I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
MODEL PENDUGA BIOMASSA TEGAKAN HUTAN RAWA GAMBUT MENGGUNAKAN CITRA SPOT PANKROMATIK PRIYANTO

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

III. BAHAN DAN METODE

ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk KALIMANTAN SELATAN

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan tanaman yang berkelanjutan dan lestari membutuhkan

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STAF LAB. ILMU TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

Topik : PERSAMAAN ALOMETRIK KARBON POHON

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem

BAB I. PENDAHULUAN. Nasional Penurunan Emisi gas Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan kapasistas gas rumah kaca di atmosfer. Informasi ini diperlukan dalam kegiatan pengelolaan hutan secara menyeluruh dan secara strategis untuk terlibat dalam perdagangan karbon dunia sebagai implikasi dari diberlakukannya Protokol Kyoto. Metode-metode pendugaan kandungan biomassa dari pohon maupun tegakan telah dikembangkan oleh para peneliti terdahulu (Brown 2002; Lu 2006; Basuki et al. 2009) dan akan terus berkembang untuk mendapatkan metode yang mempunyai keakuratan tinggi. Metode pendugaan biomassa yang sudah ada, disusun dengan pendekatan hubungan matematik antara peubah biomassa dengan peubah pohon atau tegakan dalam bentuk persamaan regresi. Metode destruktif digunakan untuk mengukur secara langsung besarnya biomassa pohon dan akumulasi nilai biomassa pohon dalam suatu tegakan menjadi dugaan biomassa tegakan hutan. Selain itu, dikembangkan juga metode nondestruktif menggunakan persamaan alometrik biomassa pohon. Persamaan ini dibangun dengan menghubungkan biomassa pohon dengan peubah yang diukur pada pohon seperti diameter dan tinggi pohon. Pada tahap berikutnya, dikembangkan juga model-model penduga biomassa tegakan berdasarkan dimensi tegakan yang diukur di lapangan. Model-model penduga tersebut masih perlu diuji tingkat keakuratannya agar memberikan informasi dugaan yang tidak berbias. Seiring dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis, pendekatan spasial dalam pendugaan biomassa tegakan hutan semakin terbuka lebar dan menjadi penting. Ketersediaan model penduga biomassa tegakan melalui data citra satelit memberikan kemudahan dalam pendugaan biomassa tegakan hutan pada cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan model terestris. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan kajian model penduga biomassa tegakan menggunakan peubah yang dapat diukur pada citra satelit.

2 Model penduga biomassa ini dapat diterapkan bersama-sama dengan metode penarikan contoh yang umum digunakan dalam pendugaan potensi tegakan. Informasi kandungan biomassa dalam tegakan hutan merupakan salah satu komponen penting dalam penentuan stok karbon yang tersimpan dalam hutan. 1.2 Perumusan Masalah Pemanfaatan sumber daya alam dan bahan bakar fosil dalam era industri saat ini, selain meningkatkan tingkat kesejahteraan manusia, ternyata memberikan dampak negatif. Peningkatan suhu bumi sebagai dampak dari meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan perubahan iklim secara global. Upaya pengurangan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer ini menjadikan hutan sebagai salah satu solusi. Kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon dalam bentuk biomassa mendorong upaya penyelamatan hutan yang masih tersisa dan mempercepat pembangunan kembali hutan-hutan yang telah hilang atau terdegradasi. Sebagai salah satu ekosistem yang unik, secara global lahan gambut mampu menyimpan sekitar 329-525 Gt (giga ton) karbon setara dengan 15-35% dari total karbon terestris. Komposisi besaran karbon tersebut terbagi atas karbon di lahan gambut di daerah temperate (86%) dan sisanya terdapat di daerah tropis (14%) (Murdiyarso et al. 2004). Hutan rawa gambut mempunyai kemampuan menyerap karbon paling efektif dibandingkan dengan ekosistem hutan lainnya, yaitu kandungan karbon yang tersimpan dalam ekosistem ini mencapai dua kalinya dibandingkan dengan ekosistem daratan lainnya dan hampir sama dengan kandungan karbon yang ada di atmosfer. Selain itu, hutan rawa gambut juga unik karena simpanan airnya yang juga cukup dominan. Di dunia, hutan rawa gambut yang ada hanya sekitar 3% saja dari total luas daratan. Di Indonesia terdapat sekitar 30 juta ha hutan rawa gambut dan merupakan jumlah terbesar di Asia Tenggara yang setara dengan 7,5% dari seluruh hutan rawa gambut di dunia (Wijaya et al. 2010). Hutan rawa gambut di Indonesia tersebar dominan di Pulau Sumatera seluas 10.888.199 (33,3%), Pulau

3 Papua seluas 10.682.262 ha (32,7%), Pulau Kalimantan seluas 10.385.047 ha (31,8%), dan sisanya berada di Pulau Sulawesi seluas 611.152 ha (1,9%) serta di Pulau Jawa seluas 89.446 ha (0,3%) (KLH 2010). Hutan rawa gambut mempunyai keunikan dalam laju dekomposisi serasahnya dan dipengaruhi oleh kondisi hidrologi, ketersediaan unsur hara pada lingkungan yang miskin hara, dan ph yang rendah. Kondisi muka air tanah dan kadar air, terutama pada permukaan gambut, berperan dalam mengontrol laju dekomposisi melalui jumlah mikrob tanah dan aktivitasnya. Populasi mikrob tanah dan aktivitasnya akan tinggi pada daerah aerob dibandingkan anaerob. Laju dekomposisi paling cepat terjadi pada kondisi aerob dan lembap. Laju dekomposisi menjadi lambat jika kondisi kering terus menerus dan menjadi sangat lambat pada daerah yang secara permanent anaerob (Sulistiyanto et al. 2005). FAO (2004) mendefinisikan biomassa hutan sebagai bahan-bahan organik hidup maupun yang sudah mati dan berada di atas permukaan tanah hutan atau di bawah permukaan tanah hutan, seperti: pohon, tumbuhan bawah, semak, serasah, akar, dan lain-lain. Biomassa di atas permukaan tanah terdiri atas semua biomassa hidup di atas permukaan tanah yang meliputi batang, tunggak, cabang, kulit, buah/biji, dan daun. Biomassa di bawah permukaan tanah terdiri atas semua akar pohon yang masih hidup kecuali serabut akar (diameter < 2 mm). Biomassa hutan di atas permukaan merupakan komponen penting yang sangat terkait dengan siklus karbon, alokasi nutrisi hutan, akumulasi bahan bakar fosil, dan habitat dalam ekosistem hutan. Ekosistem hutan juga mempunyai peranan peting dalam siklus karbon secara global. Hutan mampu menyimpan karbon sekitar 80% (IPPC 2001). Tegakan hutan yang masih produktif untuk tumbuh mampu menyerap gas CO 2 yang ada di atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk biomassa pohon (Losi et al. 2003). Kemampuan tegakan hutan tersebut mendorong United Nations Framework Convention on Climate Change dan Protokol Kyoto menempatkan posisi hutan secara strategis berperan dalam penyerapan karbon secara global, seperti terlihat pada Artikel 3.3 dan 3.4 dari Protokol Kyoto (Rosenqvist et al. 2003). Brown (2002) menyatakan bahwa dengan hilangnya pohon dalam ekosistem hutan, baik secara alami maupun karena kegiatan penebangan, degradasi hutan, kebakaran, terserang hama dan penyakit,

4 perubahan fungsi menjadi nonhutan maka jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer lebih banyak dibandingkan dengan karbon yang dilepaskan pada proses fotosintesis sewaktu pohon masih hidup. Pendugaan biomassa dapat dilakukan melalui metode langsung menggunakan data penginderaan jauh (citra satelit) melalui berbagai macam pendekatan seperti analisis regresi berganda sampai dengan sistem jaringan syaraf tiruan (neural network). Pendugaan biomassa secara tidak langsung menggunakan parameter penutupan tajuk (diameter tajuk) atau nilai digital dari piksel pada citra satelit juga diperoleh melalui analisis regresi berganda (Lu 2006). Metode pendugaan biomassa terus mengalami peningkatan seiring dengan semakin majunya teknologi penginderaan jauh. Penggunaan data citra satelit pada awal penelitian pendugaan biomassa lebih banyak dilakukan pada hutan konifer yang struktur dan komposisi jenisnya relatif lebih sederhana (Wu & Strahler 1994; Trotter et al. 1997; Zheng et al. 2004). Pada hutan tropis, penelitian pendugaan biomassa banyak mengalami kendala, terutama oleh struktur tegakan dan komposisi jenis yang cukup kompleks (Nelson et al. 2000; Steininger 2000; Foody et al. 2003). Pendugaan biomassa hutan menggunakan 2 macam satuan biomassa, yaitu biomassa kering dan biomassa basah. Biomassa kering lebih relevan digunakan dalam pendugaan penyerapan karbon karena 50% dari biomassa ini merupakan jumlah karbon yang terkandung didalamnya (Losi et al. 2003). Keterkaitan antara karbon dan biomassa dalam tegakan hutan menjadi isu menarik bagi peneliti melalui kajian tentang hubungan antara keduanya sampai dengan metode pendugaan cadangan karbon yang tersimpan dalam tegakan hutan. Dalam bidang kehutanan, penggunaan teknologi penginderaan jauh telah banyak diaplikasikan dalam kegiatan pemetaan tutupan lahan, evaluasi perubahan tutupan dan penggunaan lahan. Selain itu, penggunaan peubah-pubah biofisik yang dapat ditaksir melalui data citra satelit seperti kerapatan tutupan tajuk dan diameter tajuk untuk menduga tegakan hutan di lapangan seperti volume tegakan dan biomassa tegakan (Lu 2006).

5 Penggunaan teknologi penginderaan jauh yang dikombinasikan dengan pengukuran lapangan (survei lapang) dapat digunakan dalam pendugaan biomassa (Foody et al. 2003). Tantangan yang menarik dalam pembuatan model penduga biomassa ini adalah perlunya peningkatan kualitas data lapangan untuk menghasilkan model penduga yang lebih akurat, menguji keakuratan hasil pendugaan analisis data penginderaan jauh, dan mendapatkan peubah data penginderaan jauh yang mempunyai korelasi erat dengan biomassa. Model-model penduga biomassa yang sudah terbangun dan teruji kevalidannya dapat digunakan dalam pendugaan biomassa pada areal-areal yang sulit terjangkau. Penelitian pendugaan biomassa yang telah dilakukan lebih banyak dengan menghubungkan biomassa kering pohon dengan dimensi pohon yang dapat diukur seperti diameter (dbh) dan tinggi pohon. Persamaan pendugaan biomassa ini diperoleh melalui analisis regresi dengan metode penduga kuadrat terkecil (Ordinary Least Square, OLS). Asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam analisis regresi ini meliputi adanya kenormalan sisaan dan ragam yang bebas dan konstan (Furnival 1961). Kekonstanan ragam dalam analisis regresi linier ini sangat berpengaruh terhadap validitas pengujian hipotesis. Pendugaan biomassa tegakan hutan telah banyak dilakukan dengan berbagai macam pendekatan. Mulai dari pendekatan terestris melalui pengukuran biomassa secara langsung pada pohon penyusun tegakan sampai dengan penggunaan data citra satelit. Selain itu, penyusunan model alometrik untuk menduga biomassa pohon berdasarkan dimensi-dimensi pohon yang diukur juga dikaji oleh para peneliti. Persamaan alometrik tersebut disusun dengan metode penebangan dan penimbangan langsung. Hal ini dapat meningkatkan ketepatan pendugaan dan mengurangi kesalahan yang mungkin ada. Pada umumnya, teknik analisis regresi banyak diterapkan dalam penyusunan alometrik tersebut, baik model regresi linier maupun nonlinier (Wiant & Harner 1979; Tiryana et al. 2011). Peubah-peubah penduga yang digunakan juga semakin bervariasi, mulai dari peubah dimensi pohon (Pastor et al. 1984; Nelson et al. 1999; Basuki et al. 2009), peubah dimensi tegakan, dan data citra satelit (Foody et al. 2003; Lu 2006).

6 Objek kajian dalam penyusunan model penduga biomassa juga bervariasi, dari hutan temperate, subtropis hingga hutan tropis (Murdiyarso et al. 2004; Basuki et al. 2009). Model-model penduga biomassa yang dibuat, pada umumnya juga bersifat lokal yang khusus digunakan pada lokasi tertentu sesuai dengan asal data penyusun model penduga biomassa tersebut. Berbagai macam model/persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa tegakan sudah banyak diteliti dan dibuat, tapi belum ada persamaan penduga biomassa tegakan yang disusun berdasarkan peubah citra satelit hasil interpretasi visual. Oleh karena itu, dipandang cukup penting untuk melakukan penelitian mengenai persamaan alometrik tersebut terutama untuk kasus di hutan rawa gambut. Harapannya, model yang didapatkan akan memberikan kontribusi yang besar di dalam peningkatan keakurasian pendugaan karbon di hutan rawa gambut Indonesia. 1.3 Tujuan Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membangun model penduga biomassa tegakan hutan rawa gambut menggunakan peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk hasil penaksiran citra satelit SPOT Pankromatik. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah adanya korelasi antara peubah-peubah penaksiran pada citra satelit SPOT Pankromatik dengan peubahpeubah pengukuran di lapangan, yaitu peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk. 1.5 Manfaat Berkaitan dengan tujuan penelitian di atas, maka diharapkan dari kegiatan penelitian ini diperoleh suatu model penduga biomassa tegakan berdasarkan peubah pada citra SPOT Pankromatik. Hasil penelitian pun dapat digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan melalui aplikasi berbagai macam metode penarikan contoh, terutama yang melibatkan data citra satelit. Penentuan biomassa tegakan dalam suatu tegakan hutan bermanfaat dalam penghitungan

7 cadangan atau stok karbon yang tersimpan terutama dalam mendukung penerapan REDD di Indonesia. 1.6 Ruang Lingkup Lingkup penelitian yang akan dikerjakan secara ringkas disajikan pada Gambar 1 dengan fokus penelitian biomassa tegakan hutan adalah biomassa tegakan di atas permukaan tanah. Data Terestris: - Plot contoh Data Penginderaan Jauh: - Citra satelit Pengukuran dimensi pohon pada plot contoh Koreksi data citra satelit (rektifikasi) Korelasi antara dimensi: - Volume vs diameter pohon (dbh) - Volume vs diameter tajuk - Biomassa vs volume pohon Penyusunan persamaan penduga biomassa tegakan berdasarkan peubah penciri biomassa tegakan Model penduga biomassa tegakan hutan rawa gambut Gambar 1. Ruang lingkup kajian dalam penelitian.