DEMOKRASI DAN RADIKALISME

dokumen-dokumen yang mirip
SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI

ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

SEKULARISME, ISLAM DAN DEMOKRASI DI TURKI

TEORI POLITIK DAN IDEOLOGI DEMOKRASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mendekati pemilihan Gubernur DKI Jakarta dalam PILKADA (Pemilihan

DEMOKRASI DIGITAL DI DUNIA ISLAM?

MENGAITKAN ISLAM DENGAN DEMOKRASI

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Kolom Edisi 005, Agustus P r o j e c t ISLAM DAN DEMOKRASI. i t a i g k a a n. M. Zainuddin

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER

EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia

Refleksi Menjelang Fajar 2010: PPWI Penegak Pilar Demokrasi. Oleh : Mung Pujanarko, S.Sos Selasa, 29 Desember :37

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA. Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH.

Orang Kristen yang membunuh kaum Muslim jauh lebih sadis tidak pernah sedikit pun dibilang sebagai teroris.

RECOGNIZING PLURALISM: ISLAM AND LIBERAL DEMOCRACY

ARTIKEL ILMIAH POPULER STUDY EXCURSIE

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PADA UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-108 TAHUN 2016

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Warga negara sangat berperan dalam menentukan masa depan negara.

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

Aneh jika ada orang yang mengaku Muslim tapi takut terhadap penerapan syariah.

Ia mendesak dunia Barat untuk mengambil langkah agar khilafah bisa dicegah.

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

MAKALAH. Peranan Pers Dalam Mengawasi Penegakan Hukum dan HAM

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

Sosialisme Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang;

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

TURKEY, EUROPE, AND PARADOXES OF IDENTITY

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

ISLAM, DEMOKRASI DAN TANTANGAN GLOBAL

ARTI PENTING PENYUSUNAN KAMPANYE ANTI DISKRIMINASI * Oleh: Suparman Marzuki **

Matakuliah : PANCASILA Oleh : Dewi Triwahyuni

SEJARAH PEMILU DUNIA

Menuju Sumatera Utara yang Multikultural

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH, SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA, OM SWASTIASTU, NAMO BUDHAYA,

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait

PERADABAN AMERIKA MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

Kolom Edisi 014, September D i g i t a TENTANG IMAN. l i m D e m o k r a t i s. Ulil Abshar-Abdalla

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

BAB I PENDAHULUAN. pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyikapi RUU. tentang Keistimewaan Yogyakarta. Kurang lebih

Oleh: DUSKI SAMAD. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol

Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Ketiga dapat dikatakan benar. Afrika Utara dan Timur Tengah mengalami proses demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan ribuan pulau dan

BAB V KESIMPULAN. Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH

VII KONFLIK DAN INTEGRASI

Materi Bahasan. n Pengertian Ideologi. n Fungsi Ideologi. n Komponen Ideologi. n Klasifikasi Ideologi.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Feni Fasta, SE, M.Si SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB V KESIMPULAN. sama lain. Lebih jauh standarisasi ini tidak hanya mengatur bagaimana

Pendidikan Agama Islam

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

BAB III PERSPEKTIF JOHN RAWLS TERHADAP KONDISI KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN DI INDONESIA

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013

Moral Akhir Hidup Manusia

Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan

[97] Memahami Perda-perda Syariah Sunday, 03 February :51

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

Dalam perkembangannya demokrasi secara langsung mulai sulit dilaksanakan, karena : Tidak adanya tempat yang menampung seluruh warga yang jumlahnya

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dengan melakukan kerjasama dengan negara-negara lain, walaupun. akan sangat menarik dijalankan (Ulfah, 2013: 2).

BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan

KAJIAN POLA RUANG AKTIVITAS DEMONSTRASI DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab

Perjuangan Front dan Perjuangan Demokratisasi Kampus

SELEBARAN INFORMASI SELEBARAN INFORMASI untuk Aktivitas 3: Tipe negosiator apakah anda?

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

[108] Demokrasi, Sistem Buruk Thursday, 12 September :06

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Transkripsi:

l i m e m o k r a t i s EMOKRASI AN RAIKALISME i g i t a AGAMA m o k r a t i s. c o m l Rumadi Edisi 009, Agustus 2011 1

emokrasi dan Radikalisme Agama Prof. John O Voll, guru besar sejarah di Georgetown University AS, mempunyai kesimpulan menarik mengenai relasi Islam, demokrasi, dan terorisme seperti dikemukakan dalam diskusi tentang emokrasi dan Terorisme di Negara-Negara Muslim di Jakarta pada suatu waktu. Menurutnya, hubungan antara demokrasi dan terorisme di negara-negara muslim menampakkan wajah paradoks. i satu sisi, tidak adanya demokrasi di negaranegara muslim dapat memunculkan terorisme, namun adanya demokrasi juga dapat melahirkan terorisme. Meskipun diakui bahwa terorisme tidak khas Islam, artinya bisa juga P e r p u s t a k a a n w w w. m u s l i m d e i v i s i M u s 2

l i m e m o k r a t i s Edisi 009, Agustus 2011 i g i t a m o k r a t i s. c o m l dilakukan siapa saja di luar muslim, namun asumsi yang mengatakan bahwa proses demokratisasi dapat menghilangkan radikalisme agama seperti terorisme, tidak berlaku di negara-negara muslim, karena proses demokratisasi di negaranegara muslim tidak otomatis menghilangkan terorisme (Kompas, 15/1/02). Tesis John O Voll tersebut tentu saja didasari oleh observasi yang mendalam mengenai perkembangan demokrasi di berbagai negara muslim serta efek-efek sampingan yang ditimbulkannya, sehingga kesimpulan tersebut memang banyak benarnya. Bahkan, proses demokratisasi bukan saja tidak secara otomatis menghilangkan terorisme, tapi justru dijadikan inspirasi bangkitnya radikalisme agama. i beberapa negara muslim, gerakan-gerakan radikal keagamaan justru lahir pada saat proses demokratisasi sedang digelar. Indonesia barangkali bisa dijadikan contoh yang baik mengenai hal ini. Gerakan-gerakan agama radikal di Indonesia justru lahir di 3

saat proses demokratisasi sedang berjalan. Otonomi daerah sebagai refleksi dari tuntutan demokrasi misalnya, justru ditandai dengan bangkitnya literalisme-radikalisme agama seperti kehendak untuk menerapkan syariat Islam. i beberapa daerah seperti Sumatera Barat, Aceh, Makassar dan Cianjur sudah disusun sejumlah Peraturan aerah (Perda) untuk menerapkan syari at Islam. Munculnya ormasormas Islam radikal dalam skala massif sebagai bagian dari gerakan sosial (social movement) juga terjadi ketika arus demokratisasi mulai digulirkan sejak Mei 1998, meskipun bibit-bibitnya sudah muncul jauh sebelum itu. Bagaimana hal ini dijelaskan? emokrasi yang seharusnya menjadikan tatanan masyarakat semakin cair, egaliter dan inklusif, tapi yang terjadi justru sebaliknya. emokrasi di Indonesia justru semakin mengentalkan identitas kesukuan, keagamaan, perbedaan agama menjadi sedemikian P e r p u s t a k a a n w w w. m u s l i m d e i v i s i M u s 4

l i m e m o k r a t i s Edisi 009, Agustus 2011 i g i t a m o k r a t i s. c o m l dieksploitasi, yang kemudian memberi peluang lahirnya eksklusifisme beragama. Kenyataan ini tentu saja tidak dikehendaki oleh proses demokrasi itu sendiri, tapi kemunculannya tidak dapat ditolak, persis seperti anak jadah yang kelahirannya tidak dikehendaki tapi juga tidak mungkin dicegah. Bahkan, membunuh anak jadah itu dapat dikatakan sebagai perbuatan kriminal. Artinya, menghambat sebuah aliran pemikiran tertentu dapat dikatakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan semangat demokrasi. Anak jadah demokrasi berupa radikalisme agama tersebut pada tingkat tertentu justru menjadi ancaman bagi demokrasi. emokrasi yang melindungi kebebasan berbicara, berpikir dan mengemukakan pendapat (freedom to speech, and expression) tidak mungkin menghalang-halangi aspirasi masyarakat, apapun bentuknya. Senang atau tidak, demokrasi tidak mungkin membungkam pemikiranpemikiran tertentu meskipun 5

pemikiran tersebut bertentangan dengan nilai demokrasi, karena pembungkaman itu bertentangan dengan makna demokrasi itu sendiri. Negara-negara yang sudah dewasa dalam berdemokrasi menunjukkan bahwa variasi ideologi dan pemikiran tetap dilindungi oleh negara. Namun justru di sinilah problemnya, karena dalam demokrasi ada kebebasan dan penghormatan atas pluralitas, maka demokrasi kelihatan begitu loyo untuk menghadapi radikalisme agama. Mekanisme demokrasi tidak bisa berbuat lain kecuali membiarkannya untuk berkompetisi dengan gagasan dan ide-ide lain. Atas dasar itu tidak mengherankan jika bangkitnya radikalisme agama seringkali dibungkus dengan baju demokrasi, sesuatu yang sebenarnya paradoks dengan semangat demokrasi. Perjuangan menegakkan syariat Islam di beberapa daerah, semangat menghidupkan kembali Piagam Jakarta misalnya, muncul atas nama demokrasi dan kebebasan. Barangkali inilah keterbatasan P e r p u s t a k a a n w w w. m u s l i m d e i v i s i M u s 6

l i m e m o k r a t i s Edisi 009, Agustus 2011 i g i t a m o k r a t i s. c o m l dari demokrasi yang tidak mampu mengeluarkan aspek-aspek yang dapat mengurangi kewibawaannya. emokrasi bisa dimakan oleh kebebasan yang dibawanya, sehingga dengan demokrasi tidak menutup kemungkinan sebuah bangsa justru terjatuh pada otoritarianisme baru. Hal ini jelas sangat berbahaya, karena otoritarianisme baru berbaju demokrasi. ari perspektif inilah kita bisa menjelaskan mengapa perkembangan demokrasi di dunia Islam selalu defisit seperti survey yang dilakukan oleh Freedom House, sebuah lembaga penelitian di Amerika Serikat. Survey akhir tahun 2001 tentang skor kebebasan sejumlah negara di seluruh dunia memperlihatkan bahwa skor kebebasan dan demokrasi negaranegara Muslim sangat rendah. ari 47 negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, hanya 11 negara yang pemerintahnya dipilih secara demokratis. Sementara, di kawasan negara-negara non- 7

Islam yang jumlahnya 145 negara, 110 di antaranya mengikuti sistem demokrasi elektoral. Skor Freedom House yang dikeluarkan setiap tahun hampir tidak menunjukkan perubahan yang berarti, di mana negara-negara Islam secara umum tidak menunjukkan peningkatan kualitas demokrasinya. *** alam kaitan ini ada pertanyaan yang patut direnungkan, adakah sesuatu yang salah di negara-negara Muslim, sehingga proses pemantapan demokrasi dan kebebasan di sana terus tersendat? Kalaupun demokrasi mulai berkembang, yang muncul kemudian adalah radikalisme dalam segala bentuknya, terutama agama. Indeks yang ditunjukkan Freedom House bisa menjadi satu indikasi bahwa demokrasi di negara-negara Islam masih mempunyai masalah yang besar. Mengapa demikian? alam kaitan ini ada penjelasan yang baik dari Samuel P Huntington (1991). P e r p u s t a k a a n w w w. m u s l i m d e i v i s i M u s 8

l i m e m o k r a t i s Edisi 009, Agustus 2011 i g i t a m o k r a t i s. c o m l i samping faktor ekonomi dan politik, faktor budaya dan tradisi menjadi penghalang paling penting tumbuhnya demokrasi di suatu negara. Budaya dan tradisi masyarakat menyangkut sikap, nilai, kepercayaan dan pola perilaku akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan demokrasi. Suatu budaya masyarakat yang tidak demokratis, baik yang berasal dari kultur maupun pemahaman agama, akan menghambat penyebaran norma-norma demokratis dalam masyarakat, tidak memberi legitimasi pada lembaga-lembaga demokrasi, sehingga menghalangi fungsi-fungsi demokrasi secara baik. Berkaitan dengan budaya ini, paling tidak ada dua versi. Pertama, versi restriktif, yang menyatakan bahwa hanya budaya Barat yang cocok untuk persemaian demokrasi. Negaranegara yang berbudaya non-barat tidak akan mampu melaksanakan demokrasi secara baik. Argumentasi ini muncul karena kenyataan bahwa demokrasi modern bermula dari 9

10 Barat, karenanya sejak awal abad ke-19, negeri demokratis terbesar adalah negeri-negeri Barat. Kedua, versi kurang restriktif yang menyatakan bahwa tidak hanya satu budaya yang secara khusus dapat menopang demokrasi. Kebudayaan Konfusianisme dan Islam yang hidup di Timur tidak menutup kemungkinan dapat dijadikan lahan persemaian demokrasi. Konfusianisme yang pernah dianggap anti-demokrasi dan tidak akan berhasil dalam pembangunan yang kapitalis, namun ternyata menjelang dasawarsa 1980 Konfusinisme mampu mendorong demokrasi dan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa di masyarakat Asia Timur. Ajaran Katolik, dibanding Protestan, juga pernah dituduh sebagai penghalang demokrasi dan ekonomi. Namun pada 1960-an dan 70-an negerinegeri Katolik menjadi demokratis dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi daripada negeri-negeri Protestan. Melihat kenyataan tersebut, sejauh dikaitkan dengan ajaran dan tradisi P e r p u s t a k a a n w w w. m u s l i m d e i v i s i M u s

l i m e m o k r a t i s Edisi 009, Agustus 2011 i g i t a m o k r a t i s. c o m l agama, maka demokrasi tidak bisa dinilai secara hitam-putih, sesuai dan tidak sesuai. Budaya dan tradisi sebagai wadah gagasan, kepercayaan, doktrin, asumsi, pola perilaku dan sebagainya, mempunyai unsur-unsur yang sangat kompleks, karenanya di dalam tradisi dan ajaran itu terdapat unsur-unsur yang sesuai dan tidak sesuai dengan demokrasi sekaligus. i samping itu, budaya yang kemudian melahirkan tradisi bukanlah sesuatu yang sudah selesai, tapi selalu dalam proses berubah. Oleh karena itu, sebuah tradisi yang semula diklaim menjadi penghalang demokrasi, pada generasi berikutnya bisa berubah menjadi sebaliknya. Spanyol barangkali contoh yang baik mengenai hal ini. Pada 1950-an budaya Spanyol dilukiskan bersifat tradisional, otoriter, hierarkis dan sangat religius. Namun pada dasawarsa 1970-an sifat-sifat tersebut tidak punya tempat lagi di Spanyol. Karenanya, budaya senantiasa mengalami evolusi dan faktor yang sangat mempengaruhi adalah perkembangan 11

ekonomi. engan penjelasan ini jelas bahwa faktor budaya dan tradisi tidak dapat dijadikan sebagai argumentasi permanen untuk menilai tingkat demokrasi suatu negara. *** i samping karena faktor demokrasi yang memberi peluang kebebasan mengekspresikan ide, gagasan dan gerakan, munculnya gerakan radikalisme agama bisa disebabkan beberapa hal. Pertama, kekecewaan terhadap sistem demokrasi yang dinilai sekuler, dimana agama tidak diberi tempat di dalam negara. Agama adalah urusan privat yang tidak boleh dicampuri oleh siapapun, sedang negara urusan publik. Ajaran demokrasi yang menempatkan suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox dei) dianggap telah mensubordinasi Tuhan. Oleh karena itu, gerakan radikalisme agama biasanya mengambil bentuk pada perjuangan mendirikan negara Islam, negara teokrasi atau teo-demokrasi dalam istilah al-maududi. Meskipun kelompok radikal kecewa terhadap P e r p u s t a k a a n w w w. m u s l i m d e i v i s i M u s 12

l i m e m o k r a t i s Edisi 009, Agustus 2011 i g i t a m o k r a t i s. c o m l sistem demokrasi, namun mereka memanfaatkan momentum demokrasi itu memperjuangkan aspirasi politiknya. Kedua, kekecewaan terhadap kebobrokan sistem sosial yang disebabkan oleh ketidakberdayaan negara untuk mengatur kehidupan masyarakat secara religius. alam konteks Islam, radikalisme agama jenis ini biasanya mengambil bentuk pada islamisasi sistem sosial dan masyarakat dengan melakukan kontrol yang ketat terhadap aktifitas sosial yang dianggap maksiat, melanggar agama. Radikalisme jenis ini bisa diekspresikan dalam bentuk perusakan terhadap tempat-tempat maksiat, pelacuran, perjuadian dan sebagainya. Ketiga, ketidakadilan politik. Radikalisme agama juga bisa muncul sebagai ekspresi perlawanan terhadap sistem politik yang menindas dan tidak adil. Suatu kelompok yang terus menerus ditindas dan diperlakukan tidak adil, maka akan muncul solidaritas internal serta militansi 13

untuk tetap survive. Radikalisme jenis ini biasanya mengambil bentuk pada oposisi atas nama agama terhadap pemerintah. ari ketiga hal tersebut, radikalisme agama yang muncul di Indonesia merupakan variasi dan percampuran dari model-model di atas. alam sebuah negara demokrasi, radikalisme agama, asal tidak melakukan anarkisme sosial, harus tetap diberi ruang untuk berekspresi. Oleh karena itu, tugas negara bukan bagaimana membungkam radikalisme tersebut, tapi menyalurkannya melalui institusionalisasi politik secara baik. engan demikian, radikalisme agama akan tetap terkontrol dalam bingkai demokrasi. P e r p u s t a k a a n w w w. m u s l i m d e i v i s i M u s 2011 ini diterbitkan oleh ivisi Muslim emokratis. Untuk berlangganan, kunjungi www.muslimdemokratis.com Kode kolom: 009K-RM001 14