BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

WAKTU ERUPSI GIGI PERMANEN DITINJAU DARI USIA KRONOLOGIS PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 12 TAHUN DI SD ST ANTONIUS V MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WAKTU ERUPSI GIGI PERMANEN DITINJAU DARI USIA KRONOLOGIS PADA ANAK ETNIS TIONGHOA USIA 6 SAMPAI 12 TAHUN DI SD WR.

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini dapat bervariasi pada umur dan jenis kelamin. Hal tersebut dapat diukur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAGIAN ILMU BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kejadian yang penting dalam perkembangan anak (Poureslami, et al., 2015).

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menembus gingiva sampai akhirnya mencapai dataran oklusal. 5-7 Pada manusia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

PERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS MOYERS DAN TANAKA-JOHNSTON PADA MURID SEKOLAH DASAR SUKU BATAK DI KOTA MEDAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB 3 METODE PENELITIAN

Analisa Ruang Metode Moyers

Proses erupsi gigi adalah suatu proses isiologis berupa proses pergerakan gigi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi dan radang gusi (gingivitis) merupakan penyakit gigi dan

JARAK INTERINSISAL PEMBUKAAN MULUT MAKSIMAL SUKU BATAK KELOMPOK UMUR TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis,

NILAI KONVERSI JARAK VERTIKAL DIMENSI OKLUSI DENGAN PANJANG JARI TANGAN KANAN PADA SUKU BATAK TOBA

POLA ERUPSI GIGI PERMANEN PADA ANAK ETNIS TIONGHOA SEKOLAH DASAR PERGURUAN BUDDHIS BODHICITTA, MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan

III. KELAINAN DENTOFASIAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DATA PERSONALIA PENELITI

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang. waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

LAPORAN PENELITIAN POLA ERUPSI GIGI PERMANEN DITINJAU DARI USIA KRONOLOGIS PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 12 TAHUN DI KABUPATEN SUMEDANG

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Dentofasial, Vol.11, No.3, Oktober 2012: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKURAN DIMENSI RAHANG ATAS PADA ETNIK INDIA MALAYSIA USIA TAHUN DI MEDAN

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

PERUBAHAN MANDIBULA PADA MANULA. LISNA UNITA, DRG.,M.Kes DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU

HUBUNGAN MATURITAS GIGI DENGAN USIA KRONOLOGIS PADA PASIEN KLINIK ORTODONTI FKG USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besarnya pengaruh erupsi gigi dan banyaknya kelainan yang mungkin ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter gigi mengetahui waktu erupsi gigi secara benar. Seorang dokter gigi juga dapat meramalkan kapan gigi akan erupsi dan kapan erupsi gigi dikatakan menyimpang sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilakukan untuk meminimalisir kelainankelainan yang mungkin muncul akibat erupsi gigi yang menyimpang. Disamping itu pengetahuan mengenai waktu erupsi gigi akan banyak membantu dokter gigi dalam merencanakan tindakan perawatan gigi dan rencana perawatan juga sering kali dihubungkan dengan usia anak ketika anak tersebut memiliki keluhan pada giginya. 1-4 Usia kronologis adalah usia berdasarkan tanggal lahir, bulan dan tahun kelahiran. Usia kronologis dapat ditentukan dengan melihat maturasi somatik. Tingkat maturasi somatik merupakan gambaran kematangan fisiologis seorang anak. Namun penilaian ini memiliki beberapa kekurangan, antara lain tingginya tingkat variabilitas kematangan somatik antar individu. Berdasarkan hal tersebut, maka maturasi dental yang memiliki variabilitas rendah lebih baik digunakan sebagai indikator usia kronologis. Penilaian maturasi dental dapat ditentukan antara lain oleh tahap erupsi gigi. 3 Erupsi gigi permanen terjadi bertahap, sejalan dengan usia dan oleh karenanya jadwal erupsi gigi dapat juga digunakan sebagai indikator umur pada kasus forensik dimana hanya rangka dan gigi anak saja yang ditemukan. 4

Erupsi adalah proses perkembangan gigi yang bergerak dari posisi benih gigi menembus alveolar ke dalam rongga mulut, dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. 1 Lew menyatakan gigi erupsi jika mahkota telah menembus gingiva dan tidak melebihi 3 mm di atas gingiva level dihitung dari tonjol gigi atau dari tepi insisal. 5 Erupsi gigi terjadi bervariasi pada setiap anak. Variasi ini bisa terjadi dalam setiap periode dalam proses pertumbuhan dan perkembangan gigi. Variasi dalam erupsi gigi dipengaruhi oleh faktor keturunan, ras, jenis kelamin, lingkungan, penyakit dan faktor lokal. 1,3-9 Penelitian terdahulu terdapat perbedaan waktu erupsi antara satu populasi dengan populasi lain yang berbeda ras. Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian. 3 Waktu erupsi gigi permanen rahang atas dan bawah terjadi bervariasi. Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan laki-laki. 6,8 Gigi permanen anak perempuan umur 6 sampai 12 tahun menunjukkan pemunculan beberapa bulan lebih awal per elemen daripada anak laki-laki, tetapi gigi kaninus bawah pada anak perempuan ternyata relatif muncul lebih awal lagi. 6,7 Hasil penelitian Djaharuddin (1980) di Surabaya untuk gigi kaninus dan premolar, didapat hasil bahwa erupsi gigi permanen anak perempuan lebih cepat dibandingkan anak laki-laki. Ada perbedaan waktu erupsi anak-anak Surabaya dengan anak-anak keturunan Kaukasia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Primasari A (1997) pada anak sekolah taman kanak-kanak dan sekolah dasar di kota administratif Rantau Parapat, Sumatera Utara untuk waktu erupsi gigi molar satu dan incisivus satu

permanen. Hasil penelitian, didapatkan hasil gigi-geligi anak-anak di Rantau Parapat lebih cepat erupsi dibandingkan anak-anak Kaukasia dan ada perbedaan yang bermakna rata-rata waktu erupsi antara anak laki-laki dan perempuan. Gigi anak perempuan lebih cepat erupsi dibandingkan anak laki-laki. 5 Penduduk Indonesia merupakan campuran ras Mongoloid dan Austromelanesit (Austroloid dan Negroid) yang menghasilkan ras Proto Melayu dan Deutro Melayu. 10 Salah satu kelompok ras Proto Melayu adalah suku Batak. Kelompok suku Batak yaitu kelompok suku yang terdiri dari orang Tapanuli Utara (Batak Toba), Simalungun, Dairi (pak-pak), Karo dan Tapanuli Selatan (Mandailing). 10,11 Sebelumnya telah ada penelitian yang dilakukan oleh Indriati E (2001) mengenai waktu erupsi gigi permanen anak-anak Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada maksila, anak laki-laki lebih dahulu bererupsi giginya, kecuali pada gigi kaninus atas. Demikian pula pada mandibula, anak laki-laki lebih dahulu erupsi giginya daripada perempuan, kecuali pada gigi kaninus dan premolar kedua bawah. Pada anak laki-laki, gigi kaninus atas bererupsi lebih dulu dibanding molar kedua atas, polanya terbalik pada anak perempuan. 4 Indriyanti R, dkk (2006) yang melakukan penelitian mengenai pola erupsi gigi permanen di Kabupaten Sumedang, diperoleh hasil bahwa waktu erupsi gigi permanen pada anak-anak di Kabupaten Sumedang tidak terlalu besar perbedaannya diantara masing-masing anak. Penyebabnya adalah keadaan sampel yang cukup homogen yang berasal dari suku yang sama, yaitu suku Sunda dan status sosial ekonomi yang sama, yaitu kelas menengah ke bawah. Dan berdasarkan hasil penelitian, gigi yang pertama erupsi

adalah molar pertama rahang atas dengan umur rata-rata 6,36 tahun dan gigi yang terakhir erupsi adalah molar kedua rahang atas pada umur rata-rata 10,60 tahun. 3 (Gambar 2) Penelitian mengenai waktu erupsi gigi permanen ini penting, mengingat belum adanya penelitian mengenai waktu erupsi gigi permanen pada suku Batak Toba. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai waktu erupsi gigi permanen ditinjau dari usia kronologis pada anak-anak usia 6 sampai 12 tahun di SD St. Antonius V Medan yang beralamat di Jalan H.M Joni No 52 A Pasar Merah Medan. Dipilihnya sekolah tersebut sebagai tempat penelitian karena populasi yang cukup homogen berasal dari suku yang sama, yaitu suku Batak Toba. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ada perbedaan waktu erupsi gigi permanen antara laki-laki dan perempuan pada anak usia 6 sampai 12 tahun di SD St. Antonius V Medan? 2. Apakah ada perbedaan waktu erupsi gigi permanen antara rahang atas dan bawah pada anak usia 6 sampai 12 tahun di SD St. Antonius V Medan?

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui perbedaan waktu erupsi gigi permanen antara laki-laki dan perempuan pada anak usia 6 sampai 12 tahun di SD St. Antonius V Medan. 2. Mengetahui perbedaan waktu erupsi gigi permanen antara rahang atas dan bawah pada anak usia 6 sampai 12 tahun di SD St. Antonius V Medan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan sumbangan informasi mengenai waktu erupsi gigi permanen pada anak-anak di SD St. Antonius V Medan. 2. Sebagai data dan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut, untuk mengetahui waktu erupsi gigi permanen pada suku-suku yang ada di Indonesia khususnya yang ada di Medan. 3. Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan pegangan bagi dokter gigi dalam melakukan tindakan pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi anak. 4. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Biologi Oral, Pedodonsia, Ortodonsia dan Forensik Kedokteran Gigi.