Model Dinamika Perubahan Tutupan Hutan pada Kawasan Hutan Lindung Pelawan di Kabupaten Bangka Tengah

dokumen-dokumen yang mirip
Pemodelan Dinamika Sistem Untuk Pengelolaan Hutan Di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

MODEL PENDUGA KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN KERJA DALAM OPERASI PEMANENAN HASIL KAYU

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

MODEL DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN ALIRAN PERMUKAAN DI DAS CILIWUNG HULU

PENDAHULUAN Latar Belakang

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

VIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11

Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN. Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Papua Barat West Papua Province Indonesia

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PDRB HIJAU SEKTOR KEHUTANAN MELALUI PENDEKATAN NILAI EKONOMI JASA LINGKUNGAN. Emi Roslinda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Tengah Central Kalimantan Province Indonesia

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Aceh Aceh Province Indonesia

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2008

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

Transkripsi:

Model Dinamika Perubahan Tutupan Hutan pada Kawasan Hutan Lindung Pelawan di Kabupaten Bangka Tengah Oktedy Andryansah, Budi Kuncahyo Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Dramaga, PO Box 68, Bogor 6680, Indonesia Abstrak Kawasan hutan lindung pantai Pelawan merupakan kawasan hutan lindung dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi. Oleh karena itu, kawasan hutan lindung pantai menjadi rentan terhadap terjadinya degradasi dan deforestasi. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model dinamika perubahan tutupan lahan dalam hubungannya dengan keberadaan aktivitas pengelolaan hutan lindung tesebut. Model dinamika perubahan tutupan hutan yang dibangun dengan menggunakan software Stella 9.0. memperlihatkan resiko degradasi dan deforestasi hutan yang semakin meningkat dengan tidak adanya aktivitas pengelolaan hutan itu sendiri. Pengelolaan hutan yang disimulasikan adalah berupa kegiatan perlindungan hutan, pemberdayaan masyarakat, dan rehabilitasi hutan. Simulasi dengan model dinamika tutupan hutan terhadap skenario pengelolaan hutan yang dilakukan secara parsial tetap akan menurunkan tutupan hutan pada tahun 04, meskipun masing-masing kegiatan tersebut memiliki dampak penurunan tutupan hutan yang relatif berbeda. Peningkatan luas tutupan hutan pada tahun 04 hanya akan terjadi bila kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan tersebut dilaksanakan secara simultan dan terintegrasi. Dengan demikian, salah satu upaya untuk meredam laju deforestasi dan degradasi adalah integrasi seluruh kegiatan pengelolaan hutan. Adanya pengelolaan hutan yang optimal akan mampu meminimalkan bahkan menghentikan laju degradasi dan deforestasi di dalam kawasan hutan lindung Pelawan. Kata kunci: degradasi, degradasi, model dinamik, tutupan hutan, aksesibilitas, pengelolaan Pendahuluan Kawasan hutan lindung pantai Pelawan telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung sesuai Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 790/Kpts-II/999 tanggal 9 September 999 dengan luas.87,90 ha. Sebagai kawasan hutan lindung pantai, hutan lindung Pelawan memiliki fungsi strategis sebagai penyerap CO, penghasil O (FWI 0), penahan abrasi pantai, angin laut dan intrusi air laut karena letaknya yang berada di sepanjang pantai. Namun demikian, selain memiliki fungsi lindung, kawasan hutan lindung pantai Pelawan juga memiliki potensi ekonomis yang bersumber dari potensi hasil hutan bukan kayu (madu, satwa maupun tumbuhan edible) dan juga jasa lingkungan (ekowisata). Untuk itu, keberadaan hutan lindung pantai Pelawan menjadi penting untuk dipertahankan. Selain fungsi ekonomis yang bersumber dari hasil hutan bukan kayu, kawasan hutan lindung pantai Pelawan juga memiliki hasil hutan kayu dan juga potensi kandungan mineral logam timah serta tipe tanah yang subur untuk lahan pertanian. Hal tersebut telah menyebabkan timbulnya berbagai deforestasi dan degradasi hutan pelawan. Deforestasi adalah konversi tutupan hutan menjadi bukan hutan dengan asumsi bahwa vegetasi pada lahan hutan tersebut tidak diharapkan untuk tumbuh kembali secara alami sedangkan Mahasiswa Pascasarjana pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Dosen pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

degradasi didefinisikan sebagai pengurangan kanopi dan hilangnya karbon di hutan yang tersisa, dimana gangguan manusia tidak terkait dengan perubahan penggunaan lahan dan jika tidak terhalang, hutan diharapkan dapat tumbuh kembali atau ditanam kembali (Kissinger et al. 0). Terjadinya deforestasi dapat disebabkan oleh pertanian, baik berupa komersil dan subsistem serta aktivitas penambangan (Noriko et al. 0). Selain itu, terdapat driving force yang menjadi pemicu terjadinya deforestasi dan degradasi pada hutan lindung Pelawan, yaitu aksesibilitas hutan yang relatif tinggi karena batas terluar kawasan hutan adalah berupa jalan raya dan juga garis pantai (Freitas et al. 00) serta minimnya kegiatan perlindungan hutan maupun pemanfaatan hutan yang legal. Deforestasi dan degradasi hutan akan menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Dengan degradasi dan deforestasi hutan, maka hutan tidak dapat berfungsi secara optimal karena mengalami gangguan keseimbangan ekosistem. Ketika pohon ditebang, maka biomass yang terurai akan melepaskan CO sehingga meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir yang mengakibatkan semakin meningkatnya suhu bumi (FWI 0). Selain itu fungsi perlindungan pantai oleh hutan lindung pantai menjadi berkurang sehingga akan menyebabkan timbulnya abrasi pantai, intrusi air laut dan minimnya perlindungan hutan dari angin laut. Jumlah penduduk juga memberikan dampak terhadap kelestarian hutan, meskipun tidak selalu demikian (Tritsch et al. 06). Namun hal ini terlihat berbanding lurus pada semakin tingginya angka deforestasi dan degradasi di kawasan hutan lindung pantai Pelawan. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 04, tutupan lahan di dalam kawasan hutan lindung pantai Pelawan yang berupa tambang mencapai 49,7 ha, permukiman mencapai 6,5 ha, sedangkan pertanian lahan kering campuran 7,89 ha. Angka ini hampir mencapai 50% dari total luas kawasan hutan lindung Pelawan. Berdasarkan hal tersebut, maka perubahan tutupan lahan hutan pada kawasan hutan lindung Pelawan perlu diproyeksikan sebagai langkah antisipatif terhadap dampak deforestasi dan degradasi yang terus terjadi. Pemodelan dan simulasi pada prinsipnya merupakan salah satu upaya untuk melakukan proyeksi terhadap perubahan tutupan lahan hutan yang terjadi melalui pemodelan system dinamis. Menurut Purnomo (0),.pemodelan adalah kegiatan membawa sebuah dunia nyata ke dalam dunia tak nyata atau maya tanpa kehilangan sifat-sifat utamanya. Melalui model tersebut beragam percobaan dan perlakuan bisa diimplementasikan, sehingga dampak dari berbagai implementasi tersebut dapat segera diketahui. Tutupan hutan di dalam awasan hutan lindung Pelawan sesungguhnya merupakan suatu sistem dinamis yang memiliki kompleksitas. Dengan demikian, penanganan masalah perubahan tutupan hutan perlu dilakukan. Hal ini membutuhkan cara berpikir sistem. Menurut Kuncahyo (05), berpikir sistem dilakukan secara menyeluruh dan melihat keterkaitan hubungan antar unsur/komponen, bagaimana peranannya serta memahami pola perubahan setiap waktu untuk kepentingan pemecahan masalah yang kompleks dan dinamis. Metode Deskripsi lokasi studi Lokasi studi pada kawasan hutan lindung pantai Pelawan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 790/Kpts-II/999 tanggal 9 September 999 memiliki luas.87,90 ha. Kawasan hutan lindung pantai Pelawan seluruhnya terletak di wilayah administrasi Kabupaten Bangka Tengah. Studi dilakukan pada bulan Mei dan Juni 07. Pengumpulan dan analisis data Studi pembangunan model sistem dinamik ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan pembuatan

model. Data yang digunakan adalah data peta kawasan hutan lindung Pelawan, peta penutupan lahan kawasan hutan lindung Pelawan tahun 04, dan data demografi kabupaten Bangka Tengah. Analisis data dilakukan menggunakan analisis sistem dinamis dengan tahapan (Purnomo, 0) :. Identifikasi isu, tujuan dan batasan;. Konseptualisasi model, menggunakan ragam metode seperti diagram kotak dan panah, diagram sebab akibat, diagram stok, dan aliran, diagram case, diagram klas, dan diagram sekuens;. Spesifikasi model, yaitu merumuskan makna diagram, kuantifikasi, dan atau kualifikasi komponen model jika perlu; 4. Evaluasi model, yaitu mengamati kelogisan model dan membandingkan dengan dunia nyata atau model andal yang serupa jika ada dan perlu; 5. Penggunaan model, yaitu membuat skenario-skenario ke depan atau alternatif kebijakan, mengevaluasi ragam skenario atau kebijakan tersebut dan pengembangan perencanaan dan agenda ke depan Hasil dan Pembahasan Identifikasi Isu dan Batasan Pemodelan Dinamika Tutupan Lahan Isu yang digunakan dalam pemodelan ini adalah maraknya konversi tutupan hutan pada hutan lindung pelawan untuk berbagai penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan. Konversi ini menjadikan kawasan hutan lindung Pelawan mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup serius. Dengan demikian maka diperlukan model system dinamis untuk melihat perubahan tutupan lahan yang terjadi pada kawasan hutan lindung Pelawan. Batasan yang digunakan dalam pemodelan ini adalah sebagai berikut :. Pemodelan hanya dilakukan pada kawasan hutan lindung Pelawan dan desa Namang Kecamatan Namang Kabupaten Bangka Tengah;. Deforestasi dan degradasi yang terjadi dibatasi pada bentuk perkebunan, pertambangan dan peternakan di dalam kawasan hutan;. Lamanya proyeksi perubahan tutupan lahan dibatasi hanya selama 0 tahun; 4. Asumsi perubahan jumlah penduduk dalam kurung waktu 0 tahun relatif tetap dari waktu ke waktu. Sub Model Perubahan Tutupan Lahan Model dinamis perubahan tutupan lahan pada kawasan hutan lindung Pelawan menggunakan sub model, yaitu sub model tutupan hutan, penduduk dan lahan areal penggunaan lain (APL). Sub model tutupan lahan memberikan gambaran dinamika perubahan tutupan hutan menjadi bukan hutan dan sebaliknya pada kawasan hutan lindung Pelawan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh parameter degradasi/deforestasi dan rehabilitasi. Degradasi dan deforestasi tersebut disebabkan oleh adanya aktivitas sebagian masyarakat untuk menambang, berkebun dan beternak di dalam kawasan hutan. Adapun rehabilitasi dilakukan oleh pemerintah, badan usaha serta swadaya masyarakat anggota kelompok tani hutan yang beraktivitas untuk memanfaatkan kawasan hutan untuk jasa lingkungan dan budidaya madu. Sub model berikutnya adalah penduduk. Dinamika penduduk pada submodel ini dipengarui oleh angka kelahiran, angka kematian, imigrasi dan emigrasi. Sub model dinamika penduduk ini akan mempengaruhi laju degradasi dan deforestasi di dalam kawasan hutan lindung Pelawan dan juga penggunaan lahan areal penggunaan lain (APL) yang tersedia. Semakin bertambah jumlah penduduk maka akan semakin tinggi juga lahan yang akan digunakan untuk melakukan aktivitas dalam mata pencaharian dan ruang tempat tinggal. Sub model berikutnya adalah lahan APL. Lahan APL menyediakan ruang bagi aktivitas perekonomian masyarakat desa dan juga untuk permukiman. Lahan APL yang terbatas, pada suatu waktu akan mengalami penurunan ketersediaan lahan karena adanya pertumbuhan jumlah penduduk. Menurunnya lahan yang tersedia pada lahan APL akan menyebabkan tekanan konversi hutan untuk

4 permukiman akan semakin meningkat. Pada akhirnya luas kawasan hutan akan ikut berkurang. Parameter, Satuan dan Asumsi Variabel Setiap Sub Model Dalam penyusunan model sistem dinamik, terdapat beberapa parameter, satuan dan asumsi dari setiap sub model (Tabel ). Parameter, satuan dan asumsi ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh dari masingmasing parameter terhadap variabel yang digunakan untuk menyusun model. Tabel Parameter, Satuan dan Asumsi Variabel Penyusun Model No Parameter Satuan Asumsi. Dinamika Tutupan Lahan a. Hutan b. Non Hutan c. Luas rehabilitasi d. Luas degradasi dan deforestasi e. Laju degradasi dan deforestasi f. Perkebunan g. Pertambangan h. Peternakan i. Perlindungan hutan j. CSR Badan Usaha k. RHL Pemerintah l. Laju rehabilitasi m. Kelompok Tani HKM n. Jasa lingkungan o. Hasil hutan bukan kayu p. Pemberdayaan masyarakat q. Penyuluhan. Dinamika penduduk a. Angka kelahiran b. Imigrasi c. Angka kematian d. Emigrasi e. Penambahan penduduk f. Pengurangan penduduk g. Petani h. Penambang i. Peternak j. Petani hutan k. PNS l. Nelayan m. Penduduk non produktif n. Penduduk produktif. Dinamika lahan APL a. Penambahan lahan b. Pengurangan lahan c. Kebutuhan ruang mukim d. Pemanfaatan lahan e. Fasos dan fasum Ha Ha Ha Ada/tidak orang/tahun ada/tidak ada/tidak ada/tidak orang/tahun Persen Persen Hektar/tahun Hektar/tahun Hektar Hektar Hektar Luas tutupan hutan Luas tutupan bukan hutan Luas lahan yang direhabilitasi Luas lahan terganggu Degradasi dan deforestasi per tahun Luas kebun dalam kawasan hutan Luas tambang dalam kawasan hutan Luas peternakan dalam kawasan hutan Ada tidaknya aktivitas perlindungan hutan Luas rehabilitasi hutan oleh badan usaha Luas rehabilitasi oleh pemerintah Laju rehabilitasi setiap tahun Jumlah anggota kelompok tani setiap tahun Ada tidaknya jasa lingkungan Ada tidaknya hasil hutan bukan kayu (madu) Ada tidaknya pemberdayaan masyarakat Jumlah anggota masyarakat yang mendapatkan penyuluhan Pertambahan penduduk karena kelahiran Masuknya penduduk ke daerah tertentu Pengurangan penduduk karena kematian Keluarnya penduduk dari daerah tertentu Jumlah penduduk yang bertambah Jumlah penduduk yang berkurang Jumlah petani Jumlah penambang Jumlah peternak Jumlah petani hutan Jumlah PNS Jumlah Nelayan Jumlah penduduk non produktif Jumlah penduduk produktif Luas lahan yang bertambah tiap tahunnya Luas lahan yang berkurang tiap tahunnya Luas lahan untuk permukiman Luas pemanfaatan lahan mata pencaharian Luas lahan untuk fasos dan fasum

5 Model Dinamika Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan identifikasi isu, batasan dan tujuan pemodelan dilakukan konseptualisasi model dan juga spesifikasi model. Dengan menggunakan software Stella 9.0., maka diperoleh hubungan antar sub model (gambar ). Semua sub model yang dibangun memberikan pengaruh terhadap dinamika perubahan tutupan lahan dan juga sebaliknya Gambar. Hubungan Sub Model Perubahan Tutupan Lahan Sub Model Dinamika Perubahan Tutupan Lahan Sub model dinamika perubahan tutupan lahan menggambarkan perkembangan tutupan lahan hutan menjadi non hutan dan sebaliknya dalam suatu relasi timbal balik. Tutupan hutan dapat menjadi bukan hutan sebagai akibat adanya deforestasi dan degradasi hutan oleh aktivitas ekonomi masyarakat berupa kegiatan pertambangan, perkebunan dan peternakan yang dilakukan dengan memanfaatkan lahan di dalam kawasan hutan lindung Pelawan. Sedangkan tutupan non hutan akan menjadi hutan kembali bila dilakukan rehabilitasi lahan. Tutupan hutan awal adalah seluas ± 885 ha sedangan tutupan non hutan adalah seluas ± 509 ha sesuai data tutupan lahan di dalam kawasan hutan lindung Pelawan tahun 05. Rehabilitasi lahan dilakukan secara partisipatif oleh kelompok badan usaha melalui kegiatan CSR dan juga anggota kelompok tani hutan yang mengelola hutan lindung Pelawan dengan format pengelolaan hutan kemasyarakatan. Kegiatan rehabilitasi oleh kelompok tani hutan lebih disebabkan karena kelompok tani hutan tersebut merasakan adanya keuntungan ekonomi bagi usaha mereka di dalam kawasan hutan dengan semakin baiknya kondisi hutan di areal kelolanya. Adapun bentuk pengelolaan tersebut adalah budidaya madu dan juga pemanfaatan jasa lingkungan. Rehabilitasi yang bersifat wajib juga dilakukan oleh pemerintah daerah secara rutin. Sub model dinamika perubahan tutupan lahan adalah sebagaimana disajikan pada gambar.

6 dinamika perubahan tutupan hutan lajudegdef konversipermukiman prodegdef degdef hutan nonhutan Lindhut CSRBU perubahan rehabpemerintahbu RHLPemerintah lajurehab rehabilitasi KTHKm prorehab Peternakan Perkebunan Penambangan HHBK JasLing Penyuluhan PemberdayaanMasy Gambar Sub Model Perubahan Tutupan Hutan Sub Model Dinamika Penduduk Sub model dinamika penduduk ini menggambarkan bagaimana dinamika penduduk terjadi sebagai akibat dari proses imigrasi, kelahiran, emigrasi dan juga kematian. Jumlah penduduk awal yang digunakan adalah penduduk desa Namang sejumlah.5 jiwa. Pertumbuhan penduduk akan berkonsekuensi pada meningkatnya kebutuhan ruang akan permukiman oleh suatu keluarga. Adapun angka kelahiran yang digunakan mengacu pada angka rata-rata kabupaten Bangka Tengah sebesar ±,% (BPS Kabupaten Bangka Tengah, 05). Semakin tinggi jumlah penduduk akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan lahan baik untuk permukiman maupun untuk lahan usaha. Peningkatan tersebut (dengan asumsi masyarakat hanya memiliki usaha berbasis lahan yang tumbuh secara konstan seiringi dengan jumlah penduduk) akan membawa konsekuensi pada semakin meningkatnya tekanan terhadap hutan, yang mengakibat terjadinya degradasi dan deforestasi. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya pengendalian jumlah penduduk melalui pengaturan angka kelahiran maupun imigrasi ke desa Namang. Lebih lanjut sub model dinamika penduduk ini disajikan pada gambar sebagai berikut. Dinamika penduduk menimbulkan tekanan pada kawasan hutan melalui (tiga) jenis mata pencaharian masyarakat, yaitu pekebun, penambang dan peternak (gambar ). Sedangkan mata pencaharian lainnya yaitu PNS, nelayan dan petani hutan diasumsikan tidak menyebabkan tekanan degradasi dan deforestasi.

7 Imigrasi Kematian Kelahiran Penduduk lahanapl Emigrasi PertumbuhanPend PenurunanPend PNS NonProd ProduktifBekerja Pekebun Peternak Nelayan PetaniHutan Penambang Gambar. Sub Model Dinamika Penduduk Sub Model Dinamika Lahan APL Sub model ini terkait dengan dinamika ketersediaan lahan APL yang ada di Desa Namang. Luas lahan APL mencapai.768 ha (Pemkab Bangka Tengah, 05). Areal lahan APL ini digunakan oleh masyarakat Desa Namang untuk beraktivitas yaitu menambang, berkebun, beternak, membangun permukiman, fasilitas sosial dan fasilitas umum (termasuk lahan untuk perkantoran Desa dan bangunan pemerintahan serta sosial lainnya, seperti masjid, balai pertemuan dan lainnya). Dinamika ini terjadi berupa pengurangan lahan akibat bertambanya penduduk desa dari waktu ke waktu. Penambahan lahan akan terjadi bila ada konversi perubahan peruntukan kawasan hutan lindung pantai Pelawan untuk permukiman. Konversi ini dimungkinkan bila memang lahan APL yang tersedia tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan ruang untuk bermukim oleh masyarakat. Sub model ini disajikan pada Gambar 4. lahanapl Pekeb un penambahan penguranganlahan pemanfaatan Peternak fasosfasum Penamb ang kebutuhanruangmukim Gambar Sub Model Dinamika Ruang APL Dinamika Perubahan Tutupan Lahan Perubahan tutupan lahan dari hutan menjadi non hutan ataupun sebaliknya dipengaruhi oleh tekanan penduduk, ada tidaknya aktivitas perlindungan hutan, rehabilitasi oleh pemerintah dan juga pemberdayaan

8 masyarakat untuk pemanfaatan hutan secara legal. Tekanan jumlah penduduk memiliki pengaruh negatif terhadap luas tutupan hutan, sedangkan aktivitas perlindungan hutan, rehabilitasi dan juga pemberdayaan masyarakat berpengaruh positif terhadap penambahan luas tutupan hutan. Dengan asumsi bahwa kegiatan perlindungan hutan, rehabilitasi dan pemberdayaan masyarakat berjalan dengan optimal, degradasi dan deforestasi terkendali, serta pertumbuhan jumlah penduduk yang terkendali, maka dalam kurun waktu 04 04 luas tutupan berhutan pada kawasan hutan lindung Pelawan relatif bertambah (Gambar 5). : : : : hutan : nonhutan : Penduduk 50 550 950 : : : 000 400 600 : : : Page 850 50 50 04.00 09.00 04.00 09.00 04.00 06. Jum, 05 Mei 07 Gambar 4. Grafik Perubahan Tutupan Hutan dengan Kegiatan Pengelolaan Hutan Efektif Pertambahan luas hutan, penurunan luas non hutan, laju degradasi dan deforestasi, serta pertumbuhan jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel. Dengan simulasi proyeksi model selama 0 tahun, lahan APL tersedia masih cukup luas dan jumlah penduduk desa eksisting yang relatif lebih sedikit, maka tekanan terhadap hutan relatif lebih mudah dikendalikan. Dengan asumsi adanya aktivitas pemberdayaan masyarakat untuk pemanfaatan hutan melalui hutan kemasyarakatan, rehabilitasi oleh pemerintah dan badan usaha berjalan dengan baik, penyuluhan kehutanan yang efektif mengubah paradigma masyarakat penambang, peternak dan pekebun di dalam kawasan hutan dapat ikut mereduksi angka degradasi dan deforestasi. Adanya kegiatan perlindungan hutan diasumsikan dapat mengurangi laju aktivitas illegal dalam kawasan hutan hingga 50%.

9 Tabel. Dinamika Perubahan Tutupan Hutan dalam kurun waktu 04 04 dengan Kegiatan Pengelolaan Hutan Efektif Sebaliknya, bila kawasan hutan lindung Pelawan tidak dilakukan upaya rehabilitasi, pemberdayaan masyarakat serta perlindungan hutan yang efektif (bussines as usual), maka laju perubahan tutupan hutan pada kawasan hutan lindung Pelawan akan mengalami penurunan yang sangat signifikan pada kurun waktu 04 04 (Gambar 6 dan Tabel ). Pertumbuhan jumlah penduduk hampir berbanding lurus dengan angka luas tutupan non hutan di dalam kawasan hutan lindung Pelawan. : hutan : nonhutan : Penduduk : : : 900 00 950 : : : 600 800 600 : : : Page 00 500 50 04.00 09.00 04.00 09.00 04.00 07.9 Jum, 05 Mei 07 Gambar 5. Grafik Perubahan Tutupan Hutan tanpa Kegiatan Pengelolaan Hutan

Tabel Dinamika Perubahan Tutupan Lahan Kurun 04-04 tanpa Kegiatan Pengelolaan Hutan 0 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat berbagai kemungkinan perubahan tutupan hutan pada kawasan hutan lindung pantai Pelawan sebagai respons atas perubahan salah satu komponen penyusun model sistem dinamis. Analisis sensitivitas yang dilakukan ini memperlihatkan pengaruh jumlah penduduk pada beberapa tingkatan jumlah penduduk terhadap perubahan tutupan hutan. Analisis sensitivitas dilakukan dengan memberi perubahan terhadap jumlah inisial penduduk Desa Namang, yaitu pada angka.5 jiwa,.5 jiwa dan.5 jiwa. Hasil analisis sensitivitas model berdasarkan simulasi perubahan jumlah penduduk adalah sebagaimana pada gambar 7 berikut (asumsi terdapat aktivitas pengelolaan hutan). Tutupan hutan terus meningkat hingga tahun 04. Semakin besar jumlah penduduk, maka semakin lambat pertambahan jumlah tutupan hutan pada kawasan hutan lindung Pelawan.

: hutan: - - - 50 : 050 : Page 850 04.00 09.00 04.00 09.00 04.00 7.45 Jum, 05 Mei 07 Gambar 6. Analisis Sensitivitas Luas Tutupan Hutan pada Beberapa Tingkatan Jumlah Penduduk (Asumsi Terdapat Aktivitas Pengelolaan Hutan) Selanjutnya, analisis sensitivitas yang sama juga dilakukan terhadap luas tutupan hutan dengan asumsi tidak terdapat aktivitas pengelolaan hutan (Gambar 8). Penurunan luas tutupan hutan semakin cepat dengan semakin besarnya jumlah penduduk. Hal ini terkait dengan semakin besar jumlah penduduk maka akan semakin besar pula kebutuhan akan ruang baik untuk permukiman maupun untuk aktivitas mata pencaharian yang berbasis lahan seperti pertambangan, perkebunan dan juga peternakan. hutan: - - - : 900 : 450 : Page 0 04.00 09.00 04.00 09.00 04.00 8.6 Jum, 05 Mei 07 Gambar 7. Analisis Sensitivitas Luas Tutupan Hutan pada Beberapa Tingkatan Jumlah Penduduk (Asumsi Tidak Terdapat Aktivitas Pengelolaan Hutan) Penggunaan Model Model sistem dinamis perubahan tutupan hutan yang dibangun digunakan untuk menerapkan model dalam beberapa skenario pengelolaan hutan lindung Pelawan. Skenario dibuat untuk melihat pengaruh bentuk-bentuk pengelolaan terhadap perubahan tutupan hutan. Skenario ini dibuat sebagai acuan dalam penerapan bentuk pengelolaan kawasan hutan lindung Pelawan. Skenario Tanpa Pengelolaan Kawasan Hutan Perubahan tutupan hutan pada kawasan hutan lindung Pelawan tanpa adanya kegiatan

pengelolaan hutan apapun (business as usual) menunjukkan adanya penurunan luas tutupan hutan yang signifikan (Gambar 9). Luas tutupan hutan pada akhir tahun proyeksi (tahun 04) menunjukkan luas 8,4 ha. : hutan: - 900 : 600 : Page 00 04.00 09.00 04.00 09.00 04.00 0. Jum, 05 Mei 07 Gambar 8. Perubahan Tutupan Hutan Tanpa Kegiatan Pengelolaan Skenario Hanya terdapat Kegiatan Perlindungan Hutan Perubahan tutupan hutan pada kawasan hutan lindung Pelawan dengan kegiatan pengelolaan hanya berupa perlindungan hutan menunjukkan adanya penurunan tutupan hutan (Gambar 0). Perlindungan hutan dapat membatasi terjadinya aktivitas perambahan kawasan hutan untuk pemanfaatan hutan di luar bidang kehutanan. Pada tahun 04, luas tutupan hutan pada kawasan hutan lindung Pelawan hanya sekitar 6,57 ha. : hutan: - 900 : 750 : Page 600 04.00 09.00 04.00 09.00 04.00 0. Jum, 05 Mei 07 Gambar 9. Perubahan Tutupan Hutan dengan skenario Perlindungan Hutan Skenario Hanya terdapat Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang ada berupa kegiatan penyuluhan kehutanan, pemanfaatan jasa lingkungan dan budidaya hasil hutan bukan kayu (madu hutan). Pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk meningkatkan manfaat ekonomi alternatif hutan lindung Pelawan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan dalam rangka mengubah

paradigma masyarakat terhadap hutan. Dengan demikian, masyarakat memandang hutan sebagai sumber pendapatan yang berkelanjutan. Pada skenario ini, perubahan tutupan hutan lindung Pelawan juga tetap mengalami penurunan. Pada tahun 04 tutupan hutan yang tersisa hanya sebesar 44.59 ha (Gambar ). : hutan: - 900 : 650 : Page 400 04.00 09.00 04.00 09.00 04.00 0.7 Jum, 05 Mei 07 Gambar 0. Perubahan Tutupan Hutan dengan Skenario Pemberdayaan Masyarakat Skenario Hanya terdapat Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kegiatan rehabilitasi lahan yang diadakan oleh pemerintah dan badan usaha, serta kelompok tani HKm mempengaruhi perubahan tutupan hutan lindung Pelawan. Pemerintah dan badan usaha lebih disebabkan oleh kewajiban moral masing-masing pihak. Adapun rehabilitasi lahan oleh kelompok tani HKm lebih disebabkan oleh adanya manfaat ekonomi yang diperoleh kelompok tani dari keberadaan tutupan hutan yang dapat memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat. Semakin luas tutupan hutan, maka akan semakin baik daya dukung hutan terhadap prospektif usaha budidaya hasil hutan bukan kayu dan juga jasa lingkungan di dalam kawasan hutan lindung Pelawan. Pada skenario ini, luas tutupan hutan juga tetap mengalami penurunan. Pada tahun 04, luas tutupan hutan yang tersisa adalah sebesar 678,4 ha (Gambar ). Luas tutupan ini sedikit lebih luas dibandingkan luas tutupan hutan pada dua skenario lainnya di atas.

4 : hutan: - 950 : 800 : Page 650 04.00 09.00 04.00 09.00 04.00 0. Jum, 05 Mei 07 Gambar. Perubahan Tutupan Hutan dengan Skenario Rehabilitasi Lahan Skenario Seluruh Kegiatan Berjalan Simultan Pada skenario ini, seluruh aktivitas pengelolaan hutan, mulai dari perlindungan hutan, pemberdayaan masyarakat serta rehabilitasi lahan dijalankan secara simultan dan konsisten dari tahun ke tahun. Dengan asumsi bahwa rehabilitasi berjalan sukses, perlindungan hutan berjalan efektif dan efisien serta hutan memberikan manfaat yang nyata secara ekonomi kepada masyarakat, maka tutupan hutan pada kawasan hutan lindung pantai Pelawan, mengalami kenaikan secara pasti dari waktu ke waktu (Gambar ). Kenaikan tutupan hutan terjadi mulai pada tahun proyeksi kedua (tahun 05) yaitu seluas.000,96 ha hingga.07,74 ha pada tahun 04 (tahun proyeksi final). Hasil running model yang dibangun menunjukkan bahwa kegiatan pengelolaan yang simultan dapat mempertahankan bahkan meningkatkan tutupan hutan lindung Pelawan. : hutan: - 50 : 000 : Page 850 04.00 09.00 04.00 09.00 04.00 0.6 Jum, 05 Mei 07 Gambar. Perubahan Tutupan Hutan dengan Skenario Pengelolaan Hutan Secara Simultan

5 Kesimpulan Dinamika tutupan hutan pada kawasan hutan lindung Pelawan dapat terus meningkat jika terdapat aktivitas pengelolaan hutan yang berjalan secara simultan dan konsisten dari waktu ke waktu. Ketiadaan aktivitas pengelolaan kawasan hutan maupun aktivitas Daftar Pustaka [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka Tengah. 05. Bangka Tengah dalam Angka. Diunduh dari : www.kabupatenbangkatengah.bps.go.i d [FWI] Forest Watch Indonesia. 0. Potret Keadaan Hutan Indonesia : Periode Tahun 000-009. Bogor (ID): Forest Watch Indonesia Freitas S R, Hawbaker T J, Metzger J P. 00. Effects of roads, topography, and land use on forest cover dynamics in the Brazilian Atlantic Forest. Forest Ecology and Management, 59(), 40-47. doi: http://doi.org/0.06/j.foreco.009. 0.06 Kissinger G, Harold M, Veronique De S. 0. Drivers of Deforestation and and Forest Degradation : A Synthesis Report for REDD+ Policymaker. Canada : Vancouver pengelolaan yang parsial tetap akan menyebabkan penurunan luas tutupan hutan pada kawasan hutan lindung Pelawan. Secara umum, dinamika tutupan hutan dalam model yang telah dibangun sangat dipengaruhi oleh dinamika jumlah penduduk dan ketersediaan lahan areal penggunaan lain. Kuncahyo B. 05. Pemodelan Sistem Buatan. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Noriko H, Martin H, Veronique De S, Ruth, S D F, Maria B, Louis V, Arild A, Erika R. 0. An assessment of deforestation and forest degradation drivers in developing countries. Environmental Research Letters, 7(4), 044009 Purnomo H. 0. Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Pr. Tritsch I, Le Tourneau F M. 06. Population densities and deforestation in the Brazilian Amazon: New insights on the current human settlement patterns. Applied Geography, 76, 6-7. doi: http://dx.doi.org/0.06/j.apgeog.0 6.09.0