PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS PENALARAN SPASIAL DAN PENALARAN KUANTITIF DALAM MATERI TEOREMA PYTHAGORAS DI SMP

dokumen-dokumen yang mirip
2015 DESAIN DIDAKTIS PERSAMAAN KUADRAT UNTUK SISWA SMP KELAS VIII

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intan Cahyaningrum, 2015

2015 DESAIN DIDAKTIS KONSEP ASAS BLACK DAN PERPINDAHAN KALOR BERDASARKAN HAMBATAN BELAJAR SISWA PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS KELAS X

DESAIN DIDAKTIS KONSEP BARISAN DAN DERET ARITMETIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS

DESAIN DIDAKTIS KONSEP VOLUME LIMAS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP BERDASARKAN LEARNING TRAJECTORY

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

Desain Didaktis Penalaran Matematis untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa SMP pada Luas dan Volume Limas

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR...

Desain Didaktis Bahan Ajar Matematika SMP Berbasis Learning Obstacle dan Learning Trajectory

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Desain Didaktis Konsep Mengukur Sudut di Kelas V Sekolah Dasar

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR

MENGATASI HAMBATAN BELAJAR SISWA DALAM MENGGAMBAR GARIS DAN SUDUT DENGAN PENDEKATAN ANTISIPASI DIDAKTIS DI SMP

DESAIN DIDAKTIS BANGUN RUANG SISI DATAR UNTUK MENINGKATKAN LEVEL BERPIKIR GEOMETRI SISWA SMP

Desain Didaktis Pembelajaran Konsep Energi dan Energi Kinetik Berdasarkan Kesulitan Belajar Siswa pada Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui tiga

ANALISIS LEARNING OBSTACLES KONSEP GEOMETRI PADA MAHASISWA SEMESTER 1 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOSEN SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata kunci: desain pembelajaran, konstruktivisme, learning obstacle, gaya magnet.

DESAIN DIDAKTIS INTERAKTIF PROBLEM SOLVING MATEMATIS PADA POKOK BAHASAN KESEBANGUNAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tia Agnesa, 2014

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH JAJARGENJANG PADA PEMBELARAN MATEMATIKA KELAS IV SEKOLAH DASAR Lukman Nurdin Hj. Epon Nur aeni L.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH TRAPESIUM PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP

Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENGATASI HAMBATAN PEMAHAMAN KONSEPTUAL MATEMATIS DENGAN PENDEKATAN ANTISIPASI DIDAKTIS MATERI DALIL PYTHAGORAS DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Khususnya di Indonesia matematika sudah diajarkan sejak dalam. pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI PENELITIAN DESAIN

\MODEL DESAIN DIDAKTIS PENGURANGAN PECAHAN BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR

2016 DESAIN DIDAKTIS KONSEP GARIS SINGGUNG LINGKARAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

KEMAMPUAN PENELARAN SPASIAL MATEMATIS SISWA DALAM GEOMETRI DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Arif Priyanto et al., Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Matematika...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rianti Aprilia, 2015

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Desain Didaktis Luas Daerah Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika SMP

DESAIN DIDAKTIS BAHAN AJAR KONEKSI MATEMATIKA PADA KONSEP LUAS DAERAH TRAPESIUM. Ihsan Ariatna Dindin Abdul Muiz Lidinillah Hj.

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DIKAJI DARI TEORI BRUNER DALAM MATERI TRIGONOMETRI DI SMA

Pengembangan Media Pembelajaran dengan GeoGebra untuk Visualisasi Penggunaan Integral pada Siswa SMA

PROFIL HAMBATAN BELAJAR EPISTIMOLOGIS SISWA KELAS VIII SMP PADA MATERI TEKANAN ZAT CAIR MELALUI TES KEMAMPUAN RESPONDEN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB III METODE PENELITIAN

KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH KELAS VIII SMP PONTIANAK

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

Implementasi Pendekatan Guided discovery dalam Game Edukasi Matematika untuk Siswa SMP

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI LINGKARAN UNTUK SISWA SMP KELAS VIII JURNAL

DESAIN DIDAKTIS KONSEP GARIS SINGGUNG LINGKARAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA GAYA KOGNITIF REFLEKTIF-IMPULSIF DALAM MENYELESAIKAN MASALAH OPEN-ENDED

DESAIN BAHAN AJAR BERBASIS REPRESENTASI MATEMATIS PADA MATERI FUNGSI KOMPOSISI DAN FUNGSI INVERS SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS ETNOMATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP

ANALISIS LEARNING OBSTACLES PADA MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL

BAB III METODE PENELITIAN

POTENSI PENALARAN ADAPTIF MATEMATIS SISWA DALAM MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. matematika diajarkan di setiap jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar hingga. menghadapi masalah-masalah matematika yang disajikan.

PEMAHAMAN KONSEPTUAL SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA MATERI ALJABAR DI SMP

ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VIIIPADA MATERI TEOREMA PYTHAGORAS

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI BANGUN DATAR BERORIENTASI PADA PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VII SMP

BAB III METODE PENELITIAN. dihasilkan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan

Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia pada Materi Lingkaran untuk Siswa Kelas VIII SMP

2 Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Degeng (Uno, 2010: 3) Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Secara implisit dapat dipahami

PENGEMBANGAN MEDIA BOOKLET BERMUATAN IDEAL PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA SISWA SMP

2015 D ESAIN D IDAKTIS PAD A MATERI HID ROLISIS GARAM BERD ASARKAN KESULITAN BELAJAR SISWA SMA D AN REFLEKSI D IRI GURU MELALUI LESSON ANALYSIS

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

ARTIKEL ILMIAH OLEH: FITRIA DWITA A1C411031

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Materi Garis dan Sudut dengan Pendekatan Inquiry Berbantuan Software Wingeom

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

Pengembangan Desain Didaktis Materi Pecahan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA MATERI DIMENSI TIGA KELAS X SMA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS ICT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

Transkripsi:

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS PENALARAN SPASIAL DAN PENALARAN KUANTITIF DALAM MATERI TEOREMA PYTHAGORAS DI SMP ARTIKEL PENELITIAN Oleh: ERNAWATI NIM F2181151021 PROGRAM STUDI PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2017

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS PENALARAN SPASIAL DAN PENALARAN KUANTITIF DALAM MATERI TEOREMA PYTHAGORAS DI SMP Ernawati, Dede Suratman, Bistari Program Studi Pascasarjana Pendidikan MatematikaFKIP Untan Pontianak Email :ewernaaa@gmail.com Abstract The background of this research was the lack of junior high school students spatial reasoning and quantitative reasoning in Pythagoras theorem. This research used Didactical Design Research (DDR) method which started by a preliminary study to 18 students of grade IX A Bumi Khatulistiwa Junior High School. The preliminary study was aimed to explore students learning obstacles to develep didactical design. The developed didactical design was implemented to 20 students of grade VIII A of Bumi Khatulistiwa Junior High School. After this implementation the developed didactical design was revised. The results of this research were the learning tools used by previous teacher have explored spatial reasoning and quantitative reasoning, the developed didactical design had minimized students epistemological obstacle. Keywords: Didactical Design, Spatial Reasoning, Quantitative Reasoning, Epistemogical Obstacle Kemampuan penalaran matematis merupakan satu di antara lima standar proses daya matematis (mathematical power process standars) yang dikemukakan oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) dan mempunyai peran yang sangat penting dalam kurikulum. Pentingnya penalaran matematis juga tertera pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2014 yang menyatakan bahwa penguasaan konsep, teori, metode atau falsafah bidang ilmu tertentu secara sistematis yang diperoleh melalui penalaran dalam proses pembelajaran. Walaupun penalaran matematis merupakan tujuan utama dalam kurikulum, namun kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa pencapaian anak-anak Indonesia kurang memuaskan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan oleh Trends in International Mathematics and Sciene Study (TIMSS). Berdasarkan persentase siswa pada tingkat performa pada TIMSS Science, pada tahun 2007 (Kunandar, 2013: 18) menyebutkan bahwa hanya 5% siswa Indonesia yang dapat mengerjakan soal-soal dalam kategori tinggi dan advance (memerlukan reasoning). Dalam perspektif lain, 78% siswa Indonesia hanya dapat mengerjakan soal-soal dalam kategori rendah (hanya memerlukan knowing atau hafalan). Hal ini disebabkan oleh banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia (Kemendikbud, 2013; Kunandar, 2013: 23). Hasil survey IMSTEP-JICA (2005) menyatakan bahwa satu di antara penyebab rendahnya kualitas pemahaman dan penalaran matematis siswa dalam proses pembelajaran matematika yaitu pembelajaran berpusat pada guru, konsep matematika disampaikan secara informatif, dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam. Akibatnya, kemampuan penalaran dan kompetensi siswa tidak berkembang sebagaimana mestinya. Merujuk pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai, maka salah satu ruang lingkup matematika adalah

geometri. Pada pembelajaran geometri ditemukan bahwa siswa mengalami hambatan dalam belajar. Siswa mengalami kegagalan dalam memahami konsep-konsep kunci dalam geometri dan belajar geometri tanpa memahami terminologi dasar (Halat, 2008). Hasil survey dari Programme for International Students Assessment (PISA, 2000) mengungkapkan bahwa siswa masih lemah dalam geometri, khususnya dalam pemahaman ruang dan bentuk. Kemampuan yang perlu dikuasai oleh siswa dalam mempelajari konsep geometri adalah kemampuan penalaran spasial (Clement dan Battista, 1992: 420). Lebih lanjut dikemukakan bahwa kemampuan penalaran spasial adalah kemampuan yang meliputi proses kognitif seseorang dalam merepresentasikan dan memanipulasi benda ruang serta hubungan dan transformasi bentuknya. Kemampuan ini meliputi aspek visualisasi dan orientasi spasial, seperti keterampilan membaca gambar dan merepresentasikan gambar dua dimensi dari objek tiga dimensi berdasarkan arah pandang. Selain penalaran spasial, untuk dapat menerapkan konsep-konsep geometri dan memecahkan masalah dunia nyata siswa memerlukan kemampuan penalaran kuantitatif. Menurut NCTM (2000) quantitative reasoning (QR)/ penalaran kuantitatif adalah kemampuan yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika untuk menganalisis informasi kuantitatif dan untuk menentukan keterampilan dan prosedur yang dapat diterapkan pada masalah tertentu untuk sampai pada suatu solusi. Materi teorema Pythagoras merupakan salah satu topik geometri di Sekolah Menengah Pertama. Banyak permasalahanpermasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang menggunakan konsep teorema Phytagoras. Hasil ulangan harian siswa dalam materi teorema Pythagoras di kelas VIII SMP Bumi Khatulistiwa yang dilakukan peneliti pada tahun ajaran 2015/2016, memberikan data bahwa 68,5 % siswa mendapat nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arif (2015) menyatakan bahwa persentase kesalahan keterampilan proses (process skils) siswa dalam menyelesaikan soal pada materi teorema Pythagoras sebesar 55 %. Hal ini menunjukkan bahwa kategori kesalahan keterampilan proses (process skils) tergolong sangat tinggi. Pada kategori ini banyak siswa melakukan kesalahan konsep dan kesalahan dalam komputasi dan tidak sedikit siswa yang tidak melanjutkan prosedur penyelesaian/ macet. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat hambatan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal pada materi teorema Pythagoras. Soal uji coba instrumen learning obstacle pada materi teorema Pythagoras (Alfian: 2016) Sebuah tangga panjangnya 7 m disandarkan pada dinding yang tingginya 4 m. Jika kaki tangga itu terletak 3 m dari dinding, tentukanlah panjang bagian tangga yang menonjol di atas dinding! Dalam uji soal di atas yang dilakukan oleh Alfian (2016) diperoleh bahwa siswa mengalami hambatan pemahaman dalam menemukan dan menentukan hubungan yang diketahui dari soal kedalam bentuk yang mudah dipahami. Selain itu, siswa mengalami pemahaman dalam menemukan dan menentukan hubungan teorema Pythagoras yang berlaku dalam soal cerita yang diberikan. Dari learning obstacle yang ada ini, menunjukkan perlu adanya suatu proses perencanaan pembelajaran yang disusun sebagai rancangan pembelajaran (desain didaktis). Desain didaktis ini merupakan langkah awal yang dibuat oleh guru sebelum adanya pembelajaran untuk mengatasi hambatan belajar yang muncul dalam proses pembelajaran. Dengan desain didaktis ini diharapkan mampu mengatasi learning obstacle yang telah ada sebelumnya. Pada pembelajaran matematika yang berkaitan dengan konsep teorema Pythagoras saat guru menjelaskan tentang teorema Pythagoras pada suatu segitiga, contoh yang diberikan pada siswa sangat terbatas dan tidak

beragam. Guru hanya memberikan bagaimana rumus yang berlaku pada teorema Pythagoras dan contoh penggunaannya secara terbatas. Sehingga ini tidak cukup untuk memberikan pengalaman belajar yang banyak pada siswa. Akibatnya secara alamiah siswa mengalami situasi yang disebut dengan hambatan belajar (learning obstacle). Munculnya learning obstacle sebagaimana yang dikemukakan oleh Brousseau (Suryadi, 2010) disebabkan oleh tiga faktor, yaitu hambatan ontogeni (terkait kesiapan mental belajar), hambatan didaktis (terkait pengajaran guru) dan hambatan epistemologi (terkait pengetahuan siswa yang memiliki konteks aplikasi yang terbatas). Menurut Duroux (Suryadi, 2010) epistemological obstacle pada hakekatnya merupakan pengetahuan seseorang yang terbatas pada konteks tertentu. Jika orang tersebut dihadapkan pada konteks berbeda, maka pengetahuan yang dimiliki menjadi tidak bisa digunakan atau dia mengalami hambatan untuk menggunakannya. Suryadi (2010) mengemukakan bahwa learning obstacle khususnya yang bersifat epsitemologi merupakan satu diantara aspek yang perlu menjadi pertimbangan guru dalam mengembangkan antisipasi didaktik dan pedagogik. Hasil wawancara dengan Sarjono yang merupakan satu diantara guru matematika di SMP Bumi Khatulistiwa diperoleh fakta bahwa dalam proses belajar mengajar, guru cenderung hanya mengikuti urutan materi yang terdapat pada buku pegangan siswa. Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip pembelajaran menurut NCTM. Berdasarkan the teaching principle (prinsip pembelajaran) yang dikemukakan oleh NCTM (2000) menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang efektif membutuhkan pemahaman tentang apa yang diketahui siswa dan apa yang dibutuhkan siswa untuk belajar matematika. Kenyataan di lapangan, guru menggunakan bahan ajar yang berasal dari buku teks tanpa mempertimbangkan hal-hal yang siswa ketahui dan siswa butuhkan. Padahal, jika kedua hal itu teridentifikasi selanjutnya siswa akan lebih siap jika diberikan tantangan dan dorongan untuk memperlajari matematika sebaik mungkin. Usaha yang dapat dilakukan oleh seorang guru adalah dengan mengidentifikasi hambatan epistemologi siswa kemudian menyusun suatu desain pembelajaran (bahan ajar) berdasarkan situasi didaktis yang dapat mengatasi hambatan epistemologi serta mampu mengembangkan kemampuan siswa. Guru harus melakukan perencanaan proses berpikir dalam konteks kurikulum dan pembelajaran. Proses ini terjadi pada tiga fase yaitu sebelum pembelajaran, pada saat pembelajaran berlangsung dan setelah pembelajaran. Sebelum pembelajaran berlangsung, guru harus memikirkan cara untuk mendorong terjadinya situasi didaktis yang kemudian dikenal sebagai Antisipasi Didaktis dan Pedagogis (ADP). ADP pada hakekatnya adalah sintesis hasil pemikiran guru berdasarkan berbagai kemungkinan yang diprediksi akan terjadi pada pembelajaran (Suryadi, 2010). Kemudian saat pembelajaran berlangsung guru harus memperhatikan urutan penyampaian materi. Urutan penyajian materi ini akan mempengaruhi proses berpikir siswa. Setelah pembelajaran berlangsung bukan berarti tugas guru berhenti. Guru harus mengevaluasi hasil belajar siswa, agar dapat mengetahui hambatan epistemologi siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan melakukan kajian lebih lanjut mengenai pengembangan desain didaktis penalaran spasial dan kuantitatif siswa dalam materi teorema Pythagoras di Sekolah Menengah Pertama. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian desain didaktis (Didactical Design Research) dengan pendekatan kualitatif untuk mengatasi hambatan epistemologi dalam materi teorema Pythagoras. Dalam penelitian ini, peneliti akan memaparkan atau mendeskripsikan tentang hambatan epistemologi yang dialami siswa sekaligus mendeskripsikan cara mengatasi hambatan tersebut dengan menggunakan desain didaktis. Prosedur pengembangan desain didaktis dalam penelitian ini meliputi

beberapa tahap dengan merujuk pada tahap tahap pengembangan model ADDIE dan disesuaikan dengan kebutuhan didactical design research. Lima tahap yang dilakukan peneliti meliputi : (1) Analyze; (2) Design; (3) Development; (4) Implementation; (5) Evaluate. Tahap Analyze Analisis Situasi Didaktis Sebelum Pembelajaran Langkah yang dilakukan pada tahap Analyze antara lain (1) emilih dan menentukan materi matematika yang akan menjadi bahan penelitian. Dalam penelitian ini dipilih materi teorema Pythagoras sebagai bahan penelitian. (2) Mempelajari materi teorema Pythagoras yang telah ditentukan sebagai bahan penelitian. (3) Mengkaji urutan pembelajaran pada materi teorema Pythagoras. (4) Wawancara guru yang berpengalaman. (5) Menyusun instrumen penelitian berupa soal tes kemampuan responden (TKR) awal sesuai indikator penalaran spasial dan penalarn kuantitatif. (6) Melaksanakan TKR awal di kelas IX A kemudian ditambahkan dengan wawancara pada beberapa responden untuk mengidentifikasi hambatan epistemologi dalam materi teorema Pythagoras. (7) Menganalisis hasil uji instrumen berupa soal TKR dan hasil wawancara. Tahap Design Perancangan Desain Didaktis Langkah yang dilakukan pada tahap Analyze antara lain : (1) Menentukan subjek penelitian. Dalam penelitian ini dipilih kelas VIII A dengan jumlah siswa 20 orang. (2) Memberikan soal materi prasyarat kepada siswa kelas VIII A untuk mengetahui apa yang diketahui oleh siswa sebelum implementasi desain didaktis. (3) Merancang sajian bahan ajar sesuai hambatan epistemologi yang telah diketahui dari hasil uji coba TKR di kelas IX A dan hasil uji coba soal materi prasyarat di kelas VIII A. (4) Membuat instrumen evaluasi. Tahap development Langkah yang dilakukan pada tahap Analyze antara lain : (1) Menyusun desain didaktis sesuai dengan hambatan siswa dalam menyelesaikan TKR dan hasil uji tes materi pra syarat. (2) Membuat prediksi-prediksi mengenai respon siswa yang mungkin muncul pada saat desain didaktis diimplementasikan dan mempersiapkan antisipasi dari respon siswa yang munkin muncul. Tahap Implementaion Analisis Metapedadidaktik : (1) Mengimplementasikan desain didaktis yang telah disusun. (2) Menganalisis situasi dari berbagai respon pada saat desain didaktis awal diimplementasikan. Tahap Evaluate Analisis Retrosfektif Langkah yang dilakukan pada tahap Analyze antara lain : (1) Menganalisis sejauh mana keterlaksanaan desain didaktis dengan pembelajaran yang berlangsung saat desain didaktis diimplementasikan. (2) Mengujikan TKR akhir dan wawancara. (3) Menganalisis hasil dari TKR akhir dan hasil wawancara untuk mengetahui apakah hambatan siswa yang teridentifikasi masih muncul atau tidak. (3) Menyusun desain didaktis revisi berdasarkan desain didaktis awal yang telah dibuat sebelumnya, dengan revisi hasil implementasi pada saat pembelajaran berlangsung serta berdasarkan hasil pengujian soal TKR setelah dilakukan implementasi desain didaktis. (4) Menyusun laporan hasil penelitian. Subjek penelitian dalam mengidentifikasi hambatan belajar (learning obstacle) awal adalah siswa kelas IX A SMP Bumi Khatulistiwa. Subjek penelitian dalam mengidentifikasi pengetahuan awal siswa adalah kelas VIII A SMP Bumi Khatulistiwa. Identifikasi pengetahuan awal dilakukan sebelum implementasi desain didaktis. Hal ini bertujuan untuk mamahami apa saja yang siswa butuhkan, topangan apa yang akan diberikan dan tantangan untuk siswa dalam rancangan desain didaktis yang akan dibuat.

Desain didaktis dikembangkan berdasarkan hambatan epistemologi yang didapat dari uji instrumen pada kelas IX A, kemudian desain didaktis diterapkan untuk siswa kelas VIII A. Setelah penerapan desain didaktis selanjutnya dilakukan tes untuk melihat adakah hambatan epitemologi yang telah terindentifikasi sebelumya muncul kembali. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tiga tahapan yaitu sebelum pembelajaran, saat pembelajaran dan setelah pembelajaran. Bagian ini akan memaparkan hasil dari tahap sebelum pembelajaran yaitu berupa data tentang hambatan epistemologi siswa dalam materi teorema Pythagoras. Proses analisis sebelum pembelajaran dilakukan untuk mengetahui hambatan epistemologi apa saja yang dialami oleh siswa dalam materi teorema Pythagoras. Analisis ini dilakukan pada tanggal 21 Maret 2017 di kelas IX A SMP Bumi Khatulistiwa Tahun Ajaran 2016/2017 yang telah mendapatkan materi teorema Pythagoras. Kelas IX A, terdiri dari 18 orang, dan kemudian diberikan soal soal penalaran yang dibuat berdasarkan indikator penalaran spasial dan penalaran kuantitaif matematis itu sendiri. Proses analisis setelah pembelajaran dilakukan untuk mengetahui hambatan epistemologi apa saja yang dialami oleh siswa dalam materi teorema Pythagoras setelah tahap implementasi. Implementasi dilakukan pada tanggal 29 Maret 2017 di kelas VIII A SMP Bumi Khatulistiwa Tahun Ajaran 2016/2017. Berikut ini adalah hasil tes kemampuan responden siswa kelas VIII A dilihat dari hambatan epistemologi dalam menyelesaikan soal materi teorema Pythagoras. Berikut ini adalah hasil tes kemampuan responden: Tabel 1 Hambatan Epistemologi dalam Materi Teorema Pythagoras Nomor Soal Kelas IX A Kelas VIII A % K % P %T %K %P % T 1 0 16,7 0 0 0 0 2 22,2 5,6 11,1 0 0 0 3 27,8 11,1 0 0 0 10 4 11,1 27,8 22,2 0 0 0 5 5,6 33,3 0 0 40 0 6 11,1 11,1 11,1 0 0 30 7 0 27,8 11,1 0 25 0 8 11,1 27,8 0 0 25 0 9 22,2 0 0 10 0 0 10 16,7 11,1 0 0 0 30 Keterangan : K = Hambatan Konseptual P = Hambatan Prosedural T = Hambatan Teknik Operasional Pembahasan Penelitian Hambatan epistemologis belajar dilihat dari penalaran spasial dan penalaran kuantitatif siswa terkait dengan materi teorema Pythagoras terdiri dari tiga hambatan sebagai berikut : 1. Hambatan konseptual, meliputi :

a. Salah dalam menentukan rumus, teorema atau definisi untuk menjawab soal teorema Pythagoras b. Penggunaan teorema Pythagoras yang tidak sesuai dengan kondisi prasyarat berlakunya teorema Pythagoras c. Tidak menuliskan teorema dalam penyelesaian soal 2. Hambatan prosedural, meliputi : a. Ketidaksesuaian langkah penyelesaian soal yang diperintahkan dengan langkah penyelesaian yang dilakukan oleh siswa. b. Siswa tidak dapat menyelesaikan soal sampai pada bentuk paling sederhana sehingga perlu dilakukan langkahlangkah lanjutan. 3. Hambatan teknik operasional, meliputi : a. Siswa melakukan kesalahan dalam menghitung nilai dari suatu operasi hitung. b. Siswa melakukan kesalahan dalam penulisan. Desain didaktis penalaran spasial dan penalaran kuantitatif yang dikembangkan untuk mengurangi hambatan belajar terkait materi teorema Pythagoras. Tahap awal yaitu tahap analyze dilaksanakan pada tanggal 15 Maret 2017 di kelas XI A SMP Bumi Khatulistiwa. Hasil dari tahap analyze adalah hambatan yang dialami siswa berdasarkan hasil tes kemampuan responden yang terdiri dari hambatan konseptual, hambatan prosedural dan hambatan teknik operasional. Pada tahap perancangan (Design) tahap design disusunlah desain pembelajaran untuk 2 x 40 menit. Pembelajaran ini disusun berdasarkan komponen desain dan tahapan pembelajaran scientific. Selain disusun berdasarkan hambatan siswa dalam materi terema Pythagoras, desain pembelajaran ini juga diususun berdasarkan berdasarkan hasil tes siswa pada soal materi prasyarat. Tes materi prasyarat dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2017 di kelas VIIIA SMP Bumi Khatulistiwa. Hal ini dilakukan untuk menganalisis apa yang diketahui siswa sebelum materi teorema Pythagoras ini diberikan. Selain itu peneliti juga menyusun prediksi respon beserta Antisipasi Didaktis Pedagogis. Bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan HLT dan dituangkan dalam RPP untuk diimplementasikan. Satu diantara pengembangan yang dilakukan berdasarkan hasil tes kemampuan responden awal dan materi prasyarat yaitu peneliti meminta untuk menggambar tiga buah segitiga siku-siku dengan busur derajat jika salah satu sisi diberikan. Hal ini dilakukan dikarenakan karena siswa masih mengalami hambatan dalam memahami posisi segitiga siku-siku ketika telah mengalami rotasi sehingga diberikan topangan agar dapat menggarkan segitiga siku-siku dengan berbagai posisi. Gambar 1. Desain Didaktis dalam Menggambarkan Segitiga Siku-Siku Tahap terakhir adalah melakukan evaluasi berupa analisis retrosfektif. Pada tahap ini peneliti menganalisis sejauh mana keterlaksanaan desain didaktis dengan pembelajaran yang berlangsung saat desain didaktis diimplementasikan. Kemudian melaksanakan tes kemampuan responden akhir dan wawancara, dilanjutkan dengan menganalisis hasil dari TKR akhir dan hasil wawancara untuk mengetahui apakah

kesulitan siswa yang teridentifikasi masih muncul atau sudah teratasi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan secara umum bahwa desain didaktis yang dikembangkan dapat mengatasi hambatan epitemologi siswa yaitu berupa rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan analisis hambatan epistemologi siswa disertai bahan ajar yang disajikan untuk memfasilitasi pembelajaran siswa dalam materi teorema Pythagoras. Adapun kesimpuan secara khusus sebagai berikut : 1. Hambatan epistemologis yang dialami siswa dalam materi teorema Pythagoras terdiri dari tiga tipe yaitu : (a) 14 % siswa mengalami hambatan konseptual; (b) 17% siswa mengalami hambatan prosedural; (c) 11 % siswa mengalami hambatan teknik operasional, sedangkan 41% siswa dapat menjawab benar dan 17% siswa tidak menjawab. 2. Desain didaktis disusun untuk mengatasi hambatan epistemologi siswa dalam materi teorema Pythagoras dilakukan melalui tahap Analyze, Design, Development, Implementation dan Evaluation. Desain didaktis yang dikembangkan dituangkan kedalam RPP dan diimplementasikan untuk mengatasi hambatan epistemologi yang dialami siswa. 3. Hambatan epistemologis siswa dilihat dari penalaran spasial dan penalaran kuantitatif siswa terkait dengan materi teorema Pythagoras setelah implementasi secara umum dapat teratasi dilihat dari hasil jawaban siswa pada tiap butir soal. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti memberikan saran sebagai berikut : 1. Guru harus meningkatkan kemampuan dalam merancang, melaksanakan dan merefleksi kegiatan pembelajaran dengan memperhatikan kondisi dan apa yang diketahui oleh siswa. 2. Guru harus menguasai materi, model, metode dan media pembelajaran yang akan disajikan. 3. Guru harus memperhatikan hambatan belajar yang dialami siswa, karena hasl tersebut dan seterusnya akan menjadi konsepsi yang salah pada siswa. 4. Diharapkan kepada guru matematika untuk dapat mempertimbangkan hasil penelitian pengembangan desain didaktis ini sebagai salah satu acuan pembelajaran matematika yang merupakan solusi dalam mengatasi hambatan belajar yang dialami oleh siswa khususnya hambaran epistemologi. DAFTAR RUJUKAN Alfian, Heri. 2016. Mengatasi Hambatan Pemahaman Konseptual Matematis dengan Pendekatan Antisipasi Didaktis Materi Dalil Pythagoras di SMP. Pontianak : Universitas Tanjungpura Clements, Douglas H., dan Michael Batista. 1992. Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning : Geometry and Spatial Reasoning. New York : Macmillan Publishing Company Halat, E., Jakubowski, E., & Aydin, N. (2008). Reform-based curriculum and motivation in geometry. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education. IMSTEP JICA. 2005. Monitoring Report on Current Practice on Mathematics and Sciene Teaching and Learning. Bandung : IMSTEP JICA. Kunandar. (2013). Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013) Suatu Pendekatan Praktik Disertai Dengan Contoh. Jakarta: Rajawali Press.

Suryadi, D. 2010. Metapedadidaktik dan Didactical Design Research (DDR) : Sintesis Hasil Pemikiran Berdasarkan Lesson Study. Bandung : FMIPA UPI. Tegeh, Made Dkk.2014. Model Penelitian Pengembangan. Yogyakarta: Graha Ilmu.