BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang undang kesehatan RI No. 23 pasal 10 tahun 1992 menyebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam kegiatan, salah satu diantaranya adalah pengawasan terhadap penyehatan makanan dan minuman agar mendukung derajat kesehatan masyarakat (Depkes, 1992). Keselamatan dan kesehatan masyarakat harus dilindungi terhadap pangan yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi, peredaran, dan perdagangan pangan yang tidak benar. Cara produksi dan peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Penjaminan pangan yang bermutu dan aman merupakan tanggung jawab pemerintah, industri pangan, dan konsumen, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing (Cahyadi, 2006). Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu, bergizi, beragam dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, ketersediaan dan keamanan makanan harus diperhatikan. Keamanan makanan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehar-hari. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak
boleh digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai resiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan makanan yang berbahaya (Syah, 2005). Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, mulai dari pengawet sampai pemberi aroma dan pewarna (Saparianto dan Hidayati, 2006). Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai produk jajanan pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil ataupun industri besar. Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu juga harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan (Yuliarti, 2007). Dalam hal ini, zat pewarna seperti halnya citarasa merupakan suatu pelengkap daya tarik makanan, minuman, serta bumbu masak. Penambahan zat pewarna dalam makanan, minuman, dan bumbu masak mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya tarik konsumen (Djarismawati, 2004). Penambahan zat pewarna pada makanan jika tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat menimbulkan akibat yang buruk terhadap konsumen. Seperti pengujian yang dilakukan oleh lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K) Semarang terhadap jajanan anak yang diperdagangkan di Kotamadya
Semarang, yang meliputi komposisi kimia khususnya untuk mengetahui pengawet yang digunakan, pemanis buatan, penyedap dan zat warna. Hasil analisis terhadap jajanan tersebut telah ditemukan pewarna yang dilarang antara lain Rhodamin B (43,10 %), Metanil Yellow (12,07%) dan pewarna hijau yang dilarang (1,7%). Menurut LP2K, zat pewarna yang ditambahkan secara tidak bertanggung jawab dapat mengakibatkan kemunduran kerja otak, sehingga anak menjadi malas, sering pusing, dan menurunnya konsentrasi belajar (Sastrawijaya, 2000). Salah satu jenis produk makanan yang biasanya menggunakan bahan tambahan makanan berupa zat pewarna adalah saus. Saus merupakan cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik yang mempunyai aroma dan rasa yang merangsang/pedas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noviana terhadap produk saus yang beredar di pasar Lambaro Aceh tahun 2005, diketahui dari 20 sampel saus yang diperiksa (saus bermerek dan tidak bermerek) maka ditemukan 5 sampel saus yang tidak bermerek positif mengandung zat pewarna yang dilarang.. Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan juga pernah melakukan penelitian terhadap jajanan anak sekolah yang diantaranya adalah saus pada bulan November 2005, dimana hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa 2 dari sampel saus jajanan tersebut positif mengandung zat pewarna yang dilarang yaitu rhodamin B (Yuliarti, 2007). Saus biasanya ditambahkan dalam makanan sebagai pelengkap untuk menambah cita rasa makanan. Saus yang sering dikonsumsi adalah saus cabe yang
banyak dijumpai di pasaran sehingga dengan mudah dapat dibeli oleh konsumen (Anonimus, 2008). Pasar tradisional merupakan salah satu tempat umum yang banyak menjual berbagai macam produk makanan termasuk saus yang dapat dibeli oleh semua golongan masyarakat. Dari hasil survei pendahuluan peneliti di Pasar Sentral dan Pasar Simpang Limun Kota Medan disinyalir masih terdapat produk saus yang dipasarkan tidak mencantumkan jenis zat pewarna yang digunakan pada saus tersebut dan dijual dalam bentuk kemasan plastik dengan harga yang sangat murah sehingga dikhawatirkan terjadinya penyimpangan dalam penggunaan zat pewarna sebagai bahan tambahan makanan pada saus tersebut. Alasan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang analisa penggunan zat pewarna sintetis pada saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan tahun 2009. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah penggunaan zat pewarna pada saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan merupakan pewarna yang memenuhi syarat kesehatan atau tidak. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui kandungan zat pewarna sintetis pada saus cabe yang yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan tahun 2009.
Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui ada tidaknya zat pewarna sintetis yang digunakan pada saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan. 2. Untuk mengetahui jenis zat pewarna sintetis yang digunakan pada saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan. 3. Untuk mengetahui kadar zat pewarna sintetis pada saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada instansi terkait yaitu Balai Pengawasan Obat dan Makanan kota Medan dalam hal pengawasan terhadap makanan yang beredar di pasaran. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat selaku konsumen untuk lebih berhati-hati dalam memilih produk makanan khususnya saus yang beredar di pasar-pasar tradisional.