maupun antarkabupaten/kota masih terdapat disparitas antarwilayah. Ada provinsi yang berhasil menurunkan persentase penduduk miskinnya dengan cepat dan ada pula yang lambat. Gambar 1.2 menggambarkan profil kemiskinan tiap pulau di Indonesia tahun 2010 dan 2013. Selain itu, sebaran penduduk miskin juga tidak merata di seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Penduduk miskin tersebut tinggal di wilayah perkotaan maupun perdesaan, dengan jumlah terbesar berada di wilayah perdesaan di Pulau Jawa, disusul Pulau Sumatera, baru kemudian pulau-pulau lain di Indonesia. Secara rinci, gambaran jumlah penduduk miskin di perdesaan dan perkotaan dapat dilihat pada Gambar 1.3. 4
Indonesia Papua dan Maluku 79.70 11097.60 1407.80 19925.40 Sulawesi 323.50 2023.40 Kalimantan 261.60 756.30 kota Bali dan Nusa Tenggara 743.60 1454.70 desa Jawa 7421.80 9898.00 Sumatera 2267.40 4385.20 Sumber: BPS (2010), diolah Gambar 1.3 Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan dan Perdesaan Tahun 2010 (dalam ribuan) Tabel 1.1. Persentase Penduduk Miskin di Pulau Sumatera Menurut Provinsi, 2010 2013 No 0% 20% 40% 60% 80% 100% Provinsi Penduduk Miskin (%) 2010 2011 2012 2013 1 Aceh 20,98 19,57 18,58 17,72 2 Sumatera Utara 11,31 11,33 10,41 10,39 3 Sumatera Barat 9,50 9,04 8,00 7,56 4 Riau 8,65 8,47 8,05 8,42 5 Jambi 8,34 8,65 8,28 8,42 6 Sumatera Selatan 15,47 14,24 13,48 14,06 7 Bengkulu 18,30 17,50 17,51 17,75 8 Lampung 18,94 16,93 15,65 14,39 9 Kepulauan Bangka Belitung 6,51 5,75 5,37 5,25 10 Kepulauan Riau 8,05 7,40 6,83 6,35 Sumatera 13,30 12,57 11,72 11,53 Indonesia 13,33 12,36 11,66 11,47 CV Provinsi (%) 42,14 40,62 42,21 41,85 CV Kabupaten (%) 47.49 49.57 49.59 50.10 Sumber: BPS (2010 2013), diolah Pulau Sumatera merupakan pulau terbesar ke-2 di Indonesia dengan luas 443.065,8 km 2 dengan jumlah penduduk sekitar 52.210.926 jiwa (sensus penduduk 2010). Tahun 2010 ada 10 provinsi dan 151 kabupaten/kota di Pulau Sumatera. Struktur ekonomi Pulau Sumatera sangat beragam, baik itu sektor 5
primer (pertanian dan pertambangan/penggalian), sektor sekunder (industri, listrik, gas dan air bersih, dan jasa-jasa), dan sektor tersier (perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa). Menurut MP3EI (2011), Pulau Sumatera sebagai koridor ekonomi mempunyai tema sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. Secara geostrategis, Sumatera diharapkan menjadi gerbang ekonomi nasional ke pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, dan Australia. Angka kemiskinan Pulau Sumatera pada tahun 2010 dan 2013 tidak jauh berbeda dengan angka kemiskinan tingkat nasional (Gambar 1.2). Berdasarkan keberagaman wilayah dan kondisi kemiskinan tersebut, Pulau Sumatera dapat dianggap cukup mewakili kondisi kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat secara keseluruhan tingkat kemiskinan di Sumatera pada periode 2010 2013 terus mengalami penurunan, yaitu dari 13,30 pada tahun 2010 menjadi 11,53 pada tahun 2013. Setiap provinsi juga menunjukkan persentase penduduk miskin yang terus menurun dari tahun ke tahun. Persentase penduduk miskin terbanyak terdapat di Provinsi Bengkulu yaitu pada tahun 2013 sebesar 17,75. Sedangkan persentase penduduk miskin terendah pada tahun 2013 berada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 5,25. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun persentase penduduk miskin semakin menurun akan tetapi antarprovinsi di Pulau Sumatera masih terjadi kesenjangan keberhasilan pembangunan dalam mengatasi masalah kemiskinan. Angka koefisien variasi (CV) juga menunjukkan peningkatan dari tahun 2010 sampai 6
2012 hal ini mengindikasikan bahwa angka kemiskinan antara kabupaten di Pulau Sumatera semakin bervariasi atau kesenjangan angka kemiskinan semakin besar. Menurut hukum geografi pertama oleh Tobler (1979) Everything is related to everything else but near things are more related than distance things. Letak geografis wilayah tetangga akan mempengaruhi kegiatan ekonomi dan karakteristik sosial ekonomi suatu wilayah, semakin dekat wilayahnya maka pengaruhnya akan semakin kuat. Kemiskinan dan penyebabnya diasumsikan dipengaruihi juga oleh karakteristik wilayah dan kedekatannya dengan wilayah miskin tetangga sehingga muncul kantong-kantong kemiskinan di wilayah tertentu. Penelitian ini berusaha menggunakan pendekatan spasial dalam menganalisis keterkaitan kemiskinan antarwilayah dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel kemiskinan. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kemiskinan dengan berbagai pendekatan analisis sebelumnya telah banyak dilakasanakan. Penelitian-penelitian tersebut memberikan referensi kepada peneliti mengenai metode dan sudut pandang dalam menganalisis kemiskinan. Berbagai penelitian tersebut terangkum pada tabel berikut. 7
Tabel 1.2 Penelitian Sebelumnya No Nama peneliti Lokasi, periode Alat analisis Hasil penelitian 1 Fitrady (2003) Kabupaten kota di Jawa (1996 dan Indeks Entropi Theil dan analisis Kesenjangan spasial kemiskinan antara kabupaten/kota di dalam 1999) diskriminan provinsi lebih tinggi dibandingkan dengan derajat kesenjangan antara provinsi atau dapat dikatakan bahwa konsentrasi spasial kemiskinan di Jawa cenderung mengelompok di wilayah 2 Ayadi dan Amara (2009) 3 Odeyemi dan Olamide (2013) 4 Sari dan Kawashima (2010) Tunisia (2001 dan 2005) Nigeria (2005 dan 2010) Kabupaten/kota se- Indonesia (2005 2007) 5 Zakaria (2014) Jawa Tengah (2003 2013) Autokorelasi spasial dan GWR Aukorelasi spasial dan Regresi kota/kabupaten. Terdapat hubungan antara kemiskinan wilayah yang berdekatan. Aspek spasial menjadi pertimbangan dalam penyusunan program pengentasan kemiskinan. Terdapat hubungan antara kemiskinan wilayah yang berdekatan dan terjadi peningkatan pengolompokan pada tahun 2010 dibanding tahun 2005. GIS dan Regresi Persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan tersebar di seluruh Autokorelasi Spasial (indeks Moran dan LISA), Tipologi wilayah, Regresi panel kabupaten/kota, menunjukkan kecenderungan kemiskinan yang lebih tinggi dan lebih parah di pulau-pulau timur Indonesia. Pengeluaran untuk makanan, ketersediaan kamar kecil, akses air bersih, pelayanan kesehatan umum, dan pendidikan, mempengaruhi kemiskinan. Indikator kemiskinan moneter, kesehatan, dan pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, sehingga menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan di Jawa Tengah sudah pro poor growth dan pro poor budgeting. wilayah kabupaten yang memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi cenderung mengelompok di sebelah selatan Jawa Tengah bagian barat (Kabupaten Cilacap dan sekitarnya), sedangkan Kabupaten Demak merupakan spatial outlier. 8
Tabel 2.1 Lanjutan No Nama peneliti Lokasi, periode Alat analisis Hasil penelitian 6 Datt dan India (1957 Regresi data panel Perbedaan tren dalam Ravalliom (1997) 1991) pengurangan kemiskinan dikaitkan dengan perbedaan tingkat pertumbuhan hasil pertanian dan kondisi awal yang berbeda;. Negara bagian yang dimulai dengan infrastruktur yang lebih baik dan sumber daya manusia terlihat mempunyai efek pengurangan kemiskinan dalam jangka panjang yang lebih signifikan. Penyimpangan dari tren pengurangan kemiskinan disebabkan oleh inflasi dan guncangan ke PDRB pertanian maupun non pertanian.. 7 Farawati (2012) Indonesia (2004 Regresi data panel Pertumbuhan ekonomi, 2010) pengeluaran pemerintah dan PAD signifikan berpengaruh dengan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi diikuti dengan menurunnya tingkat kemiskinan. 8 Fan, Hazell dan Thorat (2000) India (1970 1993) Regresi data panel Pengeluaran pemerintah mepunyai pengaruh yang berbeda terhadap penurunan angka kemiskinan. Pengeluaran untuk infrastruktur jalan, riset pertanian dan pendidikan mempunyai pengaruh yang paling besar. 9 Corcoran dan Hill (1980) Amerika Serikat (1967 1975) 10 Santoso (2013) Indonesia (2000 2011) Regresi data panel Kepala rumah tangga pengangguran berkontribusi terhadap kemiskinan tetapi bukan menjadi penyebab utama kemiskinan. Path Analysis Penelitian ini menemukan bahwa PAD, DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap penurunan jumlah kemiskinan daerah. Berkebalikan dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak berpengaruh terhadap pengangguran dan penurunan kemiskinan. 9
Tabel 2.1 Lanjutan No Nama peneliti Lokasi, periode Alat analisis Hasil penelitian 11 Freeman (2003) Amerika Serikat (1970 2001) Regresi data panel Antara tahun 1980an dan 1990an, aliran tenaga kerja menjadi indikator yang lebih efektif terhadap tingkat kemiskinan dibandingkan dengan naik turunnya pendapatan. Penelitian ini memiliki tema yang sama dengan penelitian di atas, tetapi ada beberapa hal mendasar yang membedakan diantaranya sebagai berikut. 1. Lokasi penelitian meliputi seluruh kabupaten/kota di Pulau/Kepulauan Sumatera dengan unit analisis pada tingkat kabupaten/kota. Dengan lokasi penelitian tersebut diharapkan dapat melihat keterkaitan antara kabupaten/kota bukan hanya dalam 1 wilayah provinsi, tetapi dengan bisa juga dengan kabupaten/kota tetangga pada provinsi lain. 2. Data yang digunakan merupakan data panel meliputi 151 kabupaten/kota dengan periode tahun tahun 2010 2013. 3. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi GIS, keterkaitan spasial dan regresi data panel 4. Variabel pengaruh yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 6 aspek yaitu aspek pendidikan, aspek ketenagakerjaan, aspek pertumbuhan ekonomi, aspek belanja pemerintah daerah dan aspek penerimaan pemerintah daerah. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dilihat bahwa angka kemiskinan dari tahun ke tahun terus menurun tapi angka koefisien variasi 10
penduduk miskin antara kabupaten/kota di Pulau Sumatera menunjukkan peningkatan. Hal tersebut menjadi indikasi awal bahwa meskipun persentase penduduk miskin di Pulau Sumatera dari tahun ke tahun cenderung semakin menurun tetapi masih terjadi kesenjangan distribusi kemiskinan antara kabupaten/kota yang semakin meningkat. Penulis tertarik untuk melihat sebaran tingkat kemiskinan dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan kabupaten/kota di Pulau Sumatera dari sudut pandang spasial. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pola sebaran tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Pulau Sumatera? 2. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap kemiskinan kabupaten/kota di Pulau Sumatera? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis pola persebaran tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Pulau Sumtera. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Pulau Sumatera. 11
1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut. 1. Memberikan gambaran kepada pemerintah pusat maupun daerah mengenai sebaran kemiskinan di Pulau Sumatera sehingga bisa sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pembangunan khususnya dalam upaya pengentasan dan penanggulangan kemiskinan. 2. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dan sebaran spasialnya. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 5 Bab sebagai berikut. Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka berisi landasan teori, studi empiris, dan beberapa kajian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya. Bab III Metodologi Penelitian berisi jenis dan sumber data, definisi operasional variabel, kerangka tahapan analisis, dan alat analisis. Bab IV Analisis berisi hasil penelitian dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran berisi simpulan, implikasi penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran. 12