BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah gizi di Indonesia yang menjadi perhatian utama saat ini adalah anak balita pendek (stunting). Prevalensi stunting cenderung meningkat dari 35,6% pada tahun 2010 menjadi 37,2% pada tahun 2013 atau dengan kata lain terdapat sekitar 3-4 dari 10 anak balita mengalami stunting (Balitbankes, 2013). Definisi stunting menurut Unicef (2013) adalah status gizi berdasarkan Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U) <-2 SD. Menurut WHO (2010) stunting merupakan outcome yang tidak dapat diubah, sebagian besar kejadian stunting disebabkan oleh nutrisi yang tidak adekuat dan serangan infeksi berulang selama 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Periode 1000 HPK yang meliputi 270 hari masa kehamilan dan 730 hari dari kelahiran sampai dengan bayi berusia 2 tahun memiliki pengaruh permanen dan tidak dapat dikoreksi terhadap pertumbuhan fisik, mental, dan kecerdasan (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Kejadian stunting dipengaruhi oleh kondisi ibu dan anak pada periode 1000 HPK terutama terkait pemenuhan nutrisi di mana kebutuhan nutrisi akan meningkat untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak (Barker, 2008). Di Indonesia khususnya Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta berbagai permasalahan dalam pemenuhan nutrisi sejak dalam kandungan hingga setelah kelahiran masih ditemukan, oleh karena itu angka balita pendek atau stunting masih tinggi. Prevalensi balita pendek dan sangat pendek di Kabupaten Sleman (28,43%) lebih tinggi dari Provinsi D.I. Yogyakarta yaitu sebesar 27,3% (Balitbankes, 2013). Permasalahan pemenuhan nutrisi pertama yaitu pada awal masa kehamilan yang merupakan titik awal pada periode 1000 HPK. Menurut Balitbankes (2013) status gizi perempuan dewasa berdasarkan kategori IMT antara lain normal (57%), gemuk (12,9%), dan sangat gemuk (20,3%), namun belum ada data mengenai gambaran badan ibu selama kehamilan. 1
2 Permasalahan pemenuhan nutrisi kedua yaitu status gizi anak (pasca kelahiran) pada saat lahir berdasarkan persentase panjang badan lahir anak balita rendah (<48 cm) di D.I. Yogyakarta merupakan peringkat kedua di Indonesia setelah NTT (28,7%) dengan hanya terpaut 0,1%. Cakupan ASI di D.I. Yogyakarta berdasarkan presentase anak usia 0-23 bulan yang pernah disusui adalah sebesar 99,0% sedangkan hanya 83,8% yang masih disusui (Balitbankes, 2013). Persentase Nasional menunjukkan 44,7% anak pada kelompok usia 0-5 bulan diberi makanan prelakteal atau dengan kata lain gagal ASI Eksklusif (Balitbankes, 2013). Pemenuhan nutrisi yang baik pada periode 1000 HPK diharapkan akan menurunkan beban ganda dalam permasalahan gizi (gizi kurang dan gizi lebih), khususnya stunting, meningkatkan kulitas SDM, dan menurunkan risiko obesitas dan Penyakit Tidak Menular (PTM) (Bove et al., 2012). Oleh karena itu, peneliti bermaksud meneliti faktor ibu dan anak pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan. Dalam ini, faktor ibu dan anak pada periode 1000 HPK meliputi status gizi ibu pada awal masa kehamilan, badan selama kehamilan, berat badan lahir, riwayat MP-ASI dan pola makan baduta. B. Perumusan Masalah Faktor ibu dan anak apakah pada periode 1000 hari pertama kehidupan yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor ibu dan anak pada periode 1000 hari pertama kehidupan yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan.
3 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengaruh status gizi ibu pada awal masa kehamilan terhadap kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan dengan diperantarai oleh BBLR. b. Mengetahui pengaruh badan selama kehamilan terhadap kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan dengan diperantarai oleh BBLR. c. Mengetahui pengaruh riwayat MP-ASI terhadap kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan. d. Mengetahui pengaruhpola makan baduta terhadap kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan. D. Manfaat 1. diharapkan dapat mendukung program pemerintah yaitu Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). 2. Memberi masukan dan pertimbangan kepada tenaga kesehatan khususnya bidan dalam pelayanan Antenatal Care (ANC) khususnya dalam pemantauan badan selama kehamilan dan edukasi gizi ibu hamil. 3. Memberikan masukan kepada tenaga kesehatan khususnya kader posyandu sebagai lini terdepan pelayanan kesehatan di masyarakat terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan stunting pada baduta, pemantauan pertumbuhan baduta, dan edukasi gizi baduta. 4. Memberikan motivasi kepada calon ibu atau wanita usia subur untuk mempersiapkan kehamilan dan mempelajarai perbaikan gizi pada 1000 HPK agar dapat mencapai pertumbuhan anak yang optimal. 5. Memberikan masukan kepada peneliti lain untuk selanjutnya.
4 E. Keaslian No Judul 1. Pregnancy bebas: outcome status gizi ibu according pada awal masa to prepregnancy kehamilan dan body mass badan selama index and kehamilan. gestational : weight gain berat badan lahir (Gesche and Nilas, 2015) Tabel 1. Keaslian Metode Subjek Tempat Case Ibu yang Department control melahirkan tunggal of (antara ibu antara 1 Januari Obstetrics obese dan 2010 dan 31 Hvidovre non obese) Desember 2011 Hospital, n= 455 ibu nonobese Denmark dan 231 ibu obese Pada ibu obese, risiko makrosomia meningkat meskipun badan selama kehamilan lebih rendah metode, 2. Gestational weight gain and adverse pregnancy outcomes in a nulliparous cohort (Chung et al., 2013) bebas: badan selama kehamilan. : cesar, Large for Gestational Age (LGA), Small for Gestational Age (SGA) Prospective study Ibu yang melahirkan tunggal antara 11/2004 dan 02/2011 yang merupakan responden SCOPE di Cork, Ireland, Auckland, New Zealand, dan Australia. n=1950 Australia Risiko Small for Gestational Age (SGA) meningkat pada ibu dengan badan selama kehamilan rendah bebas, metode,
5 No Judul 3. Risk factors bebas: of stunting kuantitas dan among kualitas asupan school-aged makan children : from eight stunting provinces in Indonesia (Yasmin et al., 2014) 4. Feeding practices and factors contributing to wasting, stunting, and irondeficiency anemia among 3-23 month old children in Kilosa, (Mamiro et al., 2005) bebas: asupan baduta : stunting Metode Crosssectional dengan mengguna kan data sekunder Riskesdas 2010 Cross sectional Subjek Anak usia 6-12 tahun pada 8 provinsi. n=8710 Anak usia 3-23 bulan n=400 Tempat NTT, Sumut, NTB, Jawa Barat, Bangka Belitung, Jakarta, DIY, Bali. Distrik Kilosa, Morogoro, Risiko stuntingmenin gkat pada anak dengan asupan energi dan protein yang rendah MP-ASI pada subjek belum memenuhi kebutuhan harian yang adekuat dan merupakan faktor risiko malnutrisi
6 No Judul 5. Prevalence bebas: and factors Faktor-faktor associated yang with berhubungan stunting and dengan stunting excess : weight in stunting children aged 0-5 years from the Brazilian semi-arid region (Ramos et al., 2015) 6. Social determinant s of stunting in rural area of Wardha, central India (Deshmukh et al., 2013) bebas: faktor-faktor sosial (pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan ayah) : stunting Metode Crosssectional berdasar sensus Cross sectional Subjek Anak usia 0-59 bulan antara Juli dan September 2008 n=1640 anak Batita, n=960 Tempat Bagian tenggara Piaui (Negara bagian termiskin), Brazil Pusat pelayanan kesehatan (puskesmas) yaitu Anji, Gaul, dan Talegaon Faktor-faktor yang berhubungan dengan stunting yaitu pendidikan ibu, pendapatan, status sosial ekonomi, konsultasi sebelum melahirkan atau ANC Faktor-faktor sosial (pendapatanpe ndidikan, dan pekerjaan ayah) penentu utama stunting
7 No Judul 7. Determinan bebas: ts of status gizi ibu Stunting pada awal masa and Severe kehamilan, Stunting pendidikan, dan Among pekerjaan Under- : Fives in stunting : Evidence From The 2010 Cross- Sectional Houshold Survey (Chirande et al., 2015) Metode Cross sectional berdasarkan Demographic and Health Survey (TDHS 2010) Subjek Anak usia 0-59 bulan n=7324 Tempat Faktor risiko utama kejadian stunting adalah BBLR, latar belakang rumah tangga yang miskin (air tidak bersih).