3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DAS Ciliwung bagian hulu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BUPATI BANGKA TENGAH

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SEBAGAI PENDUKUNG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN (RTHKP) KOTA BANJARMASIN

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

Peta Rencana Lanskap (Zonasi) Kawasan Situ Gintung

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

BAB III METODE PENELITIAN

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM

III. BAHAN DAN METODE

STUDI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA IKONOS (STUDI KASUS KECAMATAN LUBUK BAJA DI KOTA BATAM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA DAERAH

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian:

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI. Gambar 3.1 Lokasi Penelitian WP Bojonagara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

III. METODE PENELITIAN

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

Transkripsi:

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sintang Kalimantan Barat, terletak kurang lebih 395 km dari K ota Pontianak Ibu Kota Propinsi Kalimantan Barat. Meliputi tujuh kecamatan yaitu: Kapuas Kanan Hulu, Kapuas Kanan Hilir, Tanjung Puri, Desa Baning Kota, Ladang, Kapuas Kiri Hulu, dan Kapuas Kiri Hilir dengan luas wilayah 4.587 hektar. Letak geografisnya yaitu 0 09 LU - 0 02 LS dan 111 21 BT - 111 36, dengan batas-batas administrasi sbb: Utara : Kec. Binjai Hulu dan K ec. K elam Permai Timur : Kec. Dedai dan Kelam Permai Selatan : Kec. Sei Tebelian dan Dedai Barat : Kec. Tempunak Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang Waktu penelitian selama 10 bulan sejak bulan September 2008 hingga Juni 2009, meliputi tahap studi pustaka, pengamatan lapangan, pengolahan data dan penyusunan laporan.

3.2 Alat dan Bahan Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer beserta perlengkapannya yang berguna untuk proses pengolahan dan analisis data, double ring, Software Arc View 3.2 beserta extension, E RDAS V er 9.1, Global Positioning System (GPS), untuk mengetahui posisi koordinat titik kontrol tanah yang berguna menentukan area contoh daerah-daerah bervegetasi dengan klasifikasi hutan, perkebunan, semak/rumput, tanah terbuka, pemukiman dan badan air. Adapun bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis data yang dibutuhkan untuk penelitian 3 Sosial, ekonomi dan budaya - Demografi - Produksi Air - Konsumsi Air No Aspek Jenis Data Bentuk Data Sumber Data 1 Fisik - Lokasi Tapak - Geologi - Topografi - Hidrologi Air Permukaan Air Tanah - Jenis Tanah - Iklim Curah Hujan Temperatur - Kualitas Air - Penggunaan Lahan - Landsat 7 ETM+ 2001 - Landsat 7 ETM+ 2004 - Landsat 7 ETM+ 2006 - Landsat 7 ETM+ 2008 Peta letak dan luas kota Sintang Data pola akuifer Peta Topografi skala 1:25.000 Data potensi air permukaan Data potensi air tanah Peta jenis tanah Data curah hujan 10 tahun Data temperatur 10 tahun Data penggunaan lahan Kota Sintang Citra dijital Citra dijital Citra dijital Citra dijital - Bappeda - Dep. Geologi - Bappeda - Depatemen PU, Dirjen Sumber Daya Air - Bappeda - BMG - Bapedalda - Bappeda - PPLH IPB http://glovis.usgs.gov/ - PPLH IPB http://glovis.usgs.gov/ 2 Biologi - Vegetasi: Survei, Dinasdinas terkait - BPS - PDAM - Kuisioner

Lanjutan Tabel 1. Jenis data yang dibutuhkan untuk penelitian No Aspek Jenis Data Bentuk Data Sumber Data 4 Kebijakan - Permendagri No.01 Tahun 2007tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan - UU RI No.26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang - PP RI No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota - Perda RDTR Kota Sintang 2001-2011 3.3 Metode Penelitian - Bappeda Penelitian ini dibatasi sampai pada penentuan luas kebutuhan hutan kota untuk menjaga ketersediaan air di Kota Sintang. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Rancang bangun penelitian

3.3.1 Inventarisasi Tahap inventarisasi berupa pengumpulan data yang diperlukan untuk analisis kebutuhan luas dan sebaran hutan kota. Data yang dikumpulkan meliputi aspek fis ik, biologi, sosial ekonomi dan budaya, serta aspek kebijakan pemerintah. 3.3.2 Analisis Spasial dan Temporal Perubahan penutupan lahan dianalisis secara spasial dan temporal untuk mendapatkan informasi mengenai luas dan sebaran ruang terbuka hijau Kota Sintang dalam kurun waktu lima tahun. Hal ini akan dilihat melalui data citra satelit Landsat dengan rentang waktu perubahan 8 tahun. Selain skala spasial, skala temporal sama pentingnya ketika memperkirakan perubahan lanskap dari waktu ke waktu (Rocchini et al., 2005). Klasifikasi citra untuk menentukan kelas penutupan lahan dilakukan pada data citra satelit Landsat tahun 2001, 2004, 2006 dan 2008. Pengolahan data citra dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Erdas Imagine versi 9.1. Klasifikasi diawali dengan persiapan citra satelit Landsat TM 2001, 2004, 2006 dan 2008. Kemudian dilakukan koreksi geometrik dengan menggunakan Arcview Extension Image Analysist. Citra dikoreksi berdasarkan peta jalan dan sungai dalam format TIFF (*.tiff file). Setelah kesalahan hasil koreksi (RMS error) bernilai <0,1, citra disimpan dengan format Erdas Image (*.img file). Color composite digunakan untuk mengkombinasikan band-band dari citra satelit TM sehingga menghasilkan citra komposit yang dapat mengambarkan keadaan penutupan lahan secara lebih mudah. Kombinasi band yang digunakan 542. Klasifikasi citra dilakukan dengan metode klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan visual. Pemilihan sistem klasifikasi ini untuk mendapatkan kelas terbaik karena mempertimbangkan adanya semua peluang yang ada dan tidak adanya kekosongan dalam kelas objek, yang mungkin terjadi mengingat tipe kenampakan kelas objek sangat beragam. Sedangkan interpretasi visual dilakukan untuk menginterpretasikan tutupan lahan yang liputan areanya mengalami gangguan sistematik (stripping/noise dan no data). Proses klasifikasi memerlukan data pendukung berupa data sekunder atau kunjungan lapang secara terbatas untuk daerah-daerah tertentu. Data sekunder

dikumpulkan dari peta-peta tematik penggunaan lahan pada tempat tertentu. Kunjungan lapangan dilakukan pada objek-objek yang tidak dikenali identitasnya dengan bantuan alat penunjuk posisi (GPS). Pengkelasan penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dibagi menjadi enam kelas yaitu: hutan, perkebunan, semak/belukar, tanah terbuka, pemukimanan, dan badan air. Data citra setiap tahun perekaman akan diuraikan menjadi nilai dijital yang akan dibandingkan perubahannya secara temporal. Tampilan SIG dengan perangkat lunak Arcview versi 3.2 akan digunakan untuk menyimpan, memperbaharui, menganalisis, dan menyajikan kembali semua bentuk informasi tersebut (Prahasta, 2002). Diagram alir pengolahan data penginderaan jauh untuk produksi informasi spasial liputan lahan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir pengolahan data penginderaan jauh untuk produksi informasi spasial liputan lahan

3.3.3 Analisis Kebijakan Analisis kebijakan dilakukan untuk menentukan luas kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Bentuk RTH yang akan dibangun di sebuah kota harus memperhatikan tujuan pembangunan dan aspek biogeografis kota. Pada penelitian ini bentuk RTH yang akan di bangun di Kota Sintang adalah RTH Hutan Kota, karena tujuan dari pembangunan hutan kota tersebut sebagai pengaman untuk mengkonservasi air atau daerah tangkapan hujan sehingga ketersediaan air Kota Sintang dapat terjaga. 3.3.3.1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Di dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007 yang dimaksud Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Sedangkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Dimana Kawasan Perkotaan disini adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Tujuan penataan RTHKP adalah menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan, dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Fungsi RTHKP adalah pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati; pengendali tata air; dan sarana estetika kota.

Bentuk (RTHKP) seperti yang diatur pada BAB III tentang Pembentukan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan pada Pasal 5 dan Pasal 6. Pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa pembentukan RTHKP disesuaikan dengan bentang alam berdasarkan aspek biogeografis dan struktur ruang kota dan estetika. Pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa pembentukan RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencerminkan karakter alam dan/atau budaya setempat yang bernilai ekologis, historik, panorama yang khas dengan tingkat penerapan teknologi. Jenis-jenis RTHKP disebutkan pada Pasal 6 diantaranya hutan kota. Standar kebutuhan di kawasan perkotaan diatur pada pasal 9 ayat 1, yaitu luas ideal Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan minimal 20% dari luas kawasan perkotaan. 3.3.3.2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota merupakan bagian dari penataan ruang. Hal ini terlihat dari adanya aturan Undang-undang penataan ruang yang mengatur tentang RTH ini. Menurut UU No. 26 Tahun 2007 yang dimaksud Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tersebut, rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau merupakan bagian dari perencanaan tata ruang wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota diatur pada Pasal 29 Ayat 1, proporsi ruang terbuka hijau paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.

3.3.3.3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Lahanlahan bertumbuhan banyak dialihfungsikan menjadi kawasan perdagangan, kawasan permukiman, kawasan industri, jaringan transportasi (jalan, jembatan, terminal) serta sarana dan prasarana kota lainnya. Pembangunan kota pada masa lalu sampai sekarang cenderung untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan menghilangkan wajah alam. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan secara ekologi, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. PP yang ditetapkan tanggal 12 November 2002 ini dimaksudkan sebagai pedoman dan arahan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Hutan Kota, serta untuk memberikan kepastian hukum tentang keberadaan hutan kota.. Adapun penyelenggaraan hutan kota dimaksudkan untuk kelestarian, keserasian, dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Sesuai tujuannya penyelenggaraan hutan kota lebih ditekankan kepada fungsinya, yaitu untuk memberbaiki dan menjaga iklim mikro, nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Untuk itu di dalam setiap wilayah perkotaan ditetapkan kawasan tertentu dalam rangka penyelenggaraan hutan kota. Di dalam PP No. 63 Tahun 2002 disebutkan bahwa alokasi hutan kota merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Yang dimaksud dengan Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Penunjukan lokasi dan luas hutan kota yang diatur dalam PP RI No. 63 Tahun 2002 (pasal 8 ayat 1) dapat berdasarkan pada luas wilayah dan jumlah penduduk dengan persentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari wilayah perkotaan. Pembangunan hutan kota dilaksanakan oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota. Rencana pembangunan hutan kota merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan, dan disusun berdasarkan kajian dari aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial, dan budaya setempat. Biaya penyelenggaraan hutan kota berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau sumber dana lainnya yang sah, ketentuan ini diatur dalam pasal 36. Tabel 2. Kebutuhan luas RTH Hutan Kota berdasarkan peraturan dan undang-undang No Kebijakan 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota Pasal dan Ayat Pasal 9 ayat 1 Pasal 29 ayat 2 dan ayat 3 Pasal 8 ayat 2 dan ayat 3 Luas Luas ideal ruang terbuka hijau kawasan perkotaan minimal 20% dari luas kawasan perkotaan - Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota - Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota - Luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 hektar - Persentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat

3.3.4 Analisis Kebutuhan Hutan Kota berdasarkan Kebutuhan Air Luas hutan kota yang dibangun untuk menjaga ketersedia air dihitung berdasarkan beberapa parameter meliputi jumlah penduduk, konsumsi air per kapita, laju peningkatan pemakaian air, faktor pengendali (besarannya tergantung kepada usaha pemerintah dalam menekan laju pertambahan penduduk), kapasitas suplai air oleh PDAM Kota Sintang, potensi air tanah Kota Sintang, dan kemampuan hutan kota dalam menyimpan air. Data konsumsi air bersih diperoleh dari hasil kuisioner. Responden kuisioner tersebut dibagi menjadi tiga yaitu: perumahan mewah, perumahan sedang dan perumahan sederhana. Hasilnya akan dirata-ratakan sehingga diperoleh data konsumsi air bersih masyarakat Kota Sintang. Sedangkan kapasitas produksi PDAM dihitung dari total ketiga instalasi pnegelolaan air pada masingmasing BWK. Kapasitas produksi PDAM Kota Sintang adalah 2.045.510 m 3 /tahun. Potensi air tanah pada Kota Sintang mengacu kepada hasil pengukuran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum. Hasil pengukuran tersebut diketahui bahwa potensi air tanah di Kota Sintang adalah 4.279.288 m 3 /tahun. Rumus penghitungan luas kebutuhan hutan kota yang harus dibangun di Kota Sintang adalah sebagai berikut ini (Sutisna et al., 1987 dalam Dahlan, 2004). =. 1+ Keterangan: La = Luas hutan kota yang harus dibangun Po = Jumlah penduduk pada tahun ke 0 K r c = Konsumsi air per kapita = Laju peningkatan pemakaian air = Faktor pengendali PAM = Kapasitas suplai air perusahaan air minum t Pa z = Tahun = Potensi air tanah = Kemampuan hutan kota dalam menyimpan air

Untuk memproyeksikan jumlah penduduk hingga 20 tahun yang akan datang menggunakan metode Arithmatik. Rumus perhitungan proyeksi jumlah penduduk Aritmatik adalah: = + ) = Dimana: Pn : Jumlah penduduk pada tahun ke-n Po : Jumlah penduduk pada tahun dasar Ka : Konstanta aritmatik Pa : Jumlah penduduk pada tahun terakhir P 1 : Jumlah penduduk pada tahun ke-1 T 2 : Tahun terakhir T 1 : Tahun ke-1 3.3.5 Rekomendasi Kebutuhan Hutan Kota Di Kota Sintang Langkah terakhir adalah pembuatan rekomendasi luas kebutuhan hutan kota berdasar perhitungan kebutuhan air yang diselaraskan dengan kondisi ruang terbuka hijau, undang-undang dan Rencana Detail Tata Ruang Kota Sintang.