1. PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OPTIMASI PEMANFAATAN RUANG KAWASAN KONSERVASI GILI SULAT - GILI LAWANG KABUPATEN LOMBOK TIMUR SITTI HILYANA

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dan ~erkembangnya berbagai ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu

X. ANALISIS KEBIJAKAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2008 TENTANG

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT-

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PENGEMBANGAN SUMBERDAYA EKOWISATA BAHARI BERBASIS MASYARAKAT DI LOMBOK BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

Transkripsi:

1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi areal seluas 20 153,15 Km 2. Perairan laut tersebut mengelilingi garis pantai sepanjang 2 333 km, dan di dalamnya terdapat berbagai ekosistem seperti mangrove, padang lamun dan terumbu karang serta berbagai jenis ikan dengan luas terumbu karang 3 601 km 2. Dengan demikian perlu usaha untuk melestarikan keanekaragaman hayati melalui upaya konservasi kawasan. Berdasarkan Undang-Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, maka kawasan konservasi ditetapkan pada berbagai ekosistem termasuk perairan laut. Melalui peraturan dan perundangan tersebut, pengaturan konservasi tidak hanya melarang, membatasi dan menjadikan sumberdaya pesisir dan laut bersifat ekslusif bagi masyarakat. Pengaturan konservasi juga mengutamakan perbaikan ekosistem pesisir yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan nilai tangkapan ikan selain peningkatan kualitas ekosistem pesisir juga menjadi daya tarik wisatawan sehingga dapat menjadi sumber mata pencaharian alternatif masyarakat. Adanya program Kementerian Kelautan Republik Indonesia tentang pencapaian target luas kawasan konservasi di Indonesia 10 juta hektar ditahun 2010, 15,5 juta hektar di tahun 2015 dan 20 juta hektar di tahun 2020 telah mendorong Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan wilayah kewenangannya sebagai kawasan konservasi. Salah satu implementasi program di Provinsi Nusa Tenggara Barat dilakukan melalui penetapan KKLD Gili Sulat dan Gili Lawang pada tahun 2004 berdasarkan SK Bupati Lombok Timur No 188.45/452/KP/2004 yang dikoordinasi secara terpadu oleh Dinas Perikanan dan Kelautan dengan berbagai instansi terkait lain. Gili Sulat Gili Lawang (disebut G.Sulat-G.Lawang) merupakan dua buah pulau kecil tidak berpenduduk yang di dominasi oleh ekosistem mangrove dan terdapat beberapa jenis satwa endemik, ikan karang, terumbu karang dan padang lamun. Luas mangrove di G.Sulat 641.630 ha, dan di G.Lawang 369. 023 ha, sedangkan luas terumbu karang di G.Sulat 178.688 ha dan di G.Lawang

2 181.254 ha. Luas lamun di G.Sulat 47. 599 ha dan di G.Lawang 35.682 ha. Dengan kondisi perairan yang masih bersih, keanekaragaman hayati dengan endemitas tinggi, bentang alam yang indah, serta letak geografis yang strategis menjadikan kawasan G.Sulat-G.Lawang memiliki potensi yang cukup besar terutama untuk pengembangan ekowisata, sehingga kawasan tersebut cukup potensial sebagai sumber ekonomi baik untuk pendapatan daerah maupun untuk kesejahteraan masyarakat sekitar. Permasalahan KKLD G.Sulat-G.Lawang adalah kedua pulau ini telah ditetapkan sebagai hutan lindung oleh Kementerian Kehutanan berdasarkan hasil TGHK tahun 1994. Di lain pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan sebagai KKLD tahun 2004. Tanggal 22 Oktober 2009, Menteri Kehutanan mengukuhkan kembali sebagai hutan lindung berdasarkan SK Menhut No 598/Menhut II/ 2009 (Lampiran 1). Hal ini berimplikasi pada tumpang tindihnya kewenangan pengelolaan kawasan. Permasalahan lain yang perlu mendapat perhatian serius adalah penetapan zona dalam kawasan hanya mempertimbangkan kriteria ekologi tanpa mempertimbangkan kriteria sosial dan ekonomi, padahal masyarakat secara turun temurun menggantungkan hidupnya pada sumberdaya dalam kawasan jauh sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai hutan lindung maupun sebagai KKLD. Kondisi ini tidak sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2007 yang merupakan turunan UU 27 tahun 2007, bahwa tujuan penetapan kawasan konservasi perairan yaitu melindungi dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya, mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan dan jasa lingkungan secara berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan konservasi. Dengan terbitnya PP No. 60 Tahun 2007 memberikan peluang dan dukungan secara politik pada setiap daerah untuk memperbaiki pengelolaan kawasan konservasi yang telah ada. Berkaitan dengan adanya kewenangan dua sektor dalam pengelolaan kawasan G.Sulat-G.Lawang, maka dalam pengembangannya memerlukan pengelolaan secara terintegrasi. Disamping itu diperlukan evaluasi penataan zona berdasarkan kriteria kesesuaian ekologi, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu pengelolaan kawasan konservasi G.Sulat- G.Lawang dilakukan dengan menggunakan konsep pengelolaan yang mampu

3 mengakomodir kebutuhan masyarakat sekitar melalui suatu model pengelolaan kawasan berbasis kesesuaian dan daya dukung. Dalam mengimplementasikan konsep tersebut perlu diawali oleh kajian ilmiah tentang optimasi pemanfaatan ruang kawasan konservasi G.Sulat-G.Lawang Kabupaten Lombok Timur. 1.2. Perumusan Masalah Ketika perkembangan ilmu pengetahuan dan partisipasi masyarakat semakin meningkat, disadari bahwa konservasi tidak mungkin dapat berhasil dan berkelanjutan tanpa mengakomodir kepentingan social ekonomi masyarakat. Masyarakat mulai kritis menuntut agar masyarakat diberikan akses dalam memanfaatkan sumberdaya termasuk pada kawasan konservasi. Pengakuan hak-hak masyarakat, kepentingan perikanan berkelanjutan dan sharing kewenangan pengelolaan kawasan antara pusat dan daerah menjadi tuntutan dan salah satu tolok ukur pertimbangan pembangunan konservasi berbasis masyarakat. Sejak G.Sulat-G.Lawang ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) tahun 2004 berdasarkan SK Bupati Lombok Timur No 188.45/452/KP/2004, sampai saat ini pengelolaannya belum efektif, bersifat sektoral dan pemanfaatan bersifat destruktif oleh masyarakat karena alasan ekonomi dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang arti penting ekosistem. Alasan lainnya adalah penataan zona yang ada hanya mempertimbangkan aspek ekologis. Atas dasar permasalahan tersebut, pengembangan KKLD G.Sulat-G.Lawang dilakukan dengan pengelolaan yang mampu mengakomodir kepentingan sosial ekonomi masyarakat yang memanfaatkan, melalui suatu model pengelolaan kawasan berbasis kesesuaian dan daya dukung. Dengan pola pengembangan yang demikian, diharapkan permasalahan pengembangan G.Sulat-G.Lawang dapat diatasi, mengingat dalam konteks pengelolaan kawasan konservasi ada tiga prinsip utama yang perlu dilakukan yaitu fishing right, insentif teknis, sosial dan ekonomi serta pengelolaan sumberdaya. Konsep ini seiring dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang menekankan pada tiga pilar yaitu pilar ekonomi menekankan pada pendapatan yang berbasis penggunaan sumberdaya yang efisien, pilar ekologi menekankan pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati yang memberikan kontribusi pada keseimbangan ekosistem, dan pilar sosial

4 menekankan pemeliharaan kestabilan sistem sosial budaya meliputi penghindaran konflik keadilan baik antar maupun dalam suatu generasi. Untuk menjamin keberhasilan pengembangan kawasan konservasi tidak cukup dengan hanya mengklaim suatu area sebagai kawasan konservasi perairan yang ditandai dengan adanya dokumen atau surat keputusan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu kawasan konservasi perairan sehingga untuk mencapai hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Menurut Salm et al 2000, bahwa kesuksesan dari suatu kawasan konservasi perairan adalah adanya suatu kerangka hukum, penerimaan masyarakat pesisir, dukungan sistem manajemen yang baik dan efektif, dan adanya batasan daerah yang jelas. Mengingat permasalahan dalam pengelolaan G.Sulat-G.Lawang yang bersifat multiuse, dimana masyarakat sejak bertahun-tahun dan secara turun temurun menjadikan sumberdaya dalam kawasan sebagai sumber mata pencaharian utama, adanya persoalan kewenangan multi sektor, dan di sisi lain kepentingan Pemeritah Daerah Kabupaten Lombok Timur dalam kebijakan yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2010 sebagai kawasan wisata bahari, maka perlu dilakukan evaluasi penataan zona didalamnya dengan mempertimbangkan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial sebagaimana diatur dalam Permen No 17 tahun 2008 sebagai turunan UU 27 tahun 2007 tentang kawasan konservasi perairan.untuk mendukung pemanfaatan ruang kawasan yang paling optimal, perlu dilakukan analisis kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan. Sebagai konsekuensi dari kawasan konservasi, maka setiap aktivitas yang akan dikembangkan harus berbasis kesesuaian dan daya dukung kawasan sehingga secara ekologis kualitas sumberdaya dapat terjaga keberlanjutannya, disamping memberikan kontribusi ekonomi yang menguntungkan serta dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat secara sosial. Untuk menuju pada pengelolaan KKLD G.Sulat-G.Lawang berbasis kesesuaian lahan dan daya dukung, terdapat empat pertanyaan besar yang akan dijawab melalui penelitian ini, yaitu : 1. Apakah penetapan kawasan konservasi dan zona di dalamnya sudah mempertimbangkan kriteria kesesuaian kawasan konservasi perairan?

5 2. Bagaimana kesesuaian dan daya dukung lahan dalam pemanfaatan kawasan konservasi? 3. Bagaimana pemanfaatan ruang kawasan berbasis daya dukung yang paling optimal? 4. Apakah pengelolaan kawasan berbasis daya dukung tersebut dapat berkelanjutan? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyusun skenario pemanfaatan ruang yang paling optimal berbasis konservasi di KKLD Gili Sulat-Gili Lawang Kabupaten Lombok Timur. Tujuan khusus penelitian adalah : 1) Mengevaluasi kriteria kesesuaian penetapan sub zona di KKLD Gili Sulat-Gili Lawang; 2) Menganalisis kesesuaian dan daya dukung lahan di kawasan konservasi Gili Sulat-Gili Lawang; 3) Menganalisis optimasi pemanfaatan ruang kawasan Gili Sulat-Gili Lawang berbasis daya dukung dan 4) Menganalisis keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi Gili Sulat-Gili Lawang berbasis daya dukung. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1) Ilmu pengetahuan, hasil penelitian digunakan sebagai acuan dalam pengembangan model alokasi sumberdaya di kawasan konservasi secara berkelanjutan; 2) Masyarakat, sebagai gambaran dalam menentukan seberapa besar pemanfaatan sumberdaya dapat dikembangkan secara optimal; dan 3) Pemerintah, digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi bagi Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat serta Provinsi lainnya yang memiliki areal kawasan konservasi. 1.4. Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil memerlukan pendekatan khusus karena memiliki keterbatasan sumberdaya alam, ekonomi dan budaya, sehingga tidak banyak pilihan dalam pembangunannya, seperti pengembangan pulau secara terbatas atau sebagai kawasan konservasi. Keterbatasan ini memberikan pilihan model pengelolaan pulau kecil berbasis daya dukung, sehingga diharapkan dapat memberikan prioritas pengelolaan yang lebih terarah dan berkelanjutan.

6 Dalam perencanaan pengelolaan pulau kecil, prioritas pembangunan sumberdaya manusia sangat penting selain sumberdaya alamnya, karena terkait dengan keberlanjutan pengelolaan pulau serta kesejahteraan masyarakat setempat. Dalam pengembangan kawasan konservasi cukup banyak kendala yang dihadapi, namun bukan berarti kawasan konservasi tidak dapat dikembangkan, melainkan pola pembangunannya harus mengikuti kaidah ekologis, sehingga tingkat pemanfaatan tidak boleh melebihi daya dukung kawasan. Dampak negatif pembangunan hendaknya ditekan seminimal mungkin sesuai dengan kemampuan daya dukung. Selain itu setiap kegiatan yang akan dikembangkan harus memenuhi skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan serta sesuai dengan budaya lokal (Bengen 2002). Pola pembangunan wilayah pulau kecil dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) suatu wilayah kepulauan secara ekologis memerlukan empat persyaratan (Dahuri 1998). Pertama setiap kegiatan pembangunan harus ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai. Persyaratan ini dapat dilakukan dengan membuat peta kesesuaian (land suitability). Kedua jika memanfaatkan sumberdaya dapat pulih, maka tingkat pemanfaatannya tidak boleh melebihi potensi lestari stok ikan tersebut. Ketiga jika membuang sampah di pulau (biodegradable) tidak melebihi kapasitas asimilasi lingkungan pulau tersebut. Keempat jika akan memodifikasi bentang alam suatu pulau harus sesuai dengan pola hidrodinamika setempat dan prosesproses alami lainnya (design with nature). G.Sulat-G.Lawang merupakan pulau sangat kecil tidak berpenduduk dan didominasi ekosistem mangrove, disamping ekosistem terumbu karang dan padang lamun yang dalam proses pemanfaatannya selama ini telah mengakibatkan perubahan-perubahan terhadap ekosistemnya, seperti penebangan hutan mangrove serta rusaknya terumbu karang. G.Sulat-G.Lawang merupakan kawasan konservasi laut daerah, dimana banyak pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatannya, sehingga perlu dilakukan kajian tentang Optimasi Pemanfaatan Ruang Kawasan. Untuk melakukan kegiatan ini dibuat skema tahapan analisis optimasi pemanfaatan ruang kawasan konservasi seperti berikut :

7 1. Pemanfaatan kawasan konservasi berbasis daya dukung dimulai dari pemahaman tentang kondisi biofisik ekosistem, sosial budaya, ekonomi dan pemanfatan kawasan yang sesuai. 2. Setelah menyusun kriteria biofisik untuk membuat peta kesesuaian lahan, perlu diketahui potensi sumberdaya bio-geofisik kawasan. Pengukuran potensi sumberdaya berkaitan dengan seberapa besar pemanfaatan yang dapat dilakukan dan berapa besar sumberdaya yang dapat dieksploitasi sehingga tidak melebihi daya dukungnya. 3. Dalam menentukan kesesuaian lahan didasarkan pada analisis daya dukung (ekologi, ekonomi dan sosial) dan analisis biofisik. Beberapa pendekatan untuk menentukan analisis tersebut seperti parameter kualitas lingkungan perairan (fisika, kimia dan biologi), potensi mangrove, terumbu karang dan lamun. 4. Hasil beberapa analisis yang dilakukan seperti analisis kesesuaian lahan, analisis potensi sumberdaya alam dan analisis multikriteria,memberikan prioritas pemanfaatan ruang kawasan berbasis kesesuaian dan daya dukung. G.Sulat-G.Lawang memiliki sumberdaya alam yang dalam proses pengembangannya harus mengikuti kaidah-kaidah sebagai kawasan konservasi. Beberapa karakteristik G.Sulat-G.Lawang seperti pemanfaatan secara intens oleh masyarakat, kesulitan dalam meningkatkan skala ekonomi, sehingga pemanfaatannya harus melalui perencanaan yang tepat. Oleh karena itu pemanfaatan kawasan G.Sulat-G.Lawang harus melalui proses analisis potensi berdasarkan kesesuaian kawasan dan daya dukung. Hasil analisis berbagai aspek di atas digabungkan dengan analisis kesesuaian pemanfaatan dan analisis multikriteria untuk pengelolaan kawasan, sehingga diharapkan pemanfaatannya dapat dilakukan secara berkelanjutan. 1.5.Hipotesis Dari uraian latar belakang, tujuan dan permasalahan yang ada maka hipotesis yang dapat diajukan adalah : Pemanfaatan ruang berbasis kesesuaian lahan dan daya dukung dapat menentukan keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi G.Sulat-G.Lawang.

8 Diagram alir kerangka pemikiran kajian optimasi pemanfaatan ruang kawasan konservasi G.Sulat-G.Lawang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut : KAWASAN KONSERVASI GILI SULAT - GILI LAWANG KKLD GILI SULAT - GILI LAWANG SK BUPATI No 188.45/452/KP/2004 PENETAPAN KAWASAN LINDUNG GILI SULAT- GILI LAWANG (SK Menhut, 1994) PENGUKUHAN HUTAN LINDUNG (SK Menhut No : 598/Menhut II/ 2009) KESESUAIAN EKOLOGIS? YA TIDAK DAYA DUKUNG EKOLOGIS ASPEK EKONOMI, SOSIAL, KELEMBAGAAN EVALUASI KESESUAIAN EKOLOGIS OPTIMASI PEMANFATAN RUANG KAWASAN ANALISIS KEBERLANJUTAN EKOLOGI EKONOMI SOSIAL ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KKLD Gili Sulat-Gili Lawang KELEMBAGAAN Gambar 1. Kerangka Pendekatan Penelitian

9 1. 6. Penelitian Terdahulu Tabel berikut ini menguraikan beberapa penelitian yang sudah dilakukan di lokasi G.Sulat-G.Lawang. Tabel 1. Penelitian yang telah dilakukan di G.Sulat-G.Lawang No Author Tahun Judul 1. Tri Ari Setyastuti Tesis Program Studi SPL Sekolah Pascasarjana IPB, 2002 2 BRKP Tim Peneliti, 2003 3 Syamsul Agus Bahri Tesis Program Studi SPL Sekolah Pascasarjana IPB, 2005 4 Sitti Hilyana, dkk Penyusunan Masterplan Mangrove se Nusa Tenggara Barat, 2006 5 Yayasan Laut Biru Cofish Project, 2006 6 P3L Unram Dislutkan Kabupaten Lotim, 2009 Kajian Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Sambelia, Kab. Lombok Timur NTB Kajian Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut Penilaian Ekologi Ekonomi Sumberdaya Wilayah Pesisir di Sambelia Kecamatan sambelia, Kabupaten Lombok Timur. Identifikasi Tingkat Kekritisan Ekosistem Mangrove di Kawasan Konservasi Gili Sulat- Gili Lawang Penyusunan Aturan Pengelolaan SDPL berbasis Masyarakat. Identifikasi Kondisi Terumbu Karang di kawasan Sambelia Kabupaten Lombok Timur 1.7. Novelty (Kebaruan) Penelitian Disertasi ini memiliki kebaruan pada konsepnya yaitu menghasilkan : 1. Model pemanfaatan ruang kawasan konservasi berbasis daya dukung 2. Model integrated multi sektor dalam pengelolaan kawasan konservasi