BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

BAB 6. BAHAN ORGANIK DAN ORGANISME TANAH

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sayur yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Harga tanaman

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA II.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

PENDAHULUAN. hingga mencapai luasan 110 ribu Ha. Pengurangan itu terlihat dari perbandingan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,

TINJAUAN PUSTAKA. Reaksi tanah menyatakan tingkat kemasaman suatu tanah. Reaksi tanah dapat

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Latosol 2.2. Asam Humat Definisi Asam Humat

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang nilai produksi pertaniannya belum mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya secara mandiri sehingga masih ketergantungan pada impor. Menurut Badan Pusat Indonesia (BPS), nilai impor pangan Indonesia pada Juni 2016 mencapai 12,02 miliar dolar AS atau naik 7,86 persen apabila dibandingkan Mei 2016. Angka tersebut akan terus meningkat dari tahun ke tahun apabila Indonesia tidak mampu meningkatkan produktivitas pangannya. Salah satu kendala untuk meningkatkan produksi pangan Indonesia adalah tingkat kesuburan tanah pertanian yang rendah akibat eksplorasi lahan sehingga menurunkan kandungan C organik dalam tanah. Kadar C organik tanah yang sesuai untuk lahan pertanian minimal adalah 2,5% dari bahan organik tanah (BOT). Namun, sebagian besar lahan pertanian di Indonesia memiliki kadar C organik tanah kurang dari 2%. Tanah dalam kondisi ini sering disebut sebagai tanah lapar pupuk atau leveling offsehingga akan mengonsumsi pupuk kimia yang berlebihan, sedangkan penggunaan pupuk kimia tersebut tidak secara efektif terserap di dalam tanah, maksimal hanya 30% yang diserap oleh tanaman, dan 70-80% lainnya terbuang. Land dan Liu (2008) menyatakan bahwa pupuk yang diberikan akan hilang sebesar 40-70% nitrogen, 80-90% fosfor dan 50-70% kalium melalui penguapan, imobilisasi mikroba dan fiksasi mineral tanah. Tanah leveling off dapat diatasi dengan cara meningkatkan kadar C organik dalam tanah dengan memutus siklus karbon dan nitrogen sehingga penangkapan dan penyimpanan C dan N dalam tanah meningkat dan tanah menjadi lebih subur. Prusty dan Azeez (2005) menyatakan bahwa salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi kesuburan dan produktivitas tanah adalah senyawa organik tanah, terutama kandungan humus yang seharusnya 70%. Humus mempengaruhi sifat tanah karena memiliki stabilitas yang tinggi sehingga terdekomposisi dengan lambat, meningkatkan agregasi tanah dan stabilitas agregat, meningkatkan

kapasitas pertukaran ion, dan berkontribusi terhadap ketersediaan N, P, K serta nutrien lain yang dibutuhkan oleh tanaman. Humus terbentuk dari proses humifikasi, yaitu proses pencampuran berbagai macam komponen hasil dari transformasi biologi dan kimia dari bahan organik (Hayes dan Swift, 1978). Humifikasi dibagi menjadi dua yaitu secara mikrobiologi dan kimia. Humifikasi secara mikrobiologi diawali melalui metabolisme lignin, fenol, asam amino, dan sebagainya, yang kemudian membentuk senyawa makromolekul yang sering dikenal dengan pengomposan. Namun, pengomposan kurang efisien karena hilangnya biomassa melalui emisi karbon dioksida, air dan nitrogen oksida sangat tinggi sehingga tidak ramah lingkungan (Ziechmann dkk., 2000). Selain itu, humifikasi mikrobiologi membutuhkan waktu yang sangat lama sementara eksplorasi lahan yang intensif perlu proses yang lebih cepat untuk menyuburkan tanah. Tan (2003) menyatakan bahwa humifikasi dapat dilakukan dengan tanpa bantuan mikroorganisme, maka humus dapat dibuat melalui proses kimiawi. Humifikasi secara kimia lebih efisien dilakukan karena proses humifikasi mikrobiologi dapat direproduksi secara kimia, sehingga dapat dihasilkan humus dengan waktu yang lebih cepat. Teori klasik makromolekul mendefinisikan humus sebagai total senyawa organik dalam tanah tertentu yang utamanya berasal dari jaringan tumbuhan dan hewan yang tidak terdekomposisi, produk dekomposisi parsial, dan biomassa tanah, serta substansi humat sebagai suatu rangkaian molekul dengan berat molekul relatif tinggi yang berwarna kuning hingga hitam (Stevenson, 1994). Namun, definisi humus dan substansi humat ini tidak didukung oleh adanya pembuktian yang dilakukan untuk memisahkan antara komponen yang terdekomposisi, produk dekomposisi parsial, dan biomassa. Seiring dengan perkembangan teknologi, analisis dengan menggunakan 13 C-NMR pada fraksi asam humat dan humin dilakukan oleh Hayes dkk., (2008) yang menunjukkan bahwa komponen humus atau substansi humat dalam tanah tersusun atas komponen aromatik, karbohidrat, peptida, lipid, lignin, dan struktur alifatis. Keberadaan struktur-struktur ini membuktikan bahwa substansi humat bukanlah suatu makromolekul seperti pada definisi klasik substansi humat, namun merupakan suatu asosiasi molekul yang

salah satu penyusunnya adalah molekul biologi seperti karbohidrat, peptida, dan lipid. Konsep supramolekul oleh Hayes dkk., (2010) dianggap lebih sesuai untuk mendefinisikan humus yang memberikan model substansi humat tanah dengan membandingkan antara konsep klasik dan konsep modern. Kuncaka (2013) memberikan terobosan New Road of Synthetic Humification dengan membuat suatu humus sintetik yang stabil sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Humus sintetik ini diperoleh dengan cara melakukan penggabungan molekul-molekul dari biochar dan hydrochar yang mengandung polisakarida, polipeptida, asam amino dan lemak agar menjadi humus stabil. Biochar diperoleh dari hasil proses pirolisis biomassa pertanian yang berlignin dan bersilika, sedangkan hydrochar yang mengandung polisakarida, polipeptida, asam amino dan lemak berasal dari Partial Hydrothermal Carbonization (PHTC) kotoran ternak (Kuncaka, 2013). Humus buatan ini dibuat untuk mengatasi humifikasi mikrobiologi yang lambat dan terbentuknya humus yang tidak stabil. Peran humus sintetik dirancang semirip mungkin seperti humus mikrobiologi yaitu sebagai agen lepas lambat makronutrien dan mikronutrien, pengendali transfer elektron, pengendali kadar air, rumah berkembangbiaknya bakteri tanah dan peningkat kadar oksigen tanah. Di sisi lain industri Monosodium Glutamat menghasilkan limbah GM-1 yang merupakan bahan organik cair hasil samping dari proses fermentasi molase dengan bakteri Micrococcus Glutamicus dalam proses pembentukan kristal asam glutamat. Limbah GM-1 mengandung setidaknya 2,5 % nitrogen total; 3,5% C-organik dan 2,5 % klor dengan ph berkisar 3,4-3,5 (PT. Sasa Inti). Industri tersebut menghasilkan limbah GM-1 dengan frekuensi dan volume limbah sebesar 800 kl/hari sehingga apabila tidak dikelola dengan baik dan benar akan menimbulkan pencemaran yang dapat mengancam keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan sekitarnya baik pencemaran air, udara maupun tanah. Selain itu, limbah GM-1 juga mengandung unsur-unsur ikutan lainnya seperti Ca, Mg, S, Cl dan Fe serta beberapa unsur mikro lain dengankadar yang bervariasi sehingga limbah GM-1 biasanya diolah menjadi bahan dasar pupuk organik cair oleh industri yang bersangkutan (Sofyan dkk., 1997;Triastuti, 2006).

Nitrogen merupakan salah satu makronutrien yang ketersediannya tinggi di dalam limbah GM-1.Bersama unsur fosfor (P) dan kalium (K), nitogen (N) merupakan unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman.bahan tanaman kering mengandung sekitar 2 sampai 4 % nitrogen, jauh lebih rendah dari kandungan karbon yang berkisar 40 %.Namun, unsur hara nitrogen merupakan komponen protein (asam amino) dan klorofil.bentuk ion yang diserap oleh tanaman umumnya dalam bentuk NO3 - dan NH4 + bagi tanaman padi sawah (Russell, 1973). Berdasarkan permasalahan tersebut pada penelitian ini akan diterapkan konsep New Road of Synthetic Humification oleh Kuncaka (2014) untuk membuat humus sintetik yang berasal dari limbah MSG membentuk agregat supramolekul humus sintetik sesuai konsep humus Hayes melalui proseshydrothermal Carbonization (HTC). Humus sintetik diharapkanmampu memainkan konsep hostguest chemistry dalam tanah, dimana humin sintetik sebagai fraksi stabil dapat berperan sebagai host dari guest berupa asam glutamate yang berasal dari limbah GM-1 tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang studi pembuatan humus sintetik dari limbah monosodium glutamate (MSG) sebagai penangkap dan penyimpan nitrogen. Penelitian ini diharapkan dapat mengkaji secara semi-kuantitatif humus sintetik dalam menangkap dan menyimpan nitrogen. I.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mempelajari pembuatan humus sintetikmenggunakan bahan dasar limbah Monosodium Glutamate (MSG) dengan metode Hydrothermal Carbonization (HTC) 2. Menentukan energi eksotermal reaksi pada proses HTC 3. Menentukan nitrogen total yang terdapat pada humus sintetik I.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membuktikan bahwa humus sintesis dapat dibuat dengan bahan dasar limbah hasil pembuatan MSG dengan menggunakan metode HTC

2. Humus sintesis diharapkan mampu memperbaiki kondisi tanah yang mengalami levelling-off sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah 3. Memberikan sumbangan pembaharuan penelitian atas permasalahan pertanian dan limbah industri di Indonesia