PROSPEK PENGEMBANGAN DAN PERKIRAAN KEBUTUHAN INVESTASI PERTANIAN DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan I. PENDAHULUAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN: Tinjauan Aspek Sumberdaya Lahan

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

Sumber Daya Lahan untuk Kedelai di Indonesia

REVITALISASI PERTANIAN

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN No.60/Kpts/RC.110/4/08 TENTANG

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG

8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan


Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

INDONESIA Percentage below / above median

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

CAPAIAN PRODUKSI PADI TAHUN 2014

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis : Rangkuman Kebutuhan Investasi AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BERITA RESMI STATISTIK

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Kegiatan Penelitian. Kegiatan Penelitian

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Keynote Speech. Menteri Pertanian Republik Indonesia PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

ARAH PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

AGRIBISNIS Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Revitalisasi Pertanian, Pembangunan Agribisnis dan Pengurangan Kemiskinan.

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014

POTENSI LAHAN MENDUKUNG REVITALISASI PERTANIAN

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

Transkripsi:

PROSPEK PENGEMBANGAN DAN PERKIRAAN KEBUTUHAN INVESTASI PERTANIAN DI INDONESIA I. PENDAHULUAN Program Revitalisasi Pertanian yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005 dilatar belakangi oleh fakta empiris bahwa sektor pertanian, perikanan dan perkebunan masih tetap berperan vital dalam mewujudkan tujuan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum, namun vitalitas kinerjanya kini cenderung mengalami degradasi sehingga perlu segera direvitalisasi secara sungguh-sungguh. Revitalisasi pertanian merupakan pernyataan politik pemerintah untuk menjadikan sektor pertanian sebagai prioritas pembangunan nasional. Agenda pokok Revitalisasi Pertanian ialah membalik tren penurunan dan mengakselerasi peningkatan produksi dan nilai tambah usaha pertanian. Faktor kunci untuk itu ialah peningkatan dan perluasan kapasitas produksi melalui renovasi, penumbuh-kembangan dan restrukturisasi agribisnis, kelembagaan maupun infrastruktur penunjang. Peningkatan dan perluasan kapasitas produksi diwujudkan melalui investasi bisnis maupun investasi infrastruktur. Pada intinya, investasi adalah modal yang digunakan untuk meningkatkan atau memfasilitasi peningkatan kapasitas produksi. Pemerintah bukanlah pelaku usaha. Usaha ekonomi sebesar-besarnya dilaksanakan oleh swasta, baik perorangan (masyarakat) maupun perusahaan. Oleh karena itu, investasi usaha sepenuhnya dilakukan oleh swasta. Peran pemerintah terutama adalah dalam pembangunan infrastruktur publik, insentif dan regulasi yang esensial untuk pertumbuh-kembangan perusahaanswasta. Investasi infrastruktur yang dilaksanakan pemerintah komplementer dan fasilitator bagi investasi usaha yang dilaksanakan pengusaha. Tujuan swasta melakukan investasi ialah untuk memperoleh laba sebesarbesarnya. Informasi mengenai peluang bidang usaha dan lokasi yang prospektif untuk meraih laba amatlah esensial bagi investor swasta. Termasuk dalam hal ini adalah arah kebijakan pemerintah yang akan menentukan ketersediaan fasilitasi pendukung, utamanya infrastruktur publik dan insentif berusaha. IV-155

Sehubungan dengan itu, sebagai salah satu agenda operasionalisasi Revitalisasi Pertanian, Departemen Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mengambil tindakan proaktif menerbitkan buku tentang arah kebijakan dan prospek investasi untuk 17 komoditas pertanian usaha jasa alat dan mesin pertanian serta potensi pengembangan lahan pertanian yang dipandang diperlukan oleh swasta dalam merencanakan investasinya. Buku ini merupakan ringkasan dari 17 buku tersebut. Investor yang berminat memperoleh informasi lebih rinci tentang komoditas tertentu dapat membaca buku tentang komoditas tersebut. II. VISI, ARAH, DAN PETA JALAN PEMBANGUNAN PERTANIAN Visi pembangunan pertanian jangka panjang dirumuskan sebagai berikut: Terwujudnya sistem pertanian industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian. Tujuan akhir pembangunan pertanian adalah mewujudkan masyarakat pertanian sejahtera. Oleh karena itu, pembangunan jangka panjang sektor pertanian diorientasikan pada peningkatan kualitas hidup masyarakat pertanian dengan sasaran sebagai berikut: 1. Terwujudnya Sistem Pertanian Industrial Yang Berdayasaing Sistem pertanian industrial dicirikan oleh usaha pertanian bernilai tambah tinggi dan terintegrasi dalam satu rantai pasok (supply chain) berdasarkan relasi kemitraan sinergis dan adil dengan bertumpu pada sumberdaya nasional, kearifan lokal serta ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan. Sistem pertanian industrial adalah sosok pertanian ideal yang merupakan keharusan agar usaha pertanian dapat bertahan hidup dan tumbuh berkembang secara berkelanjutan dalam tatanan lingkungan persaingan global yang makin ketat. 2. Mantapnya Ketahanan Pangan Secara Mandiri Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri berarti terpenuhinya pasokan pangan dan terjaminnya akses pangan sesuai kebutuhan bagi seluruh masyarakat dengan mengandalkan produksi dalam negeri dan kemampuan daya IV-156

beli masyarakat. Upaya pemantapan ketahanan pangan tidak boleh merugikan, malah harus didasarkan sebagai bagian integral dari upaya peningkatan kesejahteraan petani. 3. Terciptanya Kesempatan Kerja Penuh Bagi Masyarakat Pertanian Dalam jangka panjang diharapkan seluruh angkatan kerja pertanian mendapatkan pekerjaan penuh sehingga pengangguran terbuka maupun terselubung tidak lagi terjadi secara permanen. Faktor kunci untuk itu ialah meningkatknya kesempatan kerja di pedesaan dan berkembangnya tekanan penyerapan tenaga kerja di pertanian. 4. Terhapusnya Masyarakat Pertanian dari Kemiskinan dan Tercapainya Pendapatan Petani US$ 2500/kapita/tahun Berkurangnya jumlah masyarakat tani miskin dan meningkatnya pendapatan petani merupakan prasyarat terwujudnya kesejahteraan masyarakat tani yang menjadi sasaran akhir pembangunan pertanian. Ini hanya dapat diwujudkan melalui peningkatan skala usahatani, peningkatan produktivitas dan pengurangan tekanan penduduk pada usaha pertanian. Garis-garis besar kebijakan yang akan dilakukan adalah : 1. Membangun Basis bagi Partisipasi Petani Basis partisipasi petani perlu dibangun dengan kuat agar mereka mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan sehingga mampu memperoleh hasil sebesar-besarnya dan terdistribusi secara adil dan merata. Basis partisipasi petani untuk mengakses modal, faktor-faktor produksi serta insentif dan fasilitasi kebijakan pemerintah dibangun agar petani mampu mengaktualisasikan kegiatan usahataninya secara optimal untuk menunjang peningkatan pendapatannya. Untuk itu, aturan dna peraturan keagrarian akan digunakan, individu petani akan diberdayakan dan organisasi petani akan ditumbuh-kembangkan. 2. Meningkatkan Potensi Basis Produksi dan Skala Usaha Pertanian Basis usaha pertanian ditingkatkan melalui revitalisasi, ekstensifikasi dan diversifikasi utamanya pembukaan areal baru khususnya di Luar Jawa, dengan memacu investasi swasta baik usaha pertanian rakyat maupun perusahaan besar pertanian yang bermitra dengan usaha pertanian rakyat dengan dukungan fasilitasi komplementer dan insentif dari pemerintah. Peningkatan potensi basis IV-157

produksi dikembangkan dengan sasaran peningkatan skala usaha, peningkatan dan perluasan kapasitas produksi agregat dan penyeimbangan pemanfaatan lahan antar wilayah di Indonesia. Peningkatan skala usaha pertanian juga dilakukan melalui pengembangan usaha kooperatif, serta penyediaan lapangan kerja non-pertanian guna mengurangi tekanan tenaga kerja terhadap pertanian utamanya melalui pengembangan industri di pedesaan. 3. Mewujudkan Pemenuhan Kebutuhan Sumberdaya Insani Pertanian Yang Berkualitas Peningkatan kualitas sumberdaya manusia ini difokuskan pada peningkatan kemampuan penguasaan teknologi, kewirausahaan dan manajemen usaha tani melalui pengembangan sistem pendidikan dan penyuluhan pertanian. Kebijakan ini diimplementasikan dalam bentuk revitalisasi sistem pendidikan dan penyuluhan pertanian guna menciptakan insan pertanian berkualitas yang mampu menguasai dan menerapkan teknologi serta mengelola usahataninya secara efisien. 4. Mewujudkan Pemenuhan Kebutuhan Infrastruktur Pertanian Kebutuhan infrastruktur pertanian utamanya sarana irigasi, jalan pertanian dan pedesaan, kelistrikan dan telekomunikasi pedesaan serta pasar pertanian yang bersifat publik dibangun selengkap mungkin oleh pemerintah dengan memberikan kesempatan kepada swasta untuk turut berpartisipasi pada bidangbidang tertentu yang mungkin diusahakan secara komersial. 5. Mewujudkan Sistem Pembiayaan Pertanian Tepat Guna Sistem pembiayaan pertanian yang sesuai dengan karakteristik petani dibangun dengan menumbuh kembangkan lembaga keuangan khusus yang melayani pertanian, baik berupa bank pertanian maupun lembaga keuangan mikro. Pemerintah akan memberikan dukungan dan insentif mencakup perlakuan khusus dan berbeda, penjaminan kredit dana talangan dan subsidi harga. 6. Mewujudkan Sistem Inovasi Pertanian Sistem inovasi pertanian dibangun dengan lembaga penelitian pemerintah sebagai penggerak utamanya dan lembaga penelitian swasta sebagai komplementaritasnya. Sistem inovasi pertanian mengintegrasikan lembaga IV-158

penelitian penghasil IPTEK dasar, lembaga pemerintah atau swasta sebagai pengganda dan penyalur IPTEK, lembaga penyuluhan sebagai fasilitator penerimaan IPTEK tersebut kepada petani. Penguasaan bioteknologi diperlukan dalam rangka membangun sistem produksi yang mampu merespon preferensi konsumen untuk meningkatkan daya saing produk yang bersangkutan. Pada akhir tahun 2025, bioteknologi akan menjadi penggerak utama sistem pertanian industrial. 7. Penyediaan Sistem Insentif dan Perlindungan Bagi Petani Penyediaan insentif dan perlindungan bagi petani dilakukan untuk merangsang peningkatan produksi, investasi dan efisiensi usaha pertanian melalui kebijakan mikro maupun makro meliputi kebijakan insentif subsidi dan perlindungan harga input dan output, fiskal, moneter dan perdagangan. Kebijakan insentif mencakup pemberian jaminan harga, subsidi dan keringan pajak. Perlindungan bagi petani mencakup pengamanan dari praktek perdagangan yang tidak adil, resiko pasar dan gagal panen akibat anomali iklim. 8. Mewujudkan Sistem Usahatani Bernilai Tinggi Melalui Intensifikasi Diversifikasi dan Pewilayahan Pengembangan Komoditas Unggulan Usaha pertanian rumah tangga diarahkan untuk mengembangkan sistem usaha intensifikasi diversifikasi atau multi usaha intensif. Regionalisasi pengembangan komoditas unggulan diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pertanian dan mendorong investasi baru berdasarkan keunggulan komparatif wilayah. Dalam kaitan dengan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pertanian. Sesuai dengan perubahan struktur perekonomian maka pertanian di Jawa diarahkan untuk pengembangan komoditas bernilai tinggi (high value commodities) seperti hortikultura, sedangkan pengembangan komoditas pangan diarahkan ke Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Pengembangan komoditas perkebunan diarahkan ke Papua dan Maluku. Pengembangan komoditas peternakan berbasis lahan diarahkan ke Bali dan Nusa Tenggara 9. Mewujudkan Agroindustri Berbasis Pertanian Domestik di Pedesaan Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah disepanjang alur vertikal sistem komoditas pertanian melalui pengembangan produk agroindustri berbasis sumberdaya domestik dan ilmu pengetahuan dan teknologi inovasi serta berlokasi di pedesaan. Dengan terwujudnya agroindustri, maka kontribusi sektor IV-159

pertanian terhadap nilai tambah dan kesempatan kerja terhadap perekonomian pedesaan makin meningkat. Agroindustri akan menjadi satu pilar sistem pertanian industrial yang akan menjadi fondasi struktur ekonomi nasional pada akhir tahun 2025. 10. Mewujudkan Sistem rantai Pasok Terpadu Berbasis Kelembagaan Pertanian Yang Kokoh Pengembangan rantai pasok terpadu komoditas pertanian secara vertikal dibangun berdasarkan sistem kemitraan yang sehat dan adil. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan regulator yang kredibel dan adil untuk mewujudkan pertumbuhan sektor pertanian yang berkelanjutan. Pengembangan rantai pasok tersebut harus berbasis kelembagaan pertanian yang kokoh sebagai perekat relasi semua komponen di dalam sistem pertanian industrial. Kelembagan pertanian dibangun berdasarkan prinsip kemitraan setara, sehat dan berkeadilan. 11. Menerapkan Praktek Pertanian dan Manufaktur yang Baik Praktek pertanian yang baik merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan sistem pertanian industrial berdaya saing dan berwawasan lingkungan. Mutu produk pertanian harus dapat dijamin dan ditelusuri sesuai dengan standar persyaratan internasional. Untuk itu pemerintah akan menyusun protokol teknis dan insentif untuk merangsang penerapannya. 12. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik, Bersih dan Berpihak Kepada Petani dan Pertanian Pemerintahan yang baik dan bersih mutlak perlu untuk mewujudkan visi pertanian di atas. Cara penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, yaitu: bersih (clean), berkemampuan (competent), terpercaya (credible) dan secara publik dapat dipertanggungjawabkan (accountable). Faktor kunci untuk itu ialah penghayatan dan pengamalan ruh pembangunan pertanian yakni bersih dan peduli. Berdasarkan visi, sasaran dan arah kebijakan diatas maka peta jalan (road map) transformasi usaha menuju sistim pertanian industri dapat digambarkan seperti pada Gambar 1. Sasaran akhir adalah terwujudnya sistim pertanian industrial yang dapat dibedakan menjadi tiga bentuk: IV-160

Pengusaha besar pertanian Pengusaha Agro Industri Primer Perorangan Perusahaan Agro Industri Sekunder Terpadu Konglomerat Agribisnis Terpadu Skala Integrasi Organisasi Perusahaan Pertanian Skala Menengah Perusahaan Agro Industri Primer Terkoordinasi Perusahaan Agro Industri Sekunder Terkoordinasi Perusahaan Agribisnis Terkoordinasi Usaha Tani Skala Kecil / Mikro Perusahaan Agro Industri primer Skala Kecil / Mikro Perusahaan Agro Industri Skala Kecil / Mikro Rantai Pasok Komoditas Olah Terpadu Usahatani Multi Komoditas Usahatani Kooperatif Multi Komoditas Rantai Pasok Komoditas Primer Terpadu Pendorong kunci : ~ Migrasi ke luar ~ Inovasi teknologi ~ Transformasi ekonomi Proses / mekanisme : Peningkatan nilai Pendorong kunci : Proses : ~ Perluasan basis produksi tambah / pendalaman ~ Inovasi iptek ~ Diversifikasi ~ Optimalisasi skala usaha industri ~ Revolusi super-hiper market ~ Industrialisasi ~ Revolusi ICT ~ Konsolidasi, ~ Globalisasi koordinasi integrasi Gambar 1. Peta jalan proses transformasi menuju sistim pertanian industrial IV-161

III. POTENSI SUMBERDAYA LAHAN 3.1. Potensi Lahan Basah dan Kering Secara umum, Indonesia mempunyai 2 wilayah yang berbeda jenis iklimnya, yaitu wilayah beriklim basah (umumnya di Kawasan Barat Indonesia) dan beriklim kering (di sebagian Kawasan Timur Indonesia). Keragaman tanah dan iklim tersebut merupakan salah satu modal yang sangat besar dalam memproduksi berbagai komoditas pertanian secara berkelanjutan. Oleh karena itu, pemanfaatan potensi sumberdaya lahan tersebut untuk pengembangan pertanian perlu memperhatikan kesesuaian lahannya, agar diperoleh hasil yang optimal. Analisis potensi lahan dan arahan tata ruang untuk pertanian secara nasional, dibuat berdasarkan peta kesesuaian lahan skala 1 : 1.000.000. Penilaian kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan pada beberapa karakteristik lahan, seperti tanah, bahan induk, fisiografi, bentuk wilayah, iklim, dan ketinggian tempat. Lahan-lahan yang sesuai untuk budidaya pertanian dikelompokkan berdasarkan kelompok tanaman yaitu untuk lahan basah dan lahan kering (tanaman semusim dan tanaman tahunan/perkebunan). Pengelompokan lahan tersebut, secara garis besar ditentukan oleh bentuk wilayah dan kelas kelerengan. Tanaman pangan diarahkan pada lahan dengan bentuk wilayah datarbergelombang (lereng < 15%) dan tanaman tahunan/perkebunan pada lahan bergelombang-berbukit (lereng 15-30%). Namun pada kenyataannya, banyak lahan-lahan datar-bergelombang digunakan untuk tanaman tahunan/perkebunan, sehingga tanaman pangan, khususnya di lahan tegalan, tersisihkan dan banyak diusahakan di lahan berbukit hingga bergunung, bahkan ditanam dengan cara membuka lahan-lahan kawasan hutan (kawasan lindung). Berdasarkan kondisi biofisik lahan (bentuk wilayah, lereng, iklim), dari total daratan Indonesia seluas 188,2 juta ha, lahan yang sesuai untuk pertanian seluas 100,8 juta ha, yang terdiri dari 24,5 juta ha untuk lahan basah (sawah) dan 76,3 juta ha untuk lahan kering (Tabel 1). Untuk lahan basah, dari 24,5 juta ha lahan yang sesuai untuk sawah, telah digunakan seluas 7,79 juta ha, sehingga masih tersisa lahan yang berpotensi untuk dijadikan lahan sawah seluas 16,7 juta ha. Potensi lahan basah terluas terdapat di Provinsi Papua, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Untuk potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan padi IV-162

Tabel 1. Luas Lahan yang Sesuai untuk Pertanian Lahan Basah, Lahan Kering Tanaman Semusim dan Kahan Kering Tanaman Tahunan Lahan kering Provinsi Lahan basah Tanaman semusim Tanaman tahunan Jumlah NAD 602.009 180.824 1.493.107 2.275.940 Sumut 1.087.556 1.184.488 2.194.767 4.466.811 Sumbar 601.954 357.378 1.207.401 2.166.733 Riau 784.958 373.471 4.557.023 5.715.452 Jambi 592.341 905.371 1.914.927 3.412.639 Sumsel 1.415.973 1.875.200 2.593.125 5.884.298 Babel 106.639 0 1.204.705 1.311.344 Bengkulu 176.612 198.304 753.550 1.128.466 Lampung 681.395 927.616 921.653 2.530.664 Sumatera 6.049.437 6.002.652 16.840.258 28.892.347 DKI Jakarta 11.267 7.401 30 18.698 Jabar 1.189.044 388.566 1.248.958 2.826.568 Banten 214.196 27.679 382.955 624.830 Jateng 1.503.191 167.361 1.225.791 2.896.343 DI Yogyakarta 101.410 8.286 75.568 185.264 Jatim 1.567.819 526.806 1.533.666 3.628.291 Jawa 4.586.927 1.126.099 4.466.968 10.179.994 Bali 129.023 28.783 67.035 224.841 NTB 153.879 335.123 269.853 758.855 NTT 199.202 786.798 1.200.342 2.186.342 Bali & NT 482.104 1.150.704 1.537.230 3.170.038 Kalbar 566.543 2.705.351 4.961.463 8.233.357 Kalteng 1.097.012 1.570.842 5.353.392 8.021.246 Kalsel 902.270 984.513 817.060 2.703.843 Kaltim 447.042 5.511.574 3.598.562 9.557.178 Kalimantan 3.012.867 10.772.280 14.730.477 28.515.624 Sulut 127.192 32.032 759.762 918.986 Gorontalo 83.069 98.105 210.980 392.154 Sulteng 613.565 119.126 1.347.353 2.080.044 Sulsel 1.181.599 1.134.701 1.608.866 3.925.166 Sultra 380.253 488.693 871.399 1.740.345 Sulawesi 2.385.678 1.872.657 4.798.360 9.056.695 Papua 7.410.407 4.184.873 5.758.480 17.353.760 Maluku 312.322 74.565 1.258.231 1.645.118 Maluku Utara 317.605 143.974 1.500.079 1.961.658 Maluku+Papua 8.040.334 4.403.412 8.516.790 20.960.536 Indonesia 24.557.347 25.327.804 50.890.083 100.775.234 sawah di lahan rawa (pasang surut dan lebak), terluas terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, Riau, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan (Tabel 2). Lahan basah tersebut, selain sesuai untuk budidaya padi sawah, juga dapat digunakan untuk budidaya tanaman palawija (jagung, kedelai). Selain itu, lahan sawah pada daerah yang beriklim agak kering (curah hujan < 1.500 mm/tahun) dan umumnya terdapat di dataran aluvial, dapat juga digunakan untuk pengembangan budidaya bawang merah. IV-163

Tabel 2. Luas Potensi dan Penggunaan Lahan Sawah (Rawa dan non Rawa) Provinsi Lahan sesuai 1) Luas lahan sawah 2) Sisa lahan yang sesuai 3) Rawa Non Rawa Rawa/PS Irigasi Rawa/PS Non rawa Total NA Darussalam 287.715 314.295 1.612 298.516 286.103 15.779 301.882 Sumut 407.550 680.008 64.588 452.895 342.962 227.113 570.075 Sumbar 38.247 563.707 1.048 229.648 37.199 334.059 371.258 Riau 342.743 442.216 37.134 81.053 305.609 361.163 666.772 Jambi 274.037 318.304 84.947 58.033 189.090 260.271 449.361 Sumsel 927.956 488.018 270.933 159.521 657.023 328.497 985.520 Bengkulu 18.132 158.481 10.368 70.891 7.764 87.590 95.354 Lampung 136.236 545.160 37.949 250.663 98.287 294.497 392.784 Babel 0 106.639 59 2.381-59 104.258 104.199 Sumatera 2.432.616 3.616.830 508.638 1.603.601 1.923.978 2.013.229 3.937.207 Dki Jakarta 0 11.267 0 2.895 0 8.372 8.372 Jabar 41.390 1.147.656 967 943.035 40.423 204.621 245.044 Jateng 42.115 1.461.078 1.122 990.032 40.993 471.046 512.039 Di Yogyakarta 0 101.411 0 58.834 0 42.577 42.577 Jatim 40.615 1.527.206 281 1.154.255 40.334 372.951 413.285 Banten 0 214.197 76 192.894-76 21.303 21.227 Jawa 124.120 4.462.815 2.446 3.341.945 121.674 1.120.870 1.242.544 Bali 0 129.025 6 85.122-6 43.903 43.897 NTB 0 153.880 65 198.420-65 -44.540-44.605 NTT 0 199.204 891 113.342-891 85.862 84.971 Bali+NT 0 482.109 962 396.884-962 85.225 84.263 Kalbar 226.983 339.560 90.950 188.545 136.033 151.015 287.048 Kalteng 322.121 774.892 83.711 94.099 238.410 680.793 919.203 Kalsel 692.282 209.989 220.056 182.879 472.226 27.110 499.336 Kaltim 184.415 262.628 17.416 90.771 166.999 171.857 338.856 Kalimantan 1.425.801 1.587.069 412.133 556.294 1.013.668 1.030.775 2.044.443 Sulut 5.789 121.404 126 56.071 5.663 65.333 70.996 Sulteng 74.598 538.969 1.357 132.236 73.241 406.733 479.974 Sulsel 177.944 1.003.656 690 683.855 177.254 319.801 497.055 Sultra 39.266 340.988 764 66.829 38.502 274.159 312.661 Gorontalo 12.829 70.241 40 22.468 12.789 47.773 60.562 Sulawesi 310.426 2.075.259 2.977 961.459 307.449 1.113.800 1.421.249 Maluku 0 312.323 0 0 0 312.323 312.323 Maluku Utara 0 317.606 0 0 0 317.606 317.606 Papua 148.974 7.261.434 0 0 148.974 7.261.434 7.410.408 Maluku+Papua 148.974 7.891.364 0 0 148.974 7.891.364 8.040.338 Indonesia 4.441.937 20.115.445 927.156 6.860.183 3.514.781 13.255.262 16.770.043 Keterangan : 1) Lahan yang sesuai untuk lahan sawah (Puslitbangtanak, 2001) 2) Luas lahan sawah tahun 2002, BPS (2003) 3) Di Jawa sudah tidak tersedia lahan untuk perluasan areal. Sebagian lahan sudah digunakan untuk komoditas lain atau sektor lain di luar pertanian. Diperlukan pemutakhiran data penggunaan lahan sekarang untuk menentukan luas lahan yang tersedia untuk perluasan. IV-164

Khusus untuk lahan kering, data penggunaan secara pasti hingga saat ini belum ada, karena keterbatasan data spasial. Demikian juga untuk lahan perkebunan, dari 16,3 juta ha, hanya 9,5 juta ha yang dapat tergambarkan dalam peta, yaitu perkebunan besar yang mempunyai cakupan cukup luas seperti karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi. Oleh karena itu, belum diketahui dengan pasti berapa luas lahan yang berpotensi dan tersedia untuk perluasan areal pertanian/perkebunan. Namun secara global dapat diperkirakan bahwa dari potensi lahan kering sekitar 76 juta ha, yang sudah dimanfaatkan sekitar 54 juta ha, sehingga masih tersisa sekitar 22 juta ha yang dapat digunakan untuk pengembangan lahan pertanian. Selain potensi lahan yang diuraikan di atas, untuk keperluan pengembangan dalam jangka pendek, telah diidentifikasi lahan tidur (lahan alang-alang) dengan deliniasi kesesuaian pada skala 1 : 50.000 seluas 1,08 juta ha, yang tersebar di 13 provinsi (Tabel 3). Lahan tersebut mempunyai prospek yang sangat baik untuk pengembangan tanaman semusim maupun tahunan, terutama di daerah transmigrasi di mana infrastruktur sudah relatif baik dan tenaga kerja tersedia. Tabel 3. Potensi dan Prioritas Lahan Terlantar untuk Pengembangan Komoditi Pertanian di Indonesia Luas lahan terlantar Prioritas Perluasan Areal Provinsi - ha - Sumatera Barat 19.228 17.931 Riau 290.917 47.113 Jambi 66.576 36.310 Sumatera Selatan 44.425 34.845 Bengkulu 40.428 36.206 Lampung 75.921 75.921 Kalimantan Barat 179.225 111.855 Kalimantan Tengah 25.268 25.268 Kalimantan Timur 55.129 4.519 Kalimantan Selatan 147.877 106.409 Jawa Barat 1.953 1.953 Nusa Tanggara Timur 43.191 16.790 Sulawesi Tenggara 95.391 84.085 Jumlah 1.085.529 599.205 Sumber : Puslitbang Tanah dan Agroklimat (diolah) IV-165

3.2. Pemetaan Lokasi Pengembangan Komoditas Berdasarkan potensi luas lahan yang telah diuraikan di atas, selanjutnya dipetakan kesesuaian lahan untuk pengembangan 12 komoditas pertanian utama yang kegiatan budidayanya berbasis lahan dalam skala yang cukup luas. 12 komoditas tersebut meliputi padi, kedelai, jagung, bawang merah, jeruk, pisang, tebu, kelapa, kelapa sawit, kakao, karet dan cengkeh. Komoditas peternakan (sapi, kambing/domba, dan unggas) dan anggrek tidak diulas lebih lanjut, karena kegiatan usahataninya tidak berbasis lahan atau kalaupun membutuhkan lahan, tidak dalam skala yang terlalu luas. Khusus untuk lahan penggembalaan ternak, potensi yang tersedia diperkirakan mencapai 530 ribu ha, yang tersebar di provinsi Nanggroe Aceh Darusallam, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Lokasi pengembangan untuk 12 komoditi pertanian utama secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4. D:\data\data\Anjak-2005\Prospek Pengembangan dan Perkiraan IV-166

Tabel 4. Potensi Luas lahan untuk pengembangan 13 komoditas pertanian utama Provinsi Luas (Ha) Padi Sawah Padi Gogo Jagung Kedele Bw Merah Pisang Jeruk Sawit Karet Kakao Tebu Kelapa Cengkeh Jumlah NAD - - - 32,005 - - - 454,468 54,435 126,002 - - 26,167 693,077 Sumut - - 1,061,488 50,563-18,620 47,023 285,652 273 195,483 - - 508,611 2,167,713 Sumbar - - 269,076 - - 16,959 182,969 47,796 512,261 - - - - 1,029,061 Riau 291,481 291,077 - - - - - 1,557,863 5 - - 13,620-2,154,046 Jambi - - - - 176,463 141,041 16,828 511,433 144,579 - - - - 990,344 Sumsel 895,697 1,437,075 - - 24,111-262,799 1,350,275 535,036 - - - - 4,504,993 Bengkulu - - - - 157,348 - - - 195,894 - - - - 353,242 Lampung - 802,341 191,883 - - 94,394 - - 135,744 - - - 81,872 1,306,234 Babel - - - - - - - - - - - - - - DKI - - - - - - - - - - - - - - Jabar - 184,160-46,397-265,906 - - - - - - 461,186 957,649 Jateng - - - 212,997 - - - - - - - - 349,514 562,511 DIY - - - 112,132 - - - - - - - - - 112,132 Jatim - - - 555,655 - - - - - 12,169 - - 681,239 1,249,063 Banten - 36,631 - - - - - - - - - - 96,829 133,460 Bali - - - - - 8,389 - - - - - - 70,981 79,370 NTB - - 118,345 181,161 - - - - - - - - - 299,506 NTT - 550,980 263,204 - - - 203,431 - - 81,646 - - - 1,099,261 Kalbar - 2,211,632 367,439 - - 132,188 1,762,105 1,252,371 536,444 - - - 67,152 6,329,331 Kalteng 980,604-130,435 - - 357,666 2,382,721 1,401,236 1,658,695-950,912 32,800-7,895,069 Kalsel 259,020-124,617 - - 71,939 139,063-965,544 - - - - 1,560,183 Kaltim - - 564,783 - - 391,097 520,515 2,830,015 184,247 1,574,150-18,568 125,396 6,208,771 Sulut - - - - - - - - - - - - 418,768 418,768 Sulteng - - - - 132,013-1 215,728-200,385 - - 607,329 1,155,456 Sulsel - - 297,590 75,621 - - 133,933 - - 52,856 - - 405,945 965,945 Sultra - - - - 95,936 - - - - 320,387 - - - 416,323 Gorontalo - - 86,169 - - - - - - - - - 68,586 154,755 Maluku - - - - 198,599 459,127 - - - 325,646 196,442-259,040 1,438,854 Maluku Utara - - - - 357,254 - - - - - - - - 357,254 Papua 9,323,647 - - - 124,146 170,053-1,511,276-2,443,853 4,467,161 - - 18,040,136 TOTAL 11,750,449 5,513,896 3,475,029 1,266,531 1,265,870 2,127,379 5,651,388 11,418,113 4,923,157 5,332,577 5,614,515 64,988 4,228,615 62,632,507 Catatan: Total luas lahan yang sesuai untuk pertanian sekitar 100,8 juta ha IV-167