BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah komitmen bersama untuk mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi milenium tersebut. Komitmen di bidang kesehatan di antaranya adalah upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yang meliputi penyakit HIV/AIDS, TBC dan malaria. AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV (human immunodeficiency virus). Virus tersebut mengakibatkan penurunan dan kerusakan sistem kekebalan tubuh, sehingga orang yang terinfeksi akan menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit. Penyakit ini menjadi pandemi di seluruh dunia. Hampir semua negara menyumbangkan angka kejadian penyakit HIV/AIDS (Kemenkes, 2013). Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Ditjen PP & PL) melaporkan bahwa sejak tahun 1987 sampai dengan tahun 2013 penderita yang terinfeksi HIV sebanyak 127.416 penderita, kasus AIDS yang ditemukan sebanyak 52.348 penderita dan jumlah kematian akibat HIV/AIDS sebanyak 9.587 penderita. Dari banyak kasus yang ditemukan di Indonesia, kejadian tertinggi infeksi HIV terdapat di Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebanyak 28.790 penderita, sedangkan kasus AIDS tertinggi terdapat di Provinsi Papua, yaitu sebanyak 10.116 penderita (Kemenkes, 2013). Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat ke-7 nasional setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali dan Sumatra Utara. Jumlah penderita HIV di Jawa Tengah yang ditemukan sampai dengan tahun 2013 sebanyak 6.963 penderita, sedangkan jumlah penderita AIDS sebanyak 1.042 penderita dengan jumlah kematian sebanyak 1.111 orang (Kemenkes, 2013). Penyakit HIV/AIDS di Kota Magelang pertama kali ditemukan pada tahun 2004. Data yang dilaporkan sampai tahun 2013 menunjukkan terdapat 50 penderita terinfeksi HIV, kasus AIDS sebanyak 17 penderita, kematian akibat HIV/AIDS sebanyak 13 orang, sedangkan di Kabupaten Magelang kasus HIV pertama kali ditemukan pada tahun 2007. Sampai dengan tahun 2013 kasus HIV yang ditemukan sebanyak 41 penderita dan 11 orang di antaranya sudah meninggal. Dari keseluruhan kasus yang ditemukan, 80% penularannya melalui hubungan seksual, 12% 1
2 dikarenakan penggunaan jarum suntik secara bergantian pada pengguna narkoba, dan 8% penularan didapatkan melalui ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungnya (Profil Kesehatan Kota dan Kabupaten Magelang, 2013). Tingginya pertumbuhan HIVAIDS di Indonesia dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : meningkatnya pengguna narkoba suntik, maraknya seks bebas dan kelahiran bayi oleh ibu yang terinfeksi HIV (Kemenkes, 2013). Penyakit HIV/AIDS menimbulkan masalah yang cukup luas, baik pada orang yang terinfeksi HIV/AIDS (ODHA) maupun orang yang hidup dengan penderita HIV/AIDS (OHIDA). Masalah yang muncul adalah masalah fisik, sosial dan emosional, Masalah fisik terjadi akibat dari penurunan daya tahan tubuh secara progresif yang mengakibatkan ODHA rentan terhadap berbagai macam penyakit terutama penyakit infeksi dan keganasan. Penyakit infeksi yang sering muncul pada penderita HIV/AIDS adalah tuberkulosis paru (TB paru), radang pada paru-paru (pneumonia), kelainan kulit berupa herpes simplex atau zoster, diare kronik dan infeksi pada hati (hepatitis). Penyakit keganasan di antaranya adalah kanker lapisan pembuluh darah limfatik (sarcoma kaposi), kanker sistem kekebalan tubuh (limfoma) (Nursalam dan Kurniawati, 2007). Masalah sosial dan emosional pada ODHA muncul akibat stigma negatif dari masyarakat. Stigma tersebut akhirnya mengakibatkan perlakuan diskriminatif terhadap mereka. Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya anggapan bahwa penyakit HIV/AIDS selalu berujung pada kematian. Penyakit ini sering diasosiasikan dengan perilaku atau kebiasaan buruk yang dianggap tidak sesuai dan bertentangan dengan norma positif dalam masyarakat, persepsi masyarakat bahwa ODHA dengan sengaja menularkan penyakitnya, serta kurangnya pengetahuan yang benar tentang cara penularannya (Kemenkes, 2012). Akibat stigma dan diskriminasi pada ODHA, akhirnya tidak semua ODHA mau membuka statusnya kepada orang lain. ODHA mau membuka statusnya kepada orang lain dengan berbagai pertimbangan, yaitu di antaranya untuk mengurangi beban yang dirasakan, untuk mendapatkan dukungan sosial maupun dukungan secara ekonomi serta sebagai wujud kepedulian terhadap masyarakat (Sukmandari, 2012). Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan tahun 2010, menemukan data bahwa sikap diskriminatif terhadap anggota keluarga yang terinfeksi HIV cukup tinggi. Sebanyak 21,7% masih merahasiakan apabila ada anggota yang terinfeksi HIV/AIDS, dan terdapat 7,1% penduduk yang bersifat mengucilkan ODHA (Kemenkes, 2010).
3 Berdasarkan wawancara awal terhadap salah satu ODHA di Kota Magelang, diketahui bahwa ODHA mengalami depresi akibat kurangnya dukungan sosial dari lingkungan kerja. Dia mengalami diskriminasi dari lingkungan kerja dan diberhentikan dari pekerjaannya sebagai pegawai swasta karena perusahaannya mengetahui bahwa dirinya HIV positif berdasarkan hasil general check up yang dilakukan oleh perusahaan. Kasus serupa juga ditemukan di Thailand, hampir setiap hari kaum perempuan mendapatkan perlakuan diskriminatif oleh masyarakat setempat (Liamputtong, et al., 2009). Dampak stigma dan diskriminasi secara sosial yang dialami ODHA berupa pengucilan, pengusiran, pemutusan hubungan kerja (PHK), kekerasan, kehilangan kesempatan akses pelayanan kesehatan, serta berkurangnya dukungan sosial. Sedangkan dampak stigma secara emosional yang paling sering ditemukan adalah masalah depresi. Di Indonesia, 60% ODHA yang ditemukan mengalami depresi (Spiritia, 2013), sedangkan di Canada ditemukan sebanyak 50% ODHA mengalami masalah neuropsikologi (Atkins, et al., 2009). Depresi muncul akibat merasa terisolasi, merasa marah pada diri sendiri dan orang lain, merasa takut orang lain akan mengetahui statusnya, merasa khawatir dengan biaya perawatan, khawatir kehilangan pekerjaan dan perjalanan hidup selanjutnya (Muma et al,. 1997). Dukungan sosial merupakan salah satu bentuk kegiatan untuk mengurangi kejadian depresi dengan memberikan perhatian, kenyamanan, dan meningkatkan kepercayaan diri seseorang, (Glanz et al., 2008). Dukungan sosial yang diberikan dapat berupa informasi atau nasihat verbal atau non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial. Selain itu, dukungan sosial bisa didapat karena kehadiran mereka mempunyai manfaat secara emosional serta memberikan efek perilaku bagi pihak penerima (Gottlieb,1983). Sumber dukungan sosial dapat diperoleh dari keluarga, pasangan hidup, teman atau sahabat, tenaga kesehatan maupun jaringan sosial (Sarafino, 1990). Dukungan sosial pada ODHA dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental, sosial dan perilaku sehat serta kualitas hidup (Robert dan Rebbeca 2004). Dampak lain dukungan sosial adalah dapat mempengaruhi kepatuhan ODHA dalam menjalani pengobatan ARV (Edwards, 2006), mampu membantu seseorang mengurangi masalah kesehatan yang lebih serius (Tailor, 2003). Dampak lain dukungan sosial adalah dapat menurunkan stres dan angka kematian, terutama pada penyakit cardiovascular, neuroendokrin dan auto immune disease (House, 1987).
4 Depresi yang berkelanjutan akan menyebabkan penurunan kondisi secara fisik dan mental, sehingga dapat menyebabkan seseorang malas untuk melakukan aktivitas self care harian secara rutin, sebagai akibatnya, ODHA tidak patuh terhadap program pengobatan. Apabila ODHA tidak teratur minum anti retroviral (ARV) dalam jangka waktu yang lama, maka akan sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup ODHA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara depresi dan kualitas hidup pada ODHA. Semakin rendah tingkat depresi, kualitas hidup ODHA akan lebih baik, demikian juga sebaliknya, tingkat depresi yang tinggi akan menyebabkan kualitas hidup yang buruk (Widyarsono, 2013 dan Atkins, et al., 2009). Kualitas hidup ODHA merupakan salah satu aspek penting dalam menilai keberhasilan program penanggulangan HIV/AIDS. Penilaian terhadap kualitas hidup dapat dilihat secara komprehensif, baik dari aspek fisik, psikologis, hubungan sosial dan keterlibatan individu terhadap lingkungan, (WHO, 1994). Pemberian dukungan sosial merupakan salah satu bentuk dukungan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA yang dilihat dari aspek psikososial. Mengingat pentingnya dukungan sosial dan depresi terhadap kualitas hidup ODHA, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh aspek psikososial (dukungan sosial dan depresi) terhadap kualitas hidup ODHA di Magelang. Penelitian ini akan melihat gambaran dukungan sosial, gambaran tingkat depresi dan gambaran kualitas hidup ODHA. Dengan hasil penelitian ini diharapkan ada usulan untuk pengembangan program promosi kesehatan terkait dengan upaya peningkatan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di Magelang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: bagaimanakah hubungan antara dukungan sosial dan depresi dengan kualitas hidup ODHA di Magelang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum : Mendeskripsikan hubungan antara dukungan sosial dan depresi dengan kualitas hidup ODHA di Magelang.
5 2. Tujuan khusus: a. Mendeskripsikan karakteristik responden berdasarkan data demografi, yang meliputi: usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pernikahan, dan tingkat pendidikan. b. Mendeskripsikan gambaran dukungan sosial, gambaran depresi pada ODHA dan gambaran kualitas hidup ODHA di Magelang. c. Menganalisis hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada ODHA di Magelang. d. Menganalisis hubungan antara depresi dengan kualitas hidup ODHA di Magelang. e. Menganalisis faktor terbesar yang mempengaruhi kualitas hidup ODHA di Magelang D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya aspek psikososial dalam upaya meningkatkan kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS. 2. Praktis a. Bagi peneliti: Dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti terutama masalah dukungan sosial, tingkat depresi dan kualitas hidup. b. Bagi Dinas Kesehatan, KPAD, LSM: Dapat dijadikan dasar dalam upaya pengembangan program promosi kesehatan terutama pada aspek psikososial dalam upaya dalam meningkatkan kualitas hidup ODHA di Magelang. c. Bagi ODHA: Dari hasil penelitian ini diharapkan ODHA dapat mengetahui pentingnya dukungan sosial dan depresi terhadap kualitas hidup.
6 d. Bagi peneliti selanjutnya: Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian serupa. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian Atkins et al. (2009) yang berjudul Impact of Social Support on Cognitive Symptom Burden in HIV/AIDS in Canada. Persamaan : metode dan variabel. Perbedaan : tempat, waktu dan subjek Hasil : ditemukan sebanyak 50% ODHA di Canada mengalami gangguan neuro psikologi, terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan depresi pada ODHA yang diteliti. 2. Penelitian Robert and Rebbeca (2004) yang berjudul Social Support and Quality of Life Over Time among Adults Living with HIV in the HAART Era. Persamaan : metode dan variabel. Perbedaan : tempat, waktu dan subjek Hasil : terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan quality of live orang dengan HIV/AIDS dengan ART dan ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan diantara keduanya. 3. Penelitian Liamputtong et al. (2009) yang berjudul HIV and AIDS, Stigma and AIDS Support Groups : Perspectives from Women Living with HIV and AIDS in Central Thailand. Perbedaan : metode, variabel, tempat, waktu dan subjek penelitian Hasil : gambaran kaum perempuan yang terinfeksi HIV/AIDS di Thailand yang mengalami stigmatisasi dan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari dari masyarakat sekitar, serta pengalaman kaum perempuan dalam berjuang untuk mengurangi stigma dan
7 diskriminasi dengan berusaha untuk bergabung dalam kelompok dukungan sosial. 4. Penelitian Punjastuti (2011) yang berjudul Dukungan psikososial pada ibu dalam pelaksanaan Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Persamaan : variabel Perbedaan : metode, tempat, waktu, subjek Hasil : ibu yang mendapatkan dukungan psikososial, berasal dari keluarga, kerabat dan tenaga kesehatan merasakan hidupnya lebih berarti dan bertambah semangat dalam menjalani kehidupannya. Dukungan sosial dari masyarakat belum tampak karena tidak semua ODHA berani membuka statusnya di masyarakat. 5. Penelitian Edwards, (2006) yang berjudul Perceived Social Support and HIV/AIDS Medication Adherence among African American Women. Persamaan : variabel Perbedaan : metode, tempat, waktu, subjek Hasil : dukungan sosial dari keluarga mempengaruhi kepatuhan ODHA dalam minum obat. Informan merasa puas dengan kualitas dukungan yang mereka terima, bentuk dukungan yang paling diinginkan dan adalah dukungan emosional dukungan instrumental. 6. Widyarsono (2013) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan antara Depresi dengan Kualitas Hidup Aspek Sosial pada ODHA di Rumah Cemara, Bandung. Persamaan : variabel, metode, instrument Perbedaan : tempat, waktu, subjek Hasil : Dari 50 sampel yang diperiksa, terdapat 42 orang yang memiliki tingkat depresi rendah dan kualitas hidup aspek sosial yang tinggi. Ada hubungan yang signifikan antara depresi dan kualitas hidup pada ODHA.