KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

dokumen-dokumen yang mirip
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017. KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh : Nixon Wulur 2

VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

KEDUDUKAN KETERANGAN AHLI SEBAGAI ALAT BUKTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Hadi Alamri 2

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk


BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bagian Kedua Penyidikan

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB V PENUTUP. pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

KEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1. Oleh : Yosy Ardhyan 2

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB VI PENUTUP. 1. Prosedur tetap (protap) pembuatan visum et repertum. a. Pemeriksaan korban hidup. b. Pemeriksaan korban mati

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN)

ALUR PERADILAN PIDANA

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

APA ITU CACAT HUKUM FORMIL?

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

Transkripsi:

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah terhadap suatu perkara pidana sebagaimana ditentukan dalam Kitab Undang Undnag Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka dibutuhkan keterangan ahli dalam pemenuhan kebenaran materiil, membantu pengungkapan dan pemeriksaan suatu perkara pidana bagi aparat penegak hukum. maka oleh Undang-Undang diberi kemungkinan agar para penyidik dan para Hakim dalam keadaan yang khusus dapat memperoleh bantuan dari orang-orang yang berpengetahuan dan berpengalaman khusus tersebut. Ketentuan hukum acara pidana di Indonesia, mengenai permintaan bantuan tenaga ahli diatur dan disebutkan dalam KUHAP. Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan, penganiayaan dan pemerkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli lainnya, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus tersebut. Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter ahli kehakiman atau psikiatri kehakiman dalam banyak perkara kejahatan sangat banyak membantu dalam proses persidangan di Pengadilan terutama apabila dalam perkara tersebut hanya dijumpai alat-alat bukti yang amat minim. Cara untuk dapat mengetahui dan membantu mendapatkan bukti pada perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlukan Visum et Repertum. Pada prakteknya Visum et repertum merupakan alat bukti yang masuk sebagai keterangan ahli jika Visum et repertum ini dibuat oleh seseorang dokter yang ditunjuk sesuai keahliannya. sehingga visum et refertum memiliki kekuatan pembuktian bagi hakim dalam mempertimbangkan keputusannya terhadap suatu perkara pidana. Kata Kunci : Kekuatan Pembuktian, Visum Et Refertum A. Latar Belakang Pelaku tindak pidana untuk dapat dijatuhi pidana menurut Pasal 6 Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menjelaskan bahwa telah memenuhi alat-alat bukti yang sah dan meyakinkan menurut Undang Undang untuk bertanggung jawab atas kesalahan perbuatan si pelaku. Berkaitan dengan hal tersebut Sumaidi, SH, MH adalah Dosen Tetap PS. Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Batanghari Jambi. 48

maka dilakukan proses pemeriksaan suatu perkara pidana oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut dengan selengkap mungkin. Kenyataan dilapangan aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-akat bukti yang sah terhadap suatu perkara pidana sebagaimana ditentukan dalam Kitab Undang Undnag Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka dibutuhkan kerangan ahli dalam pemenuhan kebenaran materiil, membantu pengungkapan dan pemeriksaan suatu perkara pidana bagi aparat penegak hukum. Namun dilain sisi keterangan ahli juga memiliki kelemahan sebagaimana pendapat Wirjono Prodjodikoro, menyatakan : Meskipun pengetahuan, pendidikan dan pengalaman dari seseorang mungkin jauh lebih luas daripada orang lain, namun pengetahuan dan pengalaman setiap manusia tetap terbatas adanya. Maka oleh sebab itulah selalu ada kemungkinan bahwa ada soalsoal yang tidak dapat dipahami secukupnya oleh seorang penyidik dalam pemeriksaan pendahuluan, ataupun seorang hakim di muka persidangan sehingga ia perlu diberi pertolongan oleh orang-orang yang memiliki sesuatu pengetahuan tertentu. 1 Agar tugas-tugas menurut hukum acara pidana dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka oleh Undang-Undang diberi kemungkinan agar para penyidik dan para Hakim dalam keadaan yang khusus dapat memperoleh bantuan dari orang-orang yang berpengetahuan dan berpengalaman khusus tersebut. Ketentuan hukum acara pidana di Indonesia, mengenai permintaan bantuan tenaga ahli diatur dan disebutkan dalam KUHAP. Bantuan seorang ahli yang diperlukan dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pada tahap pemeriksaan lanjutan di sidang Pengadilan, mempunyai peran dalam membantu aparat yang berwenang untuk membuat terang suatu perkara pidana, mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan keahlian khusus, memberikan petunjuk yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya dapat membantu Hakim dalam menjatuhkan putusan dengan tepat terhadap perkara yang diperiksanya. Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap penyidikan juga mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya menemukan kebenaran materiil suatu perkara pidana. Dalam kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang sedang 1 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1997, halaman 52 49

ditanganinya. Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan, penganiayaan dan pemerkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli lainnya, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus tersebut. Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter ahli kehakiman atau psikiatri kehakiman dalam banyak perkara kejahatan sangat banyak membantu dalam proses persidangan di Pengadilan terutama apabila dalam perkara tersebut hanya dijumpai alatalat bukti yang amat minim. Cara untuk dapat mengetahui dan membantu mendapatkan bukti pada perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlukan Visum et Repertum. Pada prakteknya Visum et repertum merupakan alat bukti yang masuk sebagai keterangan ahli jika Visum et repertum ini dibuat oleh seseorang dokter yang ditunjuk sesuai keahliannya. Keterangan ahli ini dimaksudkan keterangan dari seorang ahli yang dinyatakan di dalam sidang pengadilan. Keterangan dokter yang dimaksudkan tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan Visum et repertum. Bahwa dengan melampirkan bukti Visum et repertum dalam suatu berkas perkara pada BAP oleh penyidik atau pada tahap pemeriksaan dalam proses penuntutan oleh penuntut umum, setelah dinyatakan cukup hasil pemeriksaan itu dari perkara pidana yang didakwakan kepada terdakwa kemudian diajukan ke persidangan, maka bukti Visum et repertum menjadi termasuk sebagai alat bukti sah, seperti disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) sub. b dan sub. e KUHAP. B. Visum et repertum Sebagai Alat Bukti Dalam KUHAP tidak terdapat satu pasal pun yang secara eksplisit memuat perkataan visum et repertum. Dalam undang-undang ada satu ketentuan hukum yang menuliskan langsung tentang visum et repertum, yaitu pada Staatsblad (Lembaran Negara) Tahun 1937 Nomor 350 yang menyatakan: Pasal 1: Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti yang sah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa. Pasal 2 ayat 1: Pada Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di Negeri Belanda maupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam Pasal 1 diatas, dapat mengucapkan sumpah sebagai berikut: Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyatan-pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk kepentingan peradilan dengan 50

sebenar-benarnya menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan batin. Apabila ditinjau dari ketentuan Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350 yang merupakan satu-satunya ketentuan yang memberikan definisi visum et repertum, maka sebagai alat bukti visum et repertum termasuk alat bukti surat karena keterangan yang dibuat oleh dokter dituangkan dalam bentuk tertulis. Menurut Waluyadi, menjelaskan bahwa, Visum et repertum merupakan keterangan tertulis dalam bentuk surat yang dibuat atas sumpah abatan yaitu jabatan sebagai seorang dokter, sehingga surat tersebut mempunyai keotentikan sebagai alat bukti. 2 Di samping ketentuan Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350 yang menjadi dasar hukum kedudukan visum et repertum, ketentuan lainnya yang juga memberi kedudukan visum et repertum sebagai alat bukti surat yaitu Pasal 184 ayat (1) butir c KUHAP mengenai alat bukti surat serta Pasal 187 butir c yang menyatakan bahwa: Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) butir c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya. Dengan demikian berdasarkan pengertian yuridis dari visum et repertum yang diberikan oleh Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350 maka kedua pasal KUHAP tersebut telah memberi kedudukan visum et repertum sebagai suatu alat bukti surat dalam pemeriksaan perkara pidana. Tata Cara Pemberian Keterangan Ahli dalam bentuk laporan atau Visum et Repertum ialah: 1) Permintaan diajukan secara tertulis (tidak boleh lisan) oleh Penyidik. 2) Permohonan Visum et Repertum harus diserahkan oleh penyidik bersamaan dengan korban, tersangka dan atau barang bukti kepada dokter ahli kedokteran. 3) Menyebutkan secara tegas untuk keperluan apa pemeriksaan dilakukan. 4) Ahli membuat laporan sesuai permintaan penyidik. 5) Laporan dikuatkan sumpah pada waktu ahli menerima jabatan. 3 Pembuatan visum et repertum diperlukan untuk beberapa tindak pidana yang menyangkut korban manusia, baik hidup maupun mati, dan benda yang diduga sebagai bagian dari tubuh manusia. Tindak pidana yang memerlukan visum et repertum sebagaimana dalam KUHP adalah: a. Pelaku tindak pidana yang menderita kelainan jiwa, yaitu berkaitan dengan Pasal 44 KUHP; halaman. 6 2 Waluyadi, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Djambatan, Jakarta, 2000, halaman 33 3 Oemar Senoadji, Hukum Hakim Pidana. Penerbit Erlangga, Jakarta, 1984, 51

b. Penentuan umur korban/pelaku tindak pidana; c. Kejahatan kesusilaan yang diatur dalam Pasal 284 sampai Pasal 290 KUHP, dan Pasal 292 sampai Pasal 294 KUHP; d. Kejahatan terhadap nyawa yaitu Pasal 338 sampai Pasal 348 KUHP e. Kejahatan Penganiayaan, berkaitan dengan Pasal 351 sampai Pasal 355 KUHP; f. Perbuatan kelalaian yang menyebabkan mati atau luka orang lain, yaitu Pasal 359 dan 360 KUHP. Permintaan visum et repertum antara lain bertujuan untuk membuat terang peristiwa pidana yang terjadi. Oleh karena itu penyidik dalam permintaan tertulis pada dokter menyebutkan jenis visum et repertum yang dikehendaki dengan menggunakan format sesuai dengan kasus yang sedang ditangani. Menyebutkan macam-macam visum et repertum berdasarkan penggunaannya sebagai berikut: a. Visum et repertum untuk pelaku kelainan jiwa; b. Visum et repertum tentang umur; c. Visum et repertum untuk korban hidup; d. Visum et repertum untuk mayat; e. Visum et repertum untuk korban perkosaan atau tindak pidana kesusilaan; f. Visum et repertum penggalian mayat 4 Pembuatan visum et repertum haruslah memenuhi syarat formil dan syarat materil. Syarat formil menyangkut prosedur yang harus dipenuhi yakni sebagaimana tercantum dalam Instruksi Kapolri Nomor Pol: INS/E/20/IX/75 tentang Tata Cara. Permohonan/pencabutan visum et repertum sebagai berikut: a. Permintaan visum et repertum haruslah tertulis (sesuai dengan Pasal 133 Ayat (2) KUHAP); b. Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara dibedah, jika ada keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak Polisi atau pemeriksa memberikan penjelasan akan pentingnya dilakukan dengan bedah mayat; c. Permintaan visum et reepertum hanya dilakukan terhadap tindak pidana yang baru terjadi, tidak dibenarakan permintaan yang telah lampau; d. Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya bedah mayat; e. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, maka polisi perlu melakukan pengamanan tempat dilakukannya bedah mayat. Sedangkan syarat materil visum et repertum adalah menyangkut isi dari visum et repertum tersebut yaitu sesuai dengan kenyataan yang ada pada tubuh korban yang diperiksa. Disamping itu isi dari visum et repertum 4 Amri Amir. Memasyarakatkan Ilmu Kedokteran Kehakiman. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1999. halaman. 11 52

tersebut tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran yang telah teruji kebenarannya. C. Fungsi dan Peranan Visum et Repertum. Visum et Repertum mempunyai fungsi dan peranan dalam sistem peradilan di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari kedudukan ahli dalam peradilan pidana di Indonesia. Untuk mengetahui hal ini, harus dilihat dari ketentuan yang mengaturnya. Ketentuan yang menjadi dasar acuan ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 179, Pasal 180, Pasal 184 ayat (1) huruf b, Pasal 186, Pasal 187 huruf c dan Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP. 1. Bunyi perumusan Pasal 179 KUHAP adalah Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. 2. Pasal 180 ayat (1) dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat meminta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. 3. Pasal 184 ayat (1) Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa Ketentuan Pasal 186, Keterangan Ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. 4. Pasal 187 huruf c Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya. Esensi dari semua ketentuan tersebut di atas sepanjang mengenai keterangan seorang ahli ialah Pertama, sekalipun kesaksian seorang ahli dilakukan di bawah sumpah (Pasal 179 ayat (2) KUHAP), keterangan seorang saksi ahli bukan merupakan bukti yang mengikat Hakim di dalam menjatuhkan putusannya (Pasal 183 jo Pasal 186 dan Pasal 187 butir c KUHAP). Kedua, sebagai konsekuensi logis dari kedudukan yang lemah dilihat dari pendekatan yuridis maka fungsi Visum et Repertum di dalam sistem peradilan Indonesia hanya sebagai instrumen pelengkap di dalam mencari kebenaran materiil dari kasus tindak pidana. Unsur keyakinan Hakimlah justru yang sangat menentukan kesalahan terdakwa, sekalipun disebutkan secara eksplisit di dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP dipersyaratkan minimal dua alat bukti untuk seorang hakim di dalam mengambil putusannya. Kedua esensi tersebut sesungguhnya bermuara pada teori hukum pembuktian yang dianut di dalam sistem peradilan di Indonesia yaitu teori negatif. 53

Mengenai fungsi visum et repertum dalam proses penanganan perkara, sebelum membahas bagaimana fungsi tersebut, berikut ini yang dimaksud dengan arti kata fungsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata fungsi diartikan sebagai seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan kata fungsi diartikan yaitu bagian dari tugas yang harus dijalankan. Kata fungsi diartikan proses, cara, perbuatan memahami, perilaku yang diharapkan dan diikatkan dengan kedudukan seseorang. Berdasarkan definisi-definisi diatas, diterapkan dengan fungsi visum et repertum, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi visum et repertum yaitu bagian dari tugas, cara, proses, yang dapat diikatkan pada visum et repertum menurut kedudukannya. Apabila meninjau fungsi visum et repertum dalam penanganan suatu perkara, khususnya dalam penulisan skripsi ini, maka hal ini mempunyai arti yaitu tugas, cara,proses, yang dapat dilakukan dan atau diberikan oleh visum et repertum dalam kedudukannya pada proses penyidikan suatu tindak pidana pemerkosaan. Suatu keterangan tertulis yang berisi hasil pemeriksaan seorang Dokter ahli terhadap barang bukti yang ada dalam suatu perkara pidana, maka visum et repertum mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Sebagai alat bukti yang sah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam KUHAP Pasal 184 ayat (1) jo Pasal 187 huruf c. 2. Bukti penahanan tersangka. Di dalam suatu perkara yang mengharuskan penyidik melakukan penahanan tersangka pelaku tindak pidana, maka penyidik harus mempunyai bukti-bukti yang cukup untuk melakukan tindakan tersebut. Salah satu bukti adalah akibat tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka terhadap korban. Visum et repertum yang dibuat oleh Dokter dapat dipakai oleh penyidik sebagai pengganti barang bukti untuk melengkapi surat perintah penahanan tersangka. 3. Sebagai bahan pertimbangan hakim. Meskipun bagian kesimpulan visum et repertum tidak mengikat hakim, namun apa yang diuraikan di dalam Bagian Pemberitaan sebuah visum et repertum adalah merupakan bukti materiil dari sebuah akibat tindak pidana, di samping itu Bagian Pemberitaan ini adalah dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti yang telah dilihat dan ditemukan oleh Dokter. Dengan demikian dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi hakim yang sedang menyidangkan perkara tersebut. Tujuan pemeriksaan perkara pidana adalah mencari kebenaran materiil, maka setiap masalah yang berhubungan dengan perkara pidana tersebut harus dapat terungkap secara jelas. Demikian halnya dengan visum et repertum yang dibuat oleh Dokter spesialis forensik atau atau Dokter ahli lainnya, dapat memperjelas alat bukti yang ada bahwa tindak pidana benarbenar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Sehubungan dengan hakekat pemeriksaan perkara pidana adalah mencari kebenaran 54

materiil maka kemungkinan menghadapkan Dokter untuk membuat visum et repertum adalah suatu hal yang wajar demi kepentingan pemeriksaan dan pembuktian. Mengenai dasar hukum fungsi visum et repertum dalam fungsinya membantu aparat penegak hukum menangani suatu perkara pidana, hal ini berdasarkan ketentuan dalam KUHAP yang memberi kemungkinan dipergunakannya bantuan tenaga ahli untuk lebih memperjelas dan mempermudah pengungkapan dan pemeriksaan suatu perkara pidana. Ketentuan dalam KUHAP yang memberi dasar hukum bahwa pada tahap penyidikan penyidik dapat meminta keterangan ahli, dimana hal ini meliputi pula keterangan ahli yang diberikan oleh Dokter pada visum et repertum yang dibuatnya atas pemeriksaan barang bukti, adalah sebagai berikut : a) Pasal 7 KUHAP mengenai tindakan yang menjadi wewenang Penyidik, khususnya dalam hal mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam pemeriksaan perkara. b) Pasal 120 KUHAP. Pada ayat (1) pasal ini disebutkan: Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. c) Pasal 133 KUHAP dimana pada ayat (1) dinyatakan : Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. Ayat (2) Pasal 133 KUHAP menyebutkan : Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Sedangkan mengenai dasar hukum tindakan Dokter dalam memberikan bantuan keahliannya pada pemeriksaan perkara pidana, hal ini tercantum dalam Pasal 179 KUHAP dimana pada ayat (1) disebutkan : Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Bantuan Dokter untuk proses peradilan dapat diberikan secara lisan (berdasar Pasal 186 KUHAP), dapat juga secara tertulis (berdasar pasal 187 KUHAP). Bantuan Dokter untuk proses peradilan baik secara lisan ataupun tertulis semuanya termasuk dalam Pasal 184 KUHAP tentang alat bukti yang sah. Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam KUHAP diatas, maka baik tindakan Dokter dalam membantu proses peradilan (dimana dalam hal ini tindakan membuat visum et repertum untuk kepentingan penanganan perkara pidana) maupun tindakan penyidik dalam meminta bantuan tersebut, keduanya mempunyai dasar hukum dalam pelaksanaannya. 55

D. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Bagi Hakim Dalam Mempertimbangkan Putusannya. Dalam pemeriksaan penyidikan yang didalamnya dilakukan serangkaian tindakan oleh aparat penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut dapat membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya, pada proses ini dapat dikatakan merupakan langkah awal yang sangat penting dan menentukan dalam menemukan kebenaran materiil suatu perkara pidana. Terhadap suatu peristiwa atau perbuatan yang diduga melanggar hukum pidana, pengusutan kebenaran materiil terhadap peristiwa tersebut dilakukan pada tahap penyidikan. Proses penyidikan dapat dimulai dan dilaksanakan apabila penyidik telah mendapatkan dasar atau pedoman tertentu. Dasar atau pedoman bagi penyidik untuk memulai suatu penyidikan yaitu adanya kemungkinan sumber tindakan sebagaimana yang diatur dalam KUHAP sebagai berikut : 1. Kedapatan tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 KUHAP) 2. Adanya laporan (Pasal 1 butir 24 KUHAP) 3. Adanya pengaduan (Pasal 1 butir 25 KUHAP) 4. Diketahui sendiri atau pemberitahuan, atau cara lain sehingga penyidik mengetahui terjadinya delik. Visum et repertum bermanfaat untuk menemukan fakta-fakta dan mencari kebenaran materiil dari tindak pidana yang didakwakan oleh jaksa penutut umum kepada terdakwa dan visum et repertum dapat menentukan hubungan antara perbuatan dan akibat perbuatan. Selanjutnya Hakim an visum et repertum termasuk alat bukti surat : Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangundangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Visum et repertum termasuk dalam alat bukti keterangan ahli yaitu Pasal 186 KUHAP dan alat bukti surat pada Pasal 187 huruf c. Visum et repertum menjadi alat bukti keterangan ahli bila dokter atau ahli forensik 56

memberikan keterangan di persidangan. Sedangkan visum et repertum dijadikan alat bukti surat maka harus dibacakan dalam suatu persidangan. Konsekuensi jika visum et repertum tidak dibacakan dalam persidangan maka visum tersebut tidak dapat dipakai sebagai alat bukti dalam persidangan dan perkara itu tetap harus diperiksa dan diputus. Umumnya Hakim tidak mungkin tidak sependapat dengan hasil pemeriksaan dokter pada bagian pemeriksaan karena dokter melukiskan keadaan yang sebenarnya dari apa yang dilihat dan didapatinya pada korban baik hidup maupun mayat. Tetapi, Hakim dapat tidak sependapat dengan dokter pada bagian kesimpulan karena kesimpulan ini ditarik berdasarkan pengamatan yang subjektif. E. Penutup Visum et Repertum mempunyai fungsi dan peranan dalam sistem peradilan di Indonesia, dimana termasuk alat bukti keterangan ahli bila dokter atau ahli forensik memberikan keterangan di persidangan berdasarkan Pasal 186 KUHAP dan alat bukti surat pada Pasal 187 huruf c sehingga visum et refertum memiliki kekuatan pembuktian bagi hakim dalam mempertimbangkan keputusannya terhadap suatu perkara pidana. F. Daftar Pustaka Amri Amir. Memasyarakatkan Ilmu Kedokteran Kehakiman. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1999. Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi Di Indonesia, Penerbit Swadaya Grup (Raih Asa Sukses), Jakarta, 2011. Djoko Prakoso, Alat Bukti Dan Kekuatan Pembuktian Di Dalam Proses Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1988 Oemar Senoadji, Hukum Hakim Pidana. Penerbit Erlangga, Jakarta, 1984. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1997. Waluyadi, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Djambatan, Jakarta, 2000. 57