BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Balita a. Pengertian Balita adalah anak yang telah menginjak usia 1 tahun atau lebih populer dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Masa balita merupakan masa penting dalam tumbuh kembang anak secara fisik (Muaris, 2006). Utami (2006) menyatakan bahwa bawah lima tahun atau Balita merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai dari satu sampai dengan lima tahun. Menurut Notoatmodjo (2007) anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi dan rawan penyakit. Beberapa kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan penyakit antara lain: 1) Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa. 2) Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang. 3) Anak balita sudah mulai main di tanah, dan sudah dapat main di luar rumahnya sendiri, sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit seperti ISPA 4) Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam memilih makanan. Di pihak lain, ibunya sudah tidak begitu 7
8 memperhatikan lagi makanan anak balita, karena dianggap sudah dapat makan sendiri. b. Tumbuh Kembang Balita Tumbuh kembang anak atau balita menurut Soetjiningsih (2006) mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu mengenai pertumbuhan dan perkembangan. Definisi pertumbuhan dan perkembangan balita sebagai berikut: 1) Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat dengan organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (sentimeter, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). 2) Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses deferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu: 1) Faktor Keturunan (genetik) Faktor genetik merupakan faktor utama sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak. Faktor ini meliputi faktor bawaan, jenis kelamin, suku bangsa. Faktor ini dapat ditentukan
9 dengan intensitas dan kecepatan dalam pembelahan sel telur, tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan berhentinya pertumbuhan tulang. 2) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan tercapai dan tidaknya potensi yang sudah dimilikinya, meliputi lingkungan prenatal (lingkungan dalam kandungan), dan lingkungan post natal (lingkungan setelah dilahirkan). Lingkungan dalam kandungan dapat terjadi selama anak dalam kandungan, mulai konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi ibu hamil, lingkungan mekanis seperti posisi janin dalam uterus (rahim), zat kimia atau toxin seperti penggunaan obatobatan, alkohol, kebiasaan merokok ibu hamil, dan hormonal. Faktor lingkungan yang lain adalah radiasi yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ otak janin, infeksi dalam kandungan juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi, demikian juga stres dapat mempengaruhi kegagalan tumbuh kembang. Faktor imunitas dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sebab dapat menyebabkan terjadinya abortus dan lain-lain. Faktor lingkungan setelah lahir seperti gizi, imunisasi, penyakit kronis dan hormonal. Faktor fisik seperti cuaca, musim, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi. 3) Faktor psikososial Faktor psikososial seperti stimulasi, motivasi belajar, hukuman, kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta, kasih sayang, dan kuantitas interaksi antara anak dan orang tua.
10 4) Faktor keluarga Faktor keluarga seperti pekerjaan, pendidikan orang tua, jumlah saudara, jenis kelamin, kepribadian ayah dan ibu, agama, urbanisasi dan faktor publik. 2. ISPA pada Balita a. Pengertian ISPA ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat, yang meliputi infeksi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma) atau substansi asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong, 2003). Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. b. Faktor yang Mempengaruhi ISPA Berbagai faktor yang mempengaruhi pneumonia pada balita telah banyak diteliti oleh para pakar, meliputi faktor lingkungan (kepadatan hunian rumah, kebiasaan merokok, ventilasi), faktor sosial ekonomi
11 keluarga (tingkat ekonomi, tingkat pemahaman pekerjaan, pendapatan, dan perawatan ibu terhadap balita) (Depkes RI, 2006). Istilah pneumonitis perlu dibedakan pengertiannya dengan pneumonia. Pneumonia adalah proses radang pada parenkin paru, bagian distal bronkiolus terminalis, mencakup bronkiolus respiratorius, alveolus dan irtersitium, serta menimbulkan konsolidasi dan gangguan pertukaran gas setempat. Ada beberapa faktor determinan etiologi dari penyakit paru lingkungan yaitu: 1) ukuran partikel debu, yaitu hanya partikel debu yang mempunyai ukuran 0,3 sampai 0,5 m yang bisa mencapai alveoli, 2) struktur kimiawi debu, 3) konsentrasinya di udara lingkungan, 4) lamanya paparan dan 5) suseptibilitas individu terhadap debu inorganik tertentu yang menjadi penyebab (Rahmatullah, 2006). c. Klasifikasi Misnadiarly (2008), mengklasifikasikan penderita ISPA ke dalam dua kelompok usia penderita yaitu: 1) Usia di bawah 2 bulan (pneumonia berat dan bukan pnemonia) 2) Usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun ( bukan pnemonia, pnemonia berat dan bukan pnemonia) ISPA ditandai dengan batuk atau kesulitan bernafas, pilek, panas atau demam, tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada, tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas, pernafasan < 50x/ menit untuk usia 2 bulan sampai < 1 tahun, < 40 x/menit untuk usia 1 tahun sampai 5 tahun (WHO, 2002) d. Jenis ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut terbagi menjadi dua yaitu: 1) Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut
12 Saluran pernapasan atas berfungsi menghangatkan, melembabkan dan menyaring udara. Bersama udara, masuk berbagai patogen, yang dapat nyangkut di hidung, faring (tonsila), larings, atau trakea dan dapat berproliferasi, bila daya tahan tubuh menurun. Penyebaran infeksi (bila terjadi) tergantung pada pertahanan tubuh, dan dari virulensi kuman yang bersangkutan (infeksi sekunder) (Tambayong, 2000). Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut menurut Erlien (2008) terdiri dari : a) Influenza Influenza sering juga disebut flu merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan gejala-gejala yang ditimbulkan mengakibatkan terganggunya sistem pernapasan. Influenza berbeda dengan pilek (common cold). b) Sinusitis Sinusitis merupakan salah satu peradangan pada daerah sinus yang terjadi karena adanya infeksi virus, misalnya karena komplikasi influenza maupun karena alergi. c) Faringitis (radang tenggorokan) Faringitis yaitu munculnya peradangan (infeksi) pada daerah tenggorokkan (faring). Faringitis dapat disebabkan oleh virus atau bakteri. 2) Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut Proses infeksi saluran pernapasan dapat disebabkan oleh patogen yang mengenai saluran pernapasan atas. Infeksi ini menimbulkan berbagai gambaran patologis dan klinis bergantung pada ketahanan hospes dan virulensi organism (Tambayong, 2000).
13 Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut menurut Erlien (2008) terdiri dari : a) Laringitis Laringitis adalah peradangan pada daerah laring. Laring terletak pada ujung saluran pernapasan yang menuju paru-paru (trakea). Pada daerah ini terdapat pita suara. Oleh karena itu, laringitis juga kadang-kadang disebut sebagai radang pita suara. b) Bronkitis Bronkitis adalah peradangan yang terjadi pada daerah bronkus. Bronkus merupakan saluran pada sistem pernapasan yang menuju paru-paru. c) Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru-paru (alveoli). Pneumonia, dalam bahasa sehari-hari sering disebut radang paru-paru. Pneumonia merupakan infeksi pada saluran pernapasan yang tergolong serius. Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut broncopneumonia). Pneumonia merupakan masalah kesehatan dunia karena menyebabkan angka kematian yang tinggi. e. Faktor risiko terjadinya ISPA Kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit. Penyakit ISPA dan tuberkulosis erat kaitannya dengan kondisi sanitasi perumahan. Faktor-faktor resiko lingkungan pada
14 bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit maupun kecelakaan antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian ruang tidur, kelembaban udara, kualitas udara ruang, binatang penular penyakit, air bersih, limbah rumah tangga sampah serta perilaku penghuni dalam rumah (Depkes RI, 2002). f. Faktor Predisposisi ISPA Kondisi sosial ekonomi yang buruk dan perokok pasif merupakan faktor predipsosisi ISPA (Meadow & Newell, 2005). g. Pengobatan 1) Pemberian antibiotika 2) Petunjuk perawatan di rumah bagi ibu-ibu 3) Pengobatan demam 4) Pengobatan wheezing h. Pencegahan ISPA 1) Pengertian Pencegahan adalah suatu tindakan antisipasi yang diambil untuk mengurangi kemungkinan timbulnya atau berkembangnya suatu kejadian atau kondisi, atau untuk meminimalkan kerusakan akibat kejadian atau kondisi tersebut jika ini benar-benar terjadi (Pickett & Hanlon, 2008). 2) Tujuan Pencegahan Pickett & Hanlon (2008) menyatakan bahwa tujuan dilakukan pencegahan adalah:
15 a) Untuk menghemat hari kerja b) Untuk mencegah kematian c) Untuk menghemat uang d) Untuk mencegah pemanfaatan sistem keperawatan medis i. Upaya Pencegahan Misdiniarly (2008) menyatakan bahwa upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam pemberantasan ISPA pada anak terdiri dari : 1) Pencegahan melalui imunisasi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Hal ini dimengerti karena campak, pertusis dan juga difteri dapat juga menyebabkan ISPA atau pneumonia. 2) Pencegahan melalui non imunisasi Upaya pencegahan non imunisasi meliputi a) Pemberian ASI Eksklusif Pertumbuhan yang sehat dan baik pada anak, terutama pada masa tiga tahun pertama kehidupan dipengaruhi nutrisi yang baik. Pemberian makanan dan nutrisi di masa-masa awal kehidupan individu sangat baik dilakukan dengan menyusui karena ASI dianggap sebagai the ultimate health food (makanan pokok yang menyehatkan) bagi bayi. Pemberian ASI juga dapat mencegah resiko terserangnya anak dari beberapa penyakit, seperti diare, infeksi saluran pernafasan, otitis media dan lain-lain. (Suradi dkk, 2010).
16 b) Pemberian nutrisi yang baik Usia balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang anak yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pemenuhan kebutuhan gizi pada balita memegang peranan penting untuk menunjang proses tumbuh kembang, selain peran lingkungan dan interaksi anak dengan orang tua. Apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan balita dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan metabolisme dalam otak. Pada keadaan yang lebih berat, kekurangan gizi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan badan. Kekurangan gizi pada balita juga menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik yang meliputi perkembangan emosi dan tingkah laku. Kekurangan dan kelebihan asupan gizi pada balita mempengaruhi status gizi dan status kesehatannya (Febri, 2008). Balita merupakan salah satu golongan paling rawan gizi. Masa balita disebut juga masa vital, khususnya sampai usia dua tahun, karena adanya perubahan yang cepat dan menyolok maka pemeliharan gizi sangat penting, jika tidak akan mengganggu proses pertumbuhan secara maksimal. Keadaan gizi merupakan gambaran apa yang dikonsumsi seseorang dalam jangka waktu yang cukup lama. Infeksi memperburuk taraf gizi dan gangguan gizi memperburuk imunitas balita. (Aritonang, 2006) c) Penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur Anak-anak harus dijauhkan dari pajanan asap rokok, asap dapur terutama dari pembakaran kayu dan sejenisnya, serta polusi udara. Memperbaiki higiene lingkungan dapat dilakukan misalnya dengan menyediakan ventilasi yang baik di dalam
17 rumah, menjaga kebersihan, dan menggunakan masker pelindung untuk mengurangi pajanan terhadap polusi. Asap rokok yang ditebarkan orang lain, imbasnya dapat menyebabkan berbagai penyakit, terutama pada bayi dan anakanak mulai dari berbagai gangguan pernapasan pada bayi, telinga, gangguan pertumbuhan, kolik dan infeksi paru seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) (Nasir, 2009). Bayi dan anak yang terpajan asap rokok sebelum dan sesudah kelahiran memperlihatkan peningkatan angka ISPA, infeksi saluran napas bawah misalnya pneumonia dan asma pada kanak-kanak dibandingkan dengan bayi dan anak-anak dari orang tua bukan perokok. Haluaran urine yang mengandung metabolit nikotin meningkat drastis pada anak-anak dari orang tua perokok dibandingkan dengan anak-anak dari orang tua perokok bukan perokok (Corwin, 2009). Kondisi rumah yang kurang dari kebersihan seperti debu sebab balita akan menghirup debu dan membuat pernapasannya terganggu. Asap juga dapat menyebabkan terjadinya ISPA seperti asap kebakaran, asap dapur karena, kayu bakar serta asap anti nyamuk. d) Perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat. Pencegahan ISPA akan berhasil jika diciptakan lingkungan hidup yang baik, misalnya dengan mengurangi kepadatan penduduk, memperbaiki ventilasi rumah, membuat sistem dapur yang baik dengan membatasi terhisapnya asap dari kompor, meningkatkan hygiene perorangan dan sebagainya.
18 B. Keluarga Prasejahtera 1. Keluarga a. Pengertian Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, dalam Suprajitno, 2004). b. Peran Keluarga Peran adalah seperangkat perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan satuan tertentu. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Ayah sebagai pemimpin keluarga, pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, dan pemberi rasa aman kepada anggota keluarga. Selain itu, sebagai anggota masyarakat/ kelompok sosial tertentu. Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik anak-anak, pelindung keluarga, dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga. Selain itu, sebagai anggota masyarakat. Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual (Ali, 2010) Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita termasuk dalam peran orang tua dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua dalam pencengahan ISPA sangat diperlukan karena yang biasa terkena dampak ISPA adalah usia balita dan anak-anak yang kekebalan tubuhnya masih rentan terkena infeksi. Sehingga diperlukan peran orang tua dalam menangani hal ini. Orang tua harus mengerti tentang dampak negatif dari penyakit ISPA seperti ISPA ringan bisa menjadi pneumonia yang kronologisnya dapat mengakibatkan kematian, jika tidak segera ditangani.
19 Menurut Depkes (2003) pencegahan kejadian ISPA ini tidak terlepas dari peran orang tua yang harus mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah dengan mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan balita, menciptakan lingkungan yang nyaman, dan menghindar faktor pencetus. Peran keluarga dalam mencegah ISPA yaitu 1) Hidup sehat dengan memperhatikan asupan nutrisi yang baik dengan pola makan yang sehat Pola makan yang sehat adalah pola makan yang seimbang yang menyertakan karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral dengan perbandingan jumlah yang sesuai dengan piramida makanan dan kebutuhan gizi balita. Menurut Wiboworini (2007) berdasarkan fungsinya zat gizi secara umum dapat disederhanakan sebagai berikut: a) Zat gizi penghasil energi, yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Zat gizi penghasil energi sebagian besar dihasilkan oleh makanan pokok seperti padi-padian, umbi-umbian, sagu dan pisang. b) Zat gizi pembangun sel, terutama diperoleh dari protein yang dihasilkan ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan, dan hasil olahannya seperti tahu, tempe dan oncom. Oleh karenanya, lauk-pauk tergolong dalam zat pembangun. c) Zat gizi pengatur, terdiri atas vitamin dan mineral yang diperoleh dari sayuran dan buah-buahan. Pola makan balita harus sesuai dengan pedoman makan balita seperti di bawah ini.
20 Tabel 2.1 Pedoman Makan Balita Jenis Makanan Sumber Tenaga Sumber zat pembangun Sumber zat pengatur Jumlah 3-4 piring nasi @ 100 gram atau penggantinya (mie, bihun, roti, kentang) 4-5 porsi daging @ 50gram atau penggantinya (tempe, tahu, ikan, telur, daging ayam). Dianjurkan sekurang-kurangnya 1 porsi berasal dari sumber protein hewani. Susu dianjurkan 2 gelas sehari. 2-3 porsi sayur dan buah. Gunakan sayur dan buah-buahan berwarna (1 porsi sayur = 1 mangkuk sayur, 1 porsi buah segar = 100 gram) Sumber : Widjaja (2005) 2) Mengenali tanda dan gejala ISPA Tanda dan gejala ISPA pada balita yaitu : a) Batuk atau (juga disertai kesulitan bernafas) b) Napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing) c) Dahak berwarna kehijauan serperti karet 3) Memberikan ASI Eksklusif dan imunisasi Pertumbuhan yang sehat dan baik pada anak, terutama pada masa tiga tahun pertama kehidupan dipengaruhi nutrisi yang baik. Pemberian makanan dan nutrisi di masa-masa awal kehidupan individu sangat baik dilakukan dengan menyusui karena ASI dianggap sebagai the ultimate health food (makanan pokok yang menyehatkan) bagi bayi. Pemberian ASI juga dapat mencegah resiko terserangnya anak dari beberapa penyakit, seperti diare, infeksi saluran pernafasan, otitis media dan lain-lain. (Suradi dkk, 2010)
21 Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan utama bayi. ASI mempunyai keunggulan yang tidak tergantikan oleh makanan dan minuman apa pun. ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit. ASI mengandung semua zat gizi yang paling tepat dan lengkap dengan komposisi sesuai dengan kebutuhan bayi. (Prabantini, 2010). World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif selama 6 bulan. ASI bermanfaat bagi daya tahan hidup, pertumbuhan dan perkembangan bayi, mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan oleh penyakit umum yang menimpa anak seperti diare, radang paru dan mempercepat pemulihan jika sakit. (Yuliarti, 2010). ASI yang keluar saat kelahiran bayi sampai hari ke-4 atau ke-7 (kolostrum) mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (mature). Zat ini akan melindungi bayi dari penyakit diare (mencret) (Roesli, 2007). Imunisasi merupakan usaha pemberian kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2008). Tabel 2.2 Waktu Yang Tepat Untuk Pemberian Imunisasi Dasar Umur Jenis Imunisasi 0-7 hari Hepatitis B-1 1 bulan BCG 2 bulan Hepatitis B2, DPT 1, Polio 1 3 bulan Hepatitis B3, DPT 2, Polio 2 4 bulan DPT 3, Polio 3 9 bulan Campak, polio 4 Sumber : Depkes RI (2010)
22 c. Fungsi Keluarga Friedman dalam Ali (2010) membagi fungsi keluarga menjadi lima yaitu : 1) Fungsi afektif. Berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan dasar kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Anggota keluarga mengembangkan gambaran diri yang positif, peran dijalankan dengan baik, dan penuh rasa kasih sayang. 2) Fungsi sosialisasi. Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu menghasilkan interaksi sosial, dan individu tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan sosial. Keluarga merupakan tempat individu melaksanakan sosialisasi dengan anggota keluarga dan belajar disiplin, norma budaya, dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga, sehingga individu mampu berperan di dalam masyarakat. 3) Fungsi reproduksi. Fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. 4) Fungsi ekonomi. Fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain 5) Fungsi perawatan keluarga. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan, dan asuhan kesehatan/ keperawatan. d. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan Suprajitno (2004) menyatakan bahwa sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi:
23 1) Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan nada keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua atau keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya. 2) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga atau memperoleh bantuan. 3) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah
24 apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama. 4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga. 5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga. 2. Keluarga Prasejahtera a. Pengertian Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, papan, sandang, kesehatan dan pendidikan. b. Indikator Keluarga Prasejahtera 1) Keluarga Sejahtera Tahap I a) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih b) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja atau sekolah dan berpergian c) Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik d) Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan, e) Bila pasangan usia subur ingin ber-kb pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi f) Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah
25 2) Keluarga Sejahtera tahap II a) Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing b) Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan daging/ ikan / telur c) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun. d) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi tiap penghuni rumah. e) Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/ fungsi masing-masing. f) Ada seseorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan g) Seluruh anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa bicara tulisan latin h) Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan alat atau obat kontrasepsi. 3) Keluarga Sejahtera Tahap III a) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama b) Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau barang c) Kebiasaan keluarga makan bersma paling kurang seminggu sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi d) Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal
26 e) Keluarga memperoleh informsi dari surat kabar/ majalah/ radio/ tv. 4) Keluarga Sejahtera Tahap III Plus a) Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan sumbangan materiil untuk kegiatan sosial. b) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan sosial/ yayasan / institusi masyarakat. C. Hubungan Peran Keluarga Keluarga Prasejahtera dengan Pencegahan ISPA Faktor imunitas dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sebab dapat menyebabkan terjadinya abortus dan lain-lain. Faktor lingkungan setelah lahir seperti gizi, imunisasi, penyakit kronis dan hormonal. Faktor fisik seperti cuaca, musim, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yaitu fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain dan fungsi perawatan keluarga. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan, dan asuhan kesehatan/ keperawatan. Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) sebagai keluarga sejahtera I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan. Keluarga prasejahtera mempunyai keterbatasan ekonomi untuk memberikan makanan yang bergizi dan lingkungan yang bersih sebagai upaya pencegahan ISPA.
27 D. Kerangka Teori Faktor Predisposisi a. Pengetahuan b. Keyakinan c. Kepercayaan d. Sistem nilai e. Sikap Faktor Pendukung a. Sarana Kesehatan b. Prasarana kesehatan c. Peraturan/hukum tentang kesehatan d. Tenaga ahli kesehatan Pencegahan ISPA 1. Imunisasi 2. Non imunisasi ISPA Faktor Pendorong a. Tokoh masyarakat b. Petugas kesehatan c. Pean Keluarga d. Karyawan e. Pembuat keputusan Faktor yang Mempengaruhi ISPA : 1. Lingkungan 2. Sosial ekonomi 3. Peran keluarga Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian Aplikasi Teori L, Green (Notoatmodjo, 2010), Misdiniarly (2008) E. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian digambarkan dalam bagan sebagai berikut : Variabel bebas Variabel Terikat Peran keluarga prasejahtera Upaya pencegahan ISPA Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
28 F. Variabel Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu 1. Variabel bebas, yaitu peran keluarga prasejahtera 2. Variabel terikat, yaitu upaya pencegahan ISPA G. Hipotesa Hipotesa penelitian ini yaitu ada hubungan peran keluarga prasejahtera dengan upaya pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Depok Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang.