1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap masyarakat memiliki kebudayaan, kebudayaan ini tersusun karena adanya tingkat pengetahuan dan sebuah ide, keduanya akan menghasilkan sebuah perwujudan budaya seperti bahasa, seni, kepercayaan, perilaku dan lain-lain. Dalam semua kebudayaan, manusia mempunyai kepercayaan atau religi yang kompleks. Salah satu perwujudan kebudayaan adalah kepercayaan. Sejak dahulu manusia sudah meyakini adanya dunia lain khususnya dunia setelah kematian. Mereka mengenal animisme dan dinamisme sebagai kepercayaan tentang adanya roh yang diyakininnya. Peralatan yang digunakan untuk berhubungan dengan keyakinannya berbeda-beda sesuai perubahan peradaban. Keyakinan sangat bervariasi dalam peranannya di alam semesta ini dan cara-cara mereka berhubungan dengan keyakinan tersebut. Agama pada dasarnya merupakan pedoman dan undang-undang manusia untuk menjalankan perintah dan aturan (Roger M. Keesing, 1981 : 92). Ketika membahas tentang kepercayaan masyarakat Tionghoa maka tidak bisa kita lepaskan dari istilah Tiongkok yang merupakan sumber awal munculnya agama Khonghucu, Tiongkok mempunyai tiga pandangan keagamaan yaitu Khonghucu, Budha dan Tao atau yang lebih disebut dengan istilah Tridharma yang mana ketiganya hidup berdampingan di sana. Hal ini sesuai dengan
2 tulisan Ismail Raqi Al-Faruqi (1974 : 23) dalam bukunya yang berjudul Historical Atlas Religion of the World. The Chinese Tradition has such a syncretic and harmonizing tendency that in every religious practice the average Chinese makes no distinction between, for example, a taois shrine, a buddist monastery and a confusion temple and the religious ideal of the Chinese tradition is tipically reflected in the expression sanchiao- I, meaning the grand harmonious unity of the tree teaching of conficianism,taoism, Budhism. Dalam bahasa Indonesia arti tulisan di atas yaitu tradisi Tiongkok mempunyai hubungan yang sinkretis dan harmonisasi bahwa dalam setiap praktik keagamaan Tiongkok rata-rata tidak berbeda, misalnya, sebuah kuil Taoisme, sebuah wiara budha dan sebuah kuil Confucius dan tradisi masyarakat Tionghoa biasanya tercermin dalam ekspresi san-chiao-i, yang berarti kesatuan yang harmonis tiga ajaran yaitu Konfusianisme, Taoisme, Buddhisme. Dari tulisan tersebut kita dapat mengetahui tentang tradisi masyarakat bahwa rata-rata mempunyai rasa persaudaraan walaupun mereka mempunyai agama yang berbeda, dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak pernah membedakan antara agama yang satu dengan agama yang lain. Manusia harus dapat menyesuaikan diri dengan ritme alam semesta. Kehidupan harus harmonis dengan tiga dasar yaitu kehidupan langit, bumi dan kehidupan manusia. Mereka percaya bahwa alam semesta ini sebagai akibat inkarnasi kekuatan alam.
3 Alam pikiran masyarakat Tiongkok Kuno berkeyakinan bahwa alam semesta dikuasi oleh Thein (Tuhan). Keseluruhan alam semesta itu berada pada tempat dan tugasnya masing-masing, yang kemudian membentuk pola dasar kosmos berdasarkan ketentuan alam itu sendiri. Kehidupan di dunia ini dihubungkan dengan peredaran kosmos, seperti dalam peredaran musim, arah, warna, tanda-tanda, lingkaran yang memberi ramalan tertentu (Hidajat, 1993 :45). Di Yogyakarta terdapat dua Wihara yang terkenal yaitu Kelenteng Gondomanan atau disebut Wihara Budha Prabha Yogyakarta dan Kelenteng Poncowinatan. Adapun Tugas Akhir ini membahas mengenai Kelenteng Gondomanan atau disebut Wihara Budha Prabha Yogyakarta, dalam Tugas Akhir ini penulisan akan menggunakan nama Wihara Budha Prabha. Jika dilihat dari keberadaan dewa di dalam Wihara, Wihara Budha Prabha memiliki keistimewaan jika dibandingkan dengan Wihara lain di Yogyakarta karena di Wihara ini yang paling utama untuk dipuja adalah Dewa Amurwa Bhumi atau fú dé zhèng shén ( 福德正神 ). Salah satu budaya Tiongkok yang dapat dijumpai dalam masyarakat Tionghoa yaitu ramalan Ciam Si. Ciam Si adalah tradisi peramalan yang berakar pada Taoisme. Ajaran Tao berbeda dengan Taoisme, ajaran Tao didirikan oleh Laozi dan Zhuangzi pada saat akhir musim semi dan gugur, sedangkan Taoisme telah terbentuk pada zaman Dinasti Han Timur yang didirikan oleh Zhang Daoling. 1 Zhang Daoling menciptakan metode Ciam Si 1 Wawancara dengan Yetty Herlina, dosen bahasa Mandarin UGM pada tanggal 17 Januari 2014 pukul 11.00 WIB di kediaman Yetty Herlina.
4 dengan tujuan membantu pengunjung berdoa di wihara untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang dihadapi. Ramalan Ciam Si juga digunakan sebagai media untuk mengetahui peruntungan nasib dari seseorang, dimana biasanya orang yang bersangkutan harus terlebih dahulu mengikuti aturan tradisi yang ada di wihara dengan cara mengocok batang bambu kecil, menyerupai sumpit yang diletakkan di dalam sebuah wadah gelas. Batang bambu dalam wadah tersebut memiliki nomor satu sampai seratus yang sudah disesuaikan dengan jumlah kertas syair. Penjaga wihara dalam melakukan ramalan Ciam Si akan memberikan kertas ramalan sesuai dengan angka pada bilah bambu yang jatuh. Jawaban diberikan dalam bentuk syair yang ditulis di lembar-lembar kertas yang isinya berupa penjelasan atau petunjuk tertentu yang dianggap sebagai jawaban dewa atau dewi atas doa yang dipanjatkan. Wihara Budha Prabha Yogyakarta memiliki 100 bilah bambu dalam satu wadahnya. Dalam mendapatkan jawaban ramalan Ciam Si tidak semua kertas ramalan isinya baik, ada juga yang sangat jauh dari harapan. 2 Seiring dengan perkembangan zaman, tradisi ramalan nasib ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Tionghoa, melainkan juga oleh masyarakat umum. Hal ini yang mendorong penulis tertarik untuk memahami motivasi pengunjung Wihara Budha Prabha Yogyakarta dalam melakukan ramalan Ciam Si. 2 Wawancara dengan Vincent salah satu anggota Generasi Muda Cetiya Budha Prabha (GMCBP) pada tanggal 29 September 2013 pukul 10.30 di Wihara Budha Prabha.
5 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian yang tertera dalam latar belakang, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : 1. Apakah yang dimaksud dengan ramalan Ciam Si? 2. Apakah tujuan pengunjung Wihara Budha Prabha Yogyakarta melakukan ramalan Ciam Si? 3. Bagaimanakah sikap pengunjung Wihara Budha Prabha Yogyakarta setelah mendapat ramalan Ciam Si? 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan ini sebagai berikut : 1. Memberikan penjelasan tentang ramalan Ciam Si. 2. Mengetahui tujuan pengunjung melakukan ramalan Ciam Si. 3. Mengetahui seberapa percayakah sikap pengunjung apabila mendapat kertas ramalan yang diterimanya. 1.4 Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini, yaitu : 1. Dapat menjadi sumbangan pemikiran dan rekomendasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Sebagai bahan referensi dalam mengenal ramalan Ciam Si. 3. Bagi perguruan tinggi diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan bacaan guna menambah wawasan bagi mahasiswa dan
6 kegiatan akademika Universitas Gadjah Mada serta memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti selanjutnya. 1.5 Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini yakni menggunakan metode wawancara, studi pustaka dan observasi partisipan. 1. Metode Wawancara Metode wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab. Dalam penulisan ini wawancara dilakukan dengan para narasumber yang mempunyai pengetahuan tentang ramalan Ciam Si. Wawancara ini digunakan untuk mengetahui tradisi ritual masyarakat Tionghoa tentang ramalan Ciam Si. Dalam wawancara ini, sebelumnya telah dipersiapkan materi yang akan ditanyakan kepada narasumber agar proses wawancara dapat terarah pada pokok pembahasan. 2. Metode Studi Pustaka Metode pustaka adalah cara pengumpulan data-data dari buku, majalah, intenet, maupun bacaan lain yang mendukung. Metode studi pustaka dimaksudkan untuk menambah informasi secara luas. 3. Observasi Partisipan Penulis menggunakan metode observasi partisipan dimana observasi partisipan adalah observer turut ambil bagian dalam penelitian yaitu observer
7 juga mengikuti kegiatan ritual Ciam Si. Narasumber yang dipilih adalah orang yang sedang melakukan Ciam Si dan yang pernah melakukan Ciam Si. Penulis menggunakan metode observasi partisipan bertujuan agar penulis lebih memahami kegiatan ramalan Ciam Si selain itu juga agar bisa merasakan hal yang sama dengan subyek yang diteliti. 1.6 Sistematika Penulisan Secara garis besar Tugas Akhir ini dibagi menjadi empat bab, yaitu : Bab I Pendahuluan Meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metodologi penulisan dan sistematika penulisan. Bab II Landasan teori dan Tinjauan Pustaka Membahas tentang definisi Wihara, Motivasi, Ramalan dan Ciam Si. Bab III Sejarah singkat dan asal-usul Ciam Si di Wihara Budha Prabha Yogyakarta Berisi tentang sejarah dan berkembangnya Wihara Budha Prabha Yogyakarta, Sejarah awal Ciam Si dan Tata cara Ciam Si Bab IV Motivasi dan pandangan pengunjung Wihara Budha Prabha Yogyakarta melakukan ramalan Ciam Si Bab ini berisikan tentang gambaran umum responden, tingkat pemahaman responden, motivasi dan pandangan pengunjung
8 Wihara Budha Prabha yang percaya terhadap ramalan Ciam Si dan yang tidak percaya terhadap ramalan Ciam Si. Bab V Penutup Dalam penyusunan Tugas Akhir ini berisi kesimpulan dan saran.