Rp 6.532,42/m3. Sedangkan untuk skyline tahun 1999 sebesar

dokumen-dokumen yang mirip
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT. Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK

TEKNIK PENYARADAN KAYU

PRESTASI KERJA DAN ANALISIS BIAYA PENYARADAN KA YU PINUS DENGAN SKYLINE SYSTEM DI BKPH CADASNGAMPAR, KPH SUMEDANG PERUM PERHUTANI UNIT m JA WA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

heri selama 8 jam. Setiap hasil RINGKASAN

Y = XI dengan ~ lai R~ sebesar 4.4% dan R2 terkoreks sebesar 1.6%. Nilai F hitung

BAB I PENDAHULUAN. hasil kayu merupakan kegiatan yang paling berat. Kegiatan pemanenan hasil

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh/By: Sukadaryati ABSTRACT. The extraction of pine logs of thinning activity in plantation forest area is

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG P3HH24 DI HUTAN TANAMAN KPH SUKABUMI

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pasal 23 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, tujuan pemanfaatan

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH

TEKNIK PEMANENAN DALAM RANGKA PENYIAPAN LAHAN DALAM IMPLEMENTASI SILIN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dikaruniakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

Kata kunci : sistem kabel layang, produktivitas, biaya operasional, gaya gravitasi.

Pengambilan Sampel Pola Agroforestri Pengambilan Sampel Petani Penggarap Lahan Agroforestri Metode Analisis...

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 69-83

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hutan tidak hanya mempunyai peranan dalam segi ekologi, tetapi sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

BAB I PENDAHULUAN. potensi kayu dan prasarana pemanenan kayu dari hutan tergolong memadai

Zakaria Basari. Oleh/By : IWAFUJI 115's Skyline System ) ( Productivity oftusam Log Removal using IWAFUJI 115 KAYU TUSAM DENGAN SISTEM KABEL LA YANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON


BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

KODEFIKASI RPI 20. Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN

V. GAMBARAN UMUM PERUM PERHUTANI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,

V. HASIL. Tanggal Waktu Kegiatan Hasil Kegiatan 19 Juni Pengukuran waktu kerja penebangan 30 kali ulangan untuk operator Muhadin

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kayu merupakan produk biologi yang serba guna dan telah lama dikenal

BAB I PENDAHULUAN. didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

UJI COBA PENGGUNAAN MESIN EXPO-2000 MODIFIKASI UNTUK PENGELUARAN KAYU PINUS DI GUNUNG GADOG,NYALINDUNG, SUKABUMI

ABSTRAK. Kata kunci : Modifikasi Expo-2000, alat pembalakan, produktivitas, biaya operasional, sistem kabel layang,

BAB III METODE PENELITIAN

.. perbaikan.postur tersebut. Sehingga.postur:posturyang disarankan untuk~dilakukan~ada 5 postur. Chain saw^

B. BIDANG PEMANFAATAN

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung diri dipergunakan untuk melindungi tenaga kerja dari

BAB I PENDAHULUAN. penghasil kayu, yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan,baik

ANALISIS BIAYA DAN PRODUKTIVITAS PRODUKSI KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus : PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kab.

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

Gambar 3. Kereta pengangkutan kayu kabel layang KM Exp-I saat dioperasikan Carriage operation of KM Exp-I in skyline system

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

POTENSI DAN BIAYA PEMUNGUTAN LIMBAH PENEBANGAN KAYU MANGIUM SEBAGAI BAHAN BAKU SERPIH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone

13J ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI FINANSIAL LANGSUNG TERJIADAP PRODUKTIVITAS KARYAWAN OPERATOR OLEH : TETI DHAMAYANTI A CV.

EXECUTIVE SUMMARY JARINGAN IRIGASI PERPIPAAN

BAB III METODE PENELITIAN

TINGKAT PEMAHAMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA KEGIATAN PEMANENAN KAYU JATI DI KPH CIANJUR

Materi Pelatihan Bekerja di Ketinggian

BAB I PENDAHULUAN. yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang

Abstract. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna

a. Biaya tetap Perhitungan biaya tetap menggunakan rumus-rumus menurut FAO (1992) dalam Mujetahid (2009) berikut: M R Biaya penyusutan: D = N x t

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA. lokasi konstruksi, lokasi industri, tempat penyimpanan, bongkaran muatan dan

: 1. Prof. Dr. Ir. Iswara Gautama, MP 2. Prof. Dr. Ir. Muh. Dassir, MSi 3. Dr. Ir. A. Mujetahid, MP 4. Nurdin, S.Hut.,M.Hut.

PERBAIKAN KATROL DAN DRUM BALIK SISTEM KABEL LAYANG EXPO-2000 UNTUK EKSTRAKSI KAYU

BAB III METODE PENELITIAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

Transkripsi:

Wahyu Setio Widodo (E02495025). Analisis Biaya Penggunaan Sistem Kabel Layang untuk Penyaradan Kayu Pinus di Areal Produksi Terbatas, (Studi Kasus di Hutan Pinus, RPH Mandalagiri, BKPH Cikajang, KPH Garut, Perum Perhutani Unit I11 Jawa Barat). Di bawah bintbingan Ir. Tjetjep Ukman K, MM. dan Ir. M. Widianto, M. for Sci. - Perum Perhutani merupakan BUMN yang mengelola sumber daya alam yang cukup penting di Indonesia yaitu sumber daya hutan te~utama di Pulau Jawa. Pengelolaan hutan secara lestari ~nerupakan proses pengelolan hutan untuk mencapai tujuan pengelolaan yang diinginkan yaitu menyangkut produksi hasil dan jasa hutan yang berkesinambungan dengan dampak negatif lingkungan yang minimal. Satu diantara manlaat hutan adalah penghasil kayu sebagai bahan baku indushi melalui sera~igkaian kegiatan pemanenan kayu. Penggunaan tenaga sarad mekanis harus mempertimbangkan segi teknis dan ekonomis. Salah satu alat sarad mekanis yang dlgunakan adalah sistem kabel atau skyline di daerah bertopografi berat dengan model Endless ryier Syslem, untuk meliingkatkan produktivitas kerja dan memperkenalkan teknologi baru alat-alat berat terutaliia di Unit I11 Jawa Barat. Penelitian ini untuk melakukan studi penyaradan dengan sistem Skyline dengan tujuan untuk mengetahui koinponen biaya operasional pemasangan skyline, mengetahui biaya penyaradan sbline yang digunakan yaitu alat tahun 1980 dan membandingkan biaya penyaradan skyl~ne bila investasi barn tabun 1999 dan mengetahui pengaruh jarak lateral, jarak lurus dan volume kayu yang disarad terhadap biaya penyaradan dengan s!qli~~e. Tahapan pemasangan skyline ini dikerjakan dalam waktu 23 hari atau 161 jam kerja karena rumitnya pelaksanaan dan memerlukan tenaga kerja yang cakap dan berpengalaman dengan jumlah tenaga kerja 11 orang dan upah pekerja sebesar Rp 12.500,OOhari. Kegiatan pemasangan alat tersebut adalah penempatan yarder, pedirian lower, guide tree, spar tree, stump-slump dan anchor, pemasangan block-block operasi, pemasangan kabel operasi dan uji coha operasi. Tahapan operasi penyaradan dilakukan dalam waktu 5 bulan atau 910 jam kerja yang melibatkan 6 orang pekerja yaitu operator 1 orang, chokeman 3 orang dan platformman 2 orang dengan upah pekerja Rp 15.000,00/hari. Setelah tahap kegiatan pengeluaran kayu dari petak tebang telah habis maka tahapan selanjutnya adalal~ pembongkaran alat yang memerlukan waktu lebih eepat yaitu 7 hari atau 49 jam kerja dengan upah pekerja Rp 17.000,00/hari karena tenaga kerjanya sudah berpengalaman dalam pemasangan alat sehingga untuk pembongkaran tidak menjadi masalah. Proses pembongkaran skyline inii secara garis besar sebagai berikut : Pengendoran skyline, pembongkaran skyline, pembongkaran kabel operasi, pembongkaran block-block operasi, tiang penyangga dan perlengkapannya.

-- Produktivitas merupakan rasio antara jumlah hasil kegiatan produksi dengan satuan waktu. Berdasarkan hasil pengamatan kenyataan dilapangan total waktu kerja penyaradan kayu Pinus dengan skyline selama 6 bulan atau 1120 jam kerja dengan volume hasil tebangan yang diperoleh sebesar 2500 m3, jadi produktivitas kenyataan dilapangan penyaradan sky1;iline ini adalah 2.23 m3/jam. Kemudian berdasarkan pengamatan contoh data tiap-tiap elemen waktu kerja penyaradan dengan skyline didapatkan hasil bahwa penggunaan Yarder model Y-252E (67 Ps) dengan jenis kayu Pinus berbentuk sortimen short wood (150 cm) yang jarak sarad lurus rata-rata 430.05 m dan jarak sarad samping rata-rata 10.39 m produktivitas rata-rata per-trip dengan skyline adalah sebesar 6.35 m3/jam. Berarti ada perbedaan produktivitas yang cukup tinggi yaitu 4.12 m3/jam. Skyline yang digunakan dilokasi penelitian tahun 1980, didapatkan total biaya usaha sarad sebesar Rp 34.416.562,00/operasional atau loo%, kemudian bila untuk investasi barn pembelian alat taliun 1999, total biaya usaha sarad lehih besar yaitu Rp 156.272.620,00/operasional atau loo%, ha1 ini ka~ena perbedaan harga kedua alat yang tinggi. Rincian total biaya usaha penyaradan ini terdiri dari koniponen biaya tetap, biaya variabel dan upah pekerja. Biaya tetap untuk pembelian alat tahun 1980 sebesar Rp 9.879.100,00/operasional atau 28.70 % yaitu dengan meniasukkan biaya me~niliki yarn'cr, perlengkapan alat, biaya pasang dan bongkar alat. Sedangkan biaya tetap bila investasi balu, pembelian alat tahun 1999 yaitu sebesar Rp 55.604.220,00/ operasional atau 35.58 %. dengan Biaya variabel untuk alat tahun 1980 sebesar Rp 12.837.462,00/operasional atau 37.30 %, ~ue~nasukkan biaya depresiasi alat, biaya operasi, pemeliharaan, perbaikan alat, biaya perbaikan jalan, biaya kompensasi pesanggem dan biaya kelengkapan pekeja. Bila untuk investasi baru skylme tahun 1999, biaya variabel yaitu Rp 88.968.400,00/operasional atau 56.93 %, dengan biaya penggantian alat yang paling berpengaruh, ha1 ini menunjukkan bahwd untuk penggantian alat terutama kabel operasi sangat mahal dengan masa pakai yang pendek bila dibandingkan dengan biaya operasi yang sangat rendah. Kemudian biaya upah tenaga kerja yang digunakan operasi adalah operator dan pembantunya, unhk alat lama dan haru adalah sama sebesar Rp 11.700.000/operasional, hanya berheda prosentasenya, untuk alat 1980 sebesar 34 % dari total hiaya usaha, sedangkan alat 1999 sebesar 7.49%, ha1 ini dapat dilihat bahwa upah tenaga kerja lebih murah daripada harga alat baru. Pekerja mendapatkan gaji sesuai dengan Upah Minimum Regional atau UMR dan sistem pembayaran dengan upah harian untuk satu pekerja sebesar Rp 15.000,OOlhari. Biaya kerja penyaradan kayu Pinus dilapangan dengan alat sarad skyline tahun beli 1980 sebesar Rp 7,831,711trip atau Rp 35.560,79/hip atau Rp 29.661,23/hip Rp 6.532,42/m3. Sedangkan untuk skyline tahun 1999 sebesar Untuk mengetahui tingkat produksi minimal kayu Pinus yang harus disarad maka akan dibandingkan biaya tetap, biaya variabel dan harga jual kayu dengan asumsi bahwa biaya penyaradan sekitar 30% dari biaya total pemanenan kayu (Soenarso et al, 1974).

Untuk sistem penjualan di Perum Perhutani digunakan Harga Jual Dasar (HJD). Adapun potensi yang akan dikeluarkan dari lokasi penelitian adalah 2500 m3 dengan panjang rata-rata 1.50 m dan rata-rata diameter antara 40 cm keatas. Berdasarkan HJD Pinus yang berlaku, maka sortimen ini menlpunyai harga Rp 224.000,00/m3, sehingga nilai harga jual dasar kayu hasil penyaradan diperkirakan menjadi Rp 67.200,00/m3 (30%). Sehin~a tingkat produksi kayu minimal yang barus disarad hanya dengan skyline untuk pe~nbelian tahun 1980 sebesar 158 m3/operasional atau 1.80 hdoperasional, sedangkan Untuk alat tahun 1999, tingkat produksi minimal kayu Pinus yang harus disarad hanya dengan skyline adalah 1.156 m3/ope~asional atau 13.16 haloperasional kemudian bila untuk mengusahakan kayu Pinus dari tebangan sampai ke TPKh, aka0 ditambah dengan variahel lain seperti : a. biaya penebangan sebesar Rp 6.000,00/m3, b. biaya penyardan manual sebesar Rp 15.000,00/m3, c. biaya pengkaplingan kayu Rp 1000/m3, d. biaya muat bongkar Rp 7.800,00/m3 dan e. biaya angkutan ke TPKh Rp 12.500,00/m3, maka tingkat produksi minimal yang harus disarad untuk alat pembelian tahun 1980 sebesar 488 m310perasional atau 5.55 hdoperasional, hasil ini menunjukkan bahwa dengan potensi 2500 m3 penggunaan sistem penyaradan kombinsi antara skyline dengan manual masih relevan untuk dioperasikan dan tnasih mendapatkan keuntungan. Sedangkan mengusahakan kayu Pinus sampai di TPKh, tingkat produksi minimal sebesar 9.599 m3/operasional atau 13.16 hdoperasional, hasil ini menunjukkan bahwa dengan potensi 2500 m3 penggunaan siste~n penyaradan kombinsi antara skyline dengan manual tidak relevan untuk dioperasikan dan tidak mendapatkan keuntungan, ha1 ini karena harga kayu Pinus yang terlalu murah sedangkan investasi alat cukup mahal untuk mengoperasikan di hutan Pinus. Tetapi bila digunakan untuk mengusahakan kayu Pinus dengan mendapatkan keuntungan maka potensi di petak tebang harus lebih besar dari BEPnya, dengan asumsi bahwa keadaan alat dapat bekerja dengan baik dan normal. Pengamh biaya penyaradan untuk skyline 1980 terhadap jarak sarad samping, jarak sarad lurus dan volume dihasilkan persamaan Y = 4914 + 13.4 XI + 5.46 X2-2818 X3. Hal ini dapat dijelaskan bahwa setiap penambahan jarak sarad lateral sebesar 1 m akan meningkatkan biaya penyaradan dalam setiap tripnya sebesar Rp 13,40 I m3 dengan dibatasi jarak sarad lateral maksimum dari skyline adalah 120 m, penambahan jar& sarad lurus sebesar 1 m akan meningkatkan biaya penyaradan sebesar Rp 5,46 1 m3 dengan dibatasi jarak sarad lurus maksimum yaitu bentangan kabel utama dari head tree ke tail tree yaihl 595 m dan penambahan volume 1 m" kayu yang disarad akan menurunkan biaya penyaradan sebesar Rp 2818,OO / m3 dengan dibatasi kemampuan maksimum skyline untuk membawa muatan dengan perhitungan kapasitas tarik drum maksimum 3000 kg atau bila dikonvesi ke dalam satuan kubikasi yaitu 1.8 m3.

Dalam persamaan tersebut mendapatkan nilai R' sebesar 88.1%, yang beraiti variasi biaya penyaradan dapat dijelaskan oleh ketiga faktor tersebut dan sisanya 11.9%, variasinya dapat dijelaskan oleh faktor lain. Untuk skyline tahun 1999, pengaruh biaya penyaradan terhadap jarak sarad samping, jarak sarad lurus dan volume dihasilkan persanlaan Y = 22314 + 61.0 X1 + 24.8 X2-12793 X3. Hal ini dapat dijelaskan bahwa setiap penambahan jarak sarad lateral sebesar 1 rn akan meningkatkan biaya penyaradan dalam setiap tripnya sebesar Rp 61,000 1 m3, dengan dibatasi jarak sarad lateral maksimu~n dari skyline adalah 120 m yaitu panjang kabel lifting yang merupakan jarak vertikal tertinggi antara pennukaan tanah dengan kabel utama penambahan jarak sarad lurus sebesar 1 In akan meningkatkan biaya penyaradan sebesar Rp 24.80 I tn3 dengan dibatasi jarak sarad lurus maksimum adalah sepanjang kabel utama yang terbentang dari head tree ke tail tree yaitu 595 m dan penambahan volume 1 m3 kayu yang disarad akan menurunkan biaya penyaradan sebesar Rp 1279,OO / m3 dengan dibatasi ken~ampuan maksimu~n skyline untuk membawa muatan dengan perbitungan kapasitas tarik drum nialtsimum 3000 kg atau bila dikonvesi ke dalam satuan kubikasi yaitu 1.8 ni3. Dalani persamaan tersebut ~nendapatka nilai R' sebesar 88.3%, yang berarti variasi biaya penyaradan dapat dijelaskan oleh ketiga faktor tersebut dan sisanya 1 1.7%, variasinya dapat dijelaskan oleh faktor lain. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan dan ditaati oleb pekerja pada waktu pemasangan, operasi dan pe~nbongkaran alat mengenai keselatnatan kerja dari suatu unit skyline adalah penggunaan helm pengaman, sarung tangan dan sepatu yang kuat, pas dan tidak mudah terpeleset, tetapi untuk waktu pasang dan bongkar alat perlu peralatan untuk nieuianjat pohon seperti sabuk pengaman, sepatu panjat dan lain-lain yang diperlukan untuk metnanjat pohon atau tiang buatan. Selain itu juga perlu perlengkapan P3K yaitu Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan yang harus tersedia di lokasi.