BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk), dan kecacingan yang masih tinggi. Dari ketiga penyebab tersebut,defisiensi vitamin B12 (anemia pernisiosa) merupakan penyebab yang paling jarang terjadi selama kehamilan. Jenis anemia lain yang juga kerap terjadi selama kehamilan adalah anemia aplastik dan anemia hemolitik yang diimbas oleh obat. 2) Namun yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah anemia defisiensi gizi khususnya zat besi yang sering terjadi pada ibu hamil. a. Batasan Anemia Anemia adalah keadaan dimana kadar hemoglobin, hematokrit dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut. Batas normal terendah nilai haemoglobin (Hb) untuk wanita hamil adalah 11 g/dl. 2) b. Jenis anemia Berdasarkan penyebab, jenis anemia dibagi menjadi : 1. Anemia defisiensi besi yaitu anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi. 2. Anemia megaloblastik yaitu anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12. 3. Anemia hemolitik yaitu anemia yang terjadi karena pemecahan sel-sel darah lebih cepat dari pembentukan. 4. Anemia aplastik yaitu anemia yang terjadi karena gangguan pembentukan selsel darah. 7) Defisiensi besi adalah penyebab anemia tersering pada setiap Negara di dunia. Besi merupakan satu dari unsure terbanyak pada kulit bumi, akan tetapi defisiensi besi merupakan sebab terbanyak anemia, ini disebabkan tubuh
mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi tetapi sering kehilangan besi secara berlebihan karena perdarahan. 11) c. Etiologi Secara umum ada 3 penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu : (1) Kehilangan darah secara kronis, sebagai dampak pendarahan kronis seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid, infestasi parasit dan proses keganasan; (2) Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat; dan (3) Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa puberstas, masa kehamilan dan menyusui. 2) Pada ibu hamil terjadi penambahan cairan tubuh (volume plasma) yang tidak sebanding dengan penambahan sel darah merah. Akibatnya kadar Hb menurun. Penurunan ini mulai timbul sejak usia kehamilan 8 minggu sampai minggu ke 32 kehamilan. Walaupun bervariasi, biasanya penambahan volume plasma pada wanita hamil dapat mencapai 50 %, sedangkan peningkatan massa sel darah merahnya 25 % saja. 1) Banyak berpantang makanan tertentu selagi hamil dapat memperburuk keadaan anemia gizi besi. Biasanya ibu hamil enggan makan daging, ikan, hati atau pangan hewani lainnya dengan alasan yang tidak rasional. Padahal pangan hewani merupakan sumber zat besi yang tinggi absorbsinya. 5) Yakni antara 7 22 %, sedangkan pada makanan nabati hanya sebesar 1 6 %. 3) Sayangnya sebagian besar penduduk di negara yang (belum) sedang berkembang tidak (belum) mampu menghadirkan bahan makanan tersebut di meja makan. Ditambah dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi (seperti kopi dan teh) secara bersamaan pada waktu makan dapat menyebabkan serapan zat besi semakin rendah. 2) Kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit seperti cacing tambang (ankilostoma dan nekator), schistosoma, dan mungkin pula trichuris trichiura. Kasus-kasus tersebut lazim terjadi di negara tropis (kebanyakan negara tropis terklasifikasi sebagai negara belum dan sedang berkembang), lembab serta keadaan sanitasi yang buruk. 2)
d. Tanda dan Gejala Anemia Orang yang menderita anemia gizi mengalami gejala awal berupa rasa lelah, nafsu makan hilang atau berkurang, daya konsentrasi menurun dan sakit kepala terutama ketika bangkit dari duduk. Selain itu, muka, selaput lendir kelopak mata, bibir dan kuku tampak pucat. Lidah terasa panas, kering dan sakit bila terkena makanan. Pada kasus yang lebih parah terjadi sesak nafas dan kemungkinan terjadi gejala lemah jantung. 3) Keluhan lemah, pucat, mudah pingsan sementara tensi masih dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi. 4) e. Kebutuhan Zat Besi Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi dengan pendarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mg. 7) Wanita hamil dan menyusui memerlukan zat besi 3-4 kali lebih banyak dari pada laki-laki dewasa. Zat besi dikeluarkan tubuh secara konstan 0,5 1,0 mg setiap hari melalui rambut, kuku, keringat, air kemih dan terbanyak melalui pelepasan epitel saluran cerna. Sedangkan wanita yang melahirkan akan kehilangan darah cukup banyak sehingga akan kehilangan zat besi junlah 500-550 mg. 1) Zat besi yang hilang selama menyusui tidak banyak, rata-rata sebesar 0,1 mg, 0,28 mg dan 0,27 mg selama 1, 2 dan 3 bulan berturut-turut. 5) Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan meningkat. Peningkatan ini dimaksudkan untuk memasok kebutuhan janin untuk pertumbuhan (pertumbuhan janin memerlukan banyak sekali zat besi), pertumbuhan placenta dan peningkatan volume darah ibu : jumlahnya sekitar 1000 mg selama hamil. 2) Kebutuhan zat besi pada setiap trimester kehamilan berbeda-beda. Pada trimester I kebutuhan zat besi justru lebih rendah dari masa sebelum hamil, ini disebabkan ibu hamil tidak mengalami menstruasi dan janin yang dikandung belum membutuhkan zat besi. Menjelang trimester II kebutuhan zat besi meningkat yang akan terus berlanjut sampai trimester III. 5) Kebutuhan zat besi selama trimester I relatif sedikit yaitu 0,8 mg sehari, kemudian meningkat tajam selama trimester II dan III yaitu 6,3 mg sehari. 2) Pada trimester II dan III ibu
hamil memerlukan zat besi dalam jumlah yang banyak yang tidak bisa didapat dari makanan saja. Oleh karena itu ibu hamil harus mendapatkan zat besi berupa suplemen zat besi. 5) f. Dampak Anemia Dampak anemia pada wanita hamil dapat diamati dari besarnya angka kesakitan dan kematian maternal, peningkatan angka kesakitan dan kematian janin, serta peningkatan resiko terjadinya BBLR. Penyebab utama kematian maternal antara lain pendarahan pascapartum (disamping eklamsi dan penyakit infeksi) dan plasenta previa yang kesemuanya bersumber pada anemia difisiensi. 2) Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir dilaksanakan pada tahun 2002/2003 perkiraan angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307/100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Jawa Tengah 2003). g. Diagnosis Anemia Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. 7) Kepucatan bisa diperiksa pada telapak tangan, kuku dan konjungtiva palpebra. 2) Pemeriksaan kada Hb dan darah tepi akan memberikan kesan pertama. Pemeriksaan Hb dengan Spektrofotometri merupakan standar, kesulitan ialah alat ini hanya tersedia di kota. 4) h. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Sejauh ini ada 4 pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi yaitu : (1) Pemberian tablet atau suntikan zat besi (2) Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanan (3) Pengawasan penyakit infeksi dan (4) Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi. 2) Tablet zat besi dalam bentuk ferro lebih mudah diserap ketimbang bentuk ferri. Dosis suplementatif yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu tablet mengandung 60 mg Fe dan 200 mg asam folat) yang dimakan paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi. 2)
Efek samping tablet zat besi berupa pengaruh yang tidak menyenangkan seperti rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare (kadang konstipasi) sehingga orang cenderung menolaknya. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti, para wanita hamil harus diberikan pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemia, dan harus pula diyakinkan bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi. 2) Meningkatkan ketersediaan hayati zat besi yang dimakan, yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi. Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat pencegahan seperti : penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan. Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara terpusat merupakan inti pengawasan anemia diberbagai negara. 2) Fortifikasi makanan merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi besi. 2) B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Anemia Selain faktor penyebab langsung diatas menurut Manuaba 1998 terdapat faktorfaktor yang ikut berperan daklam terjadinya anemia. Faktor-faktor tersebut antara lain : - Malnutrisi atau kekurangan gizi. - Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan. - Ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah. 1) Malnutrisi atau kekurangan gizi Di Indonesia kebanyakan ibu hamil menderita anemia kekurangan gizi, dan pada pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang diderita masyarakat adalah karena kekurangan zat besi yang dapat diatasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi. 7) 2) Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan
Kehamialan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan pembentukan sel darah merah janin dan plasenta. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30 % sampai 40 % yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Setelah persalinan dengan lahirnya placenta dan perdarahan, ibu akan kehilangan zat besi sekitar 900 mgr. Saat laktasi, ibu masih memerlukan kesehatan jasmani yang optimal sehingga dapat menyaipkan ASI untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam keadaan anemia, laktasi tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik. 7) Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan mengalami makin anemis. 8)
3) Ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah Faktor pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang diperolehnya. Pengaruh pendidikan seseorang menentukan perbedaan dalam menghadapi masalah. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh seseorang, maka semakin mudah menyerap informasi-informasi baru. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarga. Keberdayaan wanita (woman empowerment) memungkinkan wanita lebih aktif dalam menentukan sikap dan lebih mandiri dalam memutuskan hal yang terbaik bagi dirinya termasuk kesehatan atau kehamilannya. 12) Kemiskinan, ketidakmampuan membayar pelayanan kesehatan yang baik, keterjangkauan pelayanan kesehatan menyebabkan berkurangnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan. 12) Disamping faktor-faktor diatas menurut Arisman 2004 terdapat faktorfaktor lain yang ikut mempengaruhi terjadinya anemia, yaitu : 1. Usia ibu hamil Yang dimaksud denganstatus reproduksi antara lain usia ibu hamil (usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun) merupakan usia yang beresiko untuk hamil dan melahirkan. 12) Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20 sampai 30 tahun. 8) Resiko paling besar dihadapi oleh ibu yang berusia dibaewah 17 tahun karena pada tahap ini wanita muda masih mengalami pertumbuhan, sedangkan pada usia diatas 35 tahun,besar kemungkinan kesehatan reproduksi sudah tidak optimaldan dapat menimbulkan berbagai penyulit kehamilan diantaranya perdarahan dari uterus yang dapat menyebabkan terjadinya anemia. 9) 2. Paritas Semakin banyak jumlah kelahiran yang dialami oleh seorang wanita akan semakin tinggi resikonya untuk mengalami komplikasi. 12) Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. 7)
Paritas dua sampai tiga merupakan paritas paling aman, paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko tinggi dan berpeluang pada angka kematian lebih tinggi. 8) 3. Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui tanpa menghiraukan dari mana datangnya pengetahuan tersebut. Jadi pada hakekatnya apa saja kita ketahui walaupun dari mimpi atau berkhayal panca indera, pikiran, wahyu dan intuisi. 6) Pengetahuan merupakan dominan terpenting untuk terbentuknya tindakan seseorang karena dari pengalaman, dari penelitian ternyata perilaku didasari oleh pengetahuan. 6) Menurut Ali Khomsan th 2000 kategori pengetahuan dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang, dan kurang dengan kriteria sebagai berikut : baik > 80 %, sedang 60 80 %, kurang < 60 %. 10) Kemiskinan, ketidakmampuan membayar pelayanan yang baik, transportasi yang sulit juga merupakan faktor-faktor yang ikut berperan. 8) C. Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, diperoleh kerangka teori sebagai berikut : Usia Ibu gravida Paritas Abortus Pendidikan Kejadian anemia Konsumsi makanan Ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan Pengetahuan tentang anemia Bagan 2.1 Sumber : Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia : Modifikasi dari Manuaba (1998) Wiknyosastro (1999) dan Arisman (2004) D. Kerangka Konsep Dari kerangka teori diatas diperoleh kerangka konsep sebagai berikut :
Variabel Bebas Variabel Terikat Usia Ibu Paritas Pendidikan Kejadian Anemia Pengetahuan tentang anemia Bagan 2.2 : Kerangka konsep E. Hipotesa 1. Ada hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian anemia. 2. Ada hubungan antara paritas ibu hamil dengan kejadian anemia. 1. Ada hubungan antara pendidikan ibu hamil dengan kejadian anemia. 2. Ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kejadian anemia.