BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Melalui penganekaragaman pangan, dapat dipenuhi kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh manusia (Karsin, 2004). Penganekaragaman bahan makanan sudah dikenal masyarakat untuk meningkatkan gizi dan mempertahankan status gizi. Usaha penganekaragaman pangan dapat dilakukan dengan mencari bahan pangan baru atau bahan dari pangan yang sudah ada di lingkungan dan dikembangkan menjadi bahan pangan yang beraneka ragam dengan harga yang relative terjangkau oleh masyarakat. Buah-buahan sama halnya dengan bahan makanan jenis lain, sama-sama memiliki tingkat kalori yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat sehari-hari. Kehadiran buah-buahan di dalam menu sehari-hari bangsa kita sudah dikenal sejak zaman dahulu. Sebagai pangan sumber vitamin dan mineral, buahbuahan mensuplai energi sebesar 193,39 kkal/kapita/hari (5,92 persen dari total ketersediaan) di tahun 2010. Kontribusi yang cukup besar berasal dari dua komoditas, yaitu jeruk sebesar 78,12 kkal/kapita/hari dengan volume 54,99 1
2 kg/kapita/tahun dan pisang sebesar 35,99 kkal/kapita/hari dengan volume 25,34 kg/kapita/tahun (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara). Menurut hasil SUSENAS (2009), konsumsi rata-rata per kapita seminggu menurut jenis buah-buahan yaitu pada buah jeruk 0,119, pada buah pisang 0,0069, pada buah pepaya 0,046 sedangkan pada buah apel 0,025. Buah jeruk merupakan buah yang paling banyak dikonsumsi dibandingkan dengan jenis buah lain seperti buah pisang, pepaya, rambutan dan apel dilihat dari konsumsi rata-rata per kapita seminggu menurut jenis makanan dan golongan pengeluaran sebulan tahun 2009. Jeruk manis berasal dari India, Timur Laut, Cina selatan, Birma Utara, dan Cochin Cina, Konon yang membudidayakan pertama kali adalah orang Cina bagian selatan. Disebut jeruk manis karena memang rasanya manis, tetapi ada juga yang rasanya manis disertai rasa asam sedikit, sehingga bisa menambah rasa segar bila dimakan atau diminum sebagai sari buah. Pada mulanya jeruk manis dimakan sebagai buah segar atau sebagai pencuci mulut setelah makan. Akan tetapi karena kulitnya tebal seringkali orang memerasnya untuk diambil airnya. Jeruk manis dalam bahasa inggris disebut sweet orange. Jeruk manis mempunyai nama ilmiah Citrus sinensis L. Varietas jeruk manis sangat banyak diantaranya jeruk manis biasa (Common orange), jeruk manis pusar (Navel orange), jeruk manis merah darah (Pigmented orange), Valencia, Sunkist, jeruk manis tanpa rasa asam (Acidless orange). Seringkali jeruk manis disebut pula dengan nama daerah asalnya misalnya jeruk manis pacitan karena berasal dari Pacitan, jeruk manis medan karena berasal dari daerah Sumatera Utara. (Pracaya, 2000).
3 Salah satu limbah dari buah jeruk adalah kulitnya, Kulit buah tebalnya 0,3-0,5 cm, dari tepi bewarna kuning atau orange dan makin ke dalam bewarna putih kekuningan sampai putih, berdaging dan kuat melekat pada dinding buah. Kulit jeruk manis menghasilkan minyak atsiri yang sering digunakan sebagai aromatik dengan komposisi senyawanya adalah limonene, sitronelal, geraniol, linalol, α- pinen, mirsen, β-pinen, sabinen, geranil asetat, nonanal, geranial, βkariofilen, dan α-terpineol (Indah, 2013). Menurut Pracaya dalam bukunya, Jeruk Manis, kandungan nutrisi, vitamin dan mineral seperti vitamin C, protein, amino nitrogen, kalsium, magnesium, kalium, belerang paling tinggi justru di bagian kulit jeruk dibandingkan pada dagingnya atau sari buah jeruk. Sedangkan, kandungan lemak dan gula lebih rendah pada kulit jeruk. Sehingga cukup baik untuk mengkonsumsi kulit jeruk manis dalam kehidupan sehari-hari. Konsumsi kulit jeruk sebagai pangan yang memenuhi gizi di Indonesia kurang dimanfaatkan secara nyata karena sifat kulit jeruk yang mengalami pembusukan dan rasanya yang asam dan kelat. Berdasarkan survey awal yang saya lakukan terhadap rumah makan salah satunya Ayam Penyet Ria, kantin USU dan kantin-kantin yang memproduksi jus buah, untuk jus buah jeruk yang digunakan yaitu buah jeruk manis, dimana kulit dari hasil perasan jeruk manis tersebut dibuang begitu saja. Maka saya tertarik untuk memanfaatkan kulit jeruk manis dari sisa perasan jeruk manis tersebut dalam penganekaragaman bahan makanan menjadi produk yang mudah diolah dan lebih menarik untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Selain itu, dapat menurunkan limbah kulit jeruk manis secara efektif dan efisien.
4 Kulit jeruk mengandung pektin dalam konsentrasi tinggi berkisar antara 15-25 % dari berat kering dan terdapat senyawa limonen 94% dalam kulit jeruk. Kandungan pektin pada kulit jeruk bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena dapat menurunkan kolesterol dan gula darah. Menurunkan kolesterol darah karena mempunyai kemampuan mengikat asam empedu, empedu terbuat dari kolesterol sehingga pengeluarannya dari tubuh dapat menurunkan kolesterol darah (Almatsier, 2010). Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugusmetoksin. Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Asam pektinat ini bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk gel seperti yang terjadi pada pembuatan selai (Tarwiyah dan Kemal, 2001). Selai didefenisikan sebagai suatu bahan pangan setengah padat yang dibuat kurang dari 45% dari bagian berat zat penyusun sari buah dan 55% dari bagian berat gula dengan komponen asam ph 3,10-3,46 pektin 0,75% - 1,5%. Campuran ini dikentalkan sampai mencapai kadar zat padat terlarut tidak kurang dari 65% (Desrosier, 1988). Selai disukai banyak orang karena rasanya yang manis dan dapat dikonsumsi oleh semua golongan umur selain itu selai juga dapat dibuat dari berbagai macam buah sesuai dengan ketersediaan yang ada di lingkungan sekitar atau berdasarkan rasa buah yang disukai. Selai tidak hanya dimakan saja, tetapi biasanya dipakai sebagai tambahan pemanis beberapa makanan, sebagai bahan isian dan bahan oles pada roti. Aroma dan rasa yang dihasilkan selai terdapat pada bahan-bahan yang digunakan dan
5 juga cara memasak yang benar, yaitu tidak terlalu cair dan tidak terlalu padat. Selai dapat bertahan lama karena dalam proses pembuatannya melalui proses pendidihan yang membuat sari buah benar-benar meresap masuk kedalam tekstur yang padat, sehingga rasa yang terdapat dalam buah sangat melekat didalam selai. Selai dari kulit jeruk manis termasuk produk yang masih baru, sehingga masih perlu dilakukan penelitian. Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan untuk pembuatan selai dari kulit jeruk ini adalah kulit jeruk manis yaitu jeruk manis yang didapatkan dari Ayam Penyet Ria, kantin USU dan kantin kantin yang memproduksi jus buah jeruk manis. Bagian dalam kulit jeruk berupa jaringan busa sebagai serat dan pektin sedangkan pada bagian luar kulit jeruk yang bewarna kuning atau orange sebagai penguat aroma. Beberapa penelitian yang terkait dengan produk selai dari kulit jeruk manis belum pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Pangesti dkk. (2008) tentang Pemanfaatan Pektin Limbah Kulit Jeruk Pada Pembuatan Permen Jelly Sebagai Alternatif Bahan Pangan Sumber Vitamin C, menggunakan limbah albedo kulit jeruk Sunkist Valencia late orange dengan dua perlakuan, yaitu pektin dari berat albedo 100 g dan 125 g. Hasil yang diperoleh ialah tingkat kesukaan untuk warna dan rasa adalah permen jelly kulit jeruk dengan berat pektin dari albedo jeruk 125 g, untuk aroma dan kekenyalan permen jelly dari kulit jeruk dengan berat pektin dari albedo 100 g. Penelitian lainnya mengenai pembuatan selai diteliti juga oleh Paramagita dkk. (2008) dengan memanfaatkan kulit durian yaitu Pelatihan Pemanfaatan Kulit Durian Sebagai Bahan Baku Selai Dalam Meningkatkan Nilai Tambah
6 Sumber Daya Lokal. Pelatihan pemanfaatan kulit durian yang dilakukan terhadap masyarakat berhasil meningkatkan 77% pengetahuan baru bagi masyarakat. Adapun kendala yang dihadapi ialah waktu mengekstrak dan biaya yang cukup mahal dalam menguji pektin dalam kulit durian. tetapi, dengan adanya pelatihan pemanfaatan kulit durian sebagai selai, masyarakat menjadi tahu dalam meningkatkan nilai jual dari kulit tersebut. Yenrina dkk. (2009) meneliti mengenai Mutu Selai Lembaran Nenas (Ananas comusus) dengan jonjot labu kuning (Cucurbita moschata) bertujuan untuk mengetahui tingkat pencampuran daging buah nenas dengan jonjot labu kuning yang tepat sehingga diperoleh selai lembaran yang bermutu baik, untuk mengetahui nilai gizi, dan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap produk. Terdapat 6 variasi perlakuan yaitu A (nenas 100 : jonjot labu kuning 0), B (nenas 90 : jonjot labu kuning 10), C (nenas 80 : jonjot labu kuning 20), D (nenas 70 : jonjot labu kuning 30), E (nenas 60 : jonjot labu kuning 40), dan F (nenas 50 : jonjot labu kuning 50). Hasil menunjukkan bahwa tingkat pencampuran nenas dan jonjot labu kuning berpengaruh pada kadar total asam dan kadar pektin, tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar air, kadar serat, kadar gula, dan kekuatan lembaran. Perlakuan C (nenas 80 : jonjot labu kuning 20) menunjukkan hasil terbaik. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin membuat ekperimen yaitu uji daya terima selai dari kulit jeruk manis (Citrus sinensis L) dan nilai gizinya.
7 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana daya terima selai kulit jeruk manis (Citrus sinensis L) dan nilai gizinya. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui daya terima masyarakat dan nilai gizi selai dari kulit jeruk manis. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Memperoleh selai dari kulit jeruk manis. 2. Mengetahui kandungan gizi selai dari kulit jeruk manis. 3. Mengetahui daya terima selai dari kulit jeruk manis. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari kulit jeruk manis. 2. Memberikan informasi mengenai pembuatan dan kandungan gizi selai dari kulit jeruk manis. 3. Menambah produk pangan yang lebih berguna dan bernilai gizi lebih. 4. Sebagai alternative untuk mengurangi limbah kulit jeruk.