PENDAHULUAN Latar belakang Kakao adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui perkebunan rakyat (± 94,01%). Sampai tahun 2010 areal kakao telah mencapai 1.650.621 Ha dengan produksi 837.918 ton dan tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja petani, mendorong pengembangan agribisnis dan agroindustri, pengembangan wilayah serta pelestarian lingkungan (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Pada tahun 2009, luas areal tanaman kakao di Indonesia mencapai 1.587.136 ha yang terdiri dari 1.491.808 ha (93,9%) Perkebunan Rakyat, 49.489 ha Perkebunan Besar Negara dan 45.839 ha Perkebunan Besar Swasta, dengan jumlah petani yang terlibat secara langsung sebanyak 1.475.353 KK. Produksi sebesar 809.583 ton menempatkan Indonesia sebagai negara produsen terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading (1.380.000 ton). Ekspor kakao Indonesia pada tahun 2009 mencapai 521,3 ribu ton dengan nilai US$ 1,3 milyar menempatkan kakao sebagai penghasil devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit dan karet. Sentra kakao Indonesia tersebar di Sulawesi (63,8%), Sumatera (16,3%), Jawa (5,3%), Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali (4,0%), Kalimantan (3,6%), Maluku dan Papua (7,1%) (Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, 2012)
Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya tanaman kakao paling luas di dunia dan termasuk negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah Ivory-Coast dan Ghana, yang nilai produksinya mencapai 1.315.800 ton/tahun. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, perkembangan luas areal perkebunan kakao meningkat secara pesat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 8%/tahun dan saat ini mencapai 1.462.000 ha. Hampir 90% dari luasan tersebut merupakan perkebunan rakyat (Karmawati, dkk., 2010). Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan, kemudian menyebar ke Amerika Utara, Afrika, dan Asia. Di Indonesia, kakao dikenal sejak tahun 1560, namun menjadi komoditi penting sejak tahun 1951. Komoditas kakao memegang peran penting dalam perekonomian nasional dan merupakan komoditas andalan Kawasan Timur Indonesia (KTI) khususnya daerah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Sebagai komoditas terpenting ketiga setelah karet dan kelapa sawit, kakao merupakan salah satu sumber utama pendapatan petani di 30 propinsi yang menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi 900 ribu kepala keluarga petani di KTI (Basri, dkk., 2012). Teknik budidaya merupakan salah satu faktor yang akan membawa manfaat besar dalam mencapai produksi tinggi dan mutu yang baik, sedangkan pembibitan adalah awal dari upaya mencapai tujuan tersebut. Teknik pembibitan yang tepat dan baik akan memberikan peluang besar bagi keberhasilan tanaman. Media tumbuh kakao memerlukan kesuburan kimia dan fisika, agar dapat diperoleh bibit yang baik dan sehat untuk pertumbuhan selanjutnya. Salah satu faktor yang menentukan mutu bibit adalah medium tumbuh. Kesuburan media
tumbuh dapat diperbaiki atau ditingkatkan dengan pemupukan anorganik, organik, atau penggunaan biostimulan mikroorganisme (Quddusy, 1999). Bibit kakao yang baik adalah modal dasar bagi petani untuk mendapatkan keuntungan dalam usahatani kakao. Kakao adalah tanaman tahunan yang tetap ekonomis hingga umur 37 tahun, sehingga kesalahan memilih bibit akan menyebabkan kerugian dalam jangka panjang. Oleh karenanya pemilihan bibit adalah langkah awal yang sangat penting dalam budidaya kakao (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008). Pertumbuhan bibit kakao di lapangan sangat ditentukan oleh pertumbuhan tanaman selama di pembibitan. Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao di pembibitan. Penggunaan media tanam yang banyak mengandung bahan organik sangat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman kakao (Sudirja, dkk., 2005). Pada prinsipnya pupuk guano adalah sama dengan pupuk organik, hanya memiliki kandungan lebih baik (kelebihan) untuk unsur N, P dan K dibandingkan pupuk organik biasa. Kelebihan kandungan P umumnya disebabkan oleh kotoran kelelawar (guano) yang tertimbun di dalam goa yang batuanbatuan maupun tetesan-tetesan airnya mengandung cukup tinggi kandungan unsur fosfat (P). Sedangkan kelebihan N dan K karena faktor makanan yg dimakan oleh kelelawar (Samijan, 2010). Adapun pupuk anorganik yang sering diberikan pada bibit tanaman kakao adalah pupuk NPK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan NPK sangat nyata meningkatkan tinggi bibit kakao, jumlah daun bibit kakao, total luas daun bibit kakao, bobot basah tajuk bibit kakao, bobot kering tajuk bibit kakao, bobot
basah akar bibit kakao, dan bobot kering akar bibit kakao pada umur 4 bulan. Dalam penelitian tersebut pupuk yang digunakan adalah NPK (16:16:16) (Christian, D, 2011). Salah satu jenis tanah mineral yang banyak digunakan sebagai media tumbuh bibit adalah tanah ultisol. Hal ini terjadi karena jenis tanah tersebut tersebar cukup luas di Indonesia. Kelemahan tanah Ultisol sebagai media tumbuh adalah karena tanah ini umumnya bereaksi sangat masam. Oleh karena itu untuk menaikkan pertumbuhan bibit tanarnan diperlukan media tumbuh yang baik bagi tanaman. Untuk rnenciptakan media tumbuh yang baik tersebut diperlukan pupuk yang mengandung zat bereaksi basa seperli Kalium (K). Salah satu jenis pupuk yang mengandung unsur kalium adalah pupuk KCl. Untuk rnemperbaiki kesuburan tanah akibat keasarnan tanah dan adanya kelarutan unsur Al, Fe dan Mn pada umumnya dilakukan pengapuran (Nugroho, 2000). Pada saat ini permasalahan yang dihadapi dalam pembibitan kakao pada skala besar adalah keterbatasan tanah top soil sebagai media tanam di polybag. Pada kenyataannya ketersediaan tanah sub soil yang cukup banyak di lapangan sudah mulai digunakan sebagai pengganti media tanam top soil. Pada umumnya tanah sub soil mempunyai nilai kesuburan yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah top soil, antara lain ditunjukkan dengan rendahnya kandungan bahan organik dan ketersediaan unsur hara, sehigga jika ingin mendapatkan pertumbuhan bibit kakao yang baik pada tanah sub soil maka kandungan bahan organik dan unsur hara harus ditingkatkan (Tambunan, 2009).
Dengan demikian pupuk guano bisa dijadikan sebagai pupuk yang mengandung N dan P yang tinggi dan pupuk KCl sebagai penambah unsur hara K pada media pertumbuhan kakao. Tujuan penelitian Untuk mengetahui respons pemberian pupuk guano dan pupuk KCl serta interaksinya terhadap pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) Hipotesis penelitian Ada peningkatan pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) terhadap pemberian pupuk guano dan pupuk KCL serta interaksinya. Kegunaan penelitian Penelitian berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,, Medan, dan diharapkan berguna sebagai informasi budidaya kakao di pembibitan.