BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP)

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

STUDI PERSEPSI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KENYAMANAN KAWASAN SIMPANG LIMA SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK TUGAS AKHIR

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

SEKOLAH MENENGAH TUNANETRA BANDUNG

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB I PENDAHULUAN. komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan.

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar yang digunakan dalam Perancangan Kembali Terminal Bus. Tamanan Kota Kediri mencangkup tiga aspek yaitu:

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perkotaan yang manusiawi merupakan lingkungan perkotaan yang ramah

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi beberapa..., Annisa Putri Handayani, FKM UI, 2009

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

KESIMPULAN DAN SARAN

ELEMEN ELEMEN PELENGKAP JALUR PEDESTRIAN TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

1. Manajemen Pejalan Kaki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

ANALISIS PENATAAN RUANG PARKIR PASAR CENTRAL KOTA GORONTALO. Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Gorontalo

Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI Bab ini berisi kajian teori terkait topik penelitian dengan sumber referensi dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian dan self efficacy. Fasilitas pedestrian yang akan dibahas yaitu mengenai fasilitas utama dan fasilitas pendukung serta Self efficacy yang akan dibahas mengenai aksesibilitas, keamanan dan kenyamanan. 2.1 Fasilitas Pedestrian Pedestrian berasal dari Bahasa Yunani yaitu pedos atau pedester-pedestris yang berarti kaki, jadi pedestrian adalah pejalan kaki. Pejalan kaki adalah pergerakan atau perpindahan manusia dari suatu tempat ketempat lainnya (Danoe, 2006). Pemerintah mengatur hak pejalan kaki pada UU No 22 tahun 2009 yaitu setiap lalu lintas jalan harus dilengkapi dengan perlengkapan jalan. Perlengkapan jalan yang dimaksud adalah fasilitas pedestrian. sudah selayaknya pejalan kaki bisa menikmati fasilitas pedestrian. Perencanaan dan perancangan fasilitas pedestrian yang memenuhi kebutuhan penggunanya akan mendorong minat seseorang untuk berjalan karena dengan berjalan individu akan mendapat banyak manfaat. Menurut Ariffin dan Zahari (2013) manfaat dari berjalan kaki yaitu jika dilihat dari aspek ekonomi, dapat mengurangi biaya transportasi dan keuntungan dikawasaan komersial dapat menghidupkan aktivitas perdagangan, dari aspek 5

sosial yaitu dapat meningkatkan interaksi dengan masyarakat serta jika dilihat dari aspek manfaat lingkungan yaitu dapat mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan sehingga bisa meningkatkan kualitas lingkungan karena berkurangnya polusi udara dan konsumsi energi. Faktor-faktor yang mempengaruhi jarak tempuh pejalan kaki (Pattisinai, 2013) yaitu: (1) waktu, (2) kenyamanan, (3) tata guna lahan dan (4) ketersediaan kendaraan. Berjalan kaki pada waktu tertentu mempengaruhi jarak berjalan yang mampu ditempuh. Misalnya individu yang berjalan untuk tujuan berbelanja akan berjalan lebih jauh tanpa disadari. Sebab berjalan dengan tujuan belanja dilakukan dengan santai dan biasanya kecepatan berjalan lebih rendah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Danoe (2006) usia juga mempengaruhi jarak tempuh serta kecepatan berjalan kaki. Kategori orang dewasa cenderung berjalan lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dan orang tua. Cuaca dan jenis aktivitas juga mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki (Pattisinai, 2013). Indonesia memiliki iklim tropis dengan cuaca yang panas dan lembab. Apabila pejalan kaki terpapar langsung oleh sinar matahari maka akan mengurangi minat untuk beraktivitas. Pejalan kaki pada dasarnya membutuhkan ruang untuk dapat terhindar dari paparan sinar matahari langsung dan cuaca buruk. Tata guna lahan juga mempengaruhi kecepatan berjalan individu (Pattisinai, 2013). Misalnya pada tata guna lahan campuran diperkotaan, 6

kebanyakan individu mempunyai jadwal yang padat atau sibuk sehingga kecenderungan individu untuk berjalan lebih cepat. Selain itu, ketersediaan transportasi umum dan pribadi sebagai moda penghantar sebelum atau sesudah berjalan kaki akan mempengaruhi jarak tempuh orang saat berjalan kaki. Menurut Kusbiantoro, Natalivan dan Aquarita (2007), terdapat kategori pejalan kaki menurut sarana perjalanannya, yaitu: (1) Pejalan kaki penuh; (2) Pejalan kaki memakai kendaraan umum; (3) Pejalan kaki memakai kendaraan umum dan kendaraan pribadi; (4) Pejalan kaki memakai kendaraan pribadi. Ketersediaan fasilitas kendaraan umum yang memadai dalam hal penempatan akan mendorong orang untuk berjalan lebih jauh. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu reaksi terhadap orang disekeliling, pengaruh lalu lintas dan tujuan berjalan kaki. Pada penelitian ini fasilitas pedestrian dibagi menjadi 2 yaitu: fasilitas utama dan fasilitas pendukung. 2.1.1 Fasilitas Utama Jalur pedestrian merupakan fasilitas utama dalam suatu perencanaan sebuah kota. Jalur pedestrian adalah jalur khusus yang berfungsi sebagai ruang sirkulasi pejalan kaki (Pratitis, 2015). Sirkulasi yang memberikan individu kemudahan untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Perencanaan sirkulasi pedestrian harus mempertimbangkan dimensi ruang penggunanya. Pada jalur pedestrian dengan fungsi perdagangan dibutuhkan lebar untuk pejalan kaki sebesar 2,8-3,6 m (Gambar 2.1.). Selain itu, jalur pedestrian juga harus bisa mengakomodasi pejalan kaki yang mempunyai masalah mobilitas yaitu pengguna kursi roda (Gambar 2.2). 7

Gambar 2.1 Kebutuhan ruang pejalan kaki normal (Sumber: Washington State Department of Transportation 1997) Gambar 2.2 Kebutuhan ruang pejalan kaki untuk penyandang cacat (Sumber: Washington State Department of Transportation 1997) Perencanaan dan perancangan jalur pedestrian yang baik akan mendukung kegiatan yang dilakukan oleh penggunanya. Menurut Suryani, Wahid dan Ginting (2010) jalur pedestrian yang baik tercipta dengan memperhatikan beberapa 8

kriteria dalam perancangan antara lain: Keamanan dari kecelakaan yang disebabkan kendaraan bermotor, kriminalitas, kemudahan jalur pedestrian, daya tarik yang berasal dari jalur pedestrian dan fasilitas pendukung. Untuk memenuhi kriteria perencanaan yang baik, jalur pedestrian harus direncanakan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Adapun persyaratan menurut Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/Bt/1995 pada jalur pedestrian yaitu: 1. Lebar jalur pejalan kaki harus leluasa, minimal bila dua orang pejalan kaki berpapasan, salah satu diantaranya tidak harus turun ke jalur lalu lintas kendaraan. Berdasarkan pedoman perhitungan kapasitas lingkungan jalan (2013), jalan lokal dengan guna lahan perdagangan yang memiliki lebar badan jalan antara 5-12 m harusnya mempunyai lebar jalur pedestrian antara 2,5-4 m. 2. Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki maka jalur harus diperkeras. 3. Lebar jalur pejalan kaki harus ditambah apabila fasilitas pendukung ditempatkan pada jalur tersebut. Adapun penambahan lebar jalur pedestrian dapat dilihat pada tabel 2.1 9

Tabel 2.1 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki Fasilitas Lebar Tambahan (cm) Patok penerangan 75-100 Patok lampu lalu lintas 100-120 Rambu lalu lintas 75-100 Kotak surat 100-120 Keranjang sampah 100 Tanaman peneduh 60-120 Pot bunga 150 (Sumber: Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/Bt/1995) Keselamatan pejalan kaki merupakan faktor utama yang harus diperhatikan. Begitu juga dengan pejalan kaki difabel yang menggunakan kursi roda. Penggunaan ramp di jalur pedestrian mempengaruhi keselamatan pejalan kaki. Ramp di jalur pedestrian berfungsi untuk memudahkan pejalan kaki difabel serta pelayanan angkutan barang. Pada umumnya ramp dibuat di jalur pedestrian yang berdekatan dengan fasilitas penyeberangan dan persimpangan jalan. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pengguna khususnya pejalan kaki yang menggunakan kursi roda untuk bisa mengakses keseluruh bagian jalan. Selain itu, kemiringan ramp juga harus diperhatikan untuk keselamatan pejalan kaki (Prijadi, Sangkertadi dan Tararo, 2014). Ramp dengan sudut kemiringan yang tidak memenuhi standar, akan menganggu pejalan kaki difabel yang menggunakannya. Adapun persyaratan teknis ramp berdasarkan Peraturan Pemerintah No 468 / KPTS / 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan yaitu permukaan awalan dan akhiran ramp dibuat datar serta bertekstur agar tidak licin saat hujan, ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup untuk membantu pengguna ramp dimalam hari, ramp 10

harus diberi pembatas yang berada di tepi ramp dengan tinggi 10 cm yang berfungsi untuk melindungi pengguna kursi roda agar tidak jatuh atau keluar dari jalur ramp. Gambar 2.3 Ramp pada jalur pedestrian (Sumber: Peraturan Pemerintah No 468 / KPTS / 1998) Selain dari penggunaan ramp, fasilitas penyeberangan juga mempengaruhi keamanan pejalan kaki. Tersedianya fasilitas penyeberangan yang baik dapat meminimalisir kecelakaan lalu lintas (Sutikno dkk, 2013). Fasilitas penyeberangan dibedakan menjadi 2 yaitu penyeberangan sebidang dan penyeberangan tidak sebidang. Zebra cross merupakan penyeberangan sebidang. Zebra cross dipergunakan pada arus lalu lintas kendaraan. Manurut Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/BT/1995 Zebra cross dibuat pada jarak pandang yang cukup, namun apabila tidak memungkinkan menggunakan zebra cross, maka gunakan fasilitas tidak sebidang seperti jembatan dan terowongan penyeberangan. Pada umumnya zebra cross dibuat 5 m dari 11

lengan persimpangan di penyeberangan pejalan kaki dan biasanya dilengkapi dengan stop line sejauh 3 m yang menjadi zona aman pejalan kaki untuk menyeberang di depan lalu lintas kendaraan yang berhenti (World Health Organization, 2013 hal 63) Gambar 2.4 Zebra Cross (Sumber: Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/BT/1995) Bentuk dan warna perkerasan di jalur pedestrian mempengaruhi ketertarikan pejalan kaki untuk menggunakannya (Danoe, 2006). Hal ini berkaitan dengan penggunaan lapisan permukaan dari material tertentu. Adapun elemen material yang umumnya digunakan pada jalur pedestrian (Danoe, 2006) yaitu: (1) Paving Block; (2) Batu alam; (3) Bata. Pada umumnya material paving block paling sering digunakan di jalur pedestrian karena pemasangan dan pemeliharaan material paving block yang mudah serta memiliki daya tahan yang kuat. Pola paving block dapat dibuat sesuai keinginan untuk menghindari kesan monoton. Material batu di jalur pedestrian memiliki daya tahan kuat serta pemeliharaannya yang mudah. Batu granit adalah salah satu material yang umum digunakan untuk jalur pedestrian. Batu granit memiliki komposisi, bentuk dan warna alami yang 12

memiliki keindahan. Material lainnya adalah bata. Bata dapat menyerap air dan panas dengan cepat namun daya tahannya kurang karena mudah retak. 2.1.2 Fasilitas Pendukung Pada jalur pedestrian terdapat fasilitas pendukung yang dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan pejalan kaki. Letak fasilitas pendukung yang konsisten, bisa lebih menarik minat orang untuk berjalan (Natalivan, 2003). Adapun fasilitas pendukung yang dimaksud yaitu: 2.1.2.1 Lampu Penerangan Lampu Penerangan yang memadai dapat meminimalisir dari tindak kejahatan dan masalah transportasi (Florez dkk, 2014). Oleh sebab itu penerangan harus dirancang menurut standar lokal yang berlaku agar memberikan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki Adapun kriteria penerangan jalan di kawasan perkotaan menurut SNI (7391:2008) yaitu menghasilkan kekontrasan antara objek dan permukaan jalan sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan, meningkatkan keselamatan pengguna jalan khususnya pada malam hari, mendukung keamanan lingkungan, serta memberikan keindahan lingkungan jalan dengan bentuk dan warna yang menarik (Gambar 2.5). 13

Gambar 2.5 Penerangan Jalan (Sumber: SNI (7391:2008)) 2.1.2.2 Tempat Sampah Lingkungan yang bersih dapat membuat suatu kawasan lebih menarik (Zakaria dan Ujang, 2015). Tempat sampah digunakan untuk menjaga agar jalur pedestrian tetap bersih. Lingkungan yang tidak higienis akan menganggu psikologi dan fisik pejalan kaki (Alfonzo, 2005). Jalur pedestrian yang bersih akan menambah daya tarik serta kenyamanan individu saat berjalan. Menurut danoe (2006) jarak antar tempat sampah adalah 15-20 m, mudah dalam sistem pengangkutan sampah (Gambar 2.6). Gambar 2.6 tempat sampah (Sumber: https://hijihawu.files.wordpress.com/2011/12/memilah-sampah) 14

2.1.2.3 Tempat duduk Tempat duduk merupakan fasilitas pendukung yang dapat menciptakan kenyamanan pejalan kaki serta dapat memperindah jalur pedestrian jika di desain dengan baik. Pedoman penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana ruang pejalan kaki di perkotaan yang dikeluarkan oleh departemen pekerjaan umum bahwa tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 m dengan lebar 40-50 centimeter, panjang 150 centimeter dan menggunakan bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak. Menurut pattisinai (2013) jalur pedestrian memiliki fungsi rekreatif sehingga diperlukan bangku untuk tempat beristirahat. Sedangkan menurut natalivan (2003) bangku merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan kenyamanan pejalan kaki dan mudah digunakan oleh semua lapisan masyarakat. Fungsi lain dari bangku yaitu meningkatkan interaksi sosial dengan masyarakat lainnya (Natalivan, 2003). 2.1.2.4 Vegetasi Penempatan dan pemilihan jenis vegetasi yang sesuai akan memberikan kenyamanan secara fisik dan psikologi pejalan kaki. Pemilihan jenis pohon tertentu dapat menghindari pejalan kaki dari paparan sinar matahari Serta dapat menyaring polusi (sutikno, 2013). Vegetasi bukan hanya dipergunakan sebagai penambah nilai estetis suatu kawasan, namun bisa dipergunakan untuk pemisah antara jalur pedestrian dan jalan lintas kendaraan (Danoe, 2006). 15

2.1.2.5 Rambu Jalan Rambu jalan berfungsi untuk memberikan informasi maupun larangan kepada kendaraan (Danoe, 2006). Kendaraan yang mematuhi peraturan lalu lintas akan mengurangi konflik dengan pejalan kaki, sehingga akan mengurangi resiko kecelakaan. Adapun persyaratan rambu lalu lintas menurut Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/BT/1995 yaitu rambu diletakkan di sebelah kiri menurut arah lalu lintas dan berada di tepi paling luar jalur pedestrian, mudah terlihat khususnya pada malam hari, tidak menghalangi pejalan kaki serta bersifat tetap dan kokoh. 2.1.2.6 Bangunan Berjalan kaki di jalur pedestrian membutuhkan pemandangan visual yang baik karena bangunan memberikan pengalaman visual pada pejalan kaki (Zakaria dan Ujang, 2015). Proporsi serta fasad bangunan mengambil peranan penting untuk meningkatkan minat berjalan serta menambah rasa nyaman ketika seseorang berada pada suatu lingkungan (Natalivan, 2003). Pemasangan kanopi bangunan merupakan inisiatif pemilik bangunan komersial untuk menambah kenyamanan. Keberadaan kanopi bangunan khususnya pada area komersial bisa menjadi penghalang pejalan kaki dari paparan sinar matahari langsung (Aristo dan Natalivan, 2012). 2.2 Self Efficacy Self efficacy adalah kepercayaan individu terhadap kemampuan yang dimiliki untuk dapat meraih tujuan tertentu (Bandura dan Locke, 2003). Self 16

efficacy juga diartikan sebagai kemampuan individu untuk dapat memunculkan keyakinan pada diri sendiri (Idrus, 2014). Individu yang percaya dengan dirinya mampu menunjukkan bakat, pengetahuan, keterampilan dengan kesabaran dan ketekunan untuk meraih kesuksesan. Hal ini menunjukan bahwa self efficacy pada penelitian tersebut terfokus dari dalam diri individu atau internal efficacy. Sedangkan, Internal efficacy berbeda dengan eksternal efficacy. Eksternal efficacy menurut Eden (2001) adalah kepercayaan inividu terhadap sumber daya yang berasal dari luar dirinya. Eksternal efficacy tidak mengacu kepada kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri, melainkan kepercayaan yang muncul karena pengaruh dari luar dirinya. Self efficacy berkaitan dengan identitas tempat yang merujuk kepada lingkungan fisik yang berada di luar dirinya (Ernawati, 2011). Identitas tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbentuk karena adanya pemahaman dan pemaknaan terhadap tempat yang melekat di pikiran manusia (Amar, 2010). Selanjutnya identitas juga terbangun karena adanya persepsi positif sehingga membentuk keterikatan terhadap tempat (Twigger dan Uzzel, 1996). Persepsi berdasarkan kondisi lingkungan yang dapat meningkatkan keyakinan diri. Hal tersebut berdasarkan respon manusia terhadap lingkungan, sehingga lingkungan mengambil peranan penting dalam pembentukan makna sebuah tempat yang pada akhirnya berkontribusi terhadap identitas. Ginting dan Rahman (2016) berpendapat bahwa identitas tempat dapat memberikan keunikan dan daya tarik pariwisata. 17

Faktor lingkungan fisik merupakan elemen penting untuk meningkatkan eksternal efficacy (Ben-Ami dkk, 2014). Kriteria lingkungan yang dapat meningkatkan eksternal efficacy yaitu lingkungan yang mampu memfasilitasi dan memudahkan individu untuk mencapai tujuan. Berikut adalah penelitian dari beberapa teori mengenai self efficacy yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu sebagai berikut: Tabel 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy Referensi Faktor Pembahasan Kenyamanan Fasilitas pendukung Ginting (2016) Keamanan Jalur pedestrian Aksesibilitas Transportasi umum Keyakinan Internal efficacy Kemungkinan Gerakan (Usia dan berat badan) Waktu Aksesibilitas Kesinambungan jalan Keamanan Kriminalitas Alfonzo Penerangan jalan (2005) Desain yang sesuai standar Kenyamanan Fasilitas pedestrian yang memadai Kesenangan Estetika lingkungan Twigger dan Uzzel (1996) Kenyamanan Keamanan Aksesibilitas Polusi Fasilitas umum Kriminalitas Transportasi publik Pada penelitian Alfonzo (2005) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan self efficacy saat berjalan, faktor kemungkinanpada jangka waktu tertentu menjadi hal utama untuk meningkatkan self efficacy yang dipengaruhi motivasi dari dalam diri (internal efficacy) karena individu mempunyai harapan yang baik terhadap lingkungan fisik. Akses yang mudah akan ikut serta memantapkan keyakinan diri 18

untuk datang berkunjung (Ginting, 2016). Lalu ketika sampai pada tempat tujuan, lingkungan yang aman dan nyaman akan semakin meningkatkan eksternal efficacy sehingga individu mendapatkan kesenangan di lingkungan tersebut. Atas dasar teori-teori tersebut, unsur-unsur utama self efficacy pada fasilitas pedestrian yaitu aksesibilitas, keamanan dan kenyamanan. 2.2.1 Aksesibilitas Akses yang mudah akan mempengaruhi minat individu untuk datang berkunjung ke suatu tempat (Ginting, 2016). Individu tidak bisa merasakan lingkungan yang aman dan nyaman apabila tidak terdapat akses yang memadai menuju kesuatu tempat. Aksesibilitas diartikan sebagai kemudahan bergerak dari tempat asal ke tempat tujuan (Zakaria dan Ujang, 2015). Hal tersebut berkaitan erat dengan kesinambungan jalur pedestrian. Kesinambungan jalur pedestrian akan mempermudah akses seseorang ke tempat tujuan yang diinginkannya. Natalivan (2003) menjelaskan bahwa pejalan kaki membutuhkan jalur pedestrian yang mampu memenuhi kebutuhan untuk bisa bersosialisasi. Artinya jalur pedestrian membutuhkan lebar yang mencukupi untuk individu saling berinteraksi satu sama lainnya, minimal harus bisa dilalui oleh 2 pejalan kaki. Selain itu jalur pedestrian harus mampu mengakomodasi pejalan kaki yang mempunyai masalah mobilitas. 2.2.2 Keamanan Lingkungan yang aman memberikan individu kebebasan untuk beraktivitas, karena dengan merasa aman, individu merasa terlindungi dari bahaya yang mengancam jiwanya (Nur dan Suwandono, 2015). Hal tersebut dapat 19

meningkatkan efficacy pengunjung untuk berperilaku efisien dan rasional pada suatu lingkungan (Ginting, 2016), sehingga berpengaruh terhadap pencapaian tujuan karena tidak ada perasaan takut akan rintangan yang menghambat tujuan. Individu yang berkunjung kesuatu tempat membutuhkan keamanan dan kenyamanan untuk berkeliling menikmati suasana. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan yang aman yaitu faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik adalah kualitas fisik jalur pedestrian yang terhindar dari hambatan untuk memudahkan individu bergerak ketempat tujuan yang diinginkan (Nataliven, 2003). Kualitas fisik jalur pedestrian akan menentukan keinginan pejalan kaki untuk mengakses jalur pedestrian (Rahman, Shuhana, dan Izzam 2014). Kualitas fisik tersebut berkaitan dengan keadaan permukaan jalur pedestrian. Sedangkan faktor non fisik adalah kriminalitas. Twigger dan Uzzel (1996) menjelaskan bahwa lingkungan dengan kriminalitas yang tinggi membuat individu tidak betah untuk berlama-lama berada dilingkungan tersebut. Lingkungan yang transparan akan mengurangi resiko dari tindakan kejahatan (Zakaria dan Ujang, 2015). Karena individu dapat bebas melihat kawasan sekitar. Selain itu, perilaku pengendara motor juga berpengaruh terhadap keselamatan pejalan kaki (Zakaria dan Ujang, 2015). Untuk meminimalisir konflik antara pejalan kaki dan pengendara dapat dicegah dengan tersedianya jalur penyeberangan untuk pejalan kaki, rambu jalan dan penerangan yang memadai pada malam hari. 20

2.2.3 Kenyamanan Cukup sulit untuk menentukan kenyamanan seseorang, sebab setiap orang mempunyai cara berbeda dalam merespon dan memberikan persepsi pada lingkungan. Konsep kenyamanan menurut Zakaria dan Ujang (2015) yaitu keadaan menyenangkan dari fisiologis, fisik dan psikologi manusia terhadap lingkungannya. Alfonzo (2005) juga menjelaskan bahwa kenyamanan merupakan tingkatan dari kemudahan, nyaman lalu merasa puas. Pernyataan-pernyataan tersebut mengacu kepada perasaan senang individu ketika berinteraksi dengan lingkungan. Dengan merasa nyaman seseorang pasti merasa senang berada di lingkungan. Lingkungan mengambil peranan yang penting untuk kenyamanan seseorang. Keharmonisan dan keindahan lingkungan sekitar akan menambah kesenangan orang untuk berjalan (Natalivan, 2003), sehingga pejalan kaki akan berjalan lebih jauh. Faktor polusi juga berpengaruh terhadap kenyamanan. Suatu kawasan dengan tingginya minat menggunakan kendaraan serta tidak adanya penanganan dapat menimbulkan permasalahan seperti polusi udara dan suara (Florez dkk, 2013). Hal ini akan membuat minat individu untuk berjalan semakin berkurang. 2.3 Rangkuman Untuk mendukung kegiatan suatu tempat, dibutuhkan fasilitas yang dapat memudahkan manusia untuk melakukan berbagai aktivitas sehingga akan 21

meningkatkan self efficacy. Fasilitas pedestrian menjadi kebutuhan untuk mendukung kegiatan berbelanja. Menurut Ginting (2016), Alfonzo (2005) serta Twigger dan Uzzel (1996) beberapa hal yang dapat meningkatkan self efficacy pada fasilitas pedestrian yaitu kenyamanan, keamanan, dan aksesibilitas. Berikut adalah kerangka teori dari self efficacy pada fasilitas pedestrian di Jalan Perniagaan. Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian di Jalan Perniagaan Self Efficacy Fasilitas Pedestrian Kenyamanan Fasilitas Utama Keamanan Jalur pedestrian Aksesibilitas Fasilitas Pendukung Penerangan Tempat Sampah Bangku Vegetasi Bangunan Rambu Gambar 2.7 Diagram Kerangka Teori Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian di Jalan Perniagaan 22