PEMANFAATAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN DASAR SABUN MANDI

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

III. METODE PENELITIAN

KAJIAN PENGGUNAAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) DAN BEE POLLEN PADA PEMBUATAN SABUN OPAQUE ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

3 METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN BEBAS ALKOHOL (ETANOL)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN SABUN PADAT DAN SABUN CAIR DARI MINYAK JARAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

KAJIAN PROSES PEMBUATAN SABUN SCRUB MENGGUNAKAN SERAT OYONG (Luffa acutangula) KERING. Oleh TYAS KHUMAIDA KEN D. F

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE. Materi. Rancangan

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

Bab IV Hasil dan Pembahasan

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

METODE. Bahan dan Alat

APLIKASI DIETANOLAMIDA DARI ASAM LAURAT MINYAK INTI SAWIT PADA PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN ABSTRACT

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

3 METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

3. Metodologi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

4 Pembahasan Degumming

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

METODE. Waktu dan Tempat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

KAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN ABSTRACT

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

PROSES PEMBUATAN SABUN CAIR DARI CAMPURAN MINYAK GORENG BEKAS DAN MINYAK KELAPA

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Padang, Maret Putri Lina Oktaviani

Transkripsi:

PEMANFAATAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN DASAR SABUN MANDI Oleh : MASRI PRADIPTO F03400111 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MASRI PRADIPTO. F03400111. Pemanfaatan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Sebagai Bahan Dasar Sabun Mandi. Di bawah bimbingan Ade Iskandar dan Erliza Hambali. 2009. RINGKASAN Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman yang habitatnya dapat ditemui di Amerika, Afrika dan daerah tropis Asia termasuk Indonesia. Tanaman ini memiliki khasiat antara lain, menyembuhkan luka pada kulit, sebagai obat cacing, obat perut kembung dan obat sakit gigi. Minyak yang diekstrak dari tanaman jarak pagar dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sabun, biodiesel, insektisida dan berbagai kegunaan dalam bidang kesehatan. Sabun mandi merupakan kebutuhan primer manusia karena peranannya untuk membersihkan tubuh dari kotoran yang berasal dari minyak, keringat, debu, dan lain-lain. Pembuatan sabun yang sederhana ialah dengan mereaksikan minyak/lemak dengan larutan basa NaOH atau yang dikenal juga dengan soda api, prosesnya disebut saponifikasi. Dua komponen kimia yang penting dalam proses pembuatan sabun ialah kontak (antara partikel minyak dan NaOH) dan suhu. Sabun mandi yang dibuat pada penelitian ini ialah jenis sabun mandi opaque. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mempelajari karakteristik sabun mandi opaque yang dibuat dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) serta mendapatkan sabun terbaik dengan komposisi NaOH dan tepung tapioka yang telah ditentukan. Penelitian diawali dengan melakukan analisis bahan biji jarak yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan derajat keasaman (ph). Kemudian masuk ke penelitian inti yaitu proses pembuatan sabun yang formulanya dibuat berdasarkan bilangan penyabunan minyak jarak itu sendiri. Sabun mandi dibedakan berdasarkan penambahan tepung tapioka yaitu 0 %, 2,5 %, 5 % dan 7,5 %, dan konsentrasi pelarut NaOH yang digunakan yaitu 30 % dan 35 %. Sabun mandi yang dihasilkan dianalisis secara fisiko kimia dan juga diuji organoleptik. Analisis fisiko kimia pada penelitian ini mengacu pada SNI (1994). Akhirnya, hasil dari kedua pengujian tersebut ditentukan sabun yang terbaik dengan metode pembobotan. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah rancangan acak lengkap dengan dua faktor. Adapun faktor yang dikaji ialah konsentrasi pelarut NaOH yakni 30 dan 35 % dan konsentrasi tepung tapioka yakni 0, 2,5, 5 dan 7,5 % yang dihitung dari jumlah gram sabun yang dihasilkan. Pada analisis fisiko kimia, untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi tepung tapioka, NaOH atau pun pengaruh keduanya sekaligus, dilakukan dengan analisis keragaman (varian) yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Pada uji organoleptik, untuk mengetahui adanya pengaruh kedua faktor tersebut ialah dengan uji Friedman dengan tingkat kepercayaan 95 % ( =0,05). Panelis yang dipilih untuk uji ini termasuk kategori panelis tidak terlatih dan kesemuanya merupakan anggota masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan sabun mandi khususnya sabun mandi opaque. Hasil perhitungan dari metode pembobotan tidak dapat menentukan sabun mandi terbaik, karena di akhir perhitungan ada lima buah sabun dengan skor yang sama yaitu 2,580. Kelima sabun tersebut ialah sabun dengan kode 102 (sabun

dengan NaOH 30 % dan tepung tapioka 0 %), 296 (sabun dengan NaOH 30 % dan tepung tapioka 2,5 %), 364 (sabun dengan NaOH 30 % dan tepung tapioka 5 %), 183 (sabun dengan NaOH 0 % dan tepung tapioka 35 %) dan 478 (sabun dengan NaOH 35 % dan tepung tapioka 5 %). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sabun mandi yang dibuat dari minyak jarak pagar ini memiliki sifat fisiko kimia yang meliputi, kadar air dan zat menguap sabun mandi berkisar antara 13,470 14,810 %, jumlah asam lemak 77,615 83,710 %, kadar fraksi tak tersabunkan 7,385 7,710 %, bahan tak larut dalam alkohol 0,565 0,765 %, kadar alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH 0,020 0,045 %, derajat keasaman (ph) 9,375 9,815, stabilitas emulsi 83,435 85,520 %, stabilitas busa 83,350 88,540 % dan kekerasan sabun mandi 3,135 4,775 mm/g.detik. Sedangkan hasil uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini secara keseluruhan memberikan kesan netral pada panelis. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya persentase kesan panelis pada nilai 3 yang berarti panelis memberikan kesan netral ke semua sabun yang dujikan. Uji organoleptik itu meliputi, kesukaan panelis terhadap tekstur sabun berkisar antara 24 80 %, penampakan 48 80 %, pembusaan 28 72 %, kesan lembut yang ditinggalkan sabun 60 88 % dan kesan kesat yang ditinggalkan sabun 64 84 %.

MASRI PRADIPTO. F03400111. The Use of Jatropha Oil As Base Soap Material (Jatropha curcas L.). Under supervision of Ade Iskandar and Erliza Hambali. 2009. ABSTRACT Jatropha plant (Jatropha curcas L.) is the plant where the habitat is commonly found in America, Africa and Asian tropical area includes Indonesia. This plant have lots of properties such as curing wound on skin, worm medicine, flatulent medicine and tooth medicine. Oil which extracted from its plant can be used as a base material for making soap, biodiesel, insecticides, and other medical use. Bath soap is the primary needs for human because it uses for cleaning up the body from the dirt which coming from oil, sweat, dust etc. Simple soap making is by reacting the NaOH base solution or as known as caustic soda, the process it called saponification. The two most critical chemical components of the soapmaking process are contact and heat.the soap that made in this research is an opaque soap. The main purposes of this research are to learn the characteristics of the opaque soap that made from the jatropha oil (Jatropha curcas L.) material and also to find the best soap with the NaOH and cassava starch composition that have been arranged. The research was started by working a material analysis of jatropha seed which includes water content analysis, ash content analysis, fat content analysis, protein content analysis, carbohydrate content analysis and also acidity level (ph). Afterward, working the main research that is the soapmaking process which its formula were made based on the oil saponification value itself. The soap were differ by the cassava starch addition that is 0 %, 2,5 %, 5 % and 7,5 %. The NaOH solvent used in this research were differ by concentration 30 % and 35 %. The soaps that has been produced, then, physical-chemically analyzed, and tested by preference test. Physical-chemistry analysis in this research are based on the SNI (1994). Finally, the result of both analysis and test were used to determine the best soap using the scoring method. The experiment design used in this research are known as randomize completely design with two factors. The factors that examined in this research are the concentration of NaOH that is 30 % and 35 %, and the concentration of cassava starch that is 0 %, 2,5 %, 5 % and 7,5 %. The percentage of all of its concentration are counted from the final weight of soap produced. In the physical-chemistry analysis, to know the effect the addition of cassava starch, the NaOH solvent or both of it altogether were performed with the analysis of variance followed by the Duncan test. In the preference test, to know the effect of both factors were performed with the Friedman test with the level of significance 95 % ( =0,05). Chosen panelists for this test were classified into untrained panelists and all of it are part member of society who are common using bath soap especially opaque soap. The result of the scoring method could not determined the best soap, because at the end of the calculation there were five soaps which have the same scores that is 2,580. Those five soaps are coded 102 (soap with NaOH 30 % and cassava starch 0 %), 296 (soap with NaOH 30 % and cassava starch 2,5 %), 364

(soap with NaOH 30 % and cassava starch 5 %), 183 (soap with NaOH 35 % and cassava starch 0 %) and 478 (soap with NaOH 35 % and cassava starch 5 %). From the result of the research could be concluded that the soap made from jatropha oil have a physical-chemical properties includes, water content range of 13,470 14,810 %, fatty acid range of 77,615 83,710 %, unsaponifiable fraction range of 7,385 7,710 %, non soluble fraction in alcohol range of 0,565 0,765 %, free alkali as count as NaOH range of 0,020 0,045 %, negative mineral result, ph range 9,375 9,815, emulsion stability range of 83,435 85,520 %, foam stability range of 83,350 88,540 % and hardness range of 3,135 4,775 mm/g.detik. While the result of the preference test that done in this research generally leaved a neutral impression to all panelists. It could be shown with the highly percentage of panelist responses on the score 3 which means that the panelists were giving a neutral impression to all the soaps tested. The preference test includes, texture preference range of 24 80 %, display preference range of 48 80 %, foaming preference range of 28 72 %, softness preference range of 60 88 % and abrasive preference range of 64 84 %.

SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : PEMANFAATAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN DASAR SABUN MANDI adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, Februari 2009 Yang membuat pernyataan MASRI PRADIPTO F03400111

PEMANFAATAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN DASAR SABUN MANDI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh MASRI PRADIPTO F03400111 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PEMANFAATAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN DASAR SABUN MANDI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh MASRI PRADIPTO F03400111 Dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1982 di Semarang Tanggal lulus : 30 Januari 2009 Menyetujui, Bogor, Februari 2009 Ir. Ade Iskandar, Msi Pembimbing I Prof. Dr. Ir. Erliza Hambali, Msi Pembimbing II ii

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 12 Maret 1982 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara. Penulis merupakan putra dari pasangan Masdjudi dan Endang Srimasrinah. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1986 di Taman Kanakkanak Busthanul Athfal Aisyiah, Jakarta. Pada periode tahun 1988-1994 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Madrasah Pembangunan IAIN, Jakarta. Selanjutnya penulis melanjutkan studi di SMPN 87, Jakarta dan lulus pada tahun 1997. Periode tahun 1997-2000 penulis menyelesaikan studi di SMUN 6, Jakarta. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan studi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Selama di kampus penulis pernah aktif di lembaga-lembaga kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada periode 2001-2002 dan Dewan Keluarga Mushola Al-Fath pada periode 2001-2004. Selama menyelesaikan studi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor penulis juga pernah melakukan praktek lapang di PT. Bahari Food Industry, Cimahi, Jawa Barat. iii

KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya lah sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Skripsi berjudul Pemanfaatan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Sebagai Bahan Dasar Sabun Mandi ini Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ir. Ade Iskandar, MSi sebagai dosen pembimbing akademik I yang senantiasa memberikan pemikiran, arahan, bimbingan serta dukungan. 2. Prof. Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi sebagai dosen pembimbing akademik II yang turut memberikan pemikiran, arahan, bimbingan serta dukungan. 3. Drs. Chilwan Pandji, Apt, MSc sebagai dosen penguji yang turut memberikan masukan yang berarti. 4. Ayah, ibu, kakak-kakak serta adik-adikku yang senantiasa memberikan dukungan. 5. Seluruh staf pengajar, staf administrasi dan laboran pada Departemen Teknologi Industri Pertanian. 6. Semua teman dan sahabatku di TIN 37, PT. Adev Prima Mandiri, SBRC IPB serta semua orang yang telah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini.. Bogor, Februari 2009 Penulis iv

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)... 3 B. NATRIUM HIDROKSIDA (NaOH)... 4 C. TEPUNG TAPIOKA... 5 D. SABUN MANDI... 7 III. METODOLOGI... 11 A. BAHAN... 11 1. Bahan Baku... 11 2. Bahan Kimia... 11 B. ALAT... 11 C. METODE PENELITIAN... 11 1. Analisis Proksimat Biji Jarak Pagar... 11 2. Proses Pembuatan Sabun... 12 3. Karakterisasi Sabun... 13 4. Penentuan Sabun Terbaik... 13 D. RANCANGAN PERCOBAAN... 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 15 A. ANALISIS PROKSIMAT BIJI JARAK PAGAR... 15 B. PROSES PEMBUATAN SABUN... 16 C. HASIL ANALISIS FISIKO KIMIA SABUN... 18 1. Kadar Air dan Zat Menguap... 19 v

2. Jumlah Asam Lemak... 21 3. Kadar Fraksi Tak Tersabunkan... 22 4. Bahan Tak Larut dalam Alkohol... 24 5. Kadar Alkali Bebas yang Dihitung Sebagai NaOH... 25 6. Minyak Mineral... 26 7. Derajat Keasaman (ph)... 27 8. Stabilitas Emulsi... 28 9. Stabilitas Busa... 30 10. Kekerasan Sabun... 32 D. HASIL UJI ORGANOLEPTIK SABUN... 35 1. Tekstur... 36 2. Penampakan... 37 3. Pembusaan... 38 4. Kesan lembut... 39 5. Kesan kesat... 40 E. PENENTUAN SABUN TERBAIK... 43 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 47 A. KESIMPULAN... 47 B. SARAN... 47 DAFTAR PUSTAKA... 48 LAMPIRAN... 50 vi

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas oil)... 3 Gambar 2. Reaksi kimia trigliserida (minyak) dengan NaOH untuk membentuk sabun... 8 Gambar 3. Biji jarak pagar (Jatropha curcas seed)... 15 Gambar 4. Sabun Jarak Pagar dengan konsentrasi NaOH 30 % dan konsentrasi tepung tapioka yang beragam... 17 Gambar 5. Sabun Jarak Pagar dengan konsentrasi NaOH 35 % dan konsentrasi tepung tapioka yang beragam... 18 Gambar 6. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka dan kadar air... 21 Gambar 7. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka dan jumlah asam lemak... 22 Gambar 8. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka dan kadar fraksi tak tersabunkan... 24 Gambar 9. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka dan bahan tak larut dalam alkohol... 25 Gambar 10 Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka dan kadar alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH... 27 Gambar 11 Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka dan derajat keasaman (ph)... 29 Gambar 12. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka dan stabilitas emulsi... 31 Gambar 13. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka dan stabilitas busa... 32 Gambar 14. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka dan kekerasan... 34 Gambar 15. Grafik hasil uji kesukaan terhadap tekstur... 37 Gambar 16. Grafik hasil uji kesukaan terhadap penampakan... 38 Gambar 17. Grafik hasil uji kesukaan terhadap pembusaan... 39 vii

Gambar 18. Grafik hasil uji kesukaan terhadap kesan lembut... 40 Gambar 19. Grafik hasil uji kesukaan terhadap kesan kesat... 41 viii

DAFTAR TABEL Tabel 1. Karakteristik sabun yang dihasilkan dari berbagai asam lemak... 4 Tabel 2. Kandungan asam lemak minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.)... 4 Tabel 3. Formulasi pembuatan sabun opaque tanpa tepung tapioka... 12 Tabel 4. Formulasi pembuatan sabun opaque... 12 Tabel 5. Syarat mutu sabun mandi... 13 Tabel 6. Kandungan kimia biji jarak pagar... 15 Tabel 7. Rekapitulasi data rata-rata hasil analisis fisikokimia sabun mandi dengan NaOH 30 %... 19 Tabel 8. Rekapitulasi data rata-rata hasil analisis fisikokimia sabun mandi dengan NaOH 30 %... 20 Tabel 9. Rekapitulasi data rata-rata hasil analisis fisiko kimia... 35 Tabel 10. Kode sabun untuk uji organoleptik... 36 Tabel 11. Rekapitulasi data hasil uji organoleptik sabun... 42 Tabel 12. Penilaian kepentingan karakteristik sabun mandi... 44 Tabel 13. Nilai skor untuk sabun mandi NaOH 30 %... 46 Tabel 14. Nilai skor untuk sabun mandi NaOH 35 %... 47 ix

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun... 52 Lampiran 2. Neraca massa proses pembuatan sabun... 53 Lampiran 3. Analisis fisiko kimia sabun... 54 Lampiran 4. Hasil Analisis Kadar Air dan Zat Menguap... 58 Lampiran 5. Hasil Analisis Jumlah Asam Lemak... 60 Lampiran 6. Hasil Analisis Kadar Fraksi Tak Tersabunkan... 61 Lampiran 7. Hasil Analisis Bahan Tak Larut dalam Alkohol... 63 Lampiran 8. Hasil Analisis Kadar Alkali Bebas yang Dihitung Sebagai NaOH... 64 Lampiran 9. Hasil Analisis Minyak Mineral... 65 Lampiran 10. Hasil Analisis Derajat Keasaman (ph)... 66 Lampiran 11. Hasil Analisis Stabilitas Emulsi... 67 Lampiran 12. Hasil Analisis Stabilitas Busa... 68 Lampiran 13. Hasil Analisis Kekerasan Sabun... 69 Lampiran 14. Contoh lembar uji organoleptik sabun... 71 Lampiran 15. Contoh hasil uji organoleptik... 72 Lampiran 16. Hasil uji organoleptik (tekstur)... 73 Lampiran 17. Hasil penilaian panelis terhadap tekstur sabun... 74 Lampiran 18. Hasil Uji Friedman terhadap kesukaan panelis terhadap tekstur sabun... 75 Lampiran 19. Hasil uji organoleptik (penampakan)... 76 Lampiran 20. Hasil penilaian panelis terhadap penampakan sabun... 77 Lampiran 21. Hasil Uji Friedman terhadap kesukaan panelis terhadap penampakan sabun... 78 Lampiran 22. Hasil uji organoleptik (pembusaan)... 79 Lampiran 23. Hasil penilaian panelis terhadap pembusaan sabun... 80 Lampiran 24. Hasil Uji Friedman terhadap kesukaan panelis terhadap pembusaan sabun... 81 Lampiran 25. Hasil uji organoleptik (kesan lembut)... 82 x

Lampiran 26. Hasil penilaian panelis terhadap kesan lembut sabun... 83 Lampiran 27. Hasil Uji Friedman terhadap kesukaan panelis terhadap kesan lembut sabun... 84 Lampiran 28. Hasil uji organoleptik (kesan kesat)... 85 Lampiran 29. Hasil penilaian panelis terhadap kesan kesat sabun... 86 Lampiran 30. Hasil Uji Friedman terhadap kesukaan panelis terhadap kesan kesat sabun... 87 xi

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman yang habitatnya dapat ditemui di Amerika, Afrika dan daerah tropis Asia termasuk Indonesia. Ensiklopedi Kehutanan Indonesia (1997) menjelaskan bahwa di daerah-daerah di Indonesia minyak dari tanaman jarak pagar antara lain dapat digunakan sebagai minyak untuk lampu dan memberi warna merah pada bahan-bahan katun dan benang. Kini seiring dengan berkembangnya teknologi, minyak jarak pagar dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sabun, biodiesel, insektisida dan berbagai kegunaan dalam bidang kesehatan. Sabun mandi merupakan kebutuhan primer manusia karena peranannya untuk membersihkan tubuh dari kotoran yang berasal dari minyak, keringat, debu, dan lain-lain. Berdasarkan bentuknya, sabun yang dikenal pada saat ini ada bermacam-macam. Ada yang berupa sabun cair (liquid soap), sabun kental (bath foam), sabun padat opaque, dan juga sabun padat transparan. Sabun opaque ialah sabun tidak tembus cahaya dan bentuknya padat. Sabun opaque komersil saat ini telah bervariasi dalam hal warna dan pewangi. Umumnya penduduk Indonesia menggunakan sabun opaque untuk mandi karena harganya yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan sabun-sabun yang lain. Tanaman jarak pagar memiliki berbagai khasiat antara lain untuk menyembuhkan luka pada kulit, obat cacing, obat perut kembung dan sakit gigi. Pembuatan sabun mandi dengan bahan minyak jarak pagar akan berkhasiat untuk kulit. Pembuatan sabun yang sederhana ialah dengan mereaksikan minyak/lemak dengan larutan basa NaOH atau yang dikenal juga dengan soda api, prosesnya disebut saponifikasi. Dua komponen kimia yang penting dalam proses pembuatan sabun ialah kontak (antara partikel minyak dan NaOH) dan suhu.

B. TUJUAN PENELITIAN 1. Mempelajari karakteristik sabun mandi opaque yang dibuat dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) 2. Mendapatkan sabun terbaik dengan komposisi NaOH dan tepung tapioka yang telah ditentukan. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Minyak jarak pagar umumnya didapat dengan cara mengekstraknya dari biji jarak pagar yang telah berwarna kehitaman. Cara yang terbaik untuk mendapatkan minyak jarak pagar dalam jumlah yang banyak ialah dengan menggunakan mesin pengepres, dengan cara itu maka minyak yang didapatkan sekitar 20-30 %. Minyak jarak pagar hasil pengepresan biasanya masih kasar dan mengandung banyak kotoran, untuk itu minyak harus disaring dan dijernihkan terlebih dahulu sebelum bisa digunakan sebagai bahan dasar sabun. Minyak jarak pagar yang sudah disaring dan siap digunakan sebagai bahan dasar sabun dapat dilihat pada Gambar 1. di bawah ini. Gambar 1. Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas oil) Karakteristik suatu sabun sangat dipengaruhi oleh karakteristik minyak yang dipakai. Tiap-tiap minyak juga memiliki jenis asam lemak yang dominan. Asam-asam lemak inilah yang nantinya akan menentukan karakteristik dari sabun yang dihasilkan (Cavitch, 1997). 3

Tabel 1. Karakteristik sabun yang dihasilkan dari berbagai asam lemak Asam Busa Mengeraskan Membersihkan lemak lembut Laurat X X X Linoleat Miristat X X X Oleat Melembabkan X X Busa stabil Palmitat X X Risinoleat X X X Stearat X X Sumber : Cavitch (1997) Minyak jarak pagar sangat didominasi oleh asam lemak oleat (C 18 H 34 O 2 ) yang dapat dilihat pada Tabel 2, oleh karenanya sabun mandi yang dihasilkan dari minyak jarak pagar akan memiliki sifat melembabkan. Tabel 2. Kandungan asam lemak minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) Profil Asam Lemak dalam % Jenis 1 Jenis 2 Jenis 3 Miristat 0.06 0.13 Pentadekanoat Trace 0.02 Palmitat 14.6 3.45 15.6 Palmitoleat 0.85 0.72 0.9 Margarat 0.09 0.09 Margaroleat 0.05 0.05 Stearat 7.15 7.46 6.7 Oleat 46.27 34.3 42.6 Linoleat 30.80 43.12 33.9 Linolenat 0.20 0.20 0.2 Arachidat 0.21 0.21 0.2 Gadoleat 0.08 0.09 Behenat 0.07 0.04 Lignocerat 0.06 0.05 Nurvonat 0.05 0.05 Sumber : http://www.svlele.com/jatropha_analysis.htm (2005) 4

B. NATRIUM HIDROKSIDA (NaOH) Natrium hidroksida yang dihasilkan melalui elektrolisis larutan NaCl digunakan dalam pembersihan minyak tanah dan dalam pembuatan sabun, tekstil, plastik dan bahan kimia lainnya. (Petrucci, 1985). Natrium hidoksida sering disebut sebagai kaustik atau soda api. NaOH dapat berbentuk batang, gumpalan dan bubuk dan dengan cepat menyerap kelembaban kulit (Poucher, 1974). Cavitch (1997) menjelaskan bahwa NaOH sangatlah reaktif baik pada kondisi padatan kering maupun larutan. Serpihan kecil saja dapat membuat kulit perih. Percikan larutan NaOH dapat membuat kulit perih dan mengalami kebutaan. NaOH haruslah disimpan pada tempat yang aman dan dibungkus rapat, jika dibiarkan pada keadaan terbuka maka NaOH akan menyerap air dan mengeras menjadi seperti batu NaOH dalam bentuk cair akan lebih mudah bercampur dengan minyak yang akan digunakan sebagai bahan dasar sabun dibandingkan dengan NaOH dalam bentuk padatan. Cavitch (1997) menjelaskan bahwa pembuatan larutan NaOH ialah dengan memasukkan NaOH padat ke dalam air destilasi dan bukan sebaliknya. NaOH padat yang dimasukkan ke dalam air akan memisah menjadi ion-ion natrium (Na + ) dan ion-ion hidroksida (OH - ) yang prosesnya disebut dengan ionisasi dan akan melepaskan panas. Hasilnya ialah ion-ion (Na + ) dan (OH - ) yang siap untuk bereaksi. C. TEPUNG TAPIOKA Tepung tapioka dikenal juga dengan sebutan tepung kanji atau pati singkong. Tepung tapioka berasal dari tanaman singkong (ubi kayu). Integrated Cassava Project (2005) memaparkan bahwa pati merupakan salah satu bahan yang melimpah di alam. Pati didapat dari tanaman padi-padian dan akar-akaran. Banyak digunakan sebagai makanan, tapi juga bisa dirubah secara kimia, biologi dan bentuk fisiknya menjadi produk-produk berguna hingga saat ini. Pati digunakan untuk memproduksi berbagai macam produk seperti makanan, minuman, kertas, tekstil, perekat/lem, farmasi dan bahan- 5

bahan bangunan. Pati singkong memiliki karakteristik yang luar biasa, termasuk pasta dengan viskositas yang tinggi, pasta dengan kejernihan yang sangat tinggi, stabilitas dalam keadaan cair yang tinggi, yang sangat berguna pada banyak industri. Singkong memiliki banyak keuntungan untuk produksi pati. Keuntungan-keuntungan pati singkong : 1. Tingkat kemurnian yang tinggi 2. Karakteristik menebalkan yang sangat baik 3. Rasa yang netral dan lembut 4. Karakteristik tekstur yang sesuai dengan keinginan 5. Sumber bahan baku relatif murah yang mengandung konsentrasi pati yang tinggi (basis bahan kering) yang bisa menyamai atau melebihi karakter yang dimiliki pati-pati lain (jagung, gandum, ubi dan beras). Pati singkong itu : 1. Mudah diekstrak dengan proses yang sederhana (jika dibandingkan dengan pati-pati yang lain) yang bisa dilakukan pada skala kecil dan tanpa banyak mengeluarkan biaya. 2. Lebih dipilih pada produksi perekat karena memiliki sifat lebih viskos, bekerja lebih lembut, menghasilkan lem yang stabil dengan ph netral. 3. Merupakan pasta yang jernih Margono et al (1993) menjelaskan bahwa pada umumnya dikenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi. Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Warna Tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih. 2. Kandungan Air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan airnya rendah. 6

3. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak. 4. Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi. Henning (2000) menjelaskan bahwa penambahan pati pada pembuatan sabun jarak opaque akan menghasilkan tekstur sabun yang cukup keras. Tanpa pati, sabun akan terlalu lunak. Secara ekonomi akan menjadi sangat menguntungkan untuk menambahkan pati dan air, karena akan lebih banyak sabun yang dapat dihasilkan dengan jumlah minyak dan NaOH yang sama. D. SABUN MANDI Cavitch (1997) menjelaskan bahwa sabun ialah produk yang dihasilkan dari reaksi sebuah asam lemak dan sebuah basa kuat. Beberapa sabun yang sesuai dengan definisi ini tidak ada hubungannya dengan daya membersihkan. Kebanyakan sabun dibuat dengan menggunakan alkali NaOH, tetapi sabun juga dapat dibuat dengan menggunakan basa yang bermacammacam, yakni untuk membuat bermacam-macam produk sabun yang tidak dikenal. Beberapa ada yang dibuat dengan menggunakan alkali organik seperti amonia atau amina (turunan amonia seperti trietanolamina). Sabun pengemulsi petrokimia digunakan untuk karet sintetik. Sabun logam dibuat dengan menggunakan logam-logam non alkali seperti tembaga, kalsium dan seng yang digunakan untuk mencegah korosi logam, tekstil tahan air, dan kulit tahan lumut. Sementara itu SNI (1994) menjelaskan bahwa sabun mandi merupakan pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal dari minyak nabati dan atau lemak hewani yang umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Sabun tersebut dapat berwujud padat, lunak atau cair, berbusa dan digunakan sebagai pembersih. 7

H 2 C COOR O H 2 C OH HC COOR + 3 NaOH 3 R C ONa + HC OH H 2 C COOR H 2 C OH trigliserida alkali/basa sabun gliserin Gambar 2. Reaksi kimia trigliserida (minyak) dengan NaOH untuk membentuk sabun Cavitch (1997) menjelaskan bahwa sabun mudah untuk dibuat, meskipun reaksi kimianya rumit. Secara kimia, sebuah asam (minyak dan lemak) dan sebuah basa (larutan NaOH) akan bereaksi menghasilkan sabun dan gliserin. Prosesnya disebut saponifikasi, ketika minyak dan lemak saling bersentuhan dan bereaksi dengan larutan NaOH maka akan terjadi proses saponifikasi atau proses pembuatan sabun. Adonan sabun siap untuk dicetak ketika adonan tersebut mengental pada suatu titik dimana tetesan-tetesan adonan dari spatula/pengaduk jatuh ke permukaan adonan sabun dan meninggalkan jejak sejenak sebelum akhirnya tenggelam ke dalam adonan. Dua komponen kimia paling penting dalam proses pembuatan sabun ialah panas dan kontak/pengadukan. Asam dan basa harus bercampur terlebih dahulu sebelum saling bereaksi, panas membantu pergerakan dan fluiditas, sementara pengadukan akan memastikannya. Sabun bekerja membersihkan dalam dua cara, yaitu sabun akan membantu air membasahi permukaan bahan yang akan dibersihkan, hingga merata ke seluruh permukaan bahan dan menyentuhkan kotoran dengan air untuk kemudian dibilas. Molekul sabun mengandung sebuah rantai yang terdiri dari atom-atom karbon, hidrogen dan oksigen yang tersusun menjadi bagian kepala dan ekor yang berbeda. Bagian kepala bisa memikat air (hidrofilik) dan bagian ekor bisa mengikat minyak dan kotoran (hidrofobik). Sabun bisa membersihkan karena dua bagian yang berlawanan ini, menyentuhkan kotoran dengan air untuk kemudian dibilas. Ketika molekul-molekul sabun dicampur dengan air, ekor hidrofobiknya (rantai hidrokarbon) berkumpul bersama pada suatu 8

tempat yang kecil berusaha untuk menyingkir sejauh mungkin dari air dan sedekat mungkin di antara satu dan yang lainnya. Kepala dari molekulmolekul sabun (gugus karboksil) tertarik pada air dan membentuk dinding bola di sekitar ekor-ekornya yang bergerak cepat. Sabun membentuk lapisan tipis di permukaan air yang menahan posisi dari kepala dan ekor. Aksi dari kepala dan ekor ini pada permukaan air merusak tegangan permukaan, memaksa air ke kulit dan membiarkan busa sabun untuk selanjutnya yang menangani. Sekali molekul sabun membantu air mengerjakan tugasnya, selanjutnya menyingkirkan kotoran dan lemak. Ekor pada molekul sabun yang tertarik pada minyak dan lemak. Pertama-tama akan menyusupkan ekornya ke kotoran. Ketika kepala molekul sabun menarik keluar air, kotorannya disingkirkan dimana kotoran itu masih menempel pada ekor molekul sabun. Ekor molekul sabun kemudian menahan kotoran dalam suspensi, jauh dari kulit hingga bilasan akan membilas kotoran dan sabun semuanya. Bilangan penyabunan ialah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram minyak. Tiap minyak memiliki bilangan penyabunan yang berbeda karena memiliki bobot molekul yang berbeda pula, tergantung pada berapa banyak atom karbon, oksigen dan hidrogen yang terkandung dalam trigliserida tersebut. Bobot molekul suatu asam lemak ialah total dari kombinasi dari atom-atom tadi. Bobot molekul trigliserida ialah kombinasi dari bobot asam lemak dan gliserin. Makin tinggi bobot molekul dari suatu minyak dan lemak maka makin sedikit alkali/basa yang dibutuhkan untuk menyabunkannya. Pengubahan bilangan penyabunan dalam satuan mg NaOH/g minyak cukup menggunakan aritmatika sederhana, namun sebelumnya harus diketahui dahulu bobot molekul dari KOH, NaOH dan bilangan penyabunan minyak yang masih dalam satuan mg KOH/g minyak. Selanjutnya, dihitung dengan menggunakan rumus perbandingan yaitu : BM NaOH BP ( mg NaOH/g minyak) = x BP ( mg KOH/g minyak) BM KOH 9

Keterangan : BP = bilangan penyabunan BM = bobot molekul Bilangan penyabunan menyatakan jumlah KOH/NaOH yang dibutuhkan untuk melakukan saponifikasi secara penuh, untuk saponifikasi secara penuh tiap molekul minyak bereaksi dengan molekul alkali, tidak menyisakan minyak atau alkali pada sabun akhir. Kebanyakan para pembuat sabun tidak menginginkan saponifikasi secara penuh, karena sabun yang dihasilkan lebih halus, sedikit kaustik, dan lembut. 10

III. METODOLOGI A. BAHAN-BAHAN 1. Bahan Baku Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat sabun antara lain minyak jarak pagar, larutan NaOH 30 %, larutan NaOH 35 %, air destilasi, tepung tapioka. 2. Bahan Kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis sabun antara lain HCl 10 %, KOH beralkohol 0,5 N, HCl 0,5 N, alkohol netral (etanol) 95 %, indikator phenolphtalein, BaCl 20 %, H 2 SO 4 1 N dan air destilasi. B. ALAT-ALAT Alat-alat yang digunakan untuk membuat sabun antara lain gelas piala 500 ml, pengaduk, pipet, sudip, gelas ukur berbagai ukuran, timbangan digital, cetakan, pisau, thermometer, magnetic stirrer, hot plate with stirrer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis sabun antara lain cawan keramik, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, pipet, penangas air, penangas uap, timbangan digital, labu cassia, thermometer, erlenmeyer, krus Gooch, oven, hot plate with stirrer, desicator, ph meter. C. METODE PENELITIAN Ada beberapa tahap dalam melakukan penelitian yaitu (1) analisis proksimat biji jarak pagar, (2) pembuatan sabun, (3) karakterisasi sabun. 1. Analisis Proksimat Biji Jarak Pagar Tujuan dilakukannya tahap ini ialah untuk mengetahui secara kuantitatif kandungan zat dari biji jarak pagar yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan derajat keasaman (ph). 11

2. Proses Pembuatan Sabun Formula untuk membuat sabun di sini berdasarkan bilangan penyabunan yang dimiliki oleh minyak jarak pagar. Sabun mandi dibedakan berdasarkan penambahan tepung tapioka yaitu 0 %, 2,5 % dan 5 % dan 7,5 %, dan konsentrasi pelarut NaOH yang digunakan yaitu 30 % dan 35 % (lihat Tabel. 4) Tabel 3. Formulasi pembuatan sabun mandi tanpa tepung tapioka Bahan Baku (gram) (%) Minyak jarak pagar 68,34 68,34 NaOH 30 % atau 35 % 31,66 31,66 Total 100 100 Tabel 4. Formulasi pembuatan sabun mandi opaque Formula (%) I II III IV Minyak jarak pagar + NaOH 100 92,5 90 87,5 Tepung tapioka 0 2,5 5 7,5 Air destilasi 0 5 5 5 Jumlah 100 100 100 100 Proses pembuatan sabun dimulai dengan menaikkan suhu minyak jarak pagar hingga mencapai 70 C, kemudian ditambahkan pelarut NaOH sambil diaduk dan tunggu hingga mengental seperti pasta kekuningan. Setelah itu ditambahkan tepung tapioka baru kemudian air destilasi hingga homogen dan tercampur sempurna. Selama proses tersebut, suhu dijaga pada suhu 70 80 C. Setelah itu sabun bisa dicetak dan ditunggu hingga sabun mengeras. Untuk sabun yang tanpa tapioka sebelum dicetak dikeringkan dahulu sampai dengan kadar air 15 % baru dicetak. Diagram alir pembuatan sabun bisa dilihat pada Lampiran 1. 12

3. Karakterisasi Sabun Analisis yang dilakukan pada sabun yang dihasilkan mengacu pada SNI (1994) yang lengkapnya bisa dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Syarat mutu sabun mandi Jenis Uji Syarat Mutu (%) Kadar air dan zat menguap pada 105 C, (b/b) Maks 15 Jumlah asam lemak, (b/b) Min 70 Kadar fraksi tak tersabunkan, (b/b) Maks 2,5 Kadar bagian tak larut dalam alkohol, (b/b) Maks 2,5 Kadar alkali bebas dihitung sebagai kadar NaOH, b/b) Maks 0,1 Kadar minyak mineral, (b/b) Negatif Sumber : SNI (1994) Uji kesukaan oleh panelis dilakukan melalui uji organoleptik terhadap konsentrasi NaOH dan tepung tapioka pada sabun-sabun yang dihasilkan. Uji organoleptik di sini meliputi uji penerimaan panelis terhadap tekstur, penampakan, dan pembusaan sabun, serta kesan lembut dan kesan kesat pada kulit. Panelis yang dipilih termasuk kategori panelis tidak terlatih dan kesemuanya merupakan anggota masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan sabun mandi khususnya sabun mandi opaque. 4. Penentuan Sabun Terbaik Sabun mandi terbaik mengacu pada hasil analisis fisiko kimia dan uji organoneptik, kemudian dilanjutkan dengan metode pembobotan. D. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah rancangan acak lengkap dengan dua faktor. Adapun faktor yang dikaji ialah konsentrasi pelarut NaOH yakni 30 dan 35 % dan konsentrasi tepung tapioka yakni 0, 2,5, 5 dan 7,5 % yang dihitung dari jumlah gram sabun yang dihasilkan. 13

Y ijk Model matematisnya ialah sebagai berikut : Y ijk = µ +A i + B j + k ( ij ) = variabel tanggapan hasil observasi ke-k yang terjadi karena pengaruh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B µ = nilai tengah populasi (rata-rata yang sebenarnya) A i B j = pengaruh konsentrasi pelarut NaOH taraf ke-i (i=1,2) = pengaruh konsentrasi tepung tapioka taraf ke-j (j=1,2,3,4) k ( ij ) = galat eksperimen 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL ANALISIS PROKSIMAT BIJI JARAK PAGAR Biji jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari laboratorium Biologi IPB Baranangsiang, yang bibitnya berasal dari provinsi Nusa Tenggara Barat. Biji jarak pagar yang dipilih ialah biji jarak pagar dengan kualitas menengah/grade B. Biji jarak pagar sebelum diekstrak minyaknya untuk kemudian dijadikan sabun mandi, terlebih dahulu dianalisis kandungan kimianya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan kimia biji jarak pagar No. Jenis Zat Jumlah rata-rata (%) 1. Kadar Air (b/b) 5,54 2. Kadar Abu (b/b) 0,36 3. Kadar Lemak (b/b) 47,25 4. Kadar Protein (b/b) 24,60 5. Kadar Karbohidrat (b/b) 12,13 6. ph 7,4 Biji jarak pagar mempunyai khasiat yang baik untuk kesehatan kulit, sehingga akan bagus sekali jika minyaknya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sabun mandi. Pengkonversian dari biji jarak pagar menjadi sabun mandi tentunya akan meningkatkan nilai tambah dari tanaman jarak pagar itu sendiri, karena selama ini tanaman tersebut masih jarang digunakan dan kebanyakan hanya sebatas sebagai tanaman pemagar suatu lahan. Gambar 3. Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas seed) 15

B. PROSES PEMBUATAN SABUN Formula untuk membuat sabun di sini berdasarkan bilangan penyabunan yang dimiliki oleh minyak jarak pagar. Bilangan penyabunan menyatakan jumlah alkali yang dibutuhkan untuk melakukan saponifikasi secara penuh. Pada proses ini tiap molekul minyak bereaksi dengan molekul alkali, tidak menyisakan minyak atau alkali pada sabun akhir. Bilangan penyabunan biasa disajikan dalam satuan mg KOH/g minyak, untuk mengubahnya menjadi mg NaOH/g minyak cukup dengan menggunakan aritmatika sederhana. Bilangan penyabunan minyak jarak pagar berkisar antara 192-195 mg KOH/g minyak, setelah dikonversi maka menjadi 138-140 mg NaOH/g minyak. Sabun mandi yang dibuat dari minyak jarak memiliki asam lemak oleat (C 18 H 34 O 2 ) yang dominan. Asam lemak ini mempunyai sifat melembabkan. Henning (2000) menjelaskan bahwa penambahan pati pada pembuatan sabun jarak opaque akan menghasilkan tekstur sabun yang cukup keras. Tanpa pati, sabun akan terlalu lunak. Secara ekonomi akan menjadi sangat menguntungkan untuk menambahkan pati dan air, karena akan lebih banyak sabun yang dapat dihasilkan dengan jumlah minyak dan NaOH yang sama. Tepung tapioka yang digunakan dalam penelitian ini ialah tepung tapioka yang didapatkan dari pasar tradisional. Biji jarak pagar mula-mula diekstrak minyaknya dengan menggunakan mesin pengepres. Minyak hasil ekstrak kemudian disaring agar terbebas dari kotoran dan partikel lain agar lebih bersih dan jernih. Tahap selanjutnya ialah membuat larutan NaOH 30 % dan 35 %. Hal ini perlu dilakukan karena NaOH dalam bentuk cair akan lebih mudah bercampur dengan minyak bila dibandingkan dengan NaOH yang masih dalam bentuk padatan. Minyak jarak pagar hasil ekstraksi mula-mula dipanaskan sambil diaduk hingga mencapai suhu 70 C. Setelah itu ditambahkan larutan NaOH sambil terus diaduk hingga warna minyak berubah dari kuning keemasan menjadi putih dan suhu akan menurun hingga 50 C. Setelah 15-20 menit yang 16

disertai dengan naiknya kembali ke suhu 70 C, sabun sudah mulai terbentuk yang ditandai dengan mengentalnya campuran minyak-naoh menjadi seperti pasta. Kondisi ini disebut trace. Cavitch (1997) menjelaskan bahwa trace adalah kondisi dimana sabun cukup tebal dan siap dituang ke cetakan. Kebanyakan sabun yang dibuat mencapai kondisi trace meninggalkan jejak yang jelas, tetesan-tetesan sabun dari pengaduk meninggalkan bekas tetesan di permukaan sabun sebelum akhirnya tenggelam. Setelah trace tercapai maka dimasukkan tepung tapioka, kemudian diaduk sebentar hingga adonan sabun menjadi merata dan cukup liat. Air dimasukkan terakhir untuk membantu mencairkan adonan yang liat tadi, setelah beberapa saat angkat adonan dari pemanas dan juga pengaduk.adonan kemudian dituang ke dalam cetakan yang telah dilapisi plastik. Sabun akan mengeras setelah 2-3 hari dalam suhu ruang. Sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. Gambar 4. Sabun Jarak Pagar dengan konsentrasi NaOH 30 % dan konsentrasi tepung tapioka 0 % (102), 2,5 % (296), 5 % (364) dan 7,% % (631) 17

Gambar 5. Sabun Jarak Pagar dengan konsentrasi NaOH 35 % dan konsentrasi tepung tapioka 0 % (183), 2,5 % (476), 5 % (478) dan 7,% % (703) Konsentrasi penambahan tepung tapioka dibedakan menjadi 0 %, 2,5 %, 5 %, dan 7,5 % dari keseluruhan bobot sabun. Khusus untuk membuat sabun tanpa tepung tapioka (tepung tapioka 0 %), setelah kondisi trace tercapai maka adonan sabun dapat langsung dituang ke cetakan. Cavitch (1997) menjelaskan bahwa dua komponen kimia paling penting dalam proses pembuatan sabun ialah panas dan kontak/pengadukan. Asam dan basa harus bercampur terlebih dahulu sebelum saling bereaksi, panas membantu pergerakan dan fluiditas, sementara pengadukan akan memastikannya. Sabun siap untuk dituang ketika adonan mengental menjadi emulsi yang stabil. Kesalahan pengadukan yang seringkali ditemui ialah pengadukan sabun yang kurang. Sabun yang dituang sebelum kondisi trace tercapai, atau karena pengadukannya terlalu lambat/tidak konsisten dapat menghasilkan sisa NaOH di bentuk padatannya, rongga-rongga, atau pun sisasisa seperti tepung. Sabun mandi yang dihasilkan disesuaikan dengan syarat mutu SNI (1994) yang mencakup sifat fisiko kimianya. Meskipun begitu untuk sifat-sifat 18

yang lain seperti daya membersihkan, kestabilan busa, kekerasan serta warna belum memiliki standar. Syarat mutu merupakan syarat yang harus dipenuhi suatu produk, karena syarat mutu itu mengindikasikan bahwa produk tersebut aman dan tidak membahayakan kesehatan penggunanya. C. HASIL ANALISIS FISIKO KIMIA SABUN Analisis fisiko kimia dilakukan untuk mengetahui karakteristik sabun secara fisik dan kimia dengan melakukan serangkaian analsis/pengujian sehingga dapat diketahui bahwa sabun yang diteliti disini sesuai dengan persyaratan SNI atau tidak. Selain itu analisis fisiko kimia sabun juga penting untuk menentukan sabun dengan formula terbaik. Analisis fisiko kimia yang dilakukan pada sabun mandi pada penelitian ini mengacu pada SNI (1994) dengan beberapa tambahan analisis yaitu derajat keasaman (ph), stabilitas emulsi, stabilitas busa dan kekerasan sabun. Rekapitulasi data rata-rata hasil analisis fisikokimia sabun mandi dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8 berikut ini. Tabel 7. Rekapitulasi data rata-rata hasil analisis fisikokimia sabun mandi dengan NaOH 30 % Analisis Konsentrasi tepung tapioka (%) 0 2,5 5 7,5 Kadar air dan zat menguap (%) 14,810 14,080 13,770 13,470 Jumlah asam lemak (%) 81,365 82,830 83.075 83,710 Kadar fraksi tak tersabunkan (%) 7,620 7,705 7,575 7,710 Bahan tak larut dalam alkohol (%) 0,695 0,695 0,565 0,650 Kadar alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH (%) 0,025 0,030 0,030 0,020 Minyak mineral negatif negatif negatif negatif Derajat keasaman (ph) 9,580 9,430 9,500 9,375 Stabilitas emulsi (%) 84,390 84,840 83,435 84,240 Stabilitas busa (%) 85,185 84,615 83,350 85,525 Kekerasan sabun (%) 4,775 4,600 4,600 4,385 19

Tabel 8. Rekapitulasi data rata-rata hasil analisis fisikokimia sabun mandi dengan NaOH 35 % Analisis Konsentrasi tepung tapioka (%) 0 2,5 5 7,5 Kadar air dan zat menguap (%) 13,925 13,695 13,615 13,520 Jumlah asam lemak (%) 78,705 78,300 78,060 77,615 Kadar fraksi tak tersabunkan (%) 7,490 7,665 7,645 7,385 Bahan tak larut dalam alkohol (%) 0,765 0,755 0,760 0,760 Kadar alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH (%) 0,045 0,025 0,045 0,020 Minyak mineral negatif negatif negatif negatif Derajat keasaman (ph) 9,735 9,750 9,700 9,815 Stabilitas emulsi (%) 85,110 83,805 84,995 85,520 Stabilitas busa (%) 86,395 85,350 88,540 85,585 Kekerasan sabun (%) 3,665 3,520 3,310 3,135 1. Kadar Air dan Zat Menguap Jumlah air yang terkandung dalam suatu bahan disebut kadar air. Pengukuran kadar air dan zat menguap pada suatu bahan perlu dilakukan karena air dapat mempengaruhi kualitas sabun yang dibuat. Spitz (1996) menjelaskan bahwa semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka akan membuat sabun menjadi semakin mudah menyusut atau habis pada saat digunakan. Ketaren (1986) menjelaskan bahwa proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dan minyak atau lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Senyawa aldehid dan keton yang dihasilkan dari lanjutan reaksi oksidasi ini memiliki sifat mudah menguap seperti alkohol. Di dalam buku SNI (1994) kadar air dan zat menguap maksimal 15 %. Kadar sebesar itu akan menyebabkan sabun yang dihasilkan cukup keras sehingga akan lebih efisien dan lebih awet. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua sabun memiliki nilai kadar air dan zat 20

menguap sesuai dengan yang disyaratkan SNI, karena berkisar antara 13,470 14,810 %. Data hasil analisis kadar air dan zat menguap dapat dilihat pada Gambar 6. KADAR AIR DAN ZAT MENGUAP Kadar Air (%) 16 15 14 13 12 11 10 0 2,5 5 7,5 Konsentrasi Tepung Tapioka (%) SNI NaOH 30 % NaOH 35 % Keterangan : SNI mensyaratkan bahwa kadar air dan zat menguap maksimal 15 % Gambar 6. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka, kadar air dan zat menguap Hasil analisis keragaman pada Lampiran 4 (bagian b) menunjukkan bahwa konsentrasi NaOH dan tepung tapioka yang ditambahkan pada sabun berpengaruh nyata terhadap kadar air dan zat menguap sabun yang dihasilkan dengan tingkat kepercayaan 95 % ( =0,05). Hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 4 (bagian c) menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi tepung tapioka menunjukkan perbedaan yang nyata. Begitu pula halnya dengan konsentrasi NaOH, hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 4 (bagian d) menunjukkan bahwa NaOH 30 % berbeda nyata dengan konsentrasi NaOH 35 %. Jika dilihat pada Gambar 6. seiring meningkatnya konsentrasi tepung tapioka maka justru menurunkan kadar air sabun yang dihasilkan. Jadi, penambahan tepung tapioka pada formulasi sabun dapat mengurangi kadar air sabun. Perbedaan penggunaan konsentrasi NaOH juga dapat 21

mempengaruhi kadar air, karena dari Gambar 6. itu pula dapat dilihat bahwa sabun yang dibuat dengan menggunakan konsentrasi NaOH 35 % memiliki kadar air yang lebih rendah dari sabun yang menggunakan konsentrasi NaOH 30 %. Jadi, makin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan, maka makin dapat mengurangi kadar air sabun. 2. Jumlah Asam Lemak Asam lemak akan menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan. Asam lemak yang dominan pada minyak jarak pagar sebagai bahan dasar pembuat sabun di sini ialah jenis asam lemak oleat (C 18 H 34 O 2 ) yang memiliki sifat melembabkan. Jumlah asam lemak suatu sabun menyatakan persentase asam lemak yang terkandung di dalam sabun itu. Semakin besar persentasenya maka karakteristik dari asam lemak dominannya akan semakin jelas. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai asam lemak semua sabun berkisar antara 77,615 83,710 %. Kisaran ini masuk dalam syarat SNI, yakni minimal 70 %. Data hasil analisis jumlah asam lemak dapat dilihat pada Gambar 7. JUMLAH ASAM LEMAK Asam Lemak (%) 86 84 82 80 78 76 74 72 70 0 2,5 5 7,5 Konsentrasi Tepung Tapioka (%) NaOH 30 % NaOH 35 % SNI Keterangan : SNI mensyaratkan bahwa jumlah asam lemak minimal 70 % Gambar 7. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka dan jumlah asam lemak 22

Hasil analisis keragaman yang ditunjukkan pada Lampiran 5 (bagian b), dengan tingkat kepercayaan 95 % ( =0,05) menunjukkan bahwa tepung tapioka tidak mempengaruhi secara nyata jumlah asam lemak yang terkandung dalam sabun. Adapun faktor konsentrasi NaOH berpengaruh. Hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 5 (bagian c) menunjukkan bahwa konsentrasi NaOH 30 % dan 35 % memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah asam lemak sabun. Hal ini menjelaskan bahwa meski dalam komposisi yang sama, sabun dengan konsentrasi NaOH yang lebih tinggi yakni 35 % lebih efektif proses saponifikasinya dibanding sabun konsentrasi NaOH 30 %. Sehingga sabun yang dibuat dengan konsentrasi NaOH 35 % memiliki jumlah asam lemak yang lebih rendah dibanding sabun dengan konsentrasi NaOH 30 %. 3. Kadar Fraksi Tak Tersabunkan Ketaren (1986) menjelaskan bahwa senyawa-senyawa seperti kolesterol, fatty alcohol, sterol dan pigmen termasuk fraksi yang tidak dapat tersabunkan karena senyawa-senyawa itu tidak bereaksi dengan NaOH sehingga dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut lemak. Artinya, setelah sabun terbentuk senyawa-senyawa tersebut akan tetap pada bentuk asalnya dan total keseluruhan senyawa-senyawa tersebut dapat dihitung kadarnya yang disebut sebagai kadar fraksi tak tersabunkan. Cavitch (1997) menjelaskan bahwa penggunaan jumlah NaOH yang kurang dari bilangan penyabunan dan menyebabkan terjadinya kelebihan kadar minyak akan menghasilkan batang sabun yang masih meninggalkan sisa sabun yang tidak tersabunkan, sehingga membuat sabun tersebut lebih lembut dan lembab. Hasil analisis menunjukkan bahwa sabun yang dihasilkan memiliki nilai kadar fraksi yang tak tersabunkan berkisar antara 7,385 7,710 %. SNI mensyaratkan kadar fraksi yang tak tersabunkan maksimal 2,5 %, namun semua nilai fraksi tak tersabunkan sabun mandi yang 23

dianalisis berada jauh di atas nilai yang disyaratkan SNI. Hal ini bisa terjadi karena banyaknya senyawa fraksi tak tersabunkan yang terkandung dalam minyak jarak pagar. Tepung tapioka juga mempengaruhi tingginya jumlah fraksi tak tersabunkan, karena tepung tapioka termasuk senyawa yang tidak bereaksi dengan NaOH. Data hasil analisis kadar fraksi tak tersabunkan dapat dilihat pada Gambar 8. KADAR FRAKSI TAK TERSABUNKAN Fraksi Tak Tersabunkan (%) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 2,5 5 7,5 NaOH 30 % NaOH 35 % SNI Konsentrasi Tepung Tapioka (%) Keterangan : SNI mensyaratkan bahwa kadar fraksi tak tersabunkan maksimal 2,5 % Gambar 8. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH, tepung tapioka dan kadar fraksi tak tersabunkan Pada Lampiran 6 (bagian b) tentang hasil analisis keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % ( =0,05) ditunjukkan bahwa baik tepung tapioka maupun konsentrasi NaOH mempengaruhi secara nyata kadar fraksi tak tersabunkan yang terkandung dalam sabun. Hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 6 (bagian c) menunjukkan bahwa tiap-tiap konsentrasi tepung tapioka memberikan pengaruh yang berbeda. Begitu pula halnya dengan konsentrasi NaOH yang pada Lampiran 6 (bagian d) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Formulasi sabun untuk tepung tapioka dibedakan menjadi 0 %, 2,5 %, 5 % dan 7,5 % yang dihitung berdasarkan persen keseluruhan sabun. Semakin tinggi persentase tepung tapioka pada suatu formula 24