BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit tidak menular dan sekitar 3,2 juta kematian disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus (DM). Berdasarkan prediksi WHO, di Indonesia akan terjadi kenaikan angka diabetisi dari yang awalnya 8,4 juta pada tahun 2000 dan akan meningkat menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 (Kemenkes, 2008). DM tipe 2 merupakan DM yang paling banyak terjadi. DM tipe 2 adalah gangguan metabolisme yang disebabkan karena adanya kondisi yang abnormal baik pada sekresi insulin maupun aksi dari insulin (Seaquist, 2004). Kedua hal ini berhubungan dengan kebiasaan makan yang kurang baik dan gaya hidup. Untuk itu, diabetesi memerlukan diet diabetes, latihan fisik, penyuluhan kesehatan masyarakat, pengobatan, dan perubahan pola hidup untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah (Novitarum, 2009). Pencegahan DM dapat dilakukan secara primer dan sekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya DM pada individu yang beresiko melalui modifikasi gaya hidup (pola makan sesuai, cukup aktivitas fisik, penurunan berat badan) dan dengan program dukungan yang berkesinambungan. Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan melalui pemeriksaan dan pengobatan (Dep. Kes. 2005). Menurut Badawi (2009) dalam Sibarani (2010), pengaturan pola makan sehari-hari merupakan kunci utama dalam penanganan penyakit DM terlebih DM tipe 2. Pengaturan pola makan ini bertujuan menjaga agar glukosa darah tetap dalam kondisi normal. Syarat diet 1
yang dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus adalah pembatasan gula sederhana dan peningkatan konsumsi bahan makanan yang kaya akan serat (Almatsier, 2004). Salah satu jenis serat yang sangat dianjurkan untuk penderita DM adalah pati resisten (Sibarani, 2010). Dalam usus halus, serat larut membentuk larutan yang kental sehingga menghambat digesti dan absorbsi karbohidrat dan lemak, serta cenderung memperlambat absorbsi glukosa dan memperkecil kadar kolesterol plasma darah (Sajilata, 2006). Pati resisten(resistant starch) dapat ditemui pada aneka bahan makanan termasuk umbi-umbian, Chen et al. (2010) melaporkan bahwa umbi-umbian merupakan salah satu bahan makanan yang banyak mengandung pati resisten dibandingkan dengan serealia. Di Indonesia terdapat berbagai macam jenis umbi-umbian, terdapat 2 jenis umbi-umbian yaitu umbi-umbian mayor (major root crops) yaitu ubi jalar dan ubi kayu/singkong (Prana, 2008), serta umbi-umbian yang tergolong minor seperti suweg, kimpul, gembili, garut, talas, dan ganyong (Utami, 2009). Pati resisten tidak diproses oleh enzim-enzim pencernaan dalam tubuh manusia. Pati resisten akan difermentasi di dalam kolon oleh mikroflora dan menghasilkan karbon dioksida, metana, hidrogen, dan komponen metabolik aktif berupa short chain fatty acid (SCFA) terutama asetat, propionat, dan butirat (Robertson et al., 2003). Haralampu (2000) menyatakan bahwa pati resisten memiliki tingkat kecernaan yang lambat, sehingga dapat digunakan sebagai agen pembawa untuk memperlambat pelepasan glukosa. Gembili (Dioscorea esculenta) merupakan salah satu jenis umbi-umbian minor yang mengandung pati resisten, hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa gembili memiliki kandungan pati sebesar 21,24% dengan 2
kadar pati resisten sebesar 1,4 % berat kering (Marsono, 1998; Richana dan Sunarti, 2004). Sementara itu garut (Marantha arundinaceae) juga memiliki kandungan serat yang tidak larut air yaitu serat pangan larut, rafinosa, laktulosa, dan stakiosa (Harmayani et al., 2011) dan kandungan pati resisten sebesar 3,5% (Utami, 2008). Disamping itu diketahui pula bahwa gembili dan garut memiliki indeks glikemik yang rendah yakni masing-masing 51 (Juliano, 1999) dan 14 (Marsono, 2002).Indeks glikemik berhubungan dengan respon glukosa, sedangkan respon glukosa berkaitan dengan kecernaan makanan. Jadi bisa disimpulkan makanan dengan indeks glikemik yang rendah memiliki kecernaan yang rendah sehingga kalori yang diserap tidak banyak (Marsono,2002). Selain itu ketersediaan gembili dan garut yang melimpah di berbagai daerah mendorong peneliti untuk memanfaatkan pangan lokal ini sebagai alternatif makanan yang tepat untuk penderita diabetes sehingga mendorong program pemerintah dalam melakukan diversifikasi pangan lokal. Produk olahan makanan yang diproduksi khusus untuk penyandang diabetes sangat jarang ditemukan.produk yang digemari masyarakat saat ini sebagai pangan pengganti nasi adalah mie dengan berbagai macam variasinya.mie dipilih sebagai makanan pengganti karena umumnya penderita disarankan untuk menghindari roti atau kue karena penggunaan gula sederhana.hal inilah yang menginspirasi peneliti untuk membuat suatu produk makanan mie sehat yang terbuat dari campuran tepung terigu, tepung gembili dan tepung garut yang disesuaikan dengan diet penyandang diabetes.selain itu, produk makanan yang berbasis tinggi serat maupun pati resisten pada umumnya mahal di pasaran.mie basah ini dibuat dengan variasi komposisi tepung garut, 3
tepung gembili dan tepung terigu (food composit) dengan tujuan memperbaiki karakteristik mie, karena jika hanya menggunakan tepung garut saja produk yang dihasilkan kurang elastis. Adapun pembuatan produk mie sehat ini bertujuan untuk mengembangkan produk makanan diet diabetes mellitus di Indonesia dan meningkatkan penganekaragaman penggunakan produk pangan lokal.sebelum produk makanan ini dipublikasikan maka perlu dilakukan uji daya terima mie sehat di kalangan masyarakat sehat. Oleh karena adanya kandungan serat pangan dan pati resisten pada bahan dasar pembuatan mie, maka peneliti ingin meneliti kandungan serat pangan larut dan pati resisten mie basah. Serat pangan yang diteliti hanya serat pangan larut karena yang mempengaruhi ke mekanisme penatalaksanaan diet diabetes mellitus adalah serat pangan larut bukan serat pangan tidak larut (Sajilata, 2006) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah 1. Bagaimana penerimaan konsumen terhadap mie basah yang berbahan dasar formulasi tepung gembili, tepung garut, dan tepung terigu? 2. Bagaimana kandungan serat pangan larut dan pati resisten dalam mie basah yang berbahan dasar formulasi variasi tepung gembili, tepung garut, dan tepung terigu? 4
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui daya terima dan sifat kimia mie basah formulasi tepung gembili, tepung garut, dan tepung terigu. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui tingkat penerimaan konsumen (warna, aroma, tekstur, dan rasa) terhadap mie basah formulasi tepung gembili, tepung garut, dan tepung terigu. b. Mengetahui perbedaan sifat kimia (serat pangan larut dan pati resisten) mie basah berbahan dasar formulasi tepung terigu, tepung garut, dan tepung gembili. c. Mengetahui potensi mie basah formulasi tepung gembili, tepung garut, dan tepung terigu untuk diet diabetes mellitus tipe 2. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Peneliti Menambah wawasan mengenai kompetensi formulasi pangan, khususnya dengan menciptakan makanan fungsional berbasis pangan lokal yang sesuai dengan diet diabetes mellitus tipe 2.Selain itu, peneliti dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan pengujian daya terima makanan dan analisis zat gizi pada produk makanan dalam rangka mengembangkan riset di bidang gizi kesehatan. 2. Untuk Industri Mendapatkan tambahan informasi dan membuka peluang usaha pembuatan mie basah berbahan dasar tepung garut dan gembili yang sesuai 5
dengan diet diabetes mellitus tipe 2, sehingga membuka segmen pasar pangan lokal. 3. Untuk Masyarakat Meningkatkan potensi pemanfaatan pangan lokal terutama umbi minor seperti garut dan gembili untuk mendukung upaya penganekaragaman pangan serta memberikan pilihan produk alternatif makanan untuk masyarakat baik yang beresiko maupun penderita diabetes mellitus tipe 2. 4. Untuk Pemerintah Hasil penelitian diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pangan fungsional berbahan baku lokal dan meningkatkan upaya pemerintah dalam rangka Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Pangan Lokal. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan referensi, penelitian mengenai pengembangan produk mie basah berbahan dasar tepung garut dan gembili yang sesuai dengan diet diabetes mellitus tipe 2 belum pernah dilakukan. Penelitian yang sudah pernah dilakukan diantaranya : 1. Harijono et al (2012) dengan judul penelitian Efek Hipoglikemik Polisakarida Larut Air Gembili (Dioscorea esculenta) yang diekstrak dengan berbagai macam metode. Penelitian ini melihat perbedaan efek hipoglikemik gembili dengan berbagai macam ekstraksi pati resistennya terhadap tikus putih galur wistar 2-3 bulan yang diinduksi aloksan. Ada tiga macam ekstraksi pati resisten yang dilakukan, yang pertama 6
diekstrak dengan menggunakan air, air ditambah enzim papain, dan terakhir diekstrak menggunakan air ditambah inokulum ragi tempe. Hasil penelitian yang menunjukan ekstrak pati resisten dalam gembili dapat menurunkan kadar glukosa darah pada kondisi hiperglikemia. Dan dengan metode ekstraksi yang berbeda mengakibatkan kemampuan penurunan kadar glukosa darah yang juga berbeda. Mekanisme penurunan kadar glukosa darah oleh pati resisten gembili berkaitan dengan penghambatan penyerapan glukosa dan fermentasi pati resisten yang menghasilkan asam lemak rantai pendek. Ekstrak pati resisten yang menggunakan ragi tempe mempuyai potensi penurunan glukosa darah yang lebih tinggi dibandingkan ekstraksi hanya dengan air ataupun enzim papain. Ada dugaan terdapat efek sinergis ragi tempe dalam menurunkan kadar glukosa darah. Persamaan dalam penelitian ini adalah bahan yang digunakan adalah gembili dan juga menghitung kandungan pati resisten dan sama untuk penderita diabetes tipe 2. Perbedaannya dalam penelitian Harijono et al. (2012) ini menggunakan beberapa macam ekstraksi untuk mengetahui jumlah pati resisten yang tertinggi. 2. Diniyati B (2012) dengan judul Kadar Betakaroten, Protein Tingkat Kekerasandan Mutu Organoleptik Mie instan dengan Substitusi tepung Ubi Jalar Merah (Ipomoe batatas) dan Kacang Hijau (Vigna radiata). Dalam penelitian ini menganalisa pengaruh subtitusi tepung ubi jalar merah dan tepung kacang hijau terhadap kadar betakaroten, kadar protein, kekerasan, dan mutu organoleptik mie. Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental rancangan acak lengkap satu faktor yaitu dengan 7
mie dengan substitusi ubi jalar merah dan kacang hijau dengan 5 taraf perlakuan dengan perbandingan substitusi tepung ubi jalar : tepung kacang hijau 0% : 0%, 0:30%, 10%:20%, 20%:10%, dan 30%: 10%. Menggunakan analisis statistikone way ANOVA CI 95% dilanjutkan dengan uji Poshoct test Duncan. Diperoleh hasil bahwa variasi substitusi mempengaruhi kadar betakaroten, protein dan mutu organoleptik mie. Variasi ini mempengaruhi secara nyata terhadap kekerasan, warna, dan aroma mie instan. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan mie sebagai produknya dan melakukan uji daya terima produk. Sedangkan perbedaannya adalah parameter yang diukur, jika dalam penelitian ini yang diukur adalah betakaroten, protein, dan mutu organoleptik penelitian yang akan penulis lakukan adalah uji daya terima dan uji kadar pati resisten pada mie basah. 3. Mursalina et al. (2012) dengan judul penelitian Penetapan Kadar Serat Tak Larut pada Makanan Keripik Simulasi. Penelitian ini memiliki tujuan untuk memanfaatkan bekatul sebagai sumber serat pada keripik simulasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penambahan bekatul pada keripik simulasi dapat menambah jumlah serat dalam keripik simulasi. Persamaan dalam penelitian ini adalah perhitungan serat dalam makanan, penggunaan tepung komposit, dan uji daya terima sedangkan perbedaannya adalah produk yang digunakan dan parameter yang digunakan. Dalam penelitian yang akan penulis lakukan adalah uji daya terima dan uji serat pangan larut serta kadar pati resisten, sedangkan dalam penelitian ini meneliti kadar serat tidak larut. 8