III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertnian, IPB dan laboratorium Flavor Balai Penelitian Padi, Sukamandi. B. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan adalah biji dan fuli pala papua umur petik 4 bulan dan 8 bulan yang berasal dari daerah Fakfak, toluene, air, heksana, akuades, dietil eter, asam laurat (anti buih), Na 2 SO 4 anhydrous, es dan parafin. Alat-alat yang digunakan adalah labu didih, tabung Bidwell-Sterling, oven pengering, desikator, timbangan analitik, gelas ukur 100 ml, alat destilasi, pemanas, kertas saring, labu Soxhlet, blander, gelas ukur 500 ml, labu bundar berukuran 3 l, labu ukur 10 ml, pipet Mohr 1 ml, SDE Liken- Nickerson, labu bundar 150 ml, water bath, vial, parafin, dan alat GC-MS Agilent 7890 A. C. METODE Terlebih dahulu dilakukan analisis penampakan fisik, kadar minyak, dan kadar air sampel. Metode ekstraksi minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan metode Liken-Nickerson (Simultaneous Distillation Extraction) dan dilanjutkan pemekatkan dengan menggunakan kolom vigreux. Setelah minyak atsiri pala papua diperoleh, dilakukan identifikasi komponen minyak atsiri dari fuli dan biji pala papua (Myristica argentea Warb) dengan menggunakan GC-MS. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 5. Sampel (fuli dan biji pala papua) Analisis penampakan fisik Analisis kadar air dan kadar lemak Ekstraksi minyak atsiri Pemekatan minyak atsiri Identifikasi komponen dengan GC-MS Kromatogram Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian
D. PROSEDUR ANALISIS 1. Analisis Kadar Air Metode Destilasi Azeotropik (SNI 01-3181-1992 yang Termodifikasi Diacu dalam Faridah et.al 2010) Labu didih dan tabung Bidwell-Sterling dikeringkan dalam oven bersuhu 105 C dan didinginkan dalam desikator. Sebanyak 3 g sampel (Ws) dimasukkan dalam labu didih yang telah dikeringkan dan ditambahkan 60-80 ml toluena. Alat destilasi, labu didih, dan pemanas dirangkai dan direfluks dengan suhu rendah (skala hot plate 4-5) selama 45 menit. Suhu dinaikkan (menjadi skala 8) dan dilakukan pemanasan selama 60-90 menit. Hasil analisis dapat dibaca dengan melihat volume air yang terdestilasi (Vs). Untuk menetapkan faktor destilasi, labu didih dan tabung Bidwell-Sterling dikeringkan dalam oven bersuhu 105 C dan didinginkan dalam desikator. Air sebanyak 4 g dimasukan kedalam labu (W), kemudian ditambah toluene 60-80 ml. Alat destilasi, labu didih, dan pemanas dirangkai dan direfluks dengan suhu rendah (skala hot plate 4-5) selama 45 menit kemudian volume air yang terdestilasi dapat dibaca (V). Analisis kadar air dilakukan secara duplo. Diagram alir analisis kadar air disajikan pada Gambar 6. 3 g sampel (Ws) 60-80 ml toluena Dimasukkan dalam labu didih (yang sudah dikeringkan pada oven 105 C dan didinginkan dalam desikator) Direfluks dengan suhu rendah (skala hot plate 4-5) selama 45 menit Direfluks dengan suhu tinggi (skala hot plate 8) selama 60-90 menit Pengukuran volume air yang terdestilasi (Vs) Perhitungan kadar air Gambar 6. Diagram alir analisis kadar air metode destilasi azeotropik Kadar air bahan dapat dihitung dengan rumus: Kadar air = x FD x 100% 15
dimana: Ws = berat contoh (g) Vs = Volume air yang didestilasi dari contoh (ml) FD = factor destilasi (g/ml) Faktor destilasi (FD) dihitung dengan rumus berikut: FD = dimana: W = berat air yang akan didestilasi (g) V = volume air yang terdestilasi (ml) 2. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995) Sejumlah 2-3 g sampel dibungkus dengan kertas saring (berbentuk selongsong) yang dialasi dengan kapas. Selongsong yang telah disumbat kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80 o C selama 1 jam. Setelah itu selongsong berisi sampel dimasukkan ke labu Soxhlet kering (yang sudah dikeringkan pada oven 105 C dan didinginkan dalam desikator). Heksana dituang ke dalam labu Soxhlet kemudian sampel di-refluks selama 6 jam. Labu Soxhlet tersebut kemudian dimasukkan ke oven bersuhu 105 o C hingga seluruh sisa pelarut (heksana) menguap. Labu yang berisi lemak hasil destilasi didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Diagram alir analisis kadar lemak disajikan pada Gambar 7. 2-3 gr sampel Kertas saring (berbentuk selongsong) yang dialasi dengan kapas Dikeringkan dalam oven pada suhu 80 o C selama 1 jam 80 ml heksan Dimasukkan ke labu Soxhlet kering Direfluks selama 6 jam Labu Soxhlet dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 o C Labu Soxhlet didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang Penghitungan kadar lemak Gambar 7. Diagram alir analisis kadar lemak metode Soxhlet 16
Analisis lemak dilakukan secara duplo. Kadar lemak dihitung dengan rumus: Kadar lemak (%) = a b c 100% Keterangan: a = berat labu dan sampel awal (g) b = berat labu dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g) 3. Destilasi Minyak Atsiri dengan Menggunakan Metode Likens-Nickerson (Simultaneous Distillation Extraction) Sampel biji ditimbang sebanyak 250 g dan ditambah 500 ml akuades (1:2) kemudian diblander sampai hancur. Sedangkan untuk fuli, sampel ditimbang sebanyak 200 g dan ditambahkan 800 ml akuades (1:4) kemudian di-blander. Sampel yang sudah di-blander dimasukkan ke dalam labu bundar berukuran 3 l. Sampel kemudian ditambah 1 g asam laurat (anti buih). Labu ditempatkan di atas heater. Campuran tersebut lalu didestilasi secara simultan menggunakan alat SDE Liken-Nickerson dengan pelarut dietil eter sebanyak 50 ml di labu yang berbeda. Masingmasing labu dipanaskan pada suhu titik didihnya hingga menguap, sehingga uap dari sampel dan dietil eter bertemu di dalam alat Liken-Nickerson. Destilasi dilakukan selama 1 jam (dihitung setelah sampel mendidih). Ekstrak yang telah didapat kemudian ditambahkan dengan Na 2 SO 4 anhydrous hingga tidak ada lagi Na 2 SO 4 yang menggumpal. Natrium sulfat anhydrous berfungsi untuk mengikat air yang masih tersisa setelah proses pemisahan. Destilasi yang didapatkan kemudian dipekatkan dengan menggunakan kolom vigreux dengan suhu lebih tinggi 5-10 C di atas titik didih pelarut (dietil eter) sekitar 50 C sampai volumenya konstan. Ekstrak dimasukan kedalam vial dan diberi lapisan parafin. Ekstraksi dilakukan secara simplo. Diagram alir ekstraksi atsiri disajikan pada Gambar 8. 250 g biji + 500 ml air di-blander 200 g biji + 800 ml air di-blander 1 g asam laurat Dimasukkan dalam labu bundar 3 l (labu sampel) 50 ml dietil eter dalam labu pelarut 200 ml Didestilasi dengan alat SDE Liken-Nickerson selama 1 jam: Labu sampel dengan suhu 100 C Labu pelarut dengan suhu 45 C 1 g asam laurat Minyak atsiri dalam pelarut (labu pelarut) Dipekatkan dengan kolom vigreux pada suhu 50 C sampai volumenya konstan Pekatan minyak atsiri dimasukkan dalam vial tertutup Gambar 8. Diagram alir ekstraksi minyak atsiri dengan SDE Liken-Nickerson 17
4. Analisis Komposisi Minyak Atsiri Menggunakan GC-MS Hasil destilasi minyak atsiri kemudian diinjeksikan pada alat GC-MS. Injeksi dilakukan duplo untuk setiap sampel. Hasil injeksi minyak atsiri terdeteksi dalam bentuk peak yang mempunyai waktu retensi yang berbeda. Waktu retensi adalah waktu dimana peak muncul setelah melewati kolom GC dihitung sejak injeksi sampel. Perbedaan waktu retensi dari tiap senyawa disebabkan oleh perbedaan pemisahan komponen karena perbedaan interaksi tiap senyawa dengan kolom dan suhu yang digunakan. Kondisi setting GC-MS yang digunakan adalah sebagai berikut: GC-MS Merek : Agilent 7890 A Kolom : Agilent HP 5 MS (30 m x 250 µm x 0.25 µm) Gas pembawa : helium (He) Tekanan : 9.43 psi Suhu awal : 60 C Suhu akhir : 240 C Kenaikan suhu : 3 C/menit sampai 240 C Suhu injector : 250 C Suhu detector : 270 C Detektor : EI (electron impek) Energy : 1.25 kv Volume sampel : 0.5 µl. Setiap puncak dari kromatogram yang dihasilkan diidentifikasi massanya dan fragmenfragmen massa yang dihasilkan. Kemudian fragmen tersebut dibandingkan dengan fragmen massa dari senyawa yang telah diketahui menggunakan bank data dari National Institute Standard of Technology (NIST) Library (Chairul dan Sri yang termodifikasi 2000). Setelah didapat senyawa-senyawa yang mungkin (berdasarkan NIST Library), kemudian masing-masing senyawa dikelompokkan berdasarkan nilai similarity (kesamaan) dari masingmasing senyawa. Senyawa yang digunakan dalam penelitian ini adalah senyawa yang memiliki similarity di atas atau sama dengan 70 %. Jika terdapat senyawa yang memiliki nilai similarity dibawah 70 %, namun senyawa tersebut merupakan senyawa yang sering muncul pada pala jenis lain maka senyawa tersebut akan digunakan. Jumlah senyawa disajikan dalam satuan persen (%) luas area. Satuan ini bersifat semi kuantitatif karena data yang digunakan hanya menyajikan perbandingan senyawa yang terbaca oleh GC-MS dalam luas area kromatogram. Data ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui komponen volatil dominan yang ada dalam sampel dan dapat merepresentasikan jumlah senyawa volatil di dalam minyak atsiri. Diagram alir penentuan senyawa dalam minyak atsiri pala papua disajikan pada Gambar 9. 18
Minyak atsiri dalam vial tertutup Diinjeksikan pada GC-MS Laporan identifikasi senyawa dengan NIST library Analisis setiap data senyawa berdasarkan nilai similarity Jika nilai similarity < 70 % Jika nilai similarity >= 70 Senyawa dicocokkan dengan senyawa yang ada pada pala jenis lain (secara umum) Jika tidak sesuai Senyawa tidak dimasukkan sebagai senyawa dalam pala papua Senyawa diterima sebagai senyawa dalam pala papua Jika sesuai Senyawa diterima sebagai senyawa dalam pala papua Gambar 9. Diagram alir penentuan senyawa dalam minyak atsiri pala papua 19