BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB I PENDAHULUAN. makin terangkat ke permukaan, terutama sejak di keluarkannya Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi serta transformasi

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi 6,4 sampai dengan 7,5 persen setiap

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat. (Permenakertrans RI Nomor PER.13/MEN/X/2011).

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pembangunan industri di Indonesia telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari

BAB I PENDAHULUAN. akibat buatan manusia itu sendiri. Dalam abad modern ini, tanpa disadari manusia

BAB I PENDAHULUAN. rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan masih dilaksanakan Indonesia pada segala bidang guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi di bidang industri menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU

BAB I PENDAHULUAN. finishing yang terdiri dari inspecting dan folding. Pengoperasian mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan pasar bebas (World Trade Organization/WTO) dan

BAB I PENDAHULUAN. terpapar bising melebihi 90 db di tempat kerjanya. Diperkirakan lebih dari 20 juta

BAB I PENDAHULUAN. modern. Seiring dengan adanya mekanisasi dalam dunia industri yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan di bidang industri dari industri tradisioal menjadi industri

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado

Suma mur (2009) dalam bukunya menyatakan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan. Dalam jangka panjang bunyibunyian

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014

BAB I PENDAHULUAN. (UU) No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN PENGGUNAAN APD TELINGA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PABRIK DI PT. SINTANG RAYA KABUPATEN KUBU RAYA

TINGKAT KEBISINGAN DAN SUHU PADA USAHA STONE CRUSHER PT. X, KABUPATEN PASAMAN BARAT, PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kerja. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak industri yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesejahteraan bangsa secara berkesinambungan dan terus-menerus dilakukan oleh

PENGARUH PROSES PEMESINAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA INDUSTRI OTOMOTIF

TINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI

Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Gangguan Pendengaran pada Karyawan Tambang

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Selain itu faktor fisik juga berpengaruh terhadap kesehatan pekerja,

Syarifuddin *, Muzir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh-Indonesia * Corresponding Author:

BAB I PENDAHULUAN. mana program tersebut tercakup dalam kegiatan Kesehatan Kerja dan Higiene

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. indusrialisasi yang ditandai adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan teknologi tinggi, diharapkan industri dapat berproduksi. yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah

Bagian Kesehatan Kerja FKIK UIN Alauddin Makassar 2. Bagian Kesehatan Lingkungan FKIK UIN Alauddin Makassar

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan, aktivitas karyawan perlu dipertimbangkan berbagai potensi

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi yang menuntut produktivitas tinggi. Produktivitas dan efisiensi

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi :

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata Kunci: Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja, Tenaga Kerja Ground Handling

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang dihasilkan oleh industri kita harus memenuhi standar

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN PADA PABRIK KELAPA SAWIT PT TASMA PUJA KECAMATAN KAMPAR TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH TERPASAN KEBISINGAN DAN PROSES PRODUKSI TERHADAP DAYA DENGAR PADA PEKERJA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

kenaikan tekanan darah atau hipertensi. [1]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih besar dan beraneka ragam karena adanya alih teknologi dimana

Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja dan Karakteristik Individu Terhadap Produktivitas Kerja Serta Perbaikan Hearing Conservation Program

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. pemasakan. Kapasitas produksi mencapai 4000 ton per hari. Sound Level Meter dengan 9 titik pengukuran yang berdasarkan European

TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat- syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. Oleh Ario Noviansyah NIM.

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan mesin-mesin, pesawat, instalasi, dan bahan-bahan berbahaya akan terus

Lobes Herdiman 1, Ade Herman Setiawan 2 Laboratorium Perencanaan & Perancangan Produk (P3) Jurusan Teknik Industri-UNS 1

BAB I PENDAHULUAN. mempertimbangkan manfaat namun juga dampak risiko yang ditimbulkan.

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory

Pengaruh Kebisingan Konstruksi Gedung Terhadap Kenyamanan Pekerja Dan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. International Labour Organization (ILO) (ILO, 2003) diperkirakan di seluruh dunia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia makin cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja yang beraneka ragam. Perkembangan industri yang pesat ini diiringi pula oleh adanya risiko bahaya yang lebih besar dan beraneka ragam karena adanya alih teknologi dimana penggunaan mesin dan peralatan kerja yang semakin kompleks untuk mendukung berjalannya proses produksi. Hal ini dapat menimbulkan masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). Potensi bahaya dan risiko di tempat kerja antara lain akibat sistem kerja atau proses kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari keterbatasan pekerjanya sendiri, perilaku hidup yang tidak sehat dan perilaku kerja yang tidak selamat/ aman, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang tidak ergonomik, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja yang tidak kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012). Terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan akibat lingkungan kerja yaitu faktor fisis, kimiawi, biologis, fisiologis/ ergonomis dan faktor mental dan psikologis. Salah satu faktor fisis di tempat kerja adalah kebisingan. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat 1

2 proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma mur, 2014). Gangguan terhadap pemajanan kebisingan sangat bervariasi tergantung dari tingkat intensitas dan karakteristik kebisingan. Dari sudut pandang ergonomik, pengaruh pemajanan kebisingan pada intensitas yang rendah umumnya berupa gangguan komunikasi, ketidaknyamanan dan gangguan performansi kerja. Tetapi, pada pemajanan kebisingan dengan intensitas yang lebih tinggi khususnya yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB >85 dba) dan dalam waktu yang lama dapat menurunkan fungsi indera pendengaran yang bersifat sementara kemudian berlanjut permanen. Dan tanpa disadari penurunan daya dengar tersebut akan memberikan pengaruh psikologis terutama terhadap pergaulan sehari-hari dengan keluarga maupun kontak sosial dalam masyarakat (Tarwaka, 2004). Beberapa penelitian menyatakan bahwa tuli akibat terpajan bising terjadi pada 5% individu yang terpajan intensitas bunyi 80 dba, 5-15% individu yang terpajan 85 dba, dan 15-25% bila terpajan 90 dba. Frekuensi gangguan kesehatan ini begitu tinggi, karena menurut NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health) 14% dari seluruh populasi pekerja mendapat pajanan bising 90 dba atau lebih. Hasil tes pendengaran pada penelitian ini menemukan bahwa prevalensi tuli ringan pada industri dengan pajanan lebih besar atau sama dengan 90 dba sebesar 9,56%, tetapi ternyata 37,14% gambaran audiogram populasi tersebut telah di temukan adanya masalah gangguan pendengaran (Harrianto, 2013).

3 Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di berbagai negara. Sedikitnya 7 juta orang ( 35% dari total populasi industri di Amerika dan Eropa ) terpajan bising 85 db atau lebih. Ketulian yang terjadi dalam industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa. Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 db. Di Polandia diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri mempunyai risiko terpajan bising, dengan perkiraan 25% dari jumlah yang terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun. Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survei yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 db pada karyawan yang telah bekerja terusmenerus selama 5-10 tahun (KNPGPKT, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan Noviadi (2000) di PT Pusri Palembang menyatakan bahwa terdapat 30% pekerja yang berperilaku tidak baik dalam penggunaan APD Telinga. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan (p= 0,001) dan sikap (p= 0,001) terhadap penggunaan APD Telinga. Menurut penelitian Linggasari (2008) di PT Indah Kiat Pulp & Paper Tangerang menyatakan bahwa 35,2% pekerja yang berperilaku tidak baik dalam

4 penggunaan APD. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui tidak ada hubungan antara pengetahuan (p= 0,244) dan sikap (p= 0,06) dengan penggunaan APD. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2013) di PT Gapura Angkasa Bandara SMB II Palembang menyatakan bahwa 53,7 % petugas ground handling yang patuh dalam menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga) ada hubungan antara pengetahuan (p= 0,018) dengan penggunaan APT (Alat Pelindung Telinga). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2014) di PT Total Dwi Daya Semarang menyatakan bahwa 62,5% pekerja tidak patuh memakai APT saat bekerja ada hubungan antara sikap (p=0,009) dengan kepatuhan memakai APT. Tidak ada hubungan antara pengetahuan (p=0,615) dengan kepatuhan memakai APT. Alat pelindung telinga adalah pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan. Bila pajanan bising tidak dapat dihindari, penerima bising harus menggunakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri cukup efektif untuk mengurangi intensitas bising yang diterima oleh telinga, yaitu sekitar 10-32 dba. Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff) (Suma mur, 2014). Menurut Olishifski (1998) dalam Noviadi (2000), penggunaan alat pelindung telinga ini merupakan tahap terakhir dari hirarki pengendalian apabila upaya pengendalian lain, yaitu pengendalian teknik dan pengendalian

5 administratif tidak berhasil dijalankan. Hal ini disebabkan risikonya masih cukup tinggi karena susahnya memantau kebiasaan tenaga kerja. Menurut Budiono (2003) dalam Hidayah (2014), kesadaran akan manfaat penggunaan APD perlu ditanamkan pada setiap tenaga kerja, karena perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) merupakan salah satu alasan mengapa seorang pekerja tidak menggunakan APD. Pembinaan yang terusmenerus dapat meningkatkan kesadaran dan wawasan mereka. Salah satu cara yang efektif adalah melalui pelatihan. Peningkatan pengetahuan dan wawasan akan menyadarkan tentang pentingnya penggunaan APD, sehingga efektif dan benar dalam penggunaannya. PTPN IV Adolina merupakan perusahaan pengolahan kelapa sawit yang memproduksi kelapa sawit menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit (kernel) melalui beberapa tahapan proses di beberapa stasiun yang tidak terlepas dari bahaya kebisingan. Ada 9 stasiun yang terdiri dari stasiun penerimaan buah, perebusan, penebahan, pengempaan, klarifikasi, kernel/biji, ketel uap, kamar mesin dan pemurnian air. Bahaya kebisingan di area PTPN IV Adolina berasal dari peralatan kerja dan proses produksi. Berdasarkan hasil pengukuran Hiperkes pada tahun 2013, area kerja yang memiliki tingkat intensitas kebisingan tinggi antara lain kamar mesin (97,1 db), ketel uap (94,3 db), perebusan (89,1 db), kernel/biji (93,2 db), pengempaan (89,3 db), penebahan (85 db), klarifikasi (90,4 db) dan pemurnian air (91,9 db). Salah satu upaya yang diberlakukan oleh PTPN IV Adolina adalah penggunaan Alat Pelindung Pendengaran yang dimaksudkan untuk memperkecil

6 risiko gangguan pendengaran. Perusahaan telah menyediakan Alat Pelindung Pendengaran berupa penutup telinga (ear muff) kepada pekerja di beberapa stasiun seperti stasiun kamar mesin, ketel uap, perebusan, dan kernel/biji, sedangkan di stasiun lainnya yang juga memiliki intensitas kebisingan > NAB seperti stasiun pengempaan (89,3 db), klarifikasi (90,4 db), dan pemurnian air (91,9 db) tidak disediakan Alat Pelindung Pendengaran. Berdasarkan survei pendahuluan ternyata masih ada tenaga kerja yang tidak menggunakannya ketika bekerja. Tingginya tingkat kebisingan yang dihasilkan di beberapa stasiun produksi ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada pekerja. Dari hasil audiometri Hiperkes pada tahun 2013, didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa pekerja yang mengalami penurunan pendengaran yaitu di bagian pengempaan sebanyak 6 pekerja dan bagian pabrik biji sebanyak 2 pekerja. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya APP di bagian pengempaan dan kecenderungan pekerja untuk bekerja tidak aman seperti tidak menggunakan alat pelindung pendengaran saat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang bising. Dari uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015 1.2 Perumusan Masalah 1. Belum diketahuinya hubungan pengetahuan pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

7 2. Belum diketahuinya hubungan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015. 1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pekerja dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015. 2. Untuk mengetahui gambaran sikap pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015. 3. Untuk mengetahui gambaran tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015. 1.4 Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

8 2. Ada hubungan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi pihak perusahaan mengenai hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015. 2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti yang akan datang. 3. Meningkatkan pengetahuan dan sebagai pengalaman awal bagi peneliti dalam melakukan penelitian.