BAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Papua merupakan provinsi paling timur di Indonesia, memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang

vii Tinjauan Mata Kuliah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan berbagai masalah di daerah. Hasil dari sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang.

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pengaruh yang cukup luas pada tata kehidupan masyarakat, baik secara nasional

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah pembangunan Indonesia seutuhnya. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi diberlakukan pada tanggal 21 November 2001 oleh pemerintah pusat ditandai dengan penetapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001. Otonomi khusus (Otsus) yang diberikan merupakan pemberian kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah daerah dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang lebih luas tersebut menunjukkan pula tanggung jawab yang lebih luas bagi pemerintah daerah dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan potensi kekayaan alam, untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Kewenangan yang diberikan kepada orang-orang asli Papua, memberikan jaminan yang memadai untuk berperan serta merumuskan kebijakan pembangunan, menentukan strategi pembangunan, serta memberdayakan potensi sosial budaya dan perekonomian masyarakat. Penetapan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebagai daerah otonomi khusus adalah merupakan salah satu kebijakan strategis yang diharapkan dapat membantu meningkatkan pelayanan publik, mendorong adanya akselerasi pembangunan, dan sebagai instrumen pemberdayaan seluruh masyarakat Papua, 1

terutama penduduk orang asli Papua. Adapun tujuan utama dari pelaksanaan otonomi khusus ini adalah dapat mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dengan provinsi lainnya di Indonesia, terutama pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan pertumbuhan ekonomi yang sangat berbeda jauh dengan daerah lain di Indonesia, selain itu juga memberikan kesempatan yang revelan bagi orang asli Papua sebagai subjek pembangunan, di mana selama ini selalu menjadi objek pembangunan. Kesenjangan ini yang menjadi pemicu utama meledaknya tingkat kemiskinan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statisktik (BPS) Republik Indonesia tahun 2013, penduduk miskin di Indonesia sebesar 28.594.600 orang atau 11,66 persen dari total penduduk Indonesia, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat merupakan provinsi dengan jumlah persentase penduduk miskin terbesar di Indonesia. Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres RI) Nomor 5 Tahun 2007 adalah wujud keseriusan pemerintah dalam rangka upaya pengetasan kemiskinan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Dalam Inpres tersebut terdapat komitmen pemerintah pusat dalam proses percepatan pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang harus dilakukan dengan kebijakan pembangunan yang bersifat prioritas dan strategis. Terdapat lima sektor prioritas strategis sebagai berikut. 1. Meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinan. 2. Meningkatkan mutu pendidikan. 3. Meningkatkan mutu layanan kesehatan. 2

4. Mengembangkan prasarana dasar untuk meningkatkan akses ke daerah-daerah terpencil dan daerah-daerah di sepanjang garis perbatasan negara. 5. Mengambil tindakan tepat yang dapat meningkatkan mutu sumber daya masyarakat adat Papua. Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) dilaksanakan mulai tahun 2007, dibiayai oleh dana otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang dianggarkan melalui APBD provinsi sebesar Rp100.000.000,00 per kampung. Strategi pembangunan kampung tersebut mengandung arti bahwa komponen strategi yang dilaksanakan dalam pendekatan pembangunan kampung yaitu desentralisasi fiskal dan kewenangan, penyusunan perencanaan program secara partisipatif, pelibatan masyarakat kampung dalam pelaksanaan dan pengawasan pembangunan secara langsung, serta pembangunan kualitas aparatur yang mampu melayani masyarakat kampung secara optimal. Semua hal tersebut direncanakan dalam suatu rencana strategi pembangunan kampung. Pelaksanaan program Rencana Strategi Pembangunan Kampung ini berlaku untuk seluruh kampung di Pulau Papua, dan rutin dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kabupaten Sorong Selatan merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Papua Barat dengan ibu kota Teminabuan. Kabupaten ini terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2002. Secara resmi roda pemerintahan mulai berjalan pada 6 Agustus 2003. Luas wilayah Kabupaten Sorong Selatan 7.789,911 km2, terdiri dari 87,46 persen luas daratan dan 12,56 persen luas lautan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri 3

Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Penduduk Kabupaten Sorong Selatan pada tahun 2012 berjumlah 41.291 jiwa, dengan 19,48 persen merupakan penduduk miskin yang tersebar di 13 distrik, 121 kampung, dan 2 kelurahan. Pelaksanaan program Rencana Strategi Pembangunan Kampung (RESPEK) sejak tahun 2007 merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat di kampung sebagai objek dan subjek pembangunan. Walaupun telah diberikan desentralisasi fiskal kepada kampung dalam melakukan berbagai perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi pembangunan di kampung, namun batas garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong Selatan pada tahun 2012 adalah sebesar Rp246.030,00 per kapita per bulan. Angka tersebut masih berada di bawah batas garis kemiskinan nasional sebesar Rp302.735,00 per kapita per bulan dan batas garis kemiskinan Provinsi Papua Barat sebesar Rp397.662,00 per kapita per bulan. Selain itu, persentase penurunan penduduk miskin juga tidak signifikan. Kabupaten Sorong Selatan didiami oleh Suku Tehit, Suku Immeko, Suku Maybrat, dan suku-suku lain yang datang dari daerah Papua maupun dari luar Pulau Papua. Sebagaimana pemerintah kabupaten/kota lainnya di Pulau Papua, Kabupaten Sorong Selatan terus berbenah diri dengan pembangunan di berbagai sektor, terutama dengan program dan kegiatan yang langsung bertujuan untuk memberdayakan masyarakat asli yang ada di daerah terpencil dan terisolasi. Hal ini tercermin dalam motto Kabupaten Sorong Selatan Membangun Bersama 4

Rakyat yang mengandung makna bersama rakyat dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/pengendalian, serta melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang telah berlangsung. Dengan demikian, masyarakat yang awalnya hanya objek pembangunan, kini menjadi subjek pembangunan. Semua program dan kegiatan yang direncanakan oleh pemerintah daerah bersama dengan rakyat bertujuan untuk memberdayakan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi tingkat ketergantungan, serta mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan dengan daerah lain di Indonesia. Kemiskinan merupakan masalah global yang berlangsung dari sejak dulu hingga saat ini. Telah dilakukan berbagai tindakan yang diharapkan dapat menghapus kemiskinan di dunia, namun nyatanya kemiskinan tetap ada bahkan terus bertambah. Masalah kemiskinan terus menjadi idola dalam berbagai kesempatan pertemuan dunia yang selalu dibahas dan ditangani secara internasional. Hal ini terbukti dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs), sebanyak delapan target pencapaian, dengan salah satu tujuan yang hendak dicapai adalah pemberantasan kemiskinan dan kelaparan, di mana target pada tahun 2015 proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan harus berkurang hingga lima puluh persen. Semua negara terus mengembangkan berbagai kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi dan menahan laju pertumbuhan kemiskinan di negara masingmasing. Indonesia pun telah melakukan berbagai tindakan pemberdayaan masyarakat yang diharapakan dapat mengurangi laju pertumbuhan kemiskinan 5

dan kesenjangan antardaerah, yang disesuaikan dengan budaya dan karakteristik daerah masing-masing. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang harus diperhatikan dalam setiap perencanaan pembangunan di berbagai jenjang pemerintahan. Masalah kemiskinan bukan hanya masalah ekonomi semata, tetapi merupakan masalah yang sangat kompleks dan bersifat multidimensi, sehingga penanggulangannya memerlukan pendekatan dari berbagai sektor, baik sektor ekonomi, politik, dan sosial budaya. Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang sangat mendesak dan perlu ada langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu, dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan bermartabat. Hal ini menjadi pertimbangan utama Pemerintah Republik Indonesia dalam melakukan langkahlangkah penanggulangan kemiskinan, yaitu dengan melakukan berbagai strategi dan program percepatan penanggulangan kemiskinan, sebagai mana diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Pasal 3 perpres tersebut mengatakan bahwa strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil, serta mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Selanjutnya pasal 4 ayat 1 perpres tersebut mengatakan bahwa 6

kelompok program percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta rogram-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin. Semangat otonomi khusus bagi masyarakat Papua sebenarnya telah memberikan nuansa baru dalam pola pikir dan tindakan yang sangat responsif terhadap kewenangan yang diberikan. Hal ini memberikan ruang dan waktu yang luas bagi masyarakat asli Papua yang selama ini hanya sebagai objek pembangunan, kini menjadi subjek pembangunan yang sangat agresif dengan berbagai ide-ide pembangunan yang jika dilaksanakan dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat asli Papua dalam rangka menggurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial dengan masyarakat di daerah lain di Indonesia. Sudah 13 tahun otonomi khusus Papua dilaksanakan. Artinya tinggal 11 tahun lagi (2025) batas waktu pemberlakuan otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tersebut. Namun demikian, belum terlihat perubahan yang signifikan. Kondisi ini memunculkan pertanyaan berkut. 1. Apakah perencanaan yang dilaksanakan sesuai dengan input dan asas value of money? 2. Apakah pelaksanaan sesuai dengan perencanaan sehingga menghasilkan ouput yang efisien? 7

3. Apakah sudah dilaksanakan evaluasi terhadap outcome dan impact dari hasil pelaksanaan perencanaan tersebut? Evaluasi merupakan tahapan yang sangat menentukan apakah sebuah program dan kegiatan itu berhasil atau tidak. Evaluasi diperlukan untuk mengukur konsistensi antara perencanaan dengan pelaksanaan dan hasil pelaksanaan perencanaan. Selain itu evaluasi bertujuan untuk mengukur kesesuaian antara capaian hasil pelaksanaan dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan dalam perencanaan program. Evaluasi program merupakan salah tahapan yang selalu terabaikan dalam akhir pelaksanaan program sehingga sulit untuk mengukur keberhasilan suatu program, dan tidak ada data base dalam penyusunan perencanaan program selanjutnya atau program sejenis lainnya. Menurut Kunarjo (2002: 270) tugas dari evaluasi mencakup hal-hal berikut. 1. Me-review kegiatan yang telah dikerjakan melalui studi yang mendalam. 2. Me-review program secara keseluruhan untuk tujuan pengambilan keputusan. 3. Mengukur kinerja proyek secara objektif. 4. Menekankan pencapaian objektif secara menyeluruh. 5. Menyiapkan laporan kinerja untuk keperluan pengambilan keputusan di masa datang. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu tentang program pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan, dapat ditunjukan dalam tabel berikut. 8

Tabel1.1 Keaslian Penelitian No. Peneliti Alat Analisis/Metode Hasil Penelitian 1. Onyeiwul, OLS regresi crosssectional. Tidak ada hubungan antara pengurangan Iorgulescu, dan kemiskinan dengan kebijakan Polimeni (2009) penyesuaian struktural. Dengan menggunakan variabel perubahan indeks angka kemiskinan, indeks kesenjangan kemiskinan, serta langkah-langkah non- 2. Numberi (2011) Teknik Deskriptif Kualitatif. 3. Hammond dan Tossun (2011) OLS (Ordinary Least) Squares. 4 Snanfi (2012) 1. Indeks Williamson. 2. Uji Statistik. pendapatan. Pelaksanaan program RESPEK dapat bermanfaat bagi masyarakat berpendidikan SD dan Non PNS, di mana relatif dapat mencapai beberapa tujuan dasar dari program ini antara lain: menanggulangi kemiskinan, peningkatan kesehatan dan pendidikan, pemberdayaan ekonomi masyarakat kampung, serta memperjelas status masyarakat dalam pembangunan strategis kampung. 1. Hasil penelitian menunjukan bahwa para pembuatan kebijakan tidak hanya memperhatikan keberadaan desentralisasi tetapi juga bentuk dari kabupaten (kecil atau metropolitan) 2. Desentralisasi memberikan dampak positif bagi kabupaten yang berkarakter metropolitan tetapi tidak demikian halnya dengan kabupaten yang tidak bercorak metropolitan 1. Ketimpangan fiskal horizontal antar kampung, dalam kategori Rendah. 2. Bahwa formula ADR bagi kampung berjalan belum proporsional. 5. Mourny (2013) Regresi Data Panel. 1. Variabel dana tambahan dan variabel pemerintah adat dapat berpengaruh positif terhadap penurunan kemiskinan. 2. Dampak before-after pelaksanaan otonomi khusus terhadap penyebaran penduduk miskin, positif antara kabupaten/kota. Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan program-program pemberdayaan masyarakat dalam pengenatasan kemiskinan telah banyak dilakukan. Namun ada beberapa perbedaan pada penelitian yang dilakukan ini. Pertama, program pemberdayaan masyarakat RESPEK merupakan program khusus yang dilaksanakan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Perbedaan 9

Kedua, adalah pada lokasi dan waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua Barat, pada Tahun 2014. Ketiga, jika penelitian-penelitian terdahulu tersebut menggunakan metode kuantitatif, dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang akan menganalisis kondisi dan situasi dalam mengevaluasi pelaksanaan program. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan bahwa pelaksanaan program Rencana Strategi Pembangunan Kampung (RESPEK) yang merupakan program pemberdayaan masyarakat sejak tahun 2007 di Kabupaten Sorong Selatan, sampai saat ini belum pernah dievaluasi pelaksanaan programnya. Penelitian ini akan menjelaskan hal tersebut. 1.4 Pertanyaan Penelitian Bagaimana Pelaksanaan Program Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) di Kabupaten Sorong Selatan. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengevaluasi pelaksanaan Program Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) di Kabupaten Sorong Selatan. 1.5.1 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 10

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan pembangunan terutama yang berbasis pada program Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK), serta program lainnya yang bertujuan pada pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sorong Selatan. 2. Data base bagi penelitian terhadap masalah yang terkait pada masa yang akan datang. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini ada 5 bab yang dapat disajikan secara sistematik sebagai berikut. Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori berisi penjelasan teori, kajian terhadap penelitian terdahulu yang terkait dengan permasalahan penelitian, dan model penelitian/kerangka penelitian. Bab III Metoda Penelitian akan menguraikan tentang desain penelitian, metode pengumpulan data, metode penyampelan, definisi operasional, instrumen penelitian, dan metode yang digunakan dalam menganalisis data penelitian. Bab IV Analisis akan menguraikan deskripsi data, uji akurasi instrumen dan pembahasan data hasil penelitian. Bab V Simpulan dan Saran, menguraikan simpulan yang diambil dari hasil analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian yang sebagai jawaban atas tujuan penelitian, serta saran yang diberikan berdasarkan hasil analisis data sebagai input dalam perumusan kebijakan publik selanjutnya. 11