Jurnal Kesehatan Masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB 1 : PENDAHULUAN. satu di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

ABSTRAK GAMBARAN TES TUBERKULIN POSITIF PADA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN KELAS III PENYAKIT DALAM DI SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA DI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang


BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA PASIEN DENGAN REGRESI LOGISTIK MULTINOMIAL

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan ancaman besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Kontak Serumah, Kejadian Tuberkulosis Paru

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS MULTIDRUG RESISTANT

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU MEDAN TAHUN Oleh : ANGGIE IMANIAH SITOMPUL

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Tri Kurniasih, FE UI, 2009

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

STUDI KOMPARASI BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI DAERAH PANTAI DAN DAERAH PEGUNUNGAN

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi paling. umum di dunia dengan perkiraan sepertiga populasi

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kasus baru TB BTA positif dengan kematian Menurut. departemen kesehatan sepertiga penderita tersebut ditemukan di RS dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

: SARI ANUGRAH NIM : I

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN RAWAT INAP TUBERKULOSIS PARU DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas pada semua kelompok usia di seluruh dunia termasuk di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

ABSTRACT. Keywords: Pulmonary TB, TB examination, family members

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

Kata Kunci: Merokok, Kepadatan Hunian, Ventilai, TB Paru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Endang Basuki dan Trevino Pakasi Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

Transkripsi:

KEMAS 6 (1) (2010) 57-63 Jurnal Kesehatan Masyarakat http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas FAKTOR PREDIKSI HASIL UJI TUBERKULIN POSITIF ANAK SD Sri Nurlaela, Dyah Umiyarni P, Dwi Sarwani SR, Erna Kusuma Wati, Setyowati Rahardjo Jurusan Kesehatan Masyarakat, FKIK, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima 10 Maret 2010 Disetujui 16 April 2010 Dipublikasikan Juli 2010 Keywords: Tuberculin test Primary school kid Tuberculosis Abstrak Tuberculosis (TB) menjadi ancaman global karena hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi M. tuberculosis. Uji tuberkulin merupakan diagnosis yang penting untuk mengetahui adanya infeksi M. tuberculosis pada anak. Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi faktor-faktor dalam memprediksi uji tuberkulin positif. Faktor prediksinya yaitu karakteristik anak (umur, jenis kelamin), karakteristik orang tua (pendidikan, pekerjaan orang tua), dan ukuran rumah. Penelitian ini adalah studi kendali di sekolah dasar di Kabupaten Cilacap bulan September-Desember 2008. Populasi dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kendali. Sampel kasus adalah anak dengan uji tuberkulin 10 mm sedangkan kendali yang memiliki uji tuberkulin 0 9 mm yang dipilih dengan sampling acak proporsional. Hasil uji tuberkulin adalah data sekunder dari survei dan data primer didapatkan dengan pemeriksaan. Hasil penelitian ini adalah faktor-faktor yang dapat digunakan untuk memprediksi uji tuberkulin positif adalah BCG scar dan umur. Abstract Tuberculosis becomes a global threat because nearly a third of world population infected with M. tuberculosis. Tuberculin test is an important diagnosis to rule out infection of M. tuberculosis in children. The purpose of this study to explore the factors in predicting a positive tuberculin test. Predictive factors of child characteristics (age, sex), parental characteristics (education, occupation of parents), and the size of the house. This research is the study of control in an elementary school in the district of Cilacap, September up to December 2008. The population is divided into treatment and control groups. The case samples are children with tuberculin test 10 mm while the control have a tuberculin test 0-9 mm are selected by proportional random sampling. Tuberculin test results of the survey is a secondary data and primary data obtained by the intervention. The results of this study are factors that can be used to predict a positive tuberculin test is a BCG scar and age. 2010 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Jalan HR Boenyamin No. 708, Purwokerto 53123 Email: ghaydanina@yahoo.com ISSN 1858-1196

Sri Nurlaela, Dyah Umiyarni P, Dwi Sarwani SR, Erna Kusuma Wati dan Setyowati Rahardjo / KEMAS 6 (1) (2011) 57-63 Pendahuluan Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa TB saat ini telah menjadi ancaman global, karena hampir sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis. Pada tahun 2006, tercatat sebanyak 9,2 juta kasus baru TB dan sebanyak 1,7 juta orang atau 250/100.000 penduduk dunia meninggal akibat TB. Sebanyak 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang (Bowerman, 2004). Indonesia menduduki rangking ketiga penyumbang TB di dunia diantara 22 negara dengan beban TB tinggi setelah India dan China. Berdasarkan Global Tuberculosis Control Report tahun 2008 diperkirakan pada tahun 2006 terdapat sebanyak 535.000 kasus baru TB dan incident rate TB BTA positif (+) adalah 105 per 100.000 penduduk. Sebagian besar penderita TB adalah penduduk usia produktif yaitu usia 15-55 tahun dan dari kalangan sosial ekonomi rendah. TB merupakan penyebab kematian nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat ketiga dari 10 penyakit pembunuh tertinggi setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada semua tingkat usia. nya angka insidens dan prevalens TB paru merupakan ancaman serius penularan TB anak. Di Indonesia sendiri, angka insidens dan prevalens TB anak yang pasti masih belum tersedia. Menurut WHO, di dunia pada tahun 1998 sedikitnya 180 juta anak di bawah 15 tahun terinfeksi TB dan 170.000 anak diantaranya meninggal. Prevalensi infeksi dan sakit TB anak lebih tinggi di negara berkembang karena upaya penanggulangan dan pencegahan TB anak yang masih kurang baik dibandingkan negara maju (Murray et al., 1990). Kegiatan investigasi TB anak masih jarang dilakukan karena diagnosis penyakit yang sulit ditegakkan dan TB anak biasanya tidak menular (Ronald et al., 1999). Anak biasanya tertular dari sumber infeksi yang umumnya penderita TB BTA positif dewasa. Keberadaan anak yang terinfeksi kuman TB menunjukkan besarnya proporsi kasus TB yang akan muncul di masa yang akan datang, dan distribusi dari infeksi TB pada anak dapat menjadi pertanda transmisi penyakit TB sedang berlangsung di suatu komunitas (Bachtiar et al., 2008). Uji tuberkulin adalah suatu cara untuk mengenal adanya infeksi tuberkulosis. Anak yang tertular TB atau juga disebut mendapat infeksi primer TB akan membentuk imunitas sehingga uji tuberkulin akan menjadi positif (Rahajoe, 1994). Tuberkulin merupakan protein murni derivat dari basil tuberkulosis. Nama lain dari tuberkulin adalah Purified Protein Derivat (PPD). Hingga saat ini, uji tuberkulin masih merupakan diagnosis yang penting untuk mengetahui adanya infeksi M. tuberculosis pada anak, karena cara ini mudah dilakukan, murah, aman dan mudah diulangi (Lubis, 1992). Sebenarnya, diagnosis TB paling tepat adalah ditemukannya M. tuberculosis dari bahan yang diambil dari pasien (sputum, bilasan lambung, biopsi). Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TB anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologi dan uji tuberkulin (Rahajoe, 2005). Banyak studi telah dilakukan untuk mengetahui determinan dari hasil uji tuberkulin positif. Meskipun penelitian dilakukan pada populasi yang berbeda tetapi menunjukkan faktor yang mempengaruhi uji tuberkulin yang hampir sama. Penelitian yang dilakukan oleh Rathi et al. (2002), Collet (2005), dan Saito et al. (2000) menunjukkan hasil uji tuberkulin dipengaruhi oleh umur anak. Hasil penelitian Saito et al. (2004) dan Rathi et al. (2002) menunjukkan keberadaan BCG scar mempengaruhi hasil uji tuberkulin positif. Pada penelitian di Gambia diperoleh hasil ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan hasil uji tuberkulin positif. Survei uji tuberkulin di Jawa Tengah dilakukan di 8 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Cilacap, Kebumen, Sukoharjo, Blora, Demak, Pemalang, Surakarta, dan Semarang. Survei dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2007. Jumlah anak SD yang menjadi sampel sebanyak 8391 anak yang terdiri dari kelas I-IV SD. Proporsi hasil uji tuberkulin positif ter- 58

Sri Nurlaela, Dyah Umiyarni P, Dwi Sarwani SR, Erna Kusuma Wati dan Setyowati Rahardjo / KEMAS (1) (2011) 57-63 tinggi adalah Kabupaten Cilacap yaitu 16,8%, kemudian Kabupaten Sukoharjo sebanyak 16,4%, dan Kabupaten Pemalang 14,9% dari keseluruhan jumlah sampel. Selain mempunyai proporsi hasil uji tuberkulin tertinggi, Kabupaten Cilacap juga merupakan Kabupaten terbesar di Propinsi Jawa Tengah. Metode Rancangan studi kasus kendali dilakukan untuk mengetahui faktor prediksi dari hasil uji tuberkulin positif anak SD kelas I-IV di Kabupaten Cilacap. Populasi studi adalah anak kelas I-IV SD yang tersebar di 12 SD se-kabupaten Cilacap yang sebelumnya menjadi sampel dalam survei uji tuberkulin dan berumur 8 tahun yang berjumlah 702 anak SD. Populasi studi dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kendali. Kelompok kasus adalah kelompok anak SD dengan hasil uji tuberkulin positif ( 10 mm) sedangkan kelompok kendali adalah kelompok anak SD dengan hasil uji tuberkulin negatif (< 10 mm). Terdapat 113 anak SD yang menjadi kasus, selebihnya dipilih 113 anak SD lainnya melalui metode proporsional random sampling untuk dijadikan kendali. Sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 226 anak SD. Anak SD yang tidak masuk sekolah saat kegiatan wawancara dan saat pengambilan kembali kuesioner atau pindah sekolah, baik pada kelompok kasus maupun kendali akan dikeluarkan sebagai sampel. Pengumpulan data dilakukan melalui dua cara yaitu melalui data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai variabel penelitian melalui wawancara terhadap sampel selama 4 bulan dimulai sejak bulan September sampai bulan Desember 2008. Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk memperoleh informasi hasil uji tuberkulin anak SD dan BCG scar. Hasil uji tuberkulin anak SD diperoleh dari hasil survei uji tuberkulin yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan (PPK) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) bekerjasama dengan World Health Organization (WHO) di Kabupaten Cilacap tahun 2007. Pengumpulan data dengan teknik wawancara dilakukan oleh peneliti bersama 2 enumerator, yang sebelumnya telah menerima pelatihan mengenai cara pengisian kuesioner. Untuk mencegah terjadinya bias dalam pengambilan data, enumerator tidak mengetahui status hasil uji tuberkulin anak SD. Sebelum dilakukan wawancara, peneliti dan enumerator terlebih dahulu mendatangi SD yang menjadi sampel penelitian untuk memberikan daftar anak SD yang akan menjadi sampel penelitian, sehingga pihak sekolah dapat menyiapkan anak SD tersebut untuk diwawancarai di hari berikutnya. Untuk mengetahui faktor prediksi dari hasil uji tuberkulin dilakukan analisis menggunakan regresi logistik ganda dengan metode backward. Analisis terdiri dari analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil Saat pelaksanaan wawancara, terdapat 4 anak yang masuk dalam kelompok kasus tidak bisa dilacak informasinya karena telah pindah ke luar kota. Jumlah sampel akhir yang dapat dianalisis adalah 218 sampel yaitu 109 kasus dan 109 kendali. Proporsi anak SD yang mempunyai BCG scar adalah 86,70%. Sebagian besar anak SD mempunyai jumlah anggota keluarga 2-6 orang (89,90%). Tidak terdapat perbedaan yang berarti pada proporsi umur dan jenis kelamin anak SD. Terdapat 18,80% anak SD yang mempunyai bapak dengan tingkat pendidikan tinggi dan 13,30% anak SD yang mempunyai ibu dengan tingkat pendidikan tinggi. Sebanyak 1,80 % anak SD yang mempunyai bapak yang tidak bekerja dan 26,10% anak SD yang mempunyai ibu tidak bekerja (Tabel 1). Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat 3 variabel yang masuk ke dalam model awal analisis multivariat yaitu variabel yang memiliki nilai p < 0,25 yaitu variabel BCG scar, umur, dan jumlah anggota keluarga. Hasil akhir analisis multivariat menunjukkan variabel yang merupakan faktor prediksi dari hasil uji tuberkulin positif adalah variabel BCG scar (nilai p=0,049, OR=0,432, 95% CI =0,250-0,753) dan variabel umur (nilai 59

Sri Nurlaela, Dyah Umiyarni P, Dwi Sarwani SR, Erna Kusuma Wati dan Setyowati Rahardjo / KEMAS 6 (1) (2011) 57-63 Tabel 1. Distribusi Frekuensi Faktor Penelitian Variabel Frekuensi Persentase (%) BCG Scar Tidak ada scar Ada scar Umur 8 9 tahun 9,1 13,1 tahun Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Pendidikan Bapak Pendidikan Ibu Pekerjaan bapak Tidak bekerja Pekerjaan Ibu Tidak bekerja Jumlah Anggota Keluarga 2-6 orang 7-12 orang 29 189 99 119 106 112 41 177 29 189 214 4 161 57 196 22 13,30 86,70 45,40 54,60 48,60 51,40 18,80 81,20 13,30 86,70 98,20 1,80 73,90 26,10 89,90 10,10 p=0,003, OR=0,434, 95% CI=0,187-0,996). Pembahasan Berdasarkan analisis multivariat terbukti bahwa BCG scar merupakan faktor prediksi dari hasil uji tuberkulin positif anak SD dengan nilai OR= 0,432. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan odds hasil uji tuberkulin positif 0,432 kali lebih besar dibandingkan odds hasil uji tuberkulin negatif pada anak SD yang memiliki BCG scar. Hal tersebut berarti bahwa BCG scar merupakan faktor protektif untuk terjadinya hasil uji tuberkulin positif. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan umur merupakan faktor prediksi dari hasil uji tuberkulin positif dengan nilai OR sebesar 0,434. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan odds hasil uji tuberkulin positif 0,434 kali lebih besar dibandingkan odds hasil uji tuberkulin negatif pada anak SD umur 9,1-13 tahun. Hal tersebut menunjukkan kemungkinan untuk memiliki hasil uji tuberkulin positif pada anak SD umur 9,1-13 tahun lebih kecil dibandingkan pada anak SD umur 8-9 tahun. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito (2004) dan Rathi (2002). Pada penelitian Saito (2004) menghasilkan OR=1,9 (95% CI: 1,1-2,4) untuk keberadaan BCG scar. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Rathi (2002) diperoleh OR BCG scar=1,8 (95% CI: 1,2-2,5). BCG scar pada kedua penelitian ini justru merupakan faktor yang meningkatkan risiko anak untuk memberikan hasil uji tuberkulin positif. Berdasarkan kedua penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa bahwa meningkatnya hasil uji tuberkulin positif seiring meningkatnya umur. Hal tersebut dikarenakan semakin meningkat pula periode kontak dengan penderita TB di lingkungan Perbedaan hasil pada penelitian ini dengan dua penelitian lain yang sudah dilakukan 60

Sri Nurlaela, Dyah Umiyarni P, Dwi Sarwani SR, Erna Kusuma Wati dan Setyowati Rahardjo / KEMAS (1) (2011) 57-63 Tabel 2. Analisis Bivariat Variabel BCG scar Tidak ada scar Ada scar Umur 8-9 th 9,1-13,1 th Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Pendidikan Bapak Pendidikan Ibu Pekerjaan Bapak Tidak Pekerjaan Ibu Tidak Jumlah Anggota Keluarga 2-6 orang 7-12 orang Hasil Uji Tuberkulin 0-9,9 mm 10 mm 10(9,20%) 99(90,80%) 39(39,40%) 70(58,80%) 55(51,90%) 54(48,20%) 17(41,50%) 92(52,00%) 15(51,70%) 94(49,70%) 107(50,00%) 2(50,00%) 82(50,90%) 27(47,40%) 95(48,50%) 14(63,60%) 19(17,40%) 90(82,60%) 60(60,60%) 49(41,20%) 51(48,10%) 58(51,80%) 24(58,50%) 85(48,00%) 14(48,30%) 95(50,30%) 107(50,00%) 2(50,00%) 79(49,10%) 30(52,60%) 101(51,50%) 8(36,40%) Nilai p 0,111 0,007 0,684 0,298 1,000 1,000 0,758 0,241 Tabel 3. Hasil Analisis Multivariat Variabel Exp B (OR) Nilai p 95% CI BCG scar 0,432 0,049 0,250-0,753 Umur 0,434 0,003 0,187-0,996 Konstanta 3,278 0,007 bisa jadi disebabkan oleh penggunaan strain virus BCG yang berbeda, metode, dan dosis vaksinasi berbeda, dan waktu pemberian vaksinasi yang berbeda sehingga menimbulkan reaksi cross reactivity yang berbeda terhadap uji tuberkulin (Menzies, et al., 1992). Vaksin BCG yang diberikan pada saat lahir tidak merubah proporsi dari hasil uji tuberkulin positif ( 10 mm), dan lebih sedikit menimbulkan cross reactivity (Karalliede et al., 1987). Pengaruh vaksinasi BCG yang diberikan pada saat bayi baru lahir sangat dipengaruhi oleh umur, karena daya lindung vaksinasi BCG terhadap infeksi TB akan semakin berkurang seiring dengan peningkatan umur. Perbedaan objek penelitian yang dilibatkan pada ketiga penelitian juga bisa memberikan hasil yang berbeda. Pada penelitian ini objek penelitian adalah anak-anak SD umur 8-13 tahun, sedangkan objek penelitian pada penelitian Saito et al. (2004) adalah orang yang berumur 6-26 tahun dan objek penelitian pada penelitian Rathi et al. (2002) adalah orang yang berumur 3 bulan-25 tahun. Perbedaan umur 61

Sri Nurlaela, Dyah Umiyarni P, Dwi Sarwani SR, Erna Kusuma Wati dan Setyowati Rahardjo / KEMAS 6 (1) (2011) 57-63 menghasilkan pengaruh vaksinasi BCG yang berbeda pula. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Bowerman (2004) di Taiwan yang menyatakan bahwa hasil uji tuberkulin meningkat seiring dengan meningkatnya umur, dan peningkatan hasil uji tuberkulin positif baru mulai terlihat pada umur 10 tahun. Terdapat dosis respons hasil uji tuberkulin positif terhadap peningkatan umur, yaitu OR <10 thn = 1, OR 10-19 thn =1,82, OR 20-39 th =2,27, OR 40-59 th =2,27, dan OR >=60 th =1,70. Pada umur di atas 10 tahun, pengaruh vaksinasi BCG sudah tidak terlihat lagi sehingga risiko untuk terkena infeksi TB meningkat. Objek penelitian ini adalah anak-anak SD berumur 8-13 tahun, bisa diasumsikan pengaruh vaksinasi BCG masih efektif untuk mencegah terjadinya infeksi kuman TB, sehingga hasil penelitian menunjukkan bahwa BCG scar merupakan faktor protektif dari hasil uji tuberkulin positif. BCG scar merupakan indikator vaksinasi BCG pada masa lalu. Pemberian vaksinasi BCG direkomendasikan oleh WHO untuk diberikan kepada bayi baru lahir, terutama di daerah dengan prevalensi TB yang tinggi. Vaksinasi BCG diberikan untuk mencegah anak terinfeksi kuman TB, kalaupun anak terinfeksi kuman TB diharapkan anak tidak menderita sakit TB yang berat seperti TB milier. Sensitivitas BCG scar sebagai indeks status vaksinasi BCG masih merupakan kontroversi. Kegagalan pembentukan BCG scar setelah vaksinasi BCG tergantung pada malnutrisi, sistem imun ataupun tehnik vaksinasi. Pada beberapa penelitian dilaporkan rate kegagalan pembentukan BCG scar antara 8%-16% bila vaksinasi BCG dilakukan segera setalah bayi lahir. Berdasarkan survei tuberkulin di Sumatera tahun 2005, diperoleh 75% anak mempunyai BCG scar. Vaksinasi BCG dilaporkan dapat menginduksi terjadinya cross reactivity pada uji tuberkulin (Menzies et al., 1992). Penelitian ini menggunakan cut off point hasil positif uji tuberkulin adalah > 10 mm, dengan tujuan menghilangkan pengaruh cross reactivity dari vaksinasi BCG. Sehingga hasil uji tuberkulin positif dari anak-anak SD pada penelitian ini memang benar-benar menunjukkan adanya infeksi kuman TB. Cut off point hasil positif dari uji tuberkulin sebesar 10 mm dapat digunakan pada daerah endemis. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan indurasi yang terbentuk pada hasil uji tuberkulin yang diinduksi paska vaksin BCG mempunyai rentang 0 mm hingga 9 mm (Karalliede et al., 1987). Simpulan dan Saran Hasil dari penelitian ini adalah BCG scar merupakan faktor prediksi dari hasil uji tuberkulin positif anak SD. Selain itu odds hasil uji tuberkulin positif 0,432 kali lebih besar dibandingkan odds hasil uji tuberkulin negatif pada anak SD yang memiliki BCG scar. Selain itu, umur merupakan faktor prediksi dari hasil uji tuberkulin positif dan kemungkinan untuk memiliki hasil uji tuberkulin positif pada anak SD umur 9,1-13 tahun lebih kecil dibandingkan pada anak SD umur 8-9 tahun. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah diharapkan dapat meneliti faktor prediksi hasil uji tuberkulin positif dengan menggunakan desain penelitian yang berbeda dan menggunakan data sekunder yang berbeda Daftar Pustaka Bachtiar, A., Miko, T.Y., Machmud, R. et al. 2008. Annual Risk of Tuberculosis Infection in West Sumatera Province.Indonesia. Int J Tuberc Lung. 12 (3): 1-7 Bowerman, R.J. 2004. Tuberculin Skin Testing in BCG-Vaccinated Populations of Adults and Children at High Risk for Tuberculosis in Taiwan. Int J Tuberc Lung Dis. 8 (10): 1228-33 Collet, E. 2005. Risk Factor for Positif Tuberculin Skin Test Among Migrant and Resident Children in Lausanne, Switzerland. Swiss Med Wkly, 135: 703-9 Karalliede, S., Katugaha, L.P. and Uragoda, C.G. 1987. Tuberculin Response of Sri Lanka Children after BCG Vaccination at Birth. Tubercle, 68: 33-38 Lubis, N.U. 1992. Hubungan Uji Tuberkulin dengan Vaksinasi BCG. Majalah Kedokteran Indonesia, 42: 609-12 Menzies, R. and Vissandjee. B. 1992. Effect of Bacille Calmette-Guerin Vaccination on Tuberculin Reactivity. Am Rev Respir Dis, 141: 621-5 Murray, C.J.L., Styblo, K. and Rouillon, A. 1990. Tu- 62

Sri Nurlaela, Dyah Umiyarni P, Dwi Sarwani SR, Erna Kusuma Wati dan Setyowati Rahardjo / KEMAS (1) (2011) 57-63 berculosis in Developing Countries: Burden, Intervention and Cost. Bull Int Union Tuberc Lung Dis, 65: 6-24 Rahajoe, N. 1994. Perkembangan dan Masalah Pulmonologi Anak Saat ini. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta Rahajoe, N. 2005. Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Diakses 9 Juni 2007 Rathi, S.K., Akhtar, S., Rahbar, M.H. and Azzam, S.I. 2002. Prevalence and Risk Factors Associated wit Tuberculin Skin Test Positivity among Household Contacts of Smears-Positive Pulmonary Tuberculosis Cases in Umerkot, Pakistan. Int J Tuberc Lung Dis. 6 (10): 851-57 Ronald, P.R., Fourie, P.B. and Grange, J.M. 1999. Tuberculosis in Children. Pretoria, South Africa Saito, M., Bautista, C.T., Gilman, R.H. et al. 2004. The Value of Counting BCG Scars for Interpretation of Tuberculin Skin Test in a Tuberculosis Hyperendemics Shantytown, Peru.Int J Tuberc Lung Dis, 8 (7): 842-47 63