BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan setiap manusia dengan ciri khasnya masing-masing. Manusia tidak ada yang sama persis di dunia ini walaupun dengan saudara kembarnya sendiri. Salah satu kategori usia yang menarik untuk dibahas yaitu remaja, terutama mahasiswa dengan segala karakteristiknya. Mahasiswa yang sering disebut sebagai komunitas terdidik, cerdas, memiliki berbagai keterampilan dan bervisimasa depan, dituntut kiprah dan peran positifnya di tengah kehidupan masyarakat. Secara umum dapat dikatakan, mahasiswa adalah bagian dari generasi muda atau anak bangsa yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Beberapa perguruan tinggi di Indonesia memiliki Visidan Misi tertentu, salah satunya adalah di Universitas X sebagai Universitas Islam. Visidan Misi Universitas X tersebut jelas bertujuan untuk membentuk cendekiawan muslim dan pemimpin bangsa yang berkualitas, bermanfaat bagi masyarakat, menguasai ilmu keislaman dan mampu menerapkan nilai-nilai Islami serta berdaya saing tinggi, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, sastra, dan seni yang berjiwa Islam, turut serta membangun masyarakat dan negara Republik Indonesia yang adil dan makmur serta mendapat ridla Allah SWT, dan mendalami, mengembangkan, dan menyebarluaskan pemahaman ajaran agama Islam untuk dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh warga Universitas dan masyarakat (Visi&Misi Universitas X, www.uii.ac.id/content/view/129/606/).
Selanjutnya, di dalam buku Panduan Admisi Mahasiswa Baru (2012/2013) pada Universitas X dijelaskan mengenai kegiatan-kegiatan yang diagendakan rutin setiap tahunnya guna menunjang eksistensi sebagai Universitas Islam. Kegiatan-kegiatan tersebut seperti: (1) Pesona Ta aruf yaitu kegiatan perkenalan/ta aruf sesama mahasiswa baru, (2) Orientasi Nilai Dasar Islam (ONDI) yaitu pengenalan nilai dasar Islam bagi mahasiswa baru, kelulusan ONDI sebagai syarat mengambil mata kuliah Studi Kepemimpinan Dasar Islam, dan (3) Placement Test Agama yaitu tes pengelompokan kemampuan pemahaman keislaman bagi mahasiswa baru sebagai pedoman dalam pengelompokan pembinaan keagamaan. Selain itu, terdapat Mata Kuliah Wajib Institusi seperti: BTAQ, PDPI, PAI I, PAI II, SKI, ONDI, LKID, dan lain sebagainya (Buku Panduan Akademik, 2013). Sebagai bagian dari Universitas X, untuk lebih memberi bobot dari sikap dan perilaku yang sesuai dengan Visidan Misi, maka sosok mahasiswa harus memiliki identitas sebagai insan religius. Dengan identitas ini, maka mahasiswa Universitas X harus memiliki landasan moral yang kuat sebagai manifestasi dari ajaran agama Islam. Dengan demikian, mahasiswa Universitas X idealnya harus memiliki identitas diri yang baik yang dapat mengarahkan ucapan, perbuatan, serta pemikirannya bernafaskan Islam. Identitas diri, jelas diperlukan mahasiswa dalam menjalankan kehidupannya baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus. Menurut Marcia terdapat dua dimensi dari proses identitas yaitu eksplorasi dan komitmen. Mengacu pada dua dimensi tersebut, Marcia membedakan empat tipe status
identitas yaitu identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium, dan identity achievement. Marcia mengatakan bahwa individu yang sudah sampai pada tahap identity achievement bilamana telah sukses mencapai identitas dalam berbagai bidang di kehidupannya, seperti pada bidang ideologi, agama, politik, hubungan dengan orang lain dan pekerjaan (Marcia, 1980). Dalam konteks penelitian ini hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana mahasiswa memandang dirinya, bagaimana mahasiswa memegang peranan identitas dirinya sebagai mahasiswa muslim, bagaimana mahasiswa mampu beradaptasi di lingkungan kampus, bagaimana cara mahasiswa mentaati peraturan yang berlaku, bagaimana mereka menyikapi persoalan dengan mahasiswa lain, dan sebagainya. Mahasiswa dalam tahapan perkembangannya termasuk dalam kategori remaja akhir yaitu usia 18 sampai 22 tahun. Salah satu tugas perkembangan dalam masa remaja akhir adalah mahasiswa sudah mempunyai identitas diri yang matang atau identity achievement. Akan tetapi fenomena yang terjadi, masih ada mahasiswa yang mengalami kebingungan identitas. Mahasiswa yang tidak memiliki pemahaman yang baik mengenai dirinya, akan lebih besar kemungkinannya hidup dalam ketidakpastian serta tidak mampu menyadari keunggulan maupun kekurangan yang ada pada dirinya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gardner (1992) bahwa seorang individu yang tidak memiliki identitas diri yang baik, maka individu tersebut akan menjadi individu yang tidak percaya diri dan tidak memiliki kebanggaan pada dirinya sendiri.
Menurut Fuhrmann (1990) individu yang belum mencapai identity achievement adalah mereka yang masih mengalami krisis identitas. Mereka belum memiliki kesadaran sosial dan konsep penguasaan kognitif terhadap lingkungan (Fuhrmann, 1990). Mahasiswa yang belum mencapai identity achievement berarti mereka yang sedang mengalami kebingungan dan krisis identitas. Kebingungan dan krisis identitas yang dimaksudkan adalah mahasiswa yang mengabaikan identitas dirinya sebagai mahasiswa muslim. Mahasiswa seharusnya tahu apa saja yang menjadi peraturan yang diberlakukan oleh Universitas X dan peraturan agama. Namun masih ada mahasiswa Universitas X, khususnya mahasiswa perempuan atau mahasiswi yang hanya paham peraturan Universitas tetapi kurang paham peraturan agama. Sebagai contoh, mahasiswi memang menaati peraturan di Universitas X untuk berbusana muslimah dan memakai jilbab, tetapi mereka membuka jilbabnya ketika sedang berada di luar lingkungan kampus. Hal tersebut diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 26 dan 27 November 2015 pada empat mahasiswi. Hasil wawancara menunjukkan bahwa menurut keempat mahasiswi tersebut, kewajiban menutup aurat dan berjilbab tetap mereka taati karena hal tersebut merupakan peraturan mutlak dari Universitas X. Namun di luar itu, kebebasan dalam berpakaian bukan menjadi suatu kewajiban bagi mereka. Jadi, ketika di luar lingkungan kampus mereka bebas memilih untuk berbusana seperti apa, termasuk tidak berjilbab. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, maka peneliti melakukan observasi di luar lingkungan kampus pada tanggal 21-22 November 2015 dan 10 Januari 2015 yaitu di pusat perbelanjaan Ambarukmo Plaza, sekitar Malioboro,
dan sepanjang jalan UGM (saat kegiatan Sunmor UGM). Hasil observasi dan wawancara singkat menunjukkan bahwa dari 50 perempuan berbusana ketat, tidak menutup aurat atau tidak berjilbab, sebanyak 20 orang adalah mahasiswi Universitas X. Observasi juga dilakukan pada salah satu media sosial Instagram. Peneliti menemukan beberapa akun yang memuat foto-foto mahasiswi yang tidak berjilbab. Akun-akun di Instagram tersebut adalah @uiicantikganteng (www.instagram.com/uiicantikganteng/), @fpsbuiicantikganteng (www.instagram.com/fpsbuiicantikganteng/) dan masih ada beberapa akun lain tetapi di kunci sehingga peneliti tidak bisa melihat foto-foto yang diunggah pada akun-akun tersebut. Contoh lain adalah cara berbusana mahasiswi masih ada yang tidak sesuai dengan ketentuan Universitas X. Peraturan Universitas no: 460/SK- Rek/Rek/X/2001 (www.unisys.uii.ac.id/cetak.asp?u=113&b=i&v=1&j=i&id=70&owner=113) bab II pasal 3 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap mahasiswa (putri) diwajibkan memakai busana muslimah selama berada di lingkungan Universitas. Kemudian pada bab III pasal 4 ayat 2 menyebutkan bahwa setiap mahasiswa (putri) selama berlangsungnya proses belajar-mengajar, dilarang: memakai busana yang terlihat auratnya, memakai busana ketat, memakai busana yang transparan, memakai kaca mata gelap, memakai make-up secara berlebihan, merokok, memakai sandal atau yang dapat dipersamakan dengan itu. Realita yang ada, masih ada mahasiswi yang memakai pakaian hanya melapisi badannya dengan celana atau baju yang ketat, tembus pandang, atau memakai jilbab yang tidak sampai menutup dada. Hal tersebut peneliti buktikan dengan melakukan observasi pada tanggal 24 November
2015 di lingkungan kampus FPSB. Hasil observasi menunjukkan bahwa ada mahasiswi yang memakai celana jeans ketat, memakai jilbab tidak sampai menutup dada, dan ada beberapa mahasiswi yang memakai make up secara berlebihan. Untuk memperkaya informasi, peneliti juga melakukan pre-study berupa pengukuran tingkat identity achievement pada mahasiswi di Universitas X, dengan menyebarkan sebanyak 50 angket. Hasilnya menunjukkan tingkat identity achievement pada mahasiswi di Universitas X berada dalam kategori sedang yaitu sebanyak 20 (40%). Hal tersebut menggambarkan bahwa mahasiswi di Universitas X belum sepenuhnya mencapai identity achievement. Berdasarkan beberapa uraian di atas menunjukkan bahwa berbagai permasalahan tersebut mengindikasikan mahasiswi Universitas X belum mencapai identity achievement dalam domain ideologi, khususnya dalam hal agama seperti yang dijelaskan oleh Marcia bahwa identity achievement memiliki dua domain utama yaitu ideologi dan interpersonal. Masing-masing ideologi tersebut memiliki subdomain, yang akan dijelaskan lebih rinci pada bab II. Mahasiswi di Universitas X berarti tidak memiliki komitmen yang cukup kuat terutama dalam penerapan agama maupun aturan dari Universitas. Beberapa contoh yang sudah disebutkan menjadikan peneliti penasaran untuk mengulik lebih dalam tentang bagaimana identitas diri mahasiswi di Universitas X dalam tahapan identity achievement. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa peneliti memfokuskan topik penelitian ini yaitu identity achievement pada mahasiswi di Universitas X.
Secara garis besar, ada beberapa faktor yang mempengaruhi identitas. Fuhrmann (1990) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan identitas yaitu: pola asuh, homogenitas lingkungan, model untuk identifikasi, pengalaman masa kanak-kanak, perkembangan kognisi, sifat individu, pengalaman kerja, dan identitas etnik. Individu dalam usaha pencapaian identitas dirinya membutuhkan usaha yang besar, mulai dari mengeksplorasi dan menyelesaikan krisis identitas. Untuk itu diperlukan rasa ingin tahu dan keinginan yang kuat dalam diri individu untuk mengadakan eksplorasi, mengontrol setiap peristiwa yang terjadi guna membantu mencapai identity achievement. Kontrol individu terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi inilah yang disebut sebagai locus of control. Myers (2012) mengemukakan bahwa locus of control adalah sejauh mana orang merasakan hasil sebagai sesuatu yang dikendalikan secara internal oleh usaha mereka sendiri atau eksternal oleh kebetulan atau kekuatan diluar dirinya. Individu yang melihat diri mereka sendiri dikendalikan secara internal cenderung berhasil di sekolah, berhenti merokok, mengenakan sabuk pengaman, menangani masalah perkawinan secara langsung, mendapat penghasilan yang besar, dan menunda kegembiraan instan untuk meraih tujuan jangka panjang (Findley & Cooper, dalam Myers 2012). Mengacu pada pernyataan tersebut, mahasiswi yang memiliki locus of control internal berarti telah mampu mengatasi krisis identitasnya sebagai mahasiswi muslim. Sedangkan mahasiswi yang memiliki locus of control yang eksternal, maka mereka masih mengalami kebingungan dan krisis identitas yang disebabkan oleh hal lain diluar dirinya sendiri.
Berdasarkan beberapa kasus pada mahasiswi di Universitas X yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswi tersebut memiliki tingkat locus of control eksternal yang ditandai dengan kurangnya keinginan dan keyakinan yang kuat pada diri mahasiswi dalam mengintegrasikan nilai-nilai islam sebagai mahasiswi muslim, sehingga proses pencapaian identity achievementnya kurang berjalan dengan lancar atau terhambat. Sedangkan mahasiswi yang memiliki tingkat locus of control internal, berarti idealnya mereka sudah mampu mengatasi krisis identitas dirinya memiliki komitmen sebagai mahasiswi muslim. Selanjutnya, peneliti merumuskan bahwa locus of control dan identity achievement pada mahasiswi di Universitas X perlu dikaji lebih dalam, dimana mahasiswi di universitas X termasuk dalam kategori remaja akhir yang idealnya sudah sampai dalam tahapan pencapaian identitas (identity achievement). Kemudian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui locus of control yang dimiliki mahasiswi di Universitas X apakah internal atau eksternal. Maka, pertanyaan dari penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara locus of control dan identity achievement pada mahasiswi di Universitas X? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melibatkan subjek mahasiswi di Universitas X dari berbagai fakultas dan program studi. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara locus of control dan identity achievement pada mahasiswi di Universitas X.
C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat memperluas serta memperdalam pengetahuan yang sudah ada. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang identity achievement yang dimiliki mahasiswi di Universitas X dalam kaitannya dengan locus of control yang dimiliki mahasiswi. 2. Manfaat Praktis Keseluruhan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswi di Universitas X yang belum mencapai identity achievement. Sehingga mahasiswi dapat menyesuaikan sikap dan perilakunya dalam pencapaian identitas dirinya. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Identity Achievement telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Di antaranya adalah Agnes (2009) yang melakukan penelitian tentang Self-Identity by Teenagers Having Stepmother yang bertujuan untuk melihat bagaimana pencapaian identitas diri pada remaja yang memiliki ibu tiri dan faktor apa saja yang mempengaruhi pencapaian identitas diri pada remaja tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pencapaian identitas diri subjek kurang baik, tetapi subjek memiliki beberapa komponen yang
mendukung pencapaian identitas diri ke arah yang lebih baik, antara lain komponen fisik, pekerjaan, seksual, sosial, dan filsafah hidup. Kemudian Kusumaningrum (2009) meneliti tentang Hubungan Komunikasi Orangtua-Remaja dengan Identity Achievement Pada Remaja Akhir. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement pada remaja akhir. Selain itu, Verasari (2007) melakukan penelitian yang berjudul Peran Mawadah dan Rahmah dengan Identity Achievement Pada Remaja Akhir. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara mawadah dan rahmah dengan identity achievement pada remaja akhir. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara mawadah dan rahmah dengan identity achievement pada remaja akhir. Selanjutnya, Angesti (2014) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Antara Kelekatan Terhadap Orangtua dan Identity Achievement Pada Remaja Akhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif antara kelekatan terhadap orangtua dengan identity achievement pada remaja akhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, maka penjelasan mengenai keaslian penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Keaslian Topik Kusumaningrum (2009) dan Angesti (2014) melakukan penelitian dengan topik Identity Achievement pada remaja akhir. Agnes (2009) dan Verasari (2007) juga melakukan penelitian dengan topik yang sama. Pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan topik yang sama yaitu identity achievement. Bedanya, pada penelitian ini mengaitkan identity achievement dengan variabel locus of control. Sedangkan dalam penelitian-penelitian sebelumnya mereka mengaitkan variabel identity achievement dengan variabel lain seperti kelekatan terhadap orangtua (Angesti, 2014). 2. Keaslian Teori Penelitian yang dilakukan oleh Verasari (2007) menggunakan teori yang dikemukakan oleh Marcia (1993), sama seperti teori yang digunakan pada penelitian lain yaitu Kusumaningrum (2009) dan Angesti (2014). Pada penelitian ini, peneliti juga memilih untuk menggunakan teori seperti yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu teori dari Marcia (1993). Sedangkan untuk locus of control menggunakan teori dari Rotter. 3. Keaslian Alat Ukur Penelitian yang dilakukan oleh Verasari (2007) menggunakan Skala Identity Achievement dengan mengacu aspek yang dikemukakan oleh Marcia (dalam Sprinthall dan Collins, 1995). Sedangkan pada penelitian ini, untuk mengukur identity achievement menggunakan alat ukur The Extend Objective Measure of Ego Identity Status Revised II (EOMEIS-2R) yang dibuat oleh Adams, dkk (Adams, 1998) berdasarkan teori Marcia dengan hanya
mengambil 16 aitem soal seperti yang digunakan pada penelitian lain oleh Angesti (2014). Kemudian untuk mengukur locus of control, peneliti menggunakan skala Locus of Control Instrument hasil pengembangan Pettijohn (2004) berdasarkan teori Rotter. 4. Keaslian Subjek Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum (2009) dan Angesti (2014) menggunakan subjek berupa remaja akhir usia 18-22 tahun. Pada penelitian ini, peneliti juga memilih subjek dalam kategori remaja akhir, namun peneliti mengkhususkan subjek yaitu mahasiswi di Universitas X dari berbagai fakultas dan program studi sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan.