BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan terhadap anak menjadi isu nasional dan global padahal anakanak merupakan generasi penerus bangsa (Suharto, 2015). Kehidupan anak saat ini mencerminkan kehidupan bangsa di masa mendatang. Anak wajib dilindungi dari segala kemungkinan kekerasan terhadap anak, terutama kekerasan seksual. Melindungi anak pada hakikatnya melindungi keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara di masa depan (Age dalam Noviana, 2015). Kekerasan seksual terhadap anak terjadi terus menerus dan jumlahnya meningkat setiap tahun. Komite Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) tahun 2014 mencatat kasus kekerasan seksual yang terjadi tahun 2010 sejumlah 859 kasus dan tahun 2013 meningkat 88,6% menjadi 1620 kasus. Setiap bulan 135 anak Indonesia menjadi korban kekerasan seksual. Menurut Surti (2014) pelecehan seksual terjadi pada satu dari enam anak laki-laki dan satu dari empat anak perempuan. Adapun laporan kekerasan pada anak di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2013 mencapai 622 kasus, 459 kasus (73,8%) di antaranya merupakan pengaduan kejahatan seksual (Aswidah, 2014). End Child Prostitution in Asia Tourism (ECPAT) tahun 2012 mencatat terjadi peningkatan 450% kasus tindakan kriminal seksual online dalam empat tahun (Erlinda, 2014). 1
2 Kasus kekerasan seksual terjadi dimana-mana. Di Jakarta kejahatan seksual menimpa murid Taman Kanak-Kanak Jakarta International School (JIS). Di Jember, Jawa Timur, 11 santri yang sebagian besar berusia anakanak disetubuhi oleh pengasuh pondok pesantren. Di Sukabumi puluhan anak di bawah usia 14 tahun menjadi korban kekerasan seksual. Di Riau kejahatan seksual pada anak disertai pembunuhan berantai (Aswidah, 2014). Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Surakarta juga menangani sebanyak 19 kasus kekerasan seksual anak pada tahun 2016. Korban kekerasan seksual mayoritas berusia 8-12 tahun (dilansir dari media online Joglosemar). Kekerasan seksual pada anak berdampak buruk baik secara fisik maupun psikologis. Secara fisik, korban merasa tidak nyaman karena luka di sekitar vagina/alat kelamin, berisiko tertular penyakit menular seksual, dan kehamilan tidak diinginkan. Secara psikologis, anak akan mengalami posttraumatic stress disorder (PTSD) seperti depresi, goncangan jiwa, perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, insomnia, ketakutan berlebihan, disfungsi seksual, kecanduan, keinginan bunuh diri, dan lain-lain. Weber dan Smith (2010) mengungkapkan dampak jangka panjang anak korban kekerasan seksual memiliki potensi untuk menjadi pelaku kekerasan seksual di kemudian hari (Noviana, 2015). Salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual pada anak yaitu rendahnya pengetahuan masyarakat. Pendidikan seksual berbasis komunitas merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan pengetahuan
3 masyarakat (Erlinda, 2014). Pendidikan kesehatan tentang pencegahan kekerasan seksual pada anak penting diberikan. Jika pengetahuan masyarakat meningkat maka mereka akan berdaya mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa SD Negeri Wonosaren, kelurahan Pucangsawit, Jebres, Surakarta terletak dekat dengan daerah bantaran sungai Bengawan Solo. Pada tahun 2013 pernah terjadi kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh siswa kelas VI terhadap teman sekelasnya. Di SD ini juga belum pernah diadakan pendidikan kesehatan yang secara khusus membahas tentang pencegahan kekerasan seksual pada anak. Sebanyak lima dari tujuh siswa yang ditemui tidak mampu menjawab dengan benar ketika diberi pertanyaan tentang bagaimana pencegahan kekerasan seksual terhadap anak, dua siswa yang lain mengatakan tidak tahu. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil judul Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Pengetahuan Tentang Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah: Apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang pencegahan kekerasan seksual pada anak di SD Negeri Wonosaren?
4 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dari rumusan masalah diatas antara lain: 1. Mengetahui pengetahuan anak SD Negeri Wonosaren tentang pencegahan kekerasan seksual pada anak sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok perlakuan. 2. Mengetahui pengetahuan anak SD Negeri Wonosaren tentang pencegahan kekerasan seksual pada anak sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol. 3. Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang pencegahan kekerasan seksual pada anak di SD Negeri Wonosaren. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi siswa Menambah wawasan siswa tentang upaya pencegahan kekerasan seksual yang saat ini sering terjadi sehingga meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap hal-hal yang mengarah pada perilaku kekerasan seksual pada anak. 2. Bagi Sekolah
5 a. Memberikan informasi bagi sekolah tempat penelitian tentang pengetahuan pencegahan kekerasan seksual pada anak sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. b. Menambah wawasan guru dalam memberikan pendidikan kesehatan sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak. c. Sebagai referensi untuk mengembangkan program kelas guna meningkatkan dan memperkuat kemampuan siswa untuk mengenali, mencegah, dan melaporkan kekerasan seksual. 3. Bagi orangtua Memberikan informasi yang bermanfaat tentang upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak sehingga kesadaran orangtua meningkat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak. 4. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai referensi atau bahan acuan penelitian selanjutnya khususnya mengenai pendidikan kesehatan tentang pencegahan kekerasan seksual pada anak.
6