I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pimpinella pruatjan Molkenb. (Apiaceae) atau yang dikenal dengan nama purwoceng. P. pruatjan sebagai tanaman herba komersial berkhasiat obat yaitu sebagai afrodisiak, diuretik (melancarkan saluran air seni) dan tonik. P. pruatjan merupakan tanaman endemik Indonesia yang tumbuh di Dataran Tinggi Dieng (Jawa Tengah), Gunung Gede Pangrango (Jawa Barat) dan di kawasan Konservasi Bromo Tengger Semeru (Jawa Timur). Akan tetapi, keberadaan P. pruatjan sudah sangat sulit ditemukan di habitat aslinya karena pemanfaatan tanaman yang berlebihan tanpa diikuti oleh penanaman kembali dan perusakan hutan konservasi (Darwati & Roostika 2006). Oleh karena itu, berdasarkan Convention on International Trading in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan hampir punah (Roostika et al., 2007). Secara alami P. pruatjan tumbuh di dataran tinggi lebih kurang 2000 meter di atas permukaan laut (m. dpl.). P. pruatjan mengalami penurunan mutu serta produksi jika ditanam pada ketinggian kurang dari 1700 m. dpl. Selain tumbuh pada daerah yang terbatas pada ketinggian, P. pruatjan juga memiliki keragaman genetik yang rendah dalam merespon ketinggian tempat. Selain pengaruh topografi, kesulitan adaptasi P. pruatjan, karena secara morfologis memiliki bunga yang berukuran kecil yang mengakibatkan sulit dilakukan persilangan dan pembudidayaan (Wahyuni, 2009). 1
2 Keanekaragaman morfologis dan molekular P. pruatjan yang terdapat di Indonesia belum banyak diketahui. P. pruatjan yang terdapat di Pulau Jawa dengan ketinggian tempat yang berbeda, memiliki keragaman karakter morfologis dan genetik (Widodo et al., 2012). Karakter morfologis dan genetik menjadi penanda bahwa terdapat perbedaan antara individu dalam populasi spesies P. pruatjan pada habitat yang berbeda di Pulau Jawa. Perbedaan faktor lingkungan (tempat tumbuh, suhu, ketinggian, jenis tanah) dapat menyebabkan variasi karakter morfologis, P. pruatjan di Pulau Jawa. Karakter morfologis yang muncul merupakan bentuk interaksi antara faktor lingkungan dan genetik, sehingga dalam hal ini karakter genetik lebih stabil jika dibandingkan karakter morfologis. Variabilitas genetik P. pruatjan dapat dilihat dengan berbagai cara analisis yang salah satunya dengan penanda molekuler Inter Simple Sequence Repeat (ISSR). Analisis molekuler dengan penanda ISSR sudah sering dilakukan dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui variasi genetik. ISSR juga dianggap lebih efektif dalam analisis genetik dan telah diaplikasikan secara luas dalam program pemuliaan tanaman. Penanda molekuler ISSR merupakan penanda yang berkembang lebih akhir dibanding Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dan Restriction Fragment Lenght Polymorphism (RFLP), serta ISSR memiliki reproducibility yang tinggi (Reddy, 2002). Primer yang digunakan pada ISSR lebih panjang (16-25 bp) bila dibanding dengan RAPD yang reproducibility-nya rendah (Rahayu, 2010). Menurut Mansyah et al. (2010) penanda ISSR lebih cepat, lebih murah, memerlukan jumlah DNA yang sedikit sudah mampu melakukan menjadi pendeteksi genetik polimorfisme. Penanda
3 ISSR dapat dilakukan tanpa mengetahui susunan basa (sequence) dari DNA genom tumbuhan. Antara susunan basa yang berulang tersebut mewakili dan menyebar secara luas diseluruh genom, serta memiliki polimorfisme yang tinggi. Penanda ISSR ini telah berhasil digunakan untuk mempelajari keragaman genetik seperti yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Menurut Dogan et al. (2010) bahwa dengan menggunakan penanda ISSR genus Johrenia (Apiaceae) yang tersebar di wilayah Turki dapat menunjukkan similaritasnya dengan 25 primer ISSR yang digunakan dapat menunjukkan banyak similaritas filogenetik, hasil dari penelitian tersebut menujukkan ada kolerasi antara karakter morfologis dan karakter molekular. ISSR dilakukan juga pada spesies Foeniculum vulgare (Apiaceae) dari 25 ekotipe di wilayah Iran dengan 7 primer ISSR memunculkan 57 fragmen dan 49 fragmen polimorfisme (Bahmani et al., 2012), sehingga penanda ISSR dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik genetik pada P. pruatjan yang terdapat di Pulau Jawa. Dengan demikian penelitian tentang karakter morfologis dan molekular dengan penanda molekular ISSR yang membandingkan P. pruatjan yang terdapat di Pulau Jawa perlu dilakukan. Penelitian ini kemudian akan mengungkap variabilitas genetik P. pruatjan secara morfologis dan molekular dengan penanda molekular ISSR antar wilayah yang telah ditentukan. Perbedaan morfologis dan molekular ini juga untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar aksesi P. pruatjan pada Gunung Lawu, Dataran Tinggi Dieng, Gunung Putri dan Ranupane.
4 B. PERMASALAHAN Permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Bagaimana variabilitas genetik dan hubungan kekerabatan spesies P. pruatjan yang terdapat di Pulau Jawa berdasarkan kararter morfologis? Bagaimana variabilitas genetik dan hubungan kekerabatan spesies P. pruatjan yang terdapat di Pulau Jawa berdasarkan penanda molekular ISSR? C. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Mengetahui variabilitas genetik dan hubungan kekerabatan antar aksesi P. pruatjanyang terdapat di Pulau Jawa berdasarkan karakter morfologis. Mengetahui variabilitas genetik dan hubungan kekerabatan antar aksesi P. pruatjan yang terdapat di Pulau Jawa berdasarkan penanda molekular ISSR. D. MANFAAT Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Memberikan sumbangan data pendukung untuk perlindungan tanaman langka atau plasma nutfah di Indonesia. Memberikan informasi tentang karakter morfologis P. pruatjan yang terdapat di Pulau Jawa. 3. Memberikan informasi genetik tentang kekerabatan antar aksesi P. pruatjan yang terdapat di Pulau Jawa berdasarkan penanda molekular ISSR.
5 E. RUANG LINGKUP Penelitian yang akan dilakukan pada tanaman P. pruatjan yang terdapat di Pulau Jawa dengan tempat pengambilan sampel sebagai berikut: Gunung Lawu (Jawa Tengah), Dataran Tinggi Dieng (Jawa Tengah), Gunung Putri (Jawa Barat) dan Ranupane (Jawa Timur). Setiap tempat dilihat perbedaan karakter morfologis sehingga dapat di tentukan ada berapa aksesi yang diperoleh dari setiap wilayah. Aksesi yang diperoleh dari masing-masing wilayah maka aksesi tersebut menjadi sampel untuk analisis molekular. Analisis molekular dilakukan dengan penanda molekular ISSR dengan 7 primer.