I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk yang dapat memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan mendorong pengembangan probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah cukup dapat memberikan efek menyehatkan bagi inangnya dengan cara memperbaiki komposisi mikrobiota usus (Susanti et al., 2007). Lactobacillus rhamnosus SKG 34 merupakan kandidat probiotik asli Indonesia yang diisolasi dari susu kuda liar Sumbawa. Uji in vitro yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Lactobacillus rhamnosus SKG 34 mampu membentuk massa sel yang baik serta dapat menghambat bakteri patogen (Sujaya et al., 2008b). Selain itu, Lactobacillus rhamnosus SKG 34 mampu melewati kondisi simulasi asam lambung pada ph 3 dan 4, tidak mengubah asam kolat primer menjadi asam kolat sekunder, serta mampu menghidrolisis garam empedu yang berkontribusi pada penurunan kolesterol darah (Sujaya et al., 2008a). Ketahanan (viabilitas) bakteri merupakan salah satu pertimbangan penting dalam pengembangan produk probiotik. Umumnya, produk probiotik harus mengandung 10 6-10 7 cfu/g bakteri hidup agar dapat memberikan efek fungsional bagi tubuh (FAO/WHO, 2002). Ketahanan probiotik dalam produk dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ph, peningkatan asam selama penyimpanan (pada produk fermentasi), produksi hidrogen peroksida, oksigen dan nitrogen, kompetisi dengan bakteri lain selama fermentasi serta stabilitas dalam bentuk kering maupun beku 1
2 (Kailasapathy, 2002). Usaha untuk meningkatkan ketahanan bakteri probiotik dapat dilakukan melalui teknologi mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi didefinisikan sebagai proses pelapisan sel menggunakan komponen hidrokoloid yang sesuai dengan tujuan melindungi sel dari lingkungan sekitar sehingga sel dapat dilepaskan dalam saluran pencernaan (Mortazavian et al., 2007). Metode pengeringan dan jenis enkapsulan merupakan faktor penting dalam proses mikroenkapsulasi. Penurunan viabilitas pada pembuatan sel kering dengan freeze drying berkisar 0.5 2 siklus log, sedangkan dengan spray drying berkisar antara 2.5 4 siklus log (Harmayani et al., 2001). Pemilihan bahan enkapsulan sangat penting karena mempengaruhi stabilitas emulsi sebelum pengeringan, daya alir, stabilitas fisik, daya simpan setelah pengeringan (Gardjito et al., 2006) serta efektivitas perlindungan sel. Penelitian ini menggunakan metode pengeringan dengan freeze dryer untuk mikroenkapsulasi bakteri Lactobaciilus rhamnosus SKG 34 dengan enkapsulan maltodekstrin, karagenan, dan alginat. Maltodekstrin memiliki sifat sebagai penyalut yang baik karena kemampuannya dalam membentuk emulsi dan viskositasnya yang rendah (Supriyadi dan Rujita, 2013). Karagenan merupakan bahan enkapsulan yang dapat digunakan untuk melindungi bakteri probiotik secara efektif dari tekanan kondisi lingkungan (Ding dan Shah, 2009) sehingga dapat digunakan sebagai media imobilisasi sel (Chibata, 1981). Alginat memiliki kemampuan untuk bertahan melewati lambung tanpa terdegradasi (Rayment et al., 2009). Sel kering yang dihasilkan dari proses mikroenkapsulasi kemudian dihitung viabilitasnya berdasarkan total populasi bakteri asam laktat (BAL). Enkapsulan
3 dengan viabilitas tertinggi diberi perlakuan berdasarkan suhu penyajian. Suhu penyajian didefinisikan sebagai suhu air yang digunakan untuk melarutkan mikrokapsul sehingga dapat disajikan dalam bentuk minuman. Sifat bakteri probiotik yang tidak tahan panas diduga akan mempengaruhi viabilitasnya. Melalui penelitian dapat diketahui jenis enkapsulan dan suhu penyajian yang mampu diterima Lactobacillus rhamnosus SKG 34 sehingga berada dalam jumlah yang dibutuhkan tubuh untuk dapat memberi efek fungsional. 1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah: 1. Jenis enkapsulan apakah yang mampu memberikan viabilitas Lactobacillus rhamnosus SKG 34 tertinggi? 2. Pada suhu penyajian berapakah viabilitas Lactobacillus rhamnosus SKG 34 tertinggi dapat diperoleh? 3. Berapakah suhu maksimal yang dapat diterima Lactobacillus rhamnosus SKG 34 untuk dapat bertahan dalam jumlah yang dibutuhkan tubuh sehingga dapat memberi efek fungsional? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini, adalah: 1. Mengetahui jenis enkapsulan yang mampu memberikan viabilitas Lactobacillus rhamnosus SKG 34 tertinggi.
4 2. Mengetahui suhu penyajian yang mampu memberikan viabilitas Lactobacillus rhamnosus SKG 34 tertinggi. 3. Mengetahui suhu penyajian maksimal yang dapat digunakan sehingga Lactobacillus rhamnosus SKG 34 berada dalam jumlah yang dibutuhkan untuk dapat memberi efek fungsional. 1.4. Hipotesis 1. Jenis enkapsulan tertentu menghasilkan viabilitas Lactobacillus rhamnosus SKG 34 tertinggi. 2. Suhu penyajian tertentu menghasilkan viabilitas Lactobacillus rhamnosus SKG 34 tertinggi. 3. Pada suhu penyajian tertentu Lactobacillus rhamnosus SKG 34 mampu bertahan dalam jumlah yang dibutuhkan agar dapat memberi efek fungsional bagi tubuh. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi mengenai jenis enkapsulan dan pengaruhnya terhadap viabilitas bakteri sehingga dapat menjadi acuan bagi pengembangan mikroenkapsulasi bakteri. 2. Memberikan informasi mengenai suhu penyajian yang mampu diterima bakteri sehingga viabilitasnya berada dalam jumlah yang dibutuhkan agar dapat memberi efek fungsional bagi tubuh.
5 3. Memberikan informasi mengenai suhu penyajian yang tepat sehingga dapat bermanfaat sebagai acuan penyajian bagi produk probiotik lainnya yang disajikan dengan suhu tinggi.