BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB I PENDAHULUAN. dicapai biasanya bersifat kualitatif, bukan laba yang diukur dalam rupiah. Baldric

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB III METODE PENELITIAN. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami perubahan yaitu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi. daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah perusahaan tentunya mempunyai masalah dalam menyusun

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses pembangunan yang. dilaksanakan oleh suatu daerah atau negara dalam rangka memakmurkan warga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era otonomi daerah yang resmi diberlakukan di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 2001 telah memberikan suasana baru dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Sistem otonomi daerah menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah merupakan tonggak dimulainya otonomi daerah. Untuk mewujudkan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, maka pemerintah dan pembangunan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), khususnya perlu ditingkatkan sehingga kemandirian daerah dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintah daerah dapat terwujud. Otonomi daerah memunculkan beragam kontroversi. Adapun masalah yang timbul di akibatkan karena banyaknya kota atau kabupaten yang berlomba-lomba memangkas setoran ke tingkat pusat dan berusaha memperbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menggunakan berbagai cara. Ada beberapa alternatif yang sering ditempuh pemerintah daerah untuk memperbesar pendapatanya. Pertama, berusaha menarik investor untuk menanam investasi di 1

daerahnya. Kedua, menyusun peraturan daerah (PERDA) sebagai dasar legitimasi untuk menarik berbagai iuran atau pungutan seperti pajak, restribusi daerah dan lain-lain sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat, dan ketiga, membenahi dan membentuk Perusahaan Daerah (PD) yang dikenal dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Perkembangan sektor publik baik di tingkat pusat maupun daerah diwarnai dengan proses perubahan yang cepat, hal ini merupakan salah satu kejadian global yang hampir terjadi pada semua negara baik negara berkembang maupun negara maju. Saat ini lembaga-lembaga pemerintahan telah memberikan perhatian yang besar terhadap praktik akuntansi dibandingkan masa sebelumnya. Berbagai kritik muncul terhadap organisasi sektor publik yang keberadaanya dianggap tidak efisien dan jauh tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan yang terjadi di sektor swasta. Pengukuran kinerja sektor publik sangat penting dilakukan untuk menilai akuntabilitas suatu organisasi serta dapat menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas di sini bukan hanya sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana dana publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan untuk menunjukkan bahwa dana publik tersebut dibelanjakan secara ekonomi, efisien, dan efektifitas. Ciri utama suatu daerah merupakan daerah otonom terletak pada kemampuan keuangan daerah, artinya daerah otonomi harus memiliki kemampuan untuk mengggali sumber keuangan sendiri, sedangkan ketergantungan pada pemerintah pusat diusahakan seminimal mungkin. Perimbangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dapat dikatakan ideal apabila setiap tingkat 2

pemerintahan dapat secara independen mengatur keuangannya untuk membiayai tugas dan wewenang daerahnya masing-masing. Salah satu bentuk akuntabilitas pemerintah daerah adalah dalam bidang keuangan daerah. Keuangan daerah merupakan salah satu unsur yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, hal ini menyebabkan diperlukannya suatu pertanggungjawaban keuangan daerah yang memadai. Pertanggungjawaban yang memadai harus mempunyai sifat mudah dimengerti dan memiliki hubungan informasi yang mencerminkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam keuangan daerah memiliki dimensi dan cakupan pengaruh yang sangat besar bagi daerah yang bersangkutan. Dalam konteks pemerintahan, akuntabilitas mempunyai arti pertanggungjawaban yang merupakan salah satu ciri dari terapan pengelolaan pemerintah yang baik (Abdul Halim, 2002:145). Salah satu alat yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah melakukan analisis kinerja keuangan terhadap APBD yang telah diterapkan dan dilaksanakan. Analisis kinerja keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan antara rasio keuangan yang dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat 3

ataupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya. Provinsi Bali terdiri dari 8 Kabupaten dan 1 Pemerintah Kota diantaranya Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar. Setiap kabupaten memiliki potensi, karakteristik, fisik, sosial ekonomi dan kelembagaan pemerintahan yang berbedabeda. Dalam Penelitian ini lingkup wilayah penelitian hanya dibatasi pada dua wilayah yaitu Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan yang dianggap relevan untuk dibandingkan dengan alasan: Pertama, Kota atau Kabupaten tersebut termasuk dalam satu kesatuan Kawasan Pengembangan Metropolitan Bali yang dikenal dengan nama SARBAGITA Denpasar Badung Gianyar dan Tabanan. Tujuan dibentuknya kawasan metropolitan Sarbagita adalah untuk malakukan kerjasama dalam bidang pembangunan baik pada sektor ekonomi, sosial dan budaya antara Kota atau Kabupaten (BAPPEDA Provinsi Bali). Kedua, Tingkat pertumbuhan perekonomian Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan menunjukkan ke arah peningkatan yang proporsional setelah sebelumnya mengalami keterpurukan akibat dari dampak negatif beberapa kejadian seperti krisis ekonomi, tragedi bom kuta serta kondisi-kondisi politik akhir-akhir ini, dan terakhir, Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan sama-sama memproritaskan pembangunan pada bidang ekonomi yang menitikberatkan pada pengembangan industri dan pertanian, termasuk didalamnya bidang usaha kecil dan menengah 4

sebagai ujung tombak pelaku ekonomi daerah, karena di kedua wilayah ini sektor pariwisata sangat terbatas. Untuk melihat perbandingan kinerja kedua pemerintahan kota atau kabupaten tersebut maka dalam penelitian ini yang akan dibandingkan adalah kinerja keuangan Pemerintah Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan tahun anggaran 2006-2008 sebagai indikator penilaiannya. Adapun rasio yang dapat digunakan dalam menganalisis data keuangan yang bersumber dari APBD antara lain: rasio kemandirian (otonomi fiskal) untuk menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah, rasio efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah, rasio keserasian untuk mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya dan rasio pertumbuhan dan proporsi APBD untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran pemerintah daerah (Abdul Halim, 2002:128). Analisis kinerja keuangan daerah yang dilakukan dengan menghitung rasio-rasio keuangan terhadap laporan perhitungan APBD merupakan bentuk dari akuntabilitas program, yaitu terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat tercapai atau tidak, dan apakah pemerintah daerah telah membandingkan alternatif program yang dapat memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. Sebagai gambaran awal mengenai APBD, pada Tabel 1.1 disajikan data mengenai laporan realisasi APBD pemerintah Kota Denpasar pada tahun anggaran 2006-2008, serta pada Tabel 1.2 disajikan data mengenai 5

laporan realisasi APBD pemerintah daerah Kabupaten Tabanan pada tahun anggaran 2006-2008. Tabel 1.1 Laporan Realisasi APBD Kota Denpasar Tahun Anggaran 2006-2008 No Uraian Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi I PENDAPATAN 501.055.867.631,00 541.393.517.518,09 563.642.817.366.55 603.037.757.635.99 619.267.406.541.00 686.889.797.982.85 1 PAD 115.853.801.000,00 126.148.262.334,00 119.534.088.334.00 137.600.716.103.44 149.161.652.310.00 176.072.307.983.85 2 Dana Perimbangan 383.059.066.631,00 413.102.255.184,00 400.501.805.631.00 421.045.325.052.00 425.442.756.631.00 458.398.867.098.00 3 Lain-lain Pendapatan yang Sah 2.143.000.000,00 2.143.000.000,00 43.606.932.401.55 44.391.716.480.55 44.662.997.600.00 52.418.622.901.00 II BELANJA 588.122.961.800,72 512.994.264.848,41 697.142.073.182.11 567.835.339.564.00 754.580.923.957.39 659.265.823.702.08 1 Belanja Aparatur Daerah 322.036.054.866,73 273.633.205.010,92 331.877.968.539.49 279.517.104.440.00 324.245.514.813.49 270.886.421.650.85 2 Belanja Pelayanan Publik 266.086.906.933,99 239.361.059.837,49 347.264.104.642.62 288.318.235.124.00 430.335.409.143.00 388.379.402.051.23 III PEMBIAYAAN 28.399.242.830,00 28.399.253.000,00 110.866.346.839.40 110.866.346.839.40 135.313.517.416.39 140.563.517.416.39 Penerimaan 1 Pembiayaan 87.067.094.169.72 87.067.094.169.72 115.466.345.839.40 115.446.345.839.40 146.068.764.911.39 146.068.764.911.39 2 Pengeluaran Pembiayaan 115.466.347.000,00 115.466.347.839.00 4.600.000.000.00 4.600.000.000.00 10.755.247.495.00 5.502.247.495.00 Sumber : Pusat Pemerintah Kota Denpasar Tahun 2010 Tabel 1.2 Laporan Realisasi APBD Kabupaten Tabanan Tahun Anggaran 2006-2008 No Uraian Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi I PENDAPATAN 464.339.437.218,67 464.189.055.284,38 532.931.278.382,76 540.824.254.884,97 616.421.961.906,59 663.598.183.868,62 1 PAD 43.003.464.928,00 44.223.861.447,16 45.346.533.000,00 47.501.735.694,21 51.063.584.889,92 87.379.828.751,53 2 Dana Perimbangan 418.675.307.130,67 417.527.932.096,22 439.735.045.462,00 443.325.740.745,00 527.378.399.000,00 532.696.490.446,00 3 Lain-lain Pendapatan yang 2.660.665.160,00 2.437.261.741,00 47.849.699.920,76 49.996.778.445,76 37.979.978.016,67 43.521.864.671,52 Sah II BELANJA 473.293.794.917,42 457.480.990.557,33 537.685.390.747,45 515.146.186.235,10 647.914.354.847,15 645.177.786.946,13 1 Belanja Aparatur Daerah 313.129.388.149,27 300.966.698.309,44 383.483.249.956,57 367.103.624.869,30 476.439.797.164,61 474.980.017.033,11 2 Belanja Pelayanan Publik 160.164.406.768,15 156.514.301.247,89 154.202.140.790,88 148.043.561.365,80 171.475.557.682,54 170.197.769.913,02 III PEMBIAYAAN 8.954.357.698,75 8.956.322.419,76 7.382.378.146,81 12.109.821.290,69 33.743.889.940,56 32.123.408.900,70 1 Penerimaan Pembiayaan 13.017.357.700,94 13.017.357.700,94 15.664.387.146,81 15.664.387.146,81 37.787.889.940,56 36.140.444.206,88 2 Pengeluaran Pembiayaan 4.063.000.002,19 4.061.035.281,18 8.282.000.000,00 3.554.565.856,12 4.044.000.000,00 4.017.035.306,18 Sumber : Pusat Pemerintah Kabupaten Tabanan Tahun 2010 Informasi yang tersaji pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 belum cukup menggambarkan pencapaian kinerja keuangan daerah pada Pemerintah Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan dalam menerapkan otonomi daerah, karena pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 tersebut hanya memperlihatkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya, namun belum ke tahap perhitungan. Evaluasi terhadap 6

kinerja keuangan daerah merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan keberhasilan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya dengan baik. Di samping itu pengukuran kinerja keuangan daerah juga sangat penting untuk menilai akuntabilitas pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik yang lebih baik. Oleh karena itu, evaluasi kinerja keuangan daerah baik terhadap perhitungan pendapatan maupun belanja daerah perlu dilakukan. Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka pokok permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan pada tahun anggaran 2006-2008?. 1.2 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1.2.1 Tujuan penelitian Berdasarkan pokok permasalahan yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kinerja keuangan Pemerintah Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan dilihat dari rasio kemandirian (otonomi fiskal), rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan, rasio keserasian, rasio pertumbuhan dan proporsi APBD pada tahun anggaran 2006-2008. 1.2.2 Kegunaan penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, adapun kegunaan yang diharapkan antara lain: 7

1) Kegunaan teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pemahaman dan wawasan yang lebih luas mengenai teori akuntansi sektor publik serta dapat mengaplikasikan teori akuntasi publik yang diperoleh di bangku kuliah dalam kondisi yang sebenarnya dilapangan untuk memecahkan permasalahan yang ada. 2) Kegunaan praktis Penelitian ini diharapkan hasilnya dapat memberikan gambaran tentang kinerja keuangan daerah serta dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan untuk memahami kondisi keuangan daerah, agar nantinya dapat merumuskan strategi kebijakan yang tetap untuk meningkatkan kinerja pengelolaan daerah. 1.3 Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, maka laporan ini akan disajikan dengan sistematika sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini memuat landasan teori yang menyajikan tentang pengertian akuntansi, pengertian sektor publik, pengertian akuntansi sektor publik, prinsip sistem akuntansi sektor publik, basis akuntansi 8

sektor publik, pengertian kinerja, pengukuran kinerja, indikator kinerja, evaluasi kinerja, pengertian keuangan daerah, anggaran sektor publik, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), akuntabilitas publik, evaluasi kinerja keuangan pada APBD, serta memuat pembahasan hasil penelitian sebelumnya. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan membahas tentang lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai deskripsi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. BAB V PENUTUP Dalam bab ini diuraikan simpulan dari hasil analisis data dan saransaran yang ditujukan kepada instansi Pemerintah Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan terkait dengan masalah penilaian kinerja. 9