BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu) 1. Pengertian Posyandu Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) adalah pusat kegiatan masyarakat dimana masyarakat dapat memperoleh pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan. Posyandu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk tukar pendapat dan pengalaman serta bermusyawarah untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat (PPKM, Jateng, 1991). Pentingnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan, telah diakui oleh semua pihak. Hasil pengamatan, pengalaman lapangan sampai peningkatan cakupan program semuanya membuktikan bahwa peran serta masyarakat amat menentukan terhadap keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan. Peran serta masyarakat itu semakin menampakkan sosoknya, setelah munculnya Posyandu sebagai salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang merupakan wujud nyata peran serta mereka dalam pembangunan kesehatan (DepKes RI,1997). Agar keberadaan Posyandu lebih berdaya guna dan berhasil guna maka perlu dilakukan kerjasama dan koordinasi lintas sektoral untuk penyelenggaraan Posyandu. Pada tahun 1985 Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan Kepala BKKBN telah mengeluarkan instruksi bersama tentang penyelenggaraan Posyandu (PPKM, Jateng 1991). 2. Tujuan Pelaksanaan Posyandu Menurut DepKes RI (2003) kegiatan bulanan di Posyandu merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk : a. Memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) b. Memberikan konseling gizi c. Memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar
Untuk tujuan pemantauan pertumbuhan balita dilakukan penimbangan balita setiap bulan di Posyandu dengan timbangan dacin, sedangkan hasil penimbangan balita dicatat dalam KMS. Di dalam KMS berat badan balita hasil penimbangan bulan tersebut diisikan dengan titik dan dihubungkan dengan garis sehingga membentuk garis pertumbuhan anak. Berdasarkan garis pertumbuhan ini dapat dinilai apakah berat badan anak hasil penimbangan naik (N) atau tidak naik (T). Selain informasi N dan T, dari kegiatan penimbangan dicatat pula jumlah anak ditimbang (D), jumlah anak yang ditimbang bulan lalu (O), jumlah anak baru pertama kali ditimbang (B), dan jumlah anak yang berat badannya di bawah garis merah (BGM). Catatan lain yang ada di Posyandu adalah jumlah seluruh balita yang ada di Posyandu (S), dan jumlah balita yang memiliki KMS (K) (DepKes RI, 2003). Pemantauan pertumbuhan balita yang merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi, menitik beratkan pada upaya pencegahan, dan peningkatan gizi balita. Selain dilakukan penilaian pertumbuhan secara teratur melalui penimbangan juga dilakukan penilaian hasil penimbangan dengan KMS. Dari hasil KMS akan terlihat apakah balita mengalami gangguan pertumbuhan atau tidak. Apabila terjadi kasus gangguan pertumbuhan maka perlu dilakukan upaya berupa konseling, penyuluhan, dan rujukan guna mencegah memburuknnya keadaan gizi masyarakat. Tindak lanjutnya berupa kebijakan dan program di tingkat masyarakat, serta meningkatkan motivasi untuk memberdayakan keluarga (DepKes RI, 2003). B. KADER POSYANDU 1. Pengertian Kader Kader ialah tenaga sukarela yang dipilih dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat setempat, yang telah mendapatkan latihan dan merasa terpanggil untuk melaksanakan, memelihara, dan mengembangkan kegiatan yang tumbuh di tengah tengah masyarakat dalam usaha-usaha pembangunan kesehatan (DepKes RI, 1988).
Pada kenyataannya tidak semua kader telah mendapatkan pelatihan dan kader sering berganti-ganti sehingga menurunkan kualitas kegiatan pemantauan pertumbuhan anak di Posyandu. Kader juga sering tidak aktif sehingga kegiatan di Posyandu tidak terlaksana sesuai yang diharapkan. Kendala tersebut mengakibatkan upaya-upaya promosi kesehatan dan pencegahan gizi buruk atau kurang pada balita menjadi kurang efektif, sehingga mungkin gizi buruk menjadi tinggi. 2. Persyaratan Kader Posyandu Seorang kader Posyandu harus memiliki persyaratan sebagai berikut: Bertempat tinggal di wilayah setempat, berminat menjadi kader, suka menolong orang lain secara sukarela, dan diterima oleh masyarakat setempat (DepKes RI, 1988). 3. Peranan Kader Posyandu Menurut PPKM (1991), Posyandu dilaksanakan dengan pola sistem 5 meja, peserta posyandu terdiri dari anak bayi dan balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur, diselenggarakan/dibuka satu bulan satu kali. Pada hari buka Posyandu kader berperan penting pada proses pelaksanaan kegiatan dan pencapaian cakupan program. Adapun peran kader Posyandu dengan tata urutan sistem 5 meja adalah sebagai berikut : Pendaftaran dilakukan oleh kader (Meja 1) Penimbangan bayi dan anak balita dilakukan oleh kader (Meja II) Pengisian KMS dilakukan oleh kader (Meja III) Dari hasil penimbangan di KMS kader perlu menjelaskan arti grafik berat badan pada ibu balita. Apabila ditemukan balita yang sering sakit, BGM, dua kali berturut turut tidak naik berat badannya segera disampaikan pada ibu balita bahwa hal ini akan berakibat pada gangguan pertumbuhan jika tidak segera dilakukan pemeriksaan dan pengobatan. Namun apabila balita yang ditimbang naik berat badannya ibu dan balitanya dipuji agar bisa mempertahankan kenaikannya.
Penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu ibu yang mempunyai bayi dan balita serta PUS dilakukan oleh kader (Meja IV). Isi penyuluhan disesuaikan dengan permasalahan ibu- ibu yang disuluh. Pelayanan imunisasi, KB, pemeriksaan ibu hamil, gizi dilakukan oleh petugas Kesehatan/KB di Meja V (PPKM, 1991). 4. Pendidikan Kader Posyandu Tingkat pendidikan seorang Kader posyandu merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi cakupan pelayanan Posyandu. Pendidikan seorang kader merupakan modal untuk bisa menjalankan tugas dan peranannya dengan baik, disamping pelatihan yang didapat serta pengalaman lainnya (DepKes RI, 1988). Tim Pengembang MKDK IKIP Semarang (1990) berpendapat bahwa pendidikan formal memakan waktu yang relatif panjang. Makin maju suatu masyarakat, makin lama pendidikan formal yang diperlukan, agar seseorang dapat berdiri sendiri dalam masyarakat itu. Dengan demikian untuk memperoleh kualitas kader yang baik, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah tingkat pendidikan. Pengalaman menunjukkan bahwa ada hubungan langsung antara tingkat pendidikan terutama pendidikan kader dengan keaktifannya di Posyandu. Selain dari tingkat pendidikan formal, juga didukung oleh pendidikan non formal. Pendidikan non formal biasanya dalam bentuk latihan-latihan ataupun kursus-kursus, serta secara tidak langsung kader banyak mendapat pengalaman dengan adanya kegiatan supervisi oleh petugas Puskesmas. Dari kegiatan tersebut di atas sangat menentukan pengetahuan dan ketrampilan kader Posyandu (Warta Posyandu, no 2 th. 2004). 5. Pengetahuan dan Ketrampilan Kader Posyandu Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan dasar yang sangat penting untuk terbentuknya seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengalaman akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengalaman. Sedangkan ketrampilan merupakan proses belajar pada tingkat psikomotor (Tim Pengembang MKDK IKIP Semarang, 1990). Pengetahuan dan ketrampilan kader didapat dari beberapa sumber, antara lain ditentukan oleh tingkat pendidikan formal, pengetahuan yang diterima selama mengikuti latihan, dan frekuensi mengikuti pembinaan dan kegiatan. Apabila dibedakan antara kader yang pernah mengikuti latihan dengan kader yang tidak pernah mengikuti latihan, ternyata kader yang mengikuti latihan mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang lebih baik. Tingginya nilai pengetahuan dan ketrampilan kader dipengaruhi oleh pendidikan formal, kursus kader, frekuensi mengikuti pembinaan, keaktifan kader di Posyandu, dan lamanya menjadi kader (DepKes RI, 1988). Pengetahuan dan ketrampilan kader bukan hanya dapat meningkat tapi juga dapat menurun. Hal ini dapat terjadi karena kader kurang aktif sehingga lupa tentang hal-hal yang telah dipelajari sehingga pengetahuannya menurun. Oleh karena itu perlu dilakukan penyegaran, yang dimaksudkan untuk memelihara dan menambah kemampuan kader tersebut (DepKes RI, 1988). 6. Keaktifan Kader Posyandu adalah unit pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat, untuk masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas Puskesmas. Agar program dapat berjalan dengan baik maka diperlukan banyak tenaga kader (PPKM, 1991). Posyandu yang mempunyai kader aktif merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang berhasil. Dengan adanya kader yang aktif diharapkan cakupan pelayanan kesehatan dapat lebih baik sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat (PPKM, 1991). Untuk menjadi kader yang aktif di Posyandu diperlukan pemahaman kader terhadap Posyandu dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kesehatan masyarakat, pemahaman tentang tujuan diselenggarakannya Posyandu di
masyarakat serta pemahaman tentang peranan dirinya di Posyandu (PPKM, 1991). Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi keaktifan kader antara lain adanya dukungan dari petugas kesehatan, bimbingan dan pembinaan secara terus menerus, adanya perhatian petugas kesehatan terhadap kesejahteraan kader dan keluarganya (berobat gratis), adanya dukungan dana dan prasarana dari pihak/organisasi lain, pendapatan, ketersediaan waktu, peran serta pemerintah, dan tokoh masyarakat (Tim Penggerak PKK Jateng, 2001). Sedangkan hal hal yang mempengaruhi ketidak aktifan kader adalah kurang minat (merasa diwajibkan menjadi kader), tidak ada waktu, pengetahuan program terbatas, tidak adanya inisiatif, kurang ada perhatian dari tokoh masyarakat, pamong desa, dan petugas kesehatan (Tim Penggerak PKK Jateng, 2001). C. KONSEP PERTUMBUHAN 1. Pengertian Pertumbuhan Kata pertumbuhan sering dikaitkan dengan perkembangan sehingga ada istilah tumbuh kembang. Ada yang mengatakan bahwa pertumbuhan merupakan bagian dari perkembangan. Secara singkat pertumbuhan dapat diartikan sebagai bertambahnya ukuran fisik dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, seorang anak tumbuh dari kecil menjadi besar. Sedangkan perkembangan diartikan sebagai bertambahnya fungsi tubuh yaitu, pendengaran, penglihatan, kecerdasan dan tanggung jawab. Sebagai contoh seorang anak dari tidak dapat bicara menjadi mampu bicara (DepKes RI, 2003). 2. Pertumbuhan dan Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang dalam proses tumbuh (DepKes RI, 2003). Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka disebut gizi seimbang atau gizi baik dan grafik berat badan anak pada KMS berada pada
pita berwarna hijau. Bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang, grafik berat badan anak pada KMS berada pada pita berwarna kuning atau di bawah garis merah. Sedangkan bila jumlah asupan gizi melebihi dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih, grafik berat badan anak pada KMS berada pada pita kuning diatas pita hijau. Dalam keadaan gizi baik dan sehat atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang anak akan normal, sebaliknya bila dalam keadan gizi tidak seimbang, pertumbuhan seorang anak akan terganggu, misalnya anak tersebut akan kurus, pendek, atau gemuk. Penilaian status gizi seperti tersebut di atas dapat dilakukan oleh kader dengan membaca rambu rambu gizi yang ada pada KMS balita (DepKes RI, 2003). 3. Pemantauan Pertumbuhan dan Tindak Kewaspadaan Gizi Pemantauan pertumbuhan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan teratur. Dengan pemantauan pertumbuhan, setiap ada gangguan keseimbangan gizi pada seorang anak dapat diketahui secara dini melalui perubahan pertumbuhannya. Dengan diketahuinya gangguan gizi secara dini maka tindakan penanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang memburuk dapat dicegah. Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan penting dalam rangka kewaspadaan gizi, oleh karena itu kegiatan pemantauan pertumbuhan mempunyai tiga tujuan penting, yaitu : 1. Mencegah memburuknya keadaan gizi 2. Meningkatkan keadaan gizi 3. Mempertahankan keadaan gizi yang baik Apabila ketiga tujuan ini dapat dilaksanakan oleh petugas, kader dan masyarakat dengan baik maka penurunan prevalensi gizi kurang dapat segera terwujud (DepKes RI, 2003). Selain itu kegiatan penyuluhan perlu terus ditingkatkan dalam rangka pemantauan pertumbuhan balita. Penyuluhan ini dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, kader maupun tokoh masyarakat. Kegiatan penyuluhan ini dapat dilakukan pada waktu hari buka Posyandu dimana pelaksananya adalah kader dan petugas. Kegiatan penyuluhan diluar hari Posyandu dapat dilaksanakan pada
waktu pertemuan PKK, arisan, pertemuan RT serta kunjungan rumah yang dilaksanakan oleh kader (PPKM, 1991). D. KERANGKA TEORI GAMBAR I FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN KADER DALAM PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA Sumber : Notoatmodjo (1993) dengan modifikasi Faktor Predisposisi - Pendidikan - Lama Menjadi Kader - Keaktifan Kader - Umur Kader - Frekwensi Mengikuti Pembinaan Faktor Pendukung : - Ketersediaan Waktu - Pendapatan Keluarga Faktor Pendorong - Sikap Petugas - Perhatian Pemerintah/ Tokoh Masyarakat/ Pengetahuan Pemantauan Pertumbuhan Balita Ketrampilan Pemantauan Pertumbuhan Balita
E. KERANGKA KONSEP GAMBAR 2 KERANGKA KONSEP PENELITIAN Keaktifan Kader Pengetahuan Pemantauan Pertumbuhan Balita Ketrampilan Pemantauan Pertumbuhan Balita F. HIPOTESA Ada hubungan antara tingkat keaktifan kader dengan tingkat pengetahuan kader tentang pemantauan pertumbuhan balita.
Ada hubungan antara tingkat keaktifan kader dengan ketrampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan balita.