BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN FILOLOGI NASKAH PIWULANG PATRAPING AGÊSANG SKRIPSI

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil inventarisasi naskah didapatkan bahwa naskah

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media bahasa (Pradopo, 2010: 121). Bahasa merupakan media

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

KAJIAN FILOLOGI DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN MORAL DALAM SERAT AMBEK SANGA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah

Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sebuah penelitian diperlukan penggunaan metode yang tepat agar hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu. tahun Skripsi tersebut menggunakan semiotik Michael Riffatterre sebagai

BAB V PENUTUP. ditemukan dua varian naskah, yaitu naskah Sêrat Driyabrata dengan nomor

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi

Wahyu Aris Aprillianto Universitas Muhammadiyah Purworejo

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang

KAJIAN FILOLOGI DAN ISI KITAB PIRASATING SUJALMA MIWAH KATURANGGANING WANITA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT DWIKARÅNÅ

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

MENGAPA KITA MEMPELAJARI FILOLOGI???

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan.

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

Analisis Semiotik Serat Babad Banyuurip Pupuh Maskumambang Karya Ki Amat Takjin

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN TEMBANG MACAPAT BERFORMAT VIDEO INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN BAHASA DAERAH DI SEKOLAH DASAR

TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui

2014 SAJARAH CIJULANG

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. teks dibagi menjadi tiga yaitu teks lisan, teks tulisan tangan dan teks cetakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, diberi irama dengan bunyi yang padu, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH

TINJAUAN FILOLOGI DAN ISI SERAT PRIMBON SKRIPSI

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah sistem yang kompleks sehingga untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

MANFAAT STUDI FILOLOGI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan.

KAJIAN FILOLOGI DAN ANALISIS KEYAKINAN ISLAM KEJAWÈN DALAM SERAT BEGANDRING MAYANGRETNA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

Berdasarkan etimologinya, dua kata tersebut kemudian membentuk arti senang berbicara atau senang ilmu (Baried, 1996). Arti ini kemudian berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA

: SUNTINGAN TEKS BESERTA KAJIAN PRAGMATIK

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris.

BAB I PENDAHULUAN. Asal mula keberadaan lagu di negara Jepang diawali pada zaman Joodai

ABSTRAK GEGURITAN MASAN RODI ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah bentuk karya seni yang diungkapkan oleh pikiran

BAB I PENDAHULUAN. dilisankan atau diceritakan kepada orang lain, kemudian berangsur-angsur

BAB I PENDAHULUAN. namun hingga kini proses kreativitas penciptaan geguritan masih berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah yang beragam banyaknya. Bahasa daerah yang beragam digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat pengguna bahasa daerah tersebut, sehingga bahasa daerah itu tumbuh dan berkembang pada masyarakat pemakainya. Namun di era modern ini, hal itu tidak terjadi pada masyarakat di kota besar yang semakin lama semakin banyak dimasuki para pendatang yang tentunya berpengaruh pada bahasa yang dipakai di kota itu. Bahasa dan budaya daerah lama kelamaan akan tergusur oleh para pendatang yang kebanyakan membawa pengaruh modernisasi. Hal ini perlahan menggusur bahasa daerah dan budaya daerah yang semakin lama akan ditinggalkan pemakainya. Selain bahasa daerah dan kebudayaan yang ditinggalkan, karya-karya sastra berbahasa daerah sekarang ini juga kurang atau bahkan kurang diminati oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan bahasanya kurang bisa dipahami oleh masyarakat awam, ditambah lagi oleh banyaknya karya sastra cetakan yang menggunakan bahasa Indonesia yang isi dan bahasanya mudah dipahami, sehingga lama kelamaan sastra berbahasa daerah tergusur dari masyarakatnya dan mungkin akan dilupakan. Banyak orang menganggap kuno apabila menyukai hal-hal yang berbau tradisional atau klasik, walaupun sekarang ini banyak anak muda yang mulai menganggap klasik itu keren. Namun tidak dalam bidang sastra lama seperti naskah-naskah kuno ataupun tradisi lama seperti tembang macapat. Sudah sangat 1

langka mendengar anak muda melantunkan tembang macapat ataupun anak muda yang membaca naskah-naskah kuno. Keengganan generasi muda untuk berdekatan dengan sastra lama atau tradisional bisa menjadi faktor bahasanya yang sulit dipahami, sehingga keindahan yang terdapat dalam karya sastra tersebut dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tidak bisa dinikmati oleh pembaca kaum muda. Di samping itu sastra modern menyuguhkan cerita yang mudah dicerna karena bahasanya mudah dipahami serta sesuai dengan selera pembaca banyak bermunculan. Dengan kenyataan yang ada, maka penelitian mengenai karya sastra lama berbahasa daerah perlu dilakukan, sehingga keindahan dan nilai luhur yang ada dalam karya sastra berbahasa daerah dapat dipahami dan dinikmati oleh para pembaca generasi muda kelak. Namun prosedur penelitian filologi yang demikian ketat dan sangat kompleks menjadikan filologi kurang berkembang dan banyak yang merasa enggan melakukannya. Akhirnya naskah-naskah yang berisi nilainilai luhur peninggalan masa lalu hanya menjadi koleksi yang tertumpuk di perpustakaan. Agar semua kemungkinan itu tidak terjadi, dibutuhkan filolog yang mau untuk melakukan penelitian filologi, seseorang yang bersedia berkerja keras untuk membantu masyarakat mengungkapkan nilai-nilai luhur naskah lama yang sudah tersimpan rapi dan aman sebagai koleksi perpustakaan atau koleksi perseorangan. Tugas utama seorang filolog adalah membuat teks terbaca atau dimengerti, salah satunya dengan menyajikan teks dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat 2

masa kini, yaitu dalam bentuk suntingan atau terjemahan, bahkan analisis yang bisa mengungkapkan nilai-nilai tersirat dalam naskah atau karya sastra. Karya-karya sastra Indonesia terdiri atas karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra berbentuk tulisan tangan dan karya sastra tulis yang berbentuk cetakan. Karya sastra yang berbentuk tulisan tangan (manuscript) sering disebut sebagai karya sastra Indonesia klasik atau lama atau tradisional. Adapun karya tulis yang berbentuk cetakan atau tulisan cetakan sering disebut sebagai karya sastra Indonesia modern (Baroroh-Baried dkk., 1994: 55). Manuscript merupakan objek material penelitian filologi karena di dalamnya menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau (Baroroh-Baried dkk., 1994: 55). Menurut Djamaris (2002: 7), filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya adalah naskahnaskah lama dan meneliti latar belakang kebudayaan yang melatarbelakangi lahirnya suatu suatu naskah, seperti kepercayaan, agama, adat-istiadat, dan pandangan hidup. Adapun tugas pokok seorang filolog adalah presenting the text (Penyajian teks) dan intepreting text (intepretasi teks). Menurut Baroroh-Baried dkk. (1994: 2-3), filologi dibagi menjadi dua, yaitu filologi tradisional dan modern. Filologi tradisional memandang variasi sebagai bentuk korup, tujuannya menemukan bentuk asli atau yang mendekati teks asli. Filologi modern memandang variasi teks secara positif, tujuannya untuk menemukan dan mengungkap makna yang muncul dalam berbagai variasi teks. Pada penelitian ini dipilih filologi modern karena peneliti ingin mengungkap isi 3

dan makna yang terkandung dalam teks Kyai Prělambang pada naskah Kempalan Dongeng. Teks ini memuat cerita seorang ayah yang bernama Ki Prelambang yang mempunyai dua anak yang sangat berbeda satu sama lain, yang tua bernama Wasis adalah seorang yang pintar tapi mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu serakah dan selalu ingin memiliki kepunyaan orang lain. Sedangkan adiknya yang bernama Jaka Bodho merupakan anak yang polos, bodoh tapi jujur dan berbudi pekerti yang baik. Keduanya disuruh ayahnya untuk bekerja di kota hingga akhirnya keduanya sukses dan dapat membanggakan ayahnya. Teks ini mengandung makna yang mengandung nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan teladan atau contoh untuk masyarakat di kehidupan sehariharinya. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis lebih lanjut terhadap teks Kyai Prělambang. Analisis yang akan dilakukan yaitu dengan analisis semiotika. Semiotik merupakan suatu disiplin yang meneliti semua bentuk komunikasi selama komunikasi itu dilaksanakan dengan menggunakan tanda atau kode-kode (Segers, 1978: 14). Semiotik dipandang sebagai ilmu tentang tanda atau sebagai ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Menurut Riffaterre (1978: 1) sebagai tanda, maka karya sastra dapat mengacu kepada sesuatu di luar karya sastra itu sendiri maupun di dalam dirinya. Atas dasar tersebut, maka Kyai Prělambang dapat dipandang sebagai semiotik atau sebagai tanda. 4

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka pembahasan dalam penelitian ini mengacu pada rumusan masalah. Permasalahan yang pertama, teks Kyai Prělambang merupakan salah satu teks yang ada dalam naskah Kempalan Dongeng, termasuk dalam kategori sastra lama dan beraksara Jawa, jumlah halamannya masih lengkap, namun kondisi jilidan sudah rusak. Untuk mengetahui secara rinci wujud fisik naskah dan kondisinya, perlu disajikan deskripsi fisik naskah dan teks. Kedua, teks Kyai Prělambang hadir dalam konvensi yang asing bagi pembaca masa kini, terutama dalam aksara dan bahasa. Teks Kyai Prělambang berbahasa Jawa dan ditulis dalam aksara Jawa, sehingga perlu dilakukan transliterasi, suntingan dan terjemahan teks agar dapat dibaca oleh pembaca masa kini. Ketiga, teks Kyai Prělambang mengandung makna dan nilai-nilai luhur yang dapat dimanfaatkan pembaca ataupun masyarakat masa kini sebagai teladan dalam kehidupannya. Untuk menggali makna dan nilai luhur dalam teks tersebut, perlu dilakukan pembacaan yang lebih mendalam, maka perlu dilakukan analisis semiotika. Dengan ketiga masalah pokok diatas, maka rumusan masalah penelitian ini dijabarkan menjadi tiga pertanyaan sebagai berikut. 1. Bagaimana deskripsi naskah Kempalan Dongeng dan teks Kyai Prělambang? 2. Bagaimana suntingan dan terjemahan teks Kyai Prělambang? 3. Apa saja kandungan makna dalam teks Kyai Prělambang ditinjau dari semiotika? 5

1.3 Tujuan Penelitian Secara garis besar, penelitian ini diharapkan untuk mencapai dua tujuan pokok, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis teks Kyai Prělambang menggunakan analisis semiotika Riffaterre, yaitu dengan melakukan pembacaan heuristik, hermeneutik, kemudian mencari matriks, model, varian, dan yang terakhir dengan mencari hipogram agar dapat diketahui kandungan atau maksud dari makna-makna yang ada pada teks tersebut. Sementara itu, tujuan praktis penelitian ini adalah pertama, menyajikan deskripsi naskah Kempalan Dongeng dan teks Kyai Prělambang. Kedua, menyajikan suntingan teks dan terjemahan teks Kyai Prělambang. Ketiga, mengungkapkan makna teks Kyai Prělambang menggunakan analisis semiotika agar bisa dipahami dan dinikmati pembaca masa kini. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap teks Kyai Prelambang dalam naskah Kempalan Dongeng belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya penelitian tentang teks Kyai Perlambang pada daftar penelitian yang ada di Perpustakaan Puro Pakualaman (satu-satunya tempat penyimpanan naskah Kempalan Dongeng yang memuat teks Kyai Prelambang). Meskipun demikian, terdapat beberapa penelitian yang setipe dengan penelitian ini, dalam hal ini menggunakan objek berupa teks beraksara Jawa sebagai bahan kajian, yang dikaji menggunakan teori filologi dan semiotika. 6

Penelitian-penelitian itu diantaranya penelitian Marsono pada tahun 1996 yang merupakan disertasi program pascasarjana UGM dengan judul Lokajaya: Suntingan Teks, Terjemahan, Analisis Intertekstual dan Semiotik yang membahas tentang struktur, hubungan teks Lokajaya dengan teks Dewaruci dengan pendekatan intertekstual serta amanat yang ada di dalam Lokajaya dengen pendekatan semiotik. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Handayani pada tahun 2011 yang merupakan tesis program pascasarjana UGM dengan judul Intertekstualitas Suluk Syeh Walilanang dengan Terjemahan Centhini Tambangraras Amongraga Jilid I membahas tentang pengaruh karya sastra klasik terhadap karya sastra masa kini dengan objek kajian teks Suluk Syeh Walilanang sebagai teks transformasi dengan teks Centhini Tambangraras-Amongraga Jilid I sebagai teks hipogramnya. Penelitian ini menggunakan kajian yang sama, yaitu dengan menggunakan metode analisis Semiotika Riffaterre. Penelitian ketiga yaitu jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo (UMP) karya Tri Dayati yang berjudul Analisis Semiotik Tembang Macapat Pupuh Asmaradana dalam Serat Witaradya 2 Karya Raden Ngabehi Ranggawarsita. Dalam jurnal penelitian ini tidak menggunakan teori filologi karena subjek penelitian berupa Tembang Macapat yang sudah ditransliterasi ke aksara Latin, sehingga langsung dilakukan analisis semiotika dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik. Selanjutnya ada skripsi Emi Lestari dari Universitas Muhammadiyah Purworejo (UMP) yang berjudul Analisis Semiotik dalam Antologi Warisan Geguritan Macapat Karya Suwardi. Seperti jurnal karya Tri Dayati, penelitian 7

Emi Lestari ini tidak menggunakan teori filologi, yaitu menganalisis antologi menggunakan semiotika melalui pembacaan heuristik dan hermeneutik. Sejauh pengamatan peneliti, belum ada penelitian yang secara khusus meneliti tentang teks Kyai Prelambang dengan pendekatan Semiotika Riffatere. 1.5 Landasan Teori 1.5.1 Pengertian Filologi Filologi berasal dari bahasa Latin yang terdiri atas dua kata, yaitu kata philos dan logos. Philos artinya cinta dan logos berarti kata (logos juga berarti ilmu). Jadi, filologi itu secara harfiah berarti cinta pada kata-kata (Djamaris, 2002: 6). Sulastin-Sutrisno (1983: 1) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa pengertian filologi secara harfiah berarti cinta pada kata-kata. Menurut Baroroh-Baried (1985: 1) pengertian filologi kemudian berkembang dari pengertian cinta pada kata-kata menjadi cinta pada ilmu. Filologi tidak hanya meneliti kata-kata atau mengkritik teks beserta komentar penjelasannya, tetapi juga meneliti ilmu kebudayaan suatu bangsa berdasarkan naskah. Berdasarkan Webster s New International Dictionary (dalam Sulastin- Sutrisno, 1981: 8) disebutkan bahwa filologi merupakan ilmu bahasa dan studi tentang kebudayaan bangsa-bangsa yang beradab seperti diungkapkan terutama dalam bahasa, sastra, dan agama mereka. Filologi juga merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baroroh-Baried, 1985: 1). Menurut Fathurahman (2015:13), filologi dapat diartikan sebagai investigasi ilmiah atas 8

teks-teks tertulis (tangan), dengan menelusuri sumbernya, keabsahan teksnya, karakteristiknya, serta sejarah lahir dan penyebarannya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik suatu simpulan tentang arti atau pengetian filologi. Simpulannya, filologi merupakan studi tentang seluk beluk teks, suatu pengetahuan tentang sastra dalam arti luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesusastraan, dan kebudayaan. Filologi juga digolongkan sebagai disiplin ilmu yang bertujuan untuk mengungkapkan hasil budaya manusia pada masa lampau yang termuat di dalam naskah dan teks lama. 1.5.2 Objek Filologi Filologi mempunyai objek penelitian yang berupa naskah dan teks (Djamaris, 2002: 6). Baroroh-Baried (1985: 54) juga berpendapat bahwa objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau, semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah. Naskah adalah segala hasil tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan cipta, rasa, dan karsa manusia, yang semuanya itu merupakan rekaman pengetahuan masa lampau (Dipodjojo, 1966: 7). Naskah Jawa memuat kebudayaan pada masa lampau yang mengandung keanekaragaman informasi mengenai segi kehidupan manusia Jawa pada masa itu. Naskah itu pada umumnya berupa buku atau bahan tulisan tangan dengan memakai daun dan kertas. Semua naskah yang ditulis dengan tangan itu selain disebut naskah juga disebut handschrift (bahasa Belanda) atau manuscript (bahasa Inggris). 9

Objek penelitian filologi selain naskah adalah teks (Darusuprapta, 1984: 1). Menurut Fathurahman (2015: 22), naskah adalah bentuk fisik dokumenya, sedangkan teks adalah tulisan atau kandungan isi yang terdapat di dalam naskah. Teks dalam filologi dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu teks lisan (tidak tertulis), teks naskah (tulisan tangan), dan teks cetakan. Naskah yang digunakan dalam tulisan penelitian ini, menggunakan naskah yang berupa teks tulisan tangan. Menurut Baroroh-Baried (1984: 56) teks terdiri atas isi dan bentuk. Isi teks adalah ide-ide, pesan atau amanat yang akan disampaikan pengarang kepada pembacanya. Bentuk teks adalah isi yang ada di dalam teks atau lahiriahnya, yakni uraian yang tampak pada bunyi atau bacaanya yang dapat dibacanya dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui aspek kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan. 1.5.3 Cara Kerja Penelitian Filologi Naskah dan teks adalah objek dari filologi, maka untuk mengetahui deskripsi dari objek filologi tersebut dilakukan cara kerja penelitian filologi. Ada beberapa langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penelitian filologi. Langkah-langkah penelitian filologi tersebut adalah sebagai berikut. 1) Inventarisasi Naskah Metode penelitian filologi ada beberapa macam tahapan. Tahapan yang pertama ialah pengumpulan data yang berupa inventarisasi naskah. Pengumpulan data itu dilakukan dengan studi pustaka atau studi katalog dan studi lapangan (Djamaris, 2002: 10). 10

Studi pustaka dilakukan dengan membaca dan memahami katalog naskah yang terdapat di museum, kraton maupun perpustakaan. Dengan membaca dan memahami katalog, dapat dicari, dicermati, dan ditentukan naskah yang dikehendaki untuk digarap, karena di dalam katalog tertera gambaran umum naskah mengenai jumlah naskah, tempat dimana naskah disimpan, nomor naskah, ukuran naskah, tulisan naskah, tempat dan tanggal penyalinan naskah, dan sebagainya. Beberapa katalog naskah Jawa di antaranya Katalog Naskah-Naskah Pura Pakualaman, Katalog Naskah Kraton Yogyakarta, Katalog Naskah Museum Sonobudoyo, Katalog Naskah Perpustakaan Sasanapustaka, Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-A Fakultas Sastra UI, Katalog Induk Naskah- Naskah Nusantara Jilid 3-B Fakultas Sastra UI. Pengumpulan data yang kedua, yaitu studi lapangan. Studi lapangan, yaitu dilakukan dengan melihat secara langsung terhadap naskah yang akan dijadikan sumber data penelitian. Studi lapangan dilakukan di museum-museum, perpustakaan, dan perorangan. Setelah melakukan inventarisasi naskah melalui studi katalog maupun studi lapangan, selanjutnya mendeskripsikan naskah dan teks yang dipilih sebagai sumber data penelitian. 2) Deskripsi Naskah Deskripsi naskah merupakan uraian atau gambaran keadaan naskah secara fisik dan non-fisik dengan teliti dan diuraikan secara terperinci. Deskripsi naskah merupakan pemaparan atau penggambaran keadaan naskah dengan menggunakan kata-kata secara jelas dan terperinci. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu nomor naskah, ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, 11

dan garis besar isi cerita (Djamaris, 2002: 11). Mengidentifikasi sebuah naskah adalah kemampuan mendasar paling awal yang harus dimiliki seorang peneliti naskah. Melalui identifikasi yang baik dan teliti, sebuah naskah akan dapat dihadirkan secara terperinci kepada pembaca, serta akan menjadi modal penting bagi peneliti sendiri untuk melakukan tahap-tahap penelitian berikutnya (Fathurahman, 2015: 77). Menurut Mulyani (2009: 31-32), hal-hal yang penting dideskripsikan adalah sebagai berikut: a. penyimpanan: koleksi siapa, disimpan di mana, nomor kodenya berapa; b. judul naskah: bagaimana ditemukan, berdasarkan keterangan dalam teks oleh penulis pertama, atau berdasarkan keterangan yang diberikan bukan oleh penulis pertama, berdasarkan keterangan yang di luar teks oleh penulis pertama, atau bukan oleh penulis pertama; c. pengantar: uraian pada bagian awal di luar isi teks, meliputi waktu mulai penulisan, tempat penulisan, tujuan penulisan, nama diri penulis, harapan penulis, pujaan kepada Dewa Pelindung atau Tuhan Yang Maha Esa, pujian kepada penguasa pemberi perintah atau nabi-nabi (manggala); d. penutup: uraian pada bagian akhir di luar isi teks, meliputi waktu menyelesaikan penulisan, tempat penulisan, nama diri penulis, alasan penulisan, tujuan penulisan harapan penulis (kolofon); e. ukuran naskah: lebar x panjang naskah, tebal naskah, jenis bahan naskah (lontar, daluwang, kertas), tanda air; f. ukuran teks: lebar x panjang teks, jumlah halaman teks, sisa halaman kosong; g. isi: lengkap atau kurang, terputus atau berupa fragmen, berhiasan gambar atau tidak, prosa, puisi atau drama atau kombinasi, jika prosa berapa rata-rata jumlah baris tiap halaman, jika puisi berapa jumlah pupuh, apa saja nama tembangnya, berapa jumlah bait pada tiap pupuh; h. termasuk dalam golongan jenis naskah mana, bagaimanakah ciri-ciri jenis itu; i. tulisan: jenis aksara, bentuk aksara, ukuran aksara, sikap aksara, goresan aksara, warna tinta, dibaca sukar/mudah, tulisan tangan terlatih/tidak terlatih; j. bahasa: baku, dialek, campuran, pengaruh bahasa lain; k. catatan oleh tangan lain: di dalam teks halaman berapa, di mana, bagaimana; di luar teks pada pias tepi, halaman berapa, di mana, bagaimana; l. catatan di tempat lain, dipaparkan dalam daftar naskah/katalog/artikel mana saja, bagaimana hubungannya satu dengan yang lain, kesan tentang mutu masing-masing. 12

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian terhadap naskah Kyai Prělambang dideskripsikan. Pendeskripsian naskah penting dilakukan, karena bertujuan menginformasikan keadaan fisik maupun keadaan non-fisik naskah yang diteliti. 3) Transliterasi Teks Transliterasi adalah pergantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain (Baroroh-Baried, 1985: 65). Menurut Darusuprapta (1984: 2-3), dalam transliterasi terdapat masalah kebahasaan yang perlu diperhatikan. Beberapa masalah kebahasan tersebut adalah sebagai berikut. a. Pemisahan kata Tata tulis naskah yang tidak sama dengan tata tulis huruf Latin, mengakibatkan pemisahan kata menjadi sulit. Tata tulis huruf naskah bersifat silabis dan tidak mengenai pemisahan kata, sedangkan tata tulis huruf latin bersifat fonemis dan mengelompokkan kata per kata. Perbedaan itu sering mengakibatkan kekeliruan dalam pemenggalan kata sehingga menimbulkan kesalahan pemaknaan. b. Ejaan Dalam hal ejaan, transliterasi sebaiknya dapat menggambarkan keadaan naskah yang sesungguhnya. Di samping itu, pemakaian ejaan dalam suntingan naskah harus taat azas dan mengikuti ketetapan EYD yang berlaku. c. Punktuasi Punktuasi adalah tanda baca (titik, koma, titik dua, tanda petik, dsb) dan tanda metra (tanda sebagai pembatas larik, bait dan pupuh). Dalam suntingan 13

teks yang digubah dalam bentuk puisi, tanda metra lebih diperhatikan dari pada tanda baca, karena penuturan kalimat tidak selalu sejalan dengan pembagian larik, bait, dan têmbang. Metode transliterasi dibedakan menjadi dua, yaitu transliterasi diplomatik dan transliterasi standar. Mulyani (2009: 14-16) menguraikan bahwa transliterasi ada dua macam, yaitu (1) transliterasi diplomatik berarti penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad yang lain apa adanya dan (2) transliterasi standar, yaitu alih aksara yang disesuaikan dengan ejaan yang disempurnakan. Dalam penelitian ini, metode yang dipakai dalam transliterasi naskah Kyai Prělambang adalah menggunakan metode transliterasi standar, yaitu alih aksara sesuai dengan ejaan yang telah disempurnakan. Dengan menggunakan metode transliterasi standar akan memudahkan dalam penganalisisan teks dan memudahkan pembacaan isi naskah bagi pembaca yang kurang paham terhadap huruf dan isi teks. 4) Suntingan Teks Suntingan teks dilakukan untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi teks. Suntingan teks adalah teks yang telah mengalami pembetulan dan perubahan sehingga bersih dari berbagai kesalahan. Salah satu tujuan dari penyuntingan teks adalah supaya teks dibaca dengan mudah oleh kalangan yang lebih luas (Djamaris, 2002: 30). a. Metode suntingan teks 14

Untuk memudahkan dalam penyuntingan dilakukan beberapa metode. Menurut (Baroroh-Baried, 1985: 69), metode-metode yang dilakukan tediri atas metode edisi diplomatik dan edisi standar. Metode edisi diplomatik, yaitu menerbitkan satu naskah dengan teliti tanpa mengadakan perubahan. Metode edisi standar, yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan membenarkan ejaannya yang disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, yaitu ejaan yang telah disempurnakan. Dalam penelitian naskah Kyai Prělambang metode yang digunakan adalah metode edisi standar. Metode edisi standar dilakukan agar masyarakat dapat mudah dalam membaca dan mengetahui isi naskah, karena sudah diubah dalam ejaan yang telah disempurnakan. b. Tanda dalam suntingan teks Dalam suntingan teks diperlukan tanda-tanda untuk memperjelas bagianbagian teks yang disunting. Beberapa tanda yang digunakan dalam suntingan, yaitu: 1) [... ] : bacaan yang harus dihilangkan 2) (... ) : bacaan yang ditambahkan 3) <... > : perbaikan dari penyunting c. Aparat kritik Aparat kritik merupakan pertanggungjawaban ilmiah dari kritik teks yang berisi kelainan bacaan yang ada dalam suntingan teks atau penyajian teks yang sudah bersih dari korup. Menurut Robson (1994: 25), apabila penyunting merasa bahwa adakeslahan dalam teks, penyunting dapat memberikan tanda yang 15

mengacu pada aparat kritik. Jadi, isi aparat kritik adalah segala perubahan, pengurangan, dan penambahan yang dilakukan peneliti sebagai pertanggungjawaban ilmiah dalam suatu penelitian terhadap naskah. Penyajian aparat kritik dalam suntingan ada dua macam, yaitu (1) dicantumkan di bawah teks sebagai catatan kaki dan (2) dilampirkan di belakang suntingan teks sebagai catatan halaman. Dalam penelitian ini, aparat kritik disajikan dengan dicantumkan di bawah teks sebagai catatan kaki suntingan teks, dengan maksud agar lebih jelas. Kemudian disajikan pada lampiran menjadi satu. 5) Terjemahan Teks Menurut Darusuprapta (1984: 9), terjemahan adalah penggantian bahasa yang satu dengan bahasa yang lain atau pemindahan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Penggolongan metode terjemahan menurut Darusuprapta (1984: 9) adalah sebagai berikut. a. Terjemahaan harfiah, yaitu terjemahan kata demi kata yang dekat dengan aslinya atau terjemahan antar-baris. b. Terjemahan isi atau makna, yaitu kata-kata atau ungkapan dalam bahasa sumber diimbangi dengan bahasa sasaran yang sepadan. c. Terjemahan bebas, yaitu keseluruhan teks bahasa sumber dialihkan ke dalam bahasa sasaran secara bebas. Artinya, keseluruhan teks bahasa Jawa dialihkan ke dalam bahasa Indonesia secara bebas sesuai dengan makna kontekstualnya. Penelitian ini menggunakan terjemahan kontekstual, yaitu gabungan dari terjemahan harfiah, terjemahan isi atau makna, dan terjemahan bebas. Terjemahan harfiah dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata yang dekat dengan 16

artinya. Terjemahan isi atau makna digunakan dengan cara menerjemahkan katakata dalam bahasa sumber diimbangi salinannya dengan kata-kata bahasa sasaran yang sepadan, sedangkan terjemahan bebas dilakukan untuk menerjemahkan dengan cara mengganti dari keseluruhan teks bahasa sumber dengan bahasa sasaran secara bebas sesuai dengan kontekstualnya. Terjemahan teks dilakukan agar isi naskah Kyai Prělambang dapat dijangkau oleh pemahaman masyarakat masa kini. Selain itu, terjemahan juga bertujuan memudahkan pemaknaan teks dalam penelitian ini. 6) Pemaknaan Teks Untuk mengungkap makna yang terkandung dalam teks, digunakan analisis semiotik. Semiotik merupakan suatu disiplin yang meneliti semua bentuk komunikasi selama komunikasi itu dilaksanakan dengan menggunakan tanda atau kode-kode (Segers, 1978: 14). Oleh karena itu, semiotik dipandang sebagai ilmu tentang tanda atau sebagai ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti, maka dalam penelitian ini ada dua prinsip yang perlu diperhatikan. Kedua prinsip tersebut adalah penanda, yakni yang menandai dan petanda, yakni yang ditandai (Chamamah-Soeratno, 1991: 18; Pradopo, 1990: 121). Sebagai tanda, maka karya sastra dapat mengacu kepada sesuatu di luar karya sastra itu sendiri maupun di dalam dirinya (Riffaterre, 1978: 1). Atas dasar tersebut, maka Kyai Prělambang dapat dipandang sebagai semiotik atau sebagai tanda. 17

1.5.4 Semiotika Penelitian ini akan membahas teks Kyai Prêlambang dalam naskah Kempalan Dongeng dengan menggunakan teori semiotik untuk mengetahui makna teks. Adapun teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori semiotika. Dalam semiotika, seperti yang disebut oleh Mukarovsky bahwa karya sastra merupakan suatu sistem tanda. Sebagai sistem tanda, karya sastra selalu mengekspresikan suatu hal secara tidak langsung (Riffaterre, 1978:1). Oleh karena itu bahasa yang digunakan pun berbeda dari bahasa pada umumnya karena karya sastra (puisi) memberi makna tersendiri bagi pembacanya. Selain itu, karya sastra tidak bisa lepas dari pembaca. Oleh pembaca, karya sastra diterjemahkan oleh pikirannya atau dan dimaknai sesuai dengan pengetahuannya masing-masing. Dalam bukunya, Semiotic Of Poetry (1978), Riffaterre membahas langkah-langkah untuk menemukan makna suatu karya sastra (puisi) mulai dari pembacaan teks sampai kepada pemaknaan di luar teks. Untuk itu, Riffaterre mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan dialektika antara teks dan konteks penciptaannya. Riffaterre juga mengungkapkan hal mengenai makna sebuah teks karya sastra melalui beberapa ketidaklangsungan makna dalam karya sastra (puisi) yakni displacing (pergantian makna), distorting (penyimpangan makna), dan creating (penciptaan makna). Displacing (pergantian makna) ditandai dengan perubahan makna seperti yang terjadi pada metafora dan metonimi. distorting (penyimpangan makna) ditandai dengan ambiguitas, kontradiksi, dan non-sense. Creating (penciptaan makna) yakni memaknai suatu 18

tanda yang berada di luar linguistik seperti simetri, rima, ekuivalensi semantik dalam bait-bait (Rifaterre, 1978:1-2) Dengan ketidaklangsungan makna di atas, pembaca dipaksa menggunakan kompetensi sastranya untuk memaknai bacaannya agar ia menemukan makna karya sastra yang ia baca. Untuk memaknai sebuah karya sastra, Riffaterre memberikan langkah-langkah dimulai dari pembacaan. Pembacaan teks oleh Riffaterre dibagi menjadi dua tahap yakni heuristik dan hermeneutik. Pembacaan heuristik merupakan pembacaan dengan menginterpretasikan teks sastra secara referensial lewat tanda-tanda linguistik (Riffaterre, 1978: 5). Dengan kata lain, membaca berdasarkan struktur bahasa tahap pertama dengan melakukan interpretasi dalam tataran mimetik atau memaknai secara referensial. Faruk (2012: 144) menjelaskan bahwa pembacaan heuristik dilakukan dengan menggunakan kode bahasa referensial yaitu yang mengandaikan bahwa tanda-tanda yang terdapat dalam teks puisi yang diteliti mengacu kepada satuan-satuan kenyataan yang terdapat dalam dunia empirik. Namun demikian, ada unsur-unsur bahasa yang menyimpang dari bahasa yang digunakan oleh karya sastra. Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan pembacaan hermeneutik untuk menafsirkan unsur-unsur menyimpang atau ungrammatical 1 tersebut. Pembacaan hermeneutik bisa juga disebut dengan pembacaan retroaktif dengan memberikan tafsiran sesuai dengan konvensi sastra sebagai sistem semiotik tingkat kedua. Pembacaan ini dilakukan dengan membaca 1 Ungramatikalitas yaitu ketidaksesuaian antara satuan-satuan tanda kebahasaan yang ada di dalam teks dengan gambaran mengenai kenyataan yang diacunya (Faruk, 2012: 148). 19

teks dari awal hingga akhir, melakukan pengelihatan, dan perbandingan ulang ke belakang, menelusuri teks, dan mengenalinya, menempatkannya bersama-sama, bahnya pernyataan beruntun yang berbeda, yang awalnya diperhatikan sebagai tidak gramatikal, sesungguhnya ekuivalen, karena semua itu sebagai varian dari matriks struktural yang sama (Riffaterre, 1978:5-6, Faruk, 2012: 145). Selanjutnya dalam mencari makna sebuah teks menggunakan teori Riffaterre adalah dengan mencari matriks, model, dan varian. Matriks merupakan kata kunci yang memberikan makna pada sabuah karya sastra. Riffaterre mengandaikan karya sastra dengan sebuah donat yang ditengahnya memiliki ruang kosong. Ruang kosong tersebut merupakan pusat pemaknaan. Ia adalah inti makna. Ruang kosong sebagai pusat atau inti pemaknaan inilah yang disebut Riffaterre dengan matriks. Matriks tidak terdapat di dalam teks sehingga harus dieksplisitkan oleh pembaca. Matriks dapat berupa satu kata, frase, ataupun kalimat. Matriks belum merupakan sebuah tema dalam teks namun matriks mengarah kepada tema. Matriks diaktualisasikan dalam bentuk model. Model adalah bentuk nyata dari matriks yang juga dapat berupa satu kata, frase, atau kalimat yang terdapat di dalam teks. Model ini diaktualisasikan kembali menjadi varian berupa kalimat-kalimat sehingga varian merupakan bentuk penjabaran dari model (Riffaterre: 1978: 12-20). Langkah terakhir untuk memaknai sebuah teks karya sastra menurut Riffaterre adalah mencari hipogram. Hipogram adalah teks yang menjadi latar atau dasar penciptaan suatu teks lainnya. Hipogram biasanya merupakan satu kata, frase, kutipan, atau ungkapan klise yang merederensi pada frase/kata yang sudah 20

ada sebelumnya (Riffaterre, 1978: 23). Riffaterre membagi hipogram menjadi dua macam yaitu hipogram aktual dan hipogram potensial. Hipogram aktual adalah hipogram yang bersifat eksplisit atau nyata dan dapat diamati dari teks-teks karya sastra yang ada sebelumnya baik berupa kutipan, ungkapan, maupun isinya. Hipogram potensial merupakan hipogram yang dapat ditelusuri dalam bahasa yang bersifat hipotesis, seperti halnya yang terdapat pada matriks. Dengan demikian, jika hipogram dapat ditemukan, makna dan dasar penciptaan teks juga akan dapat ditemukan secara keseluruhan. 1.5.5 Tembang Macapat dalam Naskah Jawa Naskah Jawa diekspresikan dengan mediasi bahasa, yaitu bahasa Jawa Kuna, Jawa Pertengahan, ataupun Jawa Baru. Ketiga bahasa tersebut masingmasing ditulis dengan bentuk prosa dan puisi, sehingga didapatkan prosa Jawa Kuna dan puisi Jawa Kuna (kakawin), prosa Jawa Pertengahan dan puisi Jawa Pertengahan (kidung), serta prosa Jawa Baru dan puisi Jawa Baru (macapat) (Mulyani, 2009: 1). Teks Kyai Prělambang merupakan salah satu jenis karya sastra yang disampaikan dalam bentuk têmbang macapat. Têmbang merupakan karangan yang dilagukan dengan peraturan-peraturan tertentu (Suwarna, 2008: 4). Macapat adalah nama jenis têmbang yang dapat dipahami dalam karya sastra Jawa Baru (Poerwadarminta, 1939: 600). Jadi, têmbang macapat merupakan bentuk lagu yang terikat oleh peraturan-peraturan tertentu. Menurut Suwarna (2008: 11), têmbang macapat memiliki aturan, yaitu terletak pada guru lagu (jatuhnya suara vokal pada akhir tiap baris), guru 21

wilangan (jumlah suku kata dalam tiap baris), dan guru gatra (jumlah baris setiap satu bait). Apabila pada têmbang macapat terjadi kesalahan dalam ketiga aturan tersebut, maka akan terasa janggal, apalagi jika dinyanyikan akan terdengar tidak bagus. Têmbang macapat terdapat bermacam-macam bentuk têmbang dan aturan dalam melagukan. Menurut Suwarna (2008: 11), aturan têmbang macapat seperti pada tabel berikut. Tabel 1: Aturan Têmbang Macapat No. Têmbang Macapat (Guru gatra) Guru wilangan - Guru lagu 1 Mijil (6) 10-i, 6-o, 10-e, 10-i, 6-i, 6-u 2 Kinanthi (6) 8-u, 8-i, 8-a, 8-i, 8-a, 8-i 3 Sinom (9) 8-a, 8-i, 8-a, 8-i, 7-i, 8-u, 7-a, 8-i, 12-a 4 Asmarandhana (7) 8-i, 8-a, 8-e/o, 8-a, 7-a, 8-u, 8-a 5 Dhandhanggula (10)10-i, 10-a, 8-e, 7-u, 9-i, 7-a, 6-u, 8-a,12-i, 7-a 6 Gambuh (5) 7-u, 10-u, 12-i, 8-u, 8-o 7 Maskumambang (4) 12-i, 6-a, 8-i, 8-a 8 Durma (7) 12-a, 7-i, 6-a, 7-a, 8-i, 5-a, 7-1 9 Pangkur (7) 8-a, 11-i, 8-u, 7-a, 12-u, 8-a, 8-i 10 Megatruh (5) 12-u, 8-i, 8-u, 8-i, 8-o 11 Pocung (4) 12-u, 6-a, 8-i, 12-a 12 Wirangrong (6) 8-i, 8-o, 10-u, 6-i, 7-a, 8-a 13 Balabak (6) 12-a, 3-e, 12-a, 3-e, 12-a, 3-e 14 Jurudêmung (7) 8-a, 8-u, 8-u, 8-a, 8-u, 8-a, 8-u 15 Girisa (8) 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a Têmbang macapat selain memiliki aturan dalam melagukan, juga memiliki watak yang berbeda dalam penyampaiannya, sehingga têmbang tersebut mencerminkan isinya. Menurut Padmosoekotjo (1953: 22), watak têmbang macapat sebagai berikut. 22

1) Mijil, mempunyai watak himbauan, cinta kasih, keprihatinan, harapan, dan pengajaran. Têmbang itu biasanya digunakan sebagai media menyampaikan nasihat yang bersifat kekeluargaan. 2) Kinanthi, mempunyai watak gembira, senang, cinta kasih. Têmbang itu biasanya sebagai media menyampaikan piwulang, cerita cinta, dan nasihat. 3) Sinom, mempunyai watak semangat. Têmbang itu biasanya digunakan sebagai media memberikan pelajaran atau nasihat. 4) Asmarandhana, mempunyai watak sedih dan prihatin. Têmbang ini biasanya digunakan sebagai media menceritakan tentang percintaan. 5) Dhandhanggula, mempunyai watak luwes dan menyenangkan. Têmbang itu cocok sebagai media menyampaikan suasana apapun dan dalam keadaan bagaimanapun. 6) Gambuh, mempunyai watak kekeluargaan. Têmbang itu cocok sebagai media menyampaikan hal-hal bersifat kekeluargaan dan nasihat. 7) Maskumambang, mempunyai watak sedih. Têmbang itu biasanya digunakan sebagai media melukiskan perasaan sedih. 8) Durma, mempunyai watak keras, marah, dan bergairah. Têmbang itu cocok sebagai media mengungkapkan kemarahan atau perasaan jengkel. 9) Pangkur, mempunyai watak keras dan bergairah. Têmbang itu cocok sebagai media memberikan nasihat yang keras atau cerita yang bersifat keras. 10) Megatruh, mempunyai watak sedih dan prihatin. Têmbang itu biasanya digunakan sebagai media menceritakan rasa penyesalan, prihatin dan sedih. 23

11) Pocung, mempunyai watak lucu dan sesuka hati. Têmbang itu biasanya sebagai media menggambarkan hal-hal yang kurang bersungguh-sungguh. 1.6 METODE PENELITIAN 1.6.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian filologi dengan melakukan pendekatan metode penelitian deskriptif. Oleh karena itu, metode dalam penelitian ini disebut juga sebagai metode penelitian deskriptif filologis. Menurut Widodo dan Mukhtar (2000: 16), penelitian deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian. Pengertian deskriptif menurut Kaelan (2005: 58), yaitu metode penelitian yang bertujuan mencari fakta-fakta objek yang diteliti dengan menginterprestasikan dan mendeskripsikan dengan tepat dan sistematis mengenai keadaan yang sebenarnya. Dalam penelitian ini, metode deskriptif diaplikasikan dalam usaha untuk mengkaji dan mendeskripsikan isi dari teks Kyai Prělambang. Metode penelitian filologi digunakan untuk menggarap teks yang berjudul Kyai Prělambang naskah Kempalan Dongeng, dengan nomer kodek St. 35. Salah satu tujuan diterapkannya metode penelitian filologi adalah untuk mendapatkan teks Kyai Prělambang supaya dapat dibaca dan dipahami isinya oleh pembaca. Langkah-langkah metode penelitian filologi dalam penelitian ini terdiri atas: 1) inventarisasi naskah, 2) deskripsi naskah, 3) transliterasi teks (metode transliterasi yang digunakan, yaitu metode transliterasi standar), 4) suntingan teks (metode suntingan yang digunakan, yaitu metode suntingan edisi standar) dengan 24

penyajian aparat kritik, 5) terjemahan teks (metode terjemahan kontekstual: yaitu gabuang dari terjemahan harfiah, terjemahan isi/makna, dan terjemahan bebas), dan 6) pemaknaan teks. 1.6.2 Sumber Data Penelitian Sumber data penelitian ini berupa teks berjudul Kyai Prělambang dalam naskah Kempalan Dongeng. Naskah tersebut merupakan naskah koleksi museun Pura Pakualaman Yogyakarta yang ditulis dengan aksara Jawa. Teks Kyai Prělambang ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa Baru dan termasuk naskah jenis piwulang. Berdasarkan studi katalog yang dilanjutkan dengan pengamatan langsung di Perpustakaan Puro Pakualaman, naskah Kempalan Dongeng bernomer kodek St. 35. Dalam kegiatan pengamatan tersebut, nama penulis naskah Kyai Prělambang tidak diketahui karena keterangan pengarang hanya berupa tanda tangan, sedangkan waktu penulisan dimulai pada tahun 1875 dan selesai pada 1877. Naskah tersebut berisi beberapa piwulang yang disajikan dalam cerita berbentuk puisi Jawa atau Geguritan. Secara umum, naskah Kyai Prělambang masih dalam kondisi yang baik. Naskah Kyai Prělambang tersebut masih utuh namun jilidannya sudah mengalami kerusakan. Tulisan pada teks Kyai Prělambang masih dapat dibaca dengan jelas. 1.6.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan (pembacaan dan pencatatan) dan studi lapangan (pengamatan di tempat penyimpanan). Langkah-langkah yang dilakukan untuk pengumpulan data 25

menggunakan langkah-langkah kerja penelitian filologi. Langkah-langkah kerja penelitian filologi yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1) Inventarisasi Naskah Langkah pertama yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah inventarisasi naskah. Kegiatan inventarisasi naskah dilakukan dengan cara mencatat dan membaca keberadaan naskah melalui katalog. Selain dengan cara studi katalog, inventarisasi naskah dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap naskah. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa teks Kyai Prělambang dalam naskah Kempalan Dongeng yang diperoleh setelah melakukan studi katalog dan studi lapangan. Studi katalog teks Kyai Prělambang dilakukan dengan studi katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman (Saktimulya, 2005: 166) dengan nomer kodek St. 35. Setelah dilakukan studi katalog kemudian dilanjutkan dengan studi lapangan, yaitu mencari secara langsung teks Kyai Prělambang dalam naskah Kempalan Dongeng di perpustakaan Pura Pakualaman Yogyakarta. Naskah Kempalan Dongeng yang memuat teks Kyai Prělambang dengan kodek St. 35 merupakan naskah yang ditulis menggunakan aksara Jawa dan digubah dalam bentuk tembang macapat. Naskah tersebut termasuk dalam jenis naskah Sastra. 2) Deskripsi Naskah Deskripsi naskah dilakukan dengan menggambarkan kondisi fisik dan nonfisik naskah dengan jelas dan terperinci. Kondisi fisik naskah yang diteliti meliputi segala hal berkaitan dengan wujud naskah yang terlihat dari luar begitu 26

diamati. Deskripsi non-fisik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan isi dalam naskah. Deskripsi naskah bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap naskah yang diteliti secara jelas, sehingga diketahui identitas naskah tersebut. Hal-hal yang dideskripsikan adalah tempat penyimpanan naskah, judul naskah, penulis, ada dan tidaknya manggala maupun kolofon, jenis bahan naskah, dan sebagainya. 3) Transliterasi Teks Setelah dilakukan deskripsi naskah, langkah selanjutnya adalah transliterasi teks. Dalam penelitian naskah Kyai Prělambang, metode yang dipakai dengan menggunakan metode transliterasi standar, yaitu alih aksara dengan sesuai dengan ejaan yang disempurnakan, yaitu ejaan bahasa Jawa. Halhal yang dilakukan dalam transliterasi standar, yaitu membenarkan pemakaian huruf kapital, pemisahan suku kata, dan pemakaian tanda baca. 4) Suntingan Teks Suntingan teks yang digunakan dalam penelitian ini adalah suntingan teks dengan edisi standar. Suntingan teks dengan edisi standar dibuat dengan tujuan untuk menerbitkan teks yang bersih dari kesalahan dan ketidagajegan ejaan sehingga dapat memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam membaca teks Kyai Prělambang. Suntingan teks dengan edisi standar dilakukan dengan cara membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan bacaan pada teks Kyai Prělambang yang disesuaikan dengan sistem ejaan yang berlaku. Pedoman yang dijadikan sebagai standarisasi suntingan teks Kyai Prělambang adalah Baoesastra Djawa dan ejaan bahasa Jawa yang berlaku. Pembetulan atau koreksi pada suntingan teks dapat berupa penambahan, pengurangan, maupun penggantian 27

huruf, suku kata, maupun kata yang terdapat pada teks Kyai Prělambang. Kemudian, hasil koreksian dalam suntingan teks tersebut dicatat dan dijelaskan dalam aparat kritik. 5) Terjemahan Teks Terjemahan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah terjemahan kontekstual, yaitu gabungan dari terjemahan harfiah, terjemahan isi atau makna, dan terjemahan bebas. Terjemahan harfiah dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata yang dekat dengan artinya. Terjemahan isi atau makna digunakan dengan cara menerjemahkan kata-kata dalam bahasa sumber diimbangi salinannya dengan kata-kata bahasa sasaran yang sepadan, sedangkan terjemahan bebas dilakukan untuk menerjemahkan dengan cara mengganti dari keseluruhan teks bahasa sumber dengan bahasa sasaran secara bebas. Terjemahan teks dilakukan agar teks Kyai Prělambang dapat dijangkau oleh pemahaman masyarakat masa kini. Selain itu, terjemahan juga bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam pemaknaan teks. Selanjutnya, terjemahan teks dalam penelitian ini dijadikan dasar untuk menggali nilai-nilai yang terdapat dalam teks Kyai Prělambang. 6) Pemaknaan Teks Untuk mengungkapkan makna dalam naskah Kyai Prělambang, diperlukan metode, yaitu metode pembacaan huristik dan pembacaan hermeneutik atau retroaktif. Metode pembacaan heuristik merupakan cara kerja yang dilakukan pembaca dengan menginterpretasikan teks sastra secara referensial lewat tandatanda linguistik (Riffaterre, 1978: 5). Pembacaan hermeneutik ini dilakukan 28

dengan membaca teks dari awal hingga akhir, melakukan pengelihatan, dan perbandingan ulang ke belakang, menelusuri teks, dan mengenalinya, menempatkannya bersama-sama, bahnya pernyataan beruntun yang berbeda, yang awalnya diperhatikan sebagai tidak gramatikal, sesungguhnya ekuivalen, karena semua itu sebagai varian dari matriks struktural yang sama (Riffaterre, 1978: 5-6, Faruk, 2012: 145). Selanjutnya dalam mencari makna sebuah teks dengan mencari matriks, model, dan varian. Matriks merupakan kata kunci yang memberikan makna pada sabuah karya sastra. Matriks diaktualisasikan dalam bentuk model. Model adalah bentuk nyata dari matriks yang juga dapat berupa satu kata, frase, atau kalimat yang terdapat di dalam teks. Model ini diaktualisasikan kembali menjadi varian berupa kalimat-kalimat sehingga varian merupakan bentuk penjabaran dari model (Riffaterre: 1978: 12-20). Selanjutnya adalah mencari hipogram. Hipogram biasanya merupakan satu kata, frase, kutipan, atau ungkapan klise yang merederensi pada frase/kata yang sudah ada sebelumnya (Riffaterre, 1978: 23). Riffaterre membagi hipogram menjadi dua macam yaitu hipogram aktual dan hipogram potensial. Hipogram aktual adalah hipogram yang bersifat eksplisit atau nyata dan dapat diamati dari teks-teks karya sastra yang ada sebelumnya baik berupa kutipan, ungkapan, maupun isinya. Hipogram potensial merupakan hipogram yang dapat ditelusuri dalam bahasa yang bersifat hipotesis, seperti halnya yang terdapat pada matriks. Dengan demikian, jika hipogram dapat ditemukan, makna dan dasar penciptaan teks juga akan dapat ditemukan secara keseluruhan. 29

1.6.4 Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Setelah proses tersebut selesai dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi dan penafsiran terhadap proses analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan di antara unsur satu dengan lainnya, dan kemudian merumuskan konstruksi teoritisnya (Kaelan, 2005: 168). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah yang dilakukan pada tahap analisis data, yaitu pengumpulan data (inventarisasi data), pengelompokan (pengkategorian) data, pengorganisasian data, dan mengadakan interpretasi terhadap data. Proses pengumpulan data atau disebut juga inventarisasi data merupakan langkah awal dalam proses analisis data. Data-data yang berhubungan dengan penelitian, yaitu berupa naskah Kyai Prělambang dikumpulkan. Dalam proses pengumpulan data, data yang telah terkumpul tidak semuanya dapat digunakan dalam penelitian. Oleh karena itu, data direduksi dan difokuskan sesuai dengan tujuan penelitian. Data hasil dari reduksi kemudian dikelompokkan atau diklasifikasikan menurut ciri khas atau kategori masing-masing data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian mempunyai tujuan mendeskripsikan nilai pendidikan yang terdapat dalam naskah, sehingga dikategorikan nilai-nilai pendidikan yang meliputi nilai hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya, serta hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Hasil dari pengelompokan data tersebut kemudian diorganisasikan dengan cara memaparkan 30

data yang diperoleh. Data berupa pengkategorian nilai hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya, serta hubungan manusia dengan dirinya sendiri, tersebut merupakan deskripsi atau uraian dari isi teks Kyai Prělambang yang kemudian disajikan dalam bentuk paparan. Langkah terakhir dalam melakukan analisis data adalah melakukan interpretasi terhadap data yang telah diperoleh. Interpretasi merupakan pemberian deskripsi berupa kesan, pendapat, atau pandangan teoretis terhadap sesuatu tafsiran. Dalam penelitian ini adalah tafsiran atau penjelasan mengenai makna yang terdapat pada teks Kyai Prělambang dalam naskah Kempalan Dongeng. 31