Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

dokumen-dokumen yang mirip
Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

MOLEKUL PENGENAL ANTIGEN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

Respon imun adaptif : Respon humoral

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

MATURASI SEL LIMFOSIT

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. Sistematika tanaman mahkota dewa adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

Gambar: Struktur Antibodi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

Pengenalan antigen :

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada

Manifestasi penyakit infeksi akibat langsung DARI pathogen mikrobial, DAN interaksinya dengan system imun pejamu. Macam respons imun dan penyebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

SISTEM IMUNITAS MANUSIA SMA REGINA PACIS JAKARTA

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PATOGENESIS REAKSI INFLAMASI ALERGI. Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi mukosa hidung yang didasari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

IMUNOLOGI DASAR. Sistem pertahanan tubuh terbagi atas : Sistem imun nonspesifik ( natural / innate ) Sistem imun spesifik ( adaptive / acquired

BAB II PEMBAHASAN A. MEKANISME SISTEM IMUN

PRINSIP UMUM IMUNITAS INNATE DAN ADAPTIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Fransiska Ayuningtyas W., M.Sc., Apt

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung nikel digunakan seharihari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

HASIL DAN PEMBAHASAN

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

PRINSIP DASAR SISTEM IMUN. OLEH : Purnomo Soeharso Departemen Biologi Medik FKUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR SINGKATAN...

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

Transkripsi:

Tahapan Respon Sistem Imun 1. Deteksi dan mengenali benda asing 2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon 3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon 4. Destruksi atau supresi penginvasi Respon Imune Innate Respon ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh non-spesifik yang mencegah masuk dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Ada beberapa komponen innate immunity, yaitu : 1. Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel poli-morfonuklear (PMN) dan makrofag. 2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif. 3. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi. 4. Protein fase akut: C-reactive protein (CRP) yang mengikat mikroorganisme, selanjutnya terjadi aktivasi komplemen melalui jalur klasik yang menyebabkan lisis mikroorganisme. 5. Produksi interferon alfa (IFN-α) oleh leukosit dan interferon beta (IFN-β) oleh fibroblast yang mempunyai efek antivirus. 6. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel NK) melalui pelepasan granula yang mengandung perforin. 7. Pelepasan mediator eosinofil seperti major basic protein (MBP) dan protein kationik yang dapat merusak membran parasit. Respon Imunitas Spesifik Bila mikroorganisme dapat melewati pertahanan nonspesifik/innate immunity, maka tubuh akan membentuk mekanisme pertahanan yang lebih kompleks dan spesifik. Mekanisme imunitas ini memerlukan pengenalan terhadap antigen lebih dulu. Mekanisme imunitas spesifik ini terdiri dari imunitas humoral, yaitu produksi antibodi spesifik oleh sel limfosit B (T dependent dan non T dependent) dan mekanisme Cell mediated immunity (CMI). Sel limfosit T berperan pada mekanisme imunitas ini melalui produksi sitokin serta jaringan interaksinya dan sel sitotoksik matang di bawah pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 6 (IL-6).

Presentasi Antigen Respons imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen/mikroorganisme ke dalam tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan berperan sebagai antigen presenting cell (APC). Sel itu akan menangkap sejumlah kecil antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat dikenali oleh sel limfosit Th atau T helper. Sel Th ini akan teraktivasi dan (selanjutnya sel Th ini) akan mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T sitotoksik. Sel T sitotoksik ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai fungsi efektor untuk mengeliminasi antigen. Sel limfosit dan sel APC bekerja sama melalui kontak langsung atau melalui sekresi sitokin regulator. Sel-sel ini dapat juga berinteraksi secara simultan dengan sel tipe lain atau dengan komponen komplemen, kinin atau sistem fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi fagosit, pembekuan darah atau penyembuhan luka. Respon imun dapat bersifat lokal atau sistemik dan akan berhenti bila antigen sudah berhasil dieliminasi melalui mekanisme kontrol. Peran Major Histocompatibility Complex (MHC) Respon imun sebagian besar antigen hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan diproses serta dipresentasikan oleh sel APC. Oleh karena itu, sel T hanya mengenal imunogen yang terikat pada protein MHC pada permukaan sel lain. terdapat 2 kelas MHC yaitu: 1. Protein MHC kelas I. Diekspresikan oleh semua tipe sel somatik dan digunakan untuk presentasi antigen kepada sel TCD8 yang sebagian besar adalah sel sitotoksik. Hampir sebagian besar sel mempresentasikan antigen ke sel T sitotoksik (sel Tc) serta merupakan target/sasaran dari sel Tc tersebut. MHC kelas I digunakan ketika merepson infeksi virus. 2. Protein MHC kelas II. Diekspresikan hanya oleh makrofag dan beberapa sel lain untuk presentasi antigen kepada sel TCD4 yang sebagian besar adalah sel T helper (Th). Aktivasi sel Th ini diperlukan untuk respon imun yang sesungguhnya dan sel APC dengan MHC kelas II merupakan poros penting dalam mengontrol respon imun tersebut. MHC kelas II digunakan ketika merespon infeksi bakteri. T Helper 1 (Th1) dan T Helper 2 (Th2) Sel-sel T berperan sebagai penghantar imunitas yang dimediasi sel dalam respon imun adaptif yang digunakan untuk mengontrol patogen intraseluler serta meregulasi respon sel B, termasuk aktivasi sel imun lainnya dengan pelepasan sitokin (Uzel 2000). Terdapat dua subset utama limfosit yang dibedakan dengan keberadaan molekul (petanda) permukaan CD4 dan CD8. Limfosit T yang mengekspresikan CD4 juga

dikenal sebagai sel T helper, penghasil sitokin terbanyak. Subset ini dibagi lagi menjadi Th1 dan Th2, dan sitokin yang dihasilkan disebut sebagai sitokin tipe Th1 dan sitokin tipe Th2. Sitokin tipe Th1 cenderung menghasilkan respon proinflamatori yang bertanggung jawab terhadap killingparasit intraseluler dan mengabadikan respon autoimun. Sitokin tipe Th1 terdiri dari interferon gamma, interleukin-2, serta limfotoksin-α yang merangsang imunitas tipe 1, ditandai aktivitas fagositik yang kuat. Respon proinflamatori yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang tidak terkontrol. Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk menetralkan aksi mikrobisidal berlebih yang dimediasi Th1 ini, yaitu dengan respon Th2. Sitokin yang termasuk dalam mekanisme Th2 ini adalah interleukin 4, 5, 9, dan 13, yang disertai IgE dan respon eosinofilik dalam atopi, dan juga interleukin-10, dengan respon yang lebih bersifat anti-inflamatori. Imunitas tipe 2 yang distimulasi Th2 ditandai dengan kadar antibodi tinggi (Berger 2000). Bagi kebanyakan infeksi, imunitas tipe 1 bersifat protektif, sedang respon tipe 2 membantu resolusi inflamasi yang dimediasi sel. Stres sistemik yang berat, imunosupresi, atau inokulasi mikrobial yang berlebihan (overwhelming) mengakibatkan sistem imun meningkatkan respon tipe 2 terhadap infeksi yang seharusnya dikendalikan oleh imunitas tipe 1 (Spellberg 2001). Kemungkinan prekursor sel-t penolong akan menjadi sel tipe 1 atau tipe 2 tergantung pada beberapa faktor, yaitu dilihat dari sudut pandang patogen seperti sifat dan kuantitas patogen, route infeksi, pengaruh komponen imunomodulator dan infeksi bersamaan, serta faktor pejamu termasuk predisposisi genetik, jumlah sel-t yang merespon, kompleks histokompatiliti mayor haplotype individu, sifat sel yang mempresentasikan antigen, serta lingkungan sitokin sel-t selama dan pasca aktivasi (Nahid 1999).

Molekul MHC Gen MHC masih punya kaitan dengan gen imunoglobulin dan gen reseptor sel T (TCR), yaitu tergabung dalam keluarga supergen imunogobulin, tetapi selama perkembangannya dia tidak mengalami penataan kembali seperti yang terjadi pada gen imunoglobulin dan TCR. Daerah MHC sangat luas yaitu sekitar 3500 kb di lengan kromosom 6 yang meliputi regio yang mengkode MHC kelas I, II dan III, serta protein dan gen lain yang belum dikenal yang berperan penting pada sistem imun. Gen MHC adalah gen multigenik karena beberapa gen terkait MHC mengkode berbagai molekul MHC yang berbeda. Gen MHC pada setiap populasi juga memiliki banyak alel sehingga disebut gen polimorfik. Semua alel pada gen MHC yang berada pada satu kromosom disebut haplotip MHC. Setiap individu memiliki dua haplotip yang berasal dari ayah dan ibunya. Molekul HLA kelas I (MHC Class I) Molekul HLA kelas I terdapat pada hampir semua permukaan sel mamalia yang memiliki inti sel, dan berfungsi mempresentasikan antigen kepada sel T CD8. Ekspresi MHC kelas I diperlukan keberadaannya di dalam timus untuk berperan dalam proses maturasi sel CD8. Terdapat 3 macam molekul MHC kelas I yang polimorfik pada manusia, yaitu HLA-A, HLA-B dan HLA-C. Molekul HLA kelas I tersusun dari rantai berat a polimorfik yang berpasangan secara nonkovalen dengan rantai non polimorfik b2-mikroglobulin. Rantai a mengandung 338 asam amino dan terdiri atas 3 bagian, yaitu regio hidrofilik ekstraseluler, regio hidrofobik transmembran dan regio hidrofilik intraseluler; regio ekstraseluler membentuk 3 domain a1, a2 dan a3; domain a2 dan b2-mikroglobulin membentuk struktur mirip imunoglobulin namun tanpa kemampuan yang memadai untuk mengikat antigen. Molekul HLA kelas II (MHC Class II) Molekul ini terdapat pada sel APC (Antigen Presenting Cells) yang merupakan sel yang mempresentasikan antigen secara profesional, yaitu sel makrofag & monosit, sel B, sel T aktif, sel dendrit, sel langerhans kulit, dan sel epitel yang biasanya timbul setelah ada rangsangan sitokin. Fungsi molekul MHC kelas II adalah presentasi antigen kepada sel T CD4 yang merupakan sentral respon imun, dan molekul ini diperlukan keberadaannya di dalam timus untuk membantu maturasi sel CD4. Terdapat 3 macam molekul MHC kelas II polimorfik pada manusia, yaitu HLA-DR, HLA-DQ, dan HLA-DP. Penyusun HLA kelas II adalah 2 rantai polimorfik a dan b yang terikat secara nonkovalen yang masing-masing terdiri atas 229 dan 237 asam amino yang membentuk 2 domain. Rantai a dan b HLA kelas II tersusun dari regio hidrofilik ekstraseluler, regio hidrofobik transmembran dan regio hidrofilik

intraseluler. Terdapat rantai invarian yang merupakan rantai non polimorfik yang berperan dalam pembentukan dan transport molekul MHC kelas II dengan antigen. Gen Respon Imun Gen respon imun Ir mirip dengan MHC kelas II sehingga diduga molekul MHC kelas II adalah produk dari gen IR; studi struktur molekul MHC kelas I & II, serta terdapatnya tempat ikatan antigen pada molekul kelas II memperkuat dugaan bahwa MHC kelas II merupakan mediator dari gen Ir. MHC kelas II memiliki tempat ikatan antigen yang beraneka ragam, memiliki variasi kemampuan mengikat antigen spesifik dan hanya molekul MHC kelas II tertentu yang bisa mempresentasikan antigen tertentu. MHC / HLA Class II dan Penyakit Kelainan Dasar Imunologi Beberapa alel spesifik memiliki hubungan dengan penyakit kelainan dasar imunologi, sebagian besar terkait dengan MHC kelas II. Hubungan tersebut dinilai dengan risiko relatif; semakin besar nilai alel HLA tertentu, semakin besar pula risiko penyakit pada orang yang memilikinya. Hipotesis hubungan HLA dengan penyakit diantaranya adalah: (1) molekul HLA berperan sebagai reseptor etiologi penyakit (misalnya virus dan toksin), seperti molekul CD4 yang berperan sebagai reseptor HIV. (2) HLA bersifat selektif terhadap antigen, yaitu hanya pada lekukan tertentu saja yang mengikat antigen tertentu dan menyebabkan individu yang memilikinya menderita sakit (3) HLA memiliki kemiripan molekul dengan agen penyebab penyakit, ada dua alternatif: (a) agen penyebab dianggap sebagai antigen diri (self) maka tidak ada respon imun atau (b) agen penyebab dianggap antigen asing (non self) sehingga menimbulkan respon imun yang menyerang HLA sehingga terjadi kerusakan jaringan seperti pada kasus autoimun (4) Terjadi penyimpangan ekspresi molekul HLA kelas II pada sel yang tidak biasa; saat terjadi proses rutin degradasi molekul spesifik pada permukaan sel akan menyebabkan fragmen peptida terikat pada tempat ikatan antigen molekul kelas II sehingga terbentuk kompleks imun yang merangsang respon imun terhadap molekul spesifik tersebut. Penangkapan dan Presentasi Antigen Terjadinya respon imun spesifik dimulai saat reseptor pada limfosit mengenali antigen. Reseptor limfosit B berupa antibodi yang terikat di membran dapat mengenali bermacam makromolekul serta bahan kimia kecil yang terlarut pada

permukaan sel, sedangkan limfosit T hanya dapat mengenali fragmen peptida dari antigen protein setelah peptida tersebut dipresentasikan oleh MHC pada sel pejamu. Pengenalan Antigen oleh Sel Limfosit Sebagian besar limfosit T mengenali antigen peptida yang terikat pada molekul MHC pada sel APC. Pada setiap individu berbagai klon sel T dapat mengenali peptida tersebut, dan disebut restriksi MHC. Setiap sel T punya spesifitas ganda, T cell receptor (TCR) mengenali peptida antigen dan sekaligus mengenali molekul MHC yang membawanya. Limfosit T naif memerlukan APC agar dapat memulai respon imun. Penangkapan Antigen Protein oleh APC Antigen protein yang masuk ke tubuh akan ditangkap oleh APC, dikumpulkan di organ limfoid perifer dan memicu respon imun. Pada epitel yang merupakan pertahanan fisik terhadap infeksi, terkandung sekumpulan APC golongan sel dendrit yang masih imatur dan belum efisien dalam menstimulasi sel T. Sel dendrit menangkap antigen mikroba yang masuk ke epitel dengan cara (1) fagositosis apabila antigen berwujud partikel, dan (2) pinositosis untuk antigen terlarut. Reseptor pada sel dendrit akan mengenali residu manosa terminal pada glikoprotein mikroba. Saat makrofag dan sel epitel bertemu mikroba maka epitel akan mengeluarkan sitokin tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin I (IL-I). Sitokin menyebabkan sel dendrit yang telah menangkap antigen terlepas dari epitel. Reseptor kemokin yang dihasilkan kelenjar getah bening yang penuh sel T akan mengarahkan sel dendrit menuju pembuluh limfe, kemudian bergerak ke kelenjar getah bening regional, dan selama migrasi tersebut sel dendrit akan mengalami maturasi dari semula sel yang menangkap antigen menjadi sel APC yang menstimulasi limfosit T. Pada proses maturasi terjadi sintesis molekul MHC dan kostimulatornya, selanjutnya diekspresikan di permukaan APC. Mikroba yang berhasil menembus epitel dan memasuki jaringan parenkim akan ditangkap oleh sel dendrit imatur dan dibawa ke kelenjar getah bening; sedangkan antigen terlarut di saluran limfe akan diambil sel dendrit di kelenjar getah bening; dan antigen dalam darah diambil oleh sel dendrit dalam limfa. Antigen protein dikumpulkan dalam kelenjar getah bening sehingga bertemu sel T naif yang rutin bersirkulasi melewati getah bening minimal sehari sekali. Respon sel T naif terhadap antigen terhitung efisien, dimulai di kelenjar getah bening dalam waktu 12-18 jam setelah masuknya antigen ke dalam tubuh. Pada respon imun tergantung sel T (T cell dependent immune response)interdigitating dendritic cells merupakan sel yang paling potensial mengaktifasi sel T naif. Sel dendrit juga mempengaruhi sifat respon imun, misalnya

terdapat sel dendrit yang mengarahkan diferensiasi sel T CD4 naif untuk melawan satu jenis mikroba. Jenis sel APC yang lain adalah makrofag yang tersebar di semua jaringan, yang pada respon imun selular berfungsi memfagosit mikroba dan mempresentasikan pada sel T efektor. Selanjutnya sel T efektor mangaktivasi makrofag agar membunuh mikroba. Limfosit B yang teraktivasi akan berperan penting dalam respon imun humoral, yaitu mencerna antigen protein dan mempresentasikan pada sel T helper. Sel APC dapat memulai respon sel T CD8 terhadap antigen mikroba seluler dengan cara memakan sel yang terinfeksi dan mempresentasikan antigen kepada limfosit T CD8. Selanjutnya sel T naif akan teraktivasi menjadi spesifik terhadap antigen tersebut. Presentasi oleh sel T yang memakan sel terinfeksi bisa juga dilakukan terhadap sel T CD4. Peran MHC Molekul MHC kelas I dan II adalah protein membran yang mengandungpeptide binding cleft pada ujung amino terminal yang berfungsi mengikat peptida antigen protein dan membawanya agar dikenali sel T. Sehubungan hanya terdapat satu lekukan, maka setiap molekul MHC setiap kali hanya bisa mempresentasikan satu peptida, walaupun sebenarnya punya kemampuan mempresentasikan beberapa jenis peptida. Proses presentasi antigen endogen dan eksogen berbeda. Antigen endogen dipecah menjadi peptida, ditranspor dari sitoplasma ke retikulum endoplasma oleh suatu protein transporter associated with antigen processing (TAP-1 dan TAP-2), selanjutnya komplek MHC-peptida dibawa ke permukaan sel. Sintesis molekul MHC kelas II oleh APC di dalam retikulum endoplasma (RE) dilakukan terus menerus; dan selama di RE molekul MHC kelas II dicegah berikatan dengan peptida dalam lumen oleh protein MHC class II-associated invariant chain yang mengandung dua sekuens, yaitu class II invariant chain peptida (CLIP) yang berikatan erat dengan peptida binding cleft. Invariant chain juga membawa MHC kelas II ke endosom untuk berikatan dengan peptida antigen yang telah diproses; di dalam endosom terdapat protein DM yang berfungsi melepaskan CLIP sehingga peptida binding cleftterbuka untuk menerima peptida. Jika terjadi ikatan peptida dengan MHC kelas II maka akan terbentuk komplek yang stabil dan bergerak menuju permukaan sel. Sebaliknya bila tidak terjadi ikatan, maka MHC menjadi tidak stabil dan dihancurkan oleh protease endosom. Dari satu antigen yang dipecah menjadi beberapa peptida hanya ada satu atau dua peptida yang disebut immunodominant epitopes yang berikatan dengan MHC. Antigen endogen diproses dalam retikulum endoplasma dan dipresentasikan oleh MHC kelas I kepada sel T CD8, sedangkan antigen eksogen diproses dalam lisosom dan dipresentasikan oleh MHC kelas II kepada sel T CD4.

Antigen merupakan sinyal pertama aktivasi sel T, sel APC menjadi sinyal kedua aktivasi sel T dan berfungsi menjaga agar respon imun spesifik hanya ditujukan kepada mikroba dan bukan kepada bahan non infeksius yang tidak berbahaya. Beberapa produk mikroba dan respon imun non spesifik dapat mengaktifkan APC untuk mengekspresikan sinyal kedua bagi limfosit. Misalnya pada bakteri penghasil LPS (lipopolisakarida) yang ditangkap APC, kandungan LPS akan menstimulasi APC mengekspresikan protein permukaan yang disebut kostimulator yang akan dikenali reseptornya di sel T dan APC juga mensekresi sitokin yang akan dikenali reseptornya di sel T. Kostimulator dan sitokin berfungsi sebagai sinyal kedua yang bekerjasama dengan pengenalan antigen oleh TCR untuk merangsang proliferasi dan differensiasi sel.