JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL MOTIF TENUN MASYARAKAT KABUPATEN LOMBOK TENGAH Oleh : YUNITHA ADILIA D1A 013 393 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2017
HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL MOTIF TENUN MASYARAKAT KABUPATEN LOMBOK TENGAH Oleh : YUNITHA ADILIA D1A 013 393 Menyetujui, Mataram, 30 Juni 2017 Pembimbing Pertama, Prof. Dr. H. Zainal Asikin, SH., SU. NIP. 19550815 198104 1 001
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL MOTIF TENUN MASYARAKAT KABUPATEN LOMBOK TENGAH Yunitha Adilia D1A 013 393 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tradisional (EBT) motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah dan untuk mengetahui bagaimana prosedur agar EBT motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah mendapatkan perlindungan hukum. Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat akademis, teoritis, dan praktis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris. Hasil penelitian ini adalah bentuk perlindungan hukum terhadap EBT motif tenun berupa pencatatan. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah yang didaftarkan. Terkait prosedur pendaftaran, pada dasarnya pencatatan EBT sama dengan pendaftaran ciptaan lainnya. Kata kunci: Perlindungan Hukum, Ekspresi Budaya Tradisional, Motif Tenun. LEGAL PROTECTION AGAINST TRADITIONAL CULTURAL EXPRESSIONS WEAVING MOTIFS OF CENTRAL LOMBOK DISTRICT COMMUNITY ABSTRACT The purpose of this research is to find out the form of legal protection on Traditional Cultural Expressions (TCEs) weaving motifs of Central Lombok District Community and to find out how the procedure to gain legal protection on TCEs weaving motifs of Central Lombok District Community. The benefits of this research consisted of academic benefits, theoretical, and practical. This research uses the metodhs of normative-empirical legal research. The result of this research is the form of legal protection on TCEs weaving motifs is inventory registration. But until now, there is no weaving motifs of Central Lombok District Community have been signed up. Related to the registration procedure, basically TCEs inventory registration is same as the registration of the other creation. Keywords: Legal Protection, Traditional Cultural Expressions, Weaving Motifs.
I. PENDAHULUAN Dewasa ini, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional menjadi suatu masalah hukum baru yang berkembang baik di tingkat nasional maupun internasional. Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional merupakan kekayaan budaya berupa ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Kekayaan budaya tersebut merupakan suatu aset berharga bagi masyarakat karena memiliki nilai tinggi dari sisi estetika, filosofi dan juga ekonomi. 1 Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional telah muncul menjadi masalah hukum baru, hal ini disebabkan belum adanya instrumen hukum domestik yang mampu memberikan perlindungan hukum secara optimal sehingga Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional saat ini banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 2 Seperti halnya yang terjadi pada Tari Pendet, Wayang, dan Reog Ponorogo yang di klaim merupakan aset kekayaan tradisional Malaysia. 3 Demikian pula naskah kuno masyarakat adat Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara telah dimiliki dan digitalisasi oleh Malaysia. 4 Pengklaiman aset juga terjadi pada Ekspresi Budaya Tradisional seni motif Batik Parang Yogyakarta dan kain Ulos khas Batak. Hal tersebut diatas, tidak menutup kemungkinan dapat pula terjadi pada motif-motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah. 1 Shabhi Mahmashani, Kepemilikan Folklore Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002Tentang Hak Cipta Dan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Dan Pemanfaatan Ekspresi Budaya Tradisional, Sebuah Studi Perbandingan, (Tesis, Magiter Hukum Universitas Indonesia), 2010, Hal. 22 2 Budi Agus Riswandi, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Cet. Kedua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, Hal.37 3 http://www.pustaka indonesia.org/kekayaan-budaya-indonesia-dan-klaim-negara-lain/ Pada Tanggal 6 September 2016 Pukul. 20.55 WITA 4 Ibid
ii Masyarakat Kabupaten Lombok Tengah memiliki beraneka ragam kain tenun dengan motif nan cantik dan unik serta memiliki nilai kekhasan tersendiri. Selain itu, kain tenun tradisional khas masyarakat Kabupaten Lombok Tengah ini telah mampu bersaing dengan kain tenun tradisional yang ada di daerah lain. 5 Namun, yang sangat disayangkan adalah kebiasaan masyarakat memproduksi suatu karya cipta secara massal dan tanpa izin. Dengan bantuan kecanggihan teknologi yang ada, suatu karya cipta bahkan dapat diproduksi dengan tingkat kemiripan yang cukup signifikan antara yang asli dan tiruan sehingga sangat sulit dibedakan secara kasat mata. Komersialisasi terhadap pengetahuan dan ekspresi budaya tardisional ini menjadi masalah karena diperoleh tanpa izin. 6 Kegiatan pembajakan terhadap motif tenun ini tentunya memberikan dampak negative bagi negara dan masyarakat lokal khususnya pengerajin tenun tradisional sendiri. Selain berdampak pada kerugian materil, hal ini juga mempengaruhi citra dari kualitas kain tenun yang mereka hasilkan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu: 1) Bagaimana bentuk pelindungan hukum terhadap Ekspresi Budaya Tradisional motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah? 2) Bagaimana prosedur yang harus dilalui agar Ekspresi Budaya Tradisional motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah mendapatkan perlindungan 5 I Gusti Agung Wisudawan, Perlindungan Hak Cipta dan Implikasinya terhadap Pertumbuhan Industri Kain Tenun Tradisional Khas Lombok, (Jurnal, Magister Hukum, Universitas Mataram, Vol.4 No.1 Februari 2010, Hal. 6 6 Agus Sardjono, Pengetahuan Tradisional Studi Mengenai Perlindungan HKI atau Obatobatan, (Disertasi: Fakultas Hukum Universitas Indonesia), 2004, Hal. 7
iii hukum? 3) Bagaimana upaya pemerintah NTB dalam melindungi Ekspresi Budaya Tradisional motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah? Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap Ekspresi Budaya Tradisional motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah. 2) Untuk mengetahui bagaimana prosedur yang harus dilalui agar Ekspresi Budaya Tradisional motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah mendapatkan perlindungan hukum. 3) Untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah NTB dalam melindungi Ekspresi Budaya Tradisional motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah. Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: Secara Akademik, merupakan salah satu syarat untuk mencapai Program Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Mataram. Secara Teoritis, diharapkan dengan Penelitian ini akan memberikan kontribusi dalam pengembangan Ilmu Hukum khususnya Hukum Kekayaan Intelektual. Secara Praktis, memberikan kontribusi pemikiran bagi Para Pihak khususnya masyarakat dalam mendapatkan perlindungan hukum atas ekspresi budaya tradisionalnya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif-empiris dengan pendekatan yang digunakan yaitu: Pendekatan Perundang-undangan, Pendekatan Konseptual, dan Pendekatan Sosiologis. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data kepustakaan dan data lapangan. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen, dan studi lapangan.
iv II. PEMBAHASAN Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Motif Tenun Masyarakat Kabupaten Lombok Tengah Pemberian perlindungan bagi Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) menjadi penting ketika dihadapkan pada karakteristik dan keunikan yang dimilikinya. Adanya pertimbangan keadilan keadilan, konservasi, pemeliharaan budaya dan praktik tradisi, pencegahan perampasan oleh pihak-pihak yang tidak berhak terhadap komponen EBT dan perkembangan penggunaan kepentingannya menjadi serangkaian alasan mengapa perlunya dikembangkan perlindungan bagi ekspresi budaya tradisional. 7 Perlindungan terhadap kain tenun ini bukanlah perlindungan terhadap motifnya saja, melainkan terhadap keseluruhan yang terkait dengan tenun. Seperti halnya proses pembuatan tenun, perwarnaan hingga motif yang tekandung didalamnya. EBT motif tenun ini sebagai salah satu dari Ciptaan yang dilindungi dalam ketentuan Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta, dalam penjelasan pasal ini EBT motif tenun ini tergolong dalam karya seni batik atau motif lainnya. Selain itu, RUU PTEBT memberikan penjelasan PTEBT yang dilindungi mencangkup unsur budaya yang disusun, dikembangkan, dipelihara dan di transmisikan dalam lingkup tradisi dan memiliki karakteristik khusus yang terintegritas dengan identitas budaya masyarakat. 8 Hal tersebut tertuang dalam ketentuan Pasal 2 Ayat (3) RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan 7 Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan HAM RI, Perlindungan Hukum Kebudayaan Daerah, Jakarta, 2011, Hal.21 8 Sarah S. Kuahaty, Kain Tenun Sebagai Pengetahuan Tradisional Masyarakat Hukum Adat Maluku, (Skripsi: Sarjana Hukum Universitas Pattimura, 2015, Hal. 21
v Intelektual PTEBT bahwa EBT yang dilindungi mencangkup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi, sebagai berikut: verbal tekstual, music, gerak, teater, seni rupa, upacara adat, yang juga mencangkup pembuatan alat dan bahan serta penyajiannya; Di Indonesia, pelanggaran Hak Cipta atas EBT kerap terjadi. Ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat adat di suatu negara berkembang seperti halnya Indonesia, terjadi karena EBT mereka belum maksimal dalam mendapatkan perlindungan. 9 Pelanggaran ini berawal dari kurangnya perhatian dan pengakuan yang layak terhadap EBT, setidaknya dalam tiap perbincangan yang dilakukan penulis dengan warga Dusun Sasak Sade, Kabupaten Lombok Tengah yang merupakan penenun lokal, yang menjadi isu utama ialah banyak diantara mereka yang menyesali bahwa kesenian tradisional ini kurang menerima perhatian dan pengakuan dari masyarakat. Inaq Nayim, salah satu penenun lokal di Dusun Sasak Sade mengatakan bahwa pengunjung lokal yang datang kesana biasanya hanya sekedar melihatlihat saja, jarang diantaranya singgah untuk membeli beberapa kain tenun. Kain tenun yang mereka buat secara manual dalam waktu yang cukup lama dengan menggunakan alat tenun tradisional tak jarang ditawar dengan harga yang sangat murah. Ada beberapa diantaranya yang malah membandingan harga kain tenun yang dijual di Dusun Sasak Sade dengan kain tenun yang dijual di pusat perbelanjaan misalnya saja yang dijual di Pusat Perbelanjaan Cakranegara. 9 Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan HAM RI, Op.Cit, Hal. 11
vi Pengunjung yang datang beranggapan bahwa kualitas kain tenun yang dijual di Dusun Sasak Sade sama saja kualitasnya dengan yang dijual di pasaran. Di beberapa daerah yang merupakan daerah wisata, banyak sekali EBT motif tenun ini direproduksi, diduplikasi, dan didistribusikan tanpa izin. Kegiatan tersebut dijadikan lahan untuk mencari uang oleh beberapa pihak. Banyak sekali toko-toko yang menjual oleh-oleh tradisional berupa kain tenun khas lombok dengan embel-embel bahwa kain tenun tersebut merupakan produk lokal asli, ditambah lagi produk tersebut bahkan diberikan label bertuliskan khas Lombok sehingga lebih menjanjikan. Terdapat pula kain-kain berbahan katun yang bermotif tenun Khas Lombok Tengah yang djual dengan harga murah meriah. Motif yang seharusnya dituangkan dalam sebuah kain tenun yang dibuat dengan serat benang keemasan yang merupakan unsur utama dari kain tenun Lombok Tengah ini tergantikan oleh teknik printing. Hilangnya unsur tradisional ini terasa sedikit mengecewakan. Kebiasaan meniru motif kain tenun tradisional yang dilakukan masyarakat berdampak pada pudarnya manfaat dari Undang-Undang Hak Cipta. Akan tetapi, hal ini dianggap bukanlah merupakan suatu masalah yang penting. Budaya semacam itu akan melemahkan aturan yang sudah ada. Sebab hukum disini tidak lagi dilaksanakan secara benar oleh masyarakat. 10 Sebenarnya hukum itu haruslah responsif dan didukung oleh masyarakat. Realita yang terlihat di kehidupan masyarakat Lombok cukup menarik. Masyarakat Lombok merupakan masyarakat yang mementingkan nilai sosial dan 10 I Gusti Agung Wisudawan, Op.Cit, Hal. 9
vii religius dengan nuansa islami. Jadi mereka menganggap bahwasanya kasus penjiplakan motif ini tidak perlu dibesar-besarkan karena semua bersama-sama mencari penghidupan. Masyarakat lokal seperti halnya masyarakat Lombok, merupakan masyarakat komunal yang menempatkan kepentingan bersama lebih tinggi dari kepentingan pribadi, meskipun itu tidak berarti pula bahwa individu kehilangan hak-haknya. Konsep inilah yang membuat masyarakat lokal tidak terbiasa dengan konsep Hak Kekayaan Intelektual yang individualistik. 11 Kurangnya pemahaman tentang ekspresi budaya tradisional dan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat khususnya pencipta atau pelaku ekspresi mengakibatkan dengan mudahnya kekayaan budaya tradisional Indonesia dieksploitasi oleh pihak asing. Dari pemaparan diatas, pelanggaran yang terjadi pada EBT motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah ini, antara lain: Meniru atau menjiplak motif tenun dengan sengaja dan memperbanyak dan mengkomersialkan motif tenun tersebut. Tindakan tersebut diatas ditambah lagi dengan tidak adanya permohonan izin akses untuk pemanfaatan kepada pihak yang bersangkutan. Hal ini jelas melanggar Prinsip Free Prior Informed Consent yakni prinsip yang menegaskan bahwa adanya hak masyarakat adat untuk menetukan bentuk-bentuk kegiatan apa saja yang mereka inginkan pada wilayah mereka. 12 Masyarakat lokal memiliki hak atas EBTnya, dimana apabila ada pihak yang ingin mendayagunakan EBT 11 Agus Sardjono, Op.Cit, Hal. 132 12 http://forestclimatecenter.org/ Pada Tanggal 16 Oktober 2016 Pukul 23.20 WITA
viii tersebut, harus mendapatkan izin terlebih dahulu. Akan tetapi, hal ini tak jarang diabaikan begitu saja. Sehingga masyarakat lokal merasa dirugikan atas tidak terpenuhinya hak tersebut. Hak Cipta tidak hanya memberi perlindungan dari duplikasi yang sama persis terhadap suatu karya yang dilindungi, namun juga perlindungan terhadap adaptasi yang dilakukan tanpa izin. 13 Perlindungan hukum terhadap Ekspresi Budaya Tradisional ini dapat dilakukan melalui: 14 Pertama, Perlindungan Hukum Preventif yaitu perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran atas Ekspresi Budaya Tradisional motif tenun ini. Perlindungan preventif terhadap Ekspresi Budaya Tradisional ini ialah memberikan masyarakat, pelaku ekspresi dan pemerintah daerah sebuah pengakuan hak Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta atas EBT motif tenun ini. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pencipta mempunyai hak khusus atau hak ekslusif yang terdiri dari hak moral dan hak ekonomi yang telah dijamin oleh undang-undang. Kedua, Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. 15 Perlindungan ini memberikan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya terkait EBTnya. Dalam Undang-Undang Hak Cipta, berlaku ketentuan delik aduan, yang dimana suatu pelanggaran 13 Agus Sardjono, Op.Cit, Hal. 463 14 Muchsin, Loc.Cit 15 Ibid. Hal.15
ix dapat diproses apabila ada pelaporan atau aduan dari pihak yang memiliki hak atau kepentingan atas itu merasa dirugikan, selain itu telah diatur pula ketentuanketentuan pidana apabila dikemudian hari terjadi pelanggaran. Upaya Pemerintah NTB dalam melindungi Ekspresi Budaya Tradisional Motif Tenun Masyarakat Kabupaten Lombok Tengah Dalam Undang-undang Hak Cipta, negara diwajibkan untuk menginvetarisasi, menjaga dan memelihara Ekspresi Budaya Tradisional. Di tingkat nasional sendiri, sejak tahun 2008, Pemerintah telah memulai proses penyusunan RUU Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional. Sedangkan di tingkat daerah, Pemerintah Daerah seperti halnya Departemen Kementerian Hukum dan HAM dalam rangka memberikan perlindungan terhadap Ekspresi Budaya Tradisional, sebagai berikut: 1) Pencatatan 2) Sosialisasi. Selain itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. NTB juga turut serta dalam rangka memberikan perlindungan, seperti halnya dengan melakukan pengembangan dan pengelolaan ekspresi budaya tradisional, sosialisasi, memfasilitasi pendafataran hak kekayaan intelektual, memberikan pelatihan keterampilan dan gencar melakukan promosi budaya bersama dengan instansi lainnya. Prosedur Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Motif Tenun Masyarakat Kabupaten Lombok Tengah Ekspresi Budaya Tradisional motif tenun khas masyarakat Kabupaten Lombok Tengah memang merupakan karya intelektual yang bersifat komunal sehingga tidak dapat dilakukan pendaftaran seperti halnya ciptaan pada umumnya.
x Terdapat prosedur yang berbeda dalam rangka perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional ini, yaitu melalui pencatatan atas Ekspresi Budaya Tradisional. Meskipun terdapat sedikit perbedaan dengan Ciptaan Intelektual lainnya, pada dasarnya pendaftaran inventarisasi ini fungsinya sama dengan pendaftaran pada umumnya, yaitu diperlukan untuk menyatakan secara formalitas bahwa yang pihak yang terdaftar dalam daftar umum ciptaan dan pengumuman resmi tentang pencatatan itu adalah Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas Ekspresi Budaya Tradisional. 16 Dalam hal Ekspresi Budaya Tradisional motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah ini, yang memegang Hak Cipta atas itu ialah Majelis Kebudayaan Daerah dan masyarakat yang ada dibawah naungannya. Berikut dibawah ini tata cara pencatatan EBT sebagai berikut: 17 Pertama, Pencatatan diajukan dengan Permohonan dengan mengisi formulir inventarisasi dalam bahasa Indonesia oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, Masyarakat Lokal yang bersangkutan. Kedua, Permohonan sebagaimana dimaksud pada point (1) dilakukan secara tertulis dengan: Menyertakan contoh Ciptaan, produk Hak Terkait, atau penggantinya; Melampirkan bukti Kewarganegaraan sebagai perwakilan pencipta dan pemegang hak cipta, apabila yang melakukan permohonan adalah Pencipta dan/atau suatu komunitas adat; Melampirkan surat bukti persetujuan pencatatan atas Ekspresi Budaya Tradisional dari 16 Hasil wawancara dengan Staf Divisi Perlindungan Hukum dan HAM di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Prov. NTB, Pada Hari Jumat, 7 Oktober 2016 17 Hasil wawancara dengan Staf Divisi Perlindungan Hukum dan HAM di Kantor Wilayah Departemen Kementerian Hukum dan HAM, Pada Hari Jumat, 7 Oktober 2016.
xi komunitas/organisasi/asosiasi/badan sosial/kelompok sosial atau perseorang yang merupakan pihak yang merupakan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta; Melampirkan uraian singkat tentang sejarah dan deskripsi Ekspresi Budaya Tradisional yang akan didaftarkan; dan Melampirkan penjelasan terkait sumber referensi atas Ekspresi Budaya Tradisional yang dicatatkan baik misal berupa naskah kuno, prasasti, sumber lisan (saksi sejarah). Menteri akan melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagai Ciptaan yang merupakan Ekspresi Budaya Tradisional. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengetahui Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dimohonkan tersebut secara esensial sama atau tidak sama dengan Ekspresi Budaya Tradisional yang telah tercatat dalam daftar umum inventarisasi. 18 Setelah itu Menteri akan memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan layaknya pencatatan Ciptaan pada umumnya yaitu dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal darimananya Permohonan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan 67 Undang-Undang Hak Cipta. Proses pencatatan ini dapat dilakukan tanpa dipungut biaya. Dengan adanya pencatatan inventarisasi EBT, maka kekayaan intelektual EBT yang dimiliki Indonesia akan mendapatkan perlindungan tanpa harus mengkhawatirkan terjadinya pelanggaran dan penyalahgunaan terhadap EBT. 18 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Op.Cit, Hal. 20
xii III. PENUTUP Kesimpulan Dari uraian yang telah dipaparkan pada Bab-Bab diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Bentuk perlindungan hukum terhadap Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah ialah dengan pencatatan EBT. Perlindungan hukum tersebut dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan preventif dan perlindungan represif bagi EBT. Dalam hal ini, Undang-Undang Hak Cipta dirasa masih memiliki banyak kekurangan dalam memberikan perlindungan terhadap EBT. 2) Prosedur yang harus dilalui agar EBT motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah mendapatkan perlindungan hukum ialah prosedur pencatatan EBT. Pada dasarnya, prosedur permohonan pencatatan EBT ini hampir sama dengan pendaftaran Ciptaan umumnya. Yang menjadi pembeda, ialah siapa saja pihak-pihak yang berhak, syarat-syarat pencatatan, bentuk formulir, dan biaya yang harus dikeluarkan. Selebihnya, tahapan-tahapan dalam melakukan pencatatan EBT ini sama seperti pendaftaran Ciptaan lainnya. 3) Upaya dari Pemerintah Daerah dalam memberikan perlindungan hukum dirasa belumlah maksimal. Hal ini terbukti dengan belum adanya motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah yang tercatat dalam Daftar Umum Inventarisasi Ciptaan yang terkategori sebagai EBT. Saran Saran dari penelitian ini adalah: 1) Dalam memberikan perlindungan hukum terhadap EBT motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah, sangat
xiii diperlukan suatu rezim hukum baru yang responsif, komprehensif, dan mendetail yang secara khusus mengatur tentang EBT. Mempertimbangkan urgensi dalam perlindungan EBT tersebut, RUU PTEBT perlu untuk segera diundangkan. Apabila tidak memungkinkan hukum baru tersebut dapat dibuat dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Selain itu, Pemerintah Daerah NTB harus lebih aktif lagi dalam melakukan sosialisasi dan inventarisasi EBT motif tenun masyarakat Kabupaten Lombok Tengah. 2) Prosedur pencatatan EBT perlu dibuat lebih mudah dan cepat, serta dibedakan dengan pendaftaran Ciptaan lainnya sehingga tidak mempersulit Pecipta atau masyarakat lokal dalam mencatatkan Ciptaannya.
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku dan Artikel Agus Sardjono, Pengetahuan Tradisional Studi Mengenai Perlindungan HKI atau Obat-obatan, (Disertasi: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004) Budi Agus Riswandi, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Cet. Kedua, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005) Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan HAM RI, Perlindungan Hukum Kebudayaan Daerah, (Jakarta, 2011) I Gusti Agung Wisudawan, Perlindungan Hak Cipta dan Implikasinya terhadap Pertumbuhan Industri Kain Tenun Tradisional Khas Lombok, (Jurnal, Magister Hukum, Universitas Mataram, Vol.4 No.1 Februari 2010) Miranda Risang Ayu, Harry Alexander dan Wina Puspita, Hukum Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di Indonesia, (Alumni, Bandung, 2014) Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Tesis: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003) Sarah S. Kuahaty, Kain Tenun Sebagai Pengetahuan Tradisional Masyarakat Hukum Adat Maluku, (Skripsi: Sarjana Hukum Universitas Pattimura, 2015) Shabhi Mahmashani, Kepemilikan Folklore Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002Tentang Hak Cipta Dan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Dan Pemanfaatan Ekspresi Budaya Tradisional, Sebuah Studi Perbandingan, (Tesis, Magiter Hukum Universitas Indonesia, 2010) Internet http://www.pustaka indonesia.org/kekayaan-budaya-indonesia-dan-klaim-negaralain/ Pada Tanggal 6 September 2016 Pukul. 20.55 WITA http://forestclimatecenter.org/ Pada Tanggal 16 Oktober 2016 Pukul 23.20 WITA