I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat berupa: buah, biji, daun, bunga, umbi, getah, eksudat, akar, trubus, batang, biomassa, naungan atau penampilan. Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung faktor pembentuk tanah (bahan induk, relief, organisme dan waktu) yang mendominasi di lokasi tersebut. Tanah merupakan fokus utama dalam pembahasan kesuburan tanah,sedangkan tanaman merupakan indikator utama mutu kesuburan tanah (Yuwono, 2007). Tanah produktif mempuyai kesuburan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, akan tetapi tanah subur tidak selalu berarti produktif. Tanah subur akan produktif jika dikelola dengan tepat, menggunakan jenis tanaman dan teknik pengelolaan yang sesuai. Kesuburan tanah adalah kemampuan atau kualitas suatu tanah menyediakan unsur hara tanaman dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan tanaman, dalam bentuk senyawa-senyawa yang dapat dimanfaatkan tanaman dan dalam perimbangan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tertentu dengan didukung oleh faktor pertumbuhan lainnya (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). 2.2 Evaluasi status Kesuburan Tanah Evaluasi kesuburan tanah merupakan penilaian status kesuburan tanah yang sangat mutlak diperlukan dalam menentukan jenis dan jumlah unsur hara yang harus ditambahkan. Evaluasi kesuburan tanah dapat dilakukan melalui 6
7 beberapa cara, yaitu melalui pengamatan gejala defisiensi pada tanaman secara visual, analisa tanaman dan analisa tanah (Dikti, 1991). Analisa tanaman meliputi analisa serapan hara makro primer (N, P, dan K) dan uji vegetatif tanaman dengan melihat pertumbuhan tanaman. Kandungan unsur hara di dalam tanah sebagai gambaran status kesuburan tanah dapat dinilai dengan beberapa metode pendekatan yaitu : 1.) Melihat citra tanaman di lapangan (melihat gejala-gejala kekurangan unsur hara). 2.) Uji tanaman 3.) Uji biologi 4.) Uji tanah (Dikti, 1991) kemudian status kesuburan tanah ditetapkan berdasarkan kriteria Pusat penelitian Tanah (PPT, 1995). 2.2.1 Uji Tanah Uji tanah atau yang biasa dikenal dengan analisa tanah merupakan salah satu metode pendekatan yang digunakan dalam menentukan status kesuburan tanah, terutama keberadaan hara makro dan mikro (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Keunggulan uji kimia tanah dibanding analisis tanaman adalah kemampuannya untuk menentukan status hara dalam tanah sebelum tanaman diusahakan di lapangan. Kegunaan analisis uji tanah adalah: 1). Untuk mengetahui status hara dalam tanah maupun tanaman, 2). Menduga produksi tanaman serta menghitung keuntungan apabila dilakukan pemupukan, 3). Untuk mengetahui hara yang menjadi faktor pembatas yang harus diperbaiki dan membuat rekomendasi pemupukan, 4). Penilaian lahan secara ekonomis (Yuwono, 2010). 2.3 Karakteristik Sifat Kimia Tanah dalam Penentu Kesuburan Tanah Sifat kimia tanah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa yang bersifat kimia dan terjadi di dalam maupun di atas permukaan tanah sehingga akan menentukan sifat dan cirri tanah. Komponen kimia tanah
8 berperan dalam menentukan sifat dan ciri tanah pada umumnya dan kesuburan pada khususnya. Uraian kimia tanah bertujuan untuk menjelaskan reaksi-reaksi kimia yang menyangkut masalah-masalah unusr hara bagi tanaman (Hakim dkk, 1986 dalam Kurniawan, 2009). 2.3.1 Reaksi Tanah (ph Tanah) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersedian hara dalam tanah tersebut. Nilai ph menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidtogen ( H + ) dan (OH - ) di dalam tanah (Kirnadi dkk, 2014). Reaksi tanah (ph) perlu diketahui karena tiap tanaman memerlukan lingkungan ph tertentu. Ada tanaman yang toleran terhadap perubahan ph, tetapi ada pula tanaman yang tidak toleran terhadap perubahan ph. Disamping berpengaruh langsung terhadap tanaman, ph juga mempengaruhi faktor lain, misalnya ketersediaan unsur. Kelarutan Al dan Fe juga dipengaruhi oleh ph tanah. Pada ph asam, kelarutan Al dan Fe tinggi akibatnya pada ph sangat rendah pertumbuhan tanaman tidak normal karena suasana ph tidak sesuai, sehingga kelarutan beberapa unsur menurun dan adanya keracunan Al dan Fe (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Menurut Sarwono Hardjowigeno (1989) dalam Kirnadi, dkk (2014) pentingnya ph tanah sebagai berikut : (1) menentukan mudah tidaknya unsur - unsur hara diserap tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap tanaman pada ph yang netral (2) Menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanah masam banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, selain
9 memfiksasi unsur hara P juga merupakan racun bagi tanaman. Pada tanah-tanah rawa (termasuk pasang surut) ph yang terlalu rendah menujukkan adanya sulfat yang tinggi, yang merupakan racun bagi tanaman (3) Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme. Bakteri nitrifikasi hanya dapat berkembang dengan baik pada ph lebih dari 5,5. 2.3.2 Bahan Organik Bahan organik disamping berpengaruh terhadap pasokan hara tanah juga tidak kalah pentingnya terhadap sifat fisik, biologi dan kimia. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan kondisi fisik kimia yang baik. Secara fisik bahan organik dapat membentuk agregat tanah. Pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia yaitu dapat meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas tukar kation. Bahan organik memberikan kontribusi yang nyata terhadap KTK tanah. Sebanyak 20-70% kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus sehingga dapat berkolerasi antara bahan organik dengan KTK tanah. Pengaruh bahan organik terhadap sifat biologi yaitu penambahan bahan organik dapat meningkatkan aktivitas dan populasi mikroboiologi dalam tanah terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi bahan organik (Suntoro, 2003). Bahan organik yang diberikan dalam tanah akan mengalami proses pelapukan dan perombakan yang selanjutnya akan menghasilkan humus (Handaryanto, 1998 dalam Intara dkk, 2011). Bahan organik juga dapat membantu mengikat butiran liat membentuk ikatan butiran yang lebih besar sehingga memperbesar ruang-ruang udara diantara butiran (Schjenning dkk, 2007 dalam Intara dkk, 2011). Kandungan bahan organik yang semakin banyak
10 menyebabkan air yang berada dalam tanah akan bertambah banyak. Bahan organik tanah dapat menyerap air 2-4 kali lipat dari bobotnya. Hal ini berperan dalam ketersediaan air (Sarief, 1985 dalam Intara dkk, 2011). 2.3.3 Fosfor (P) Fosfor merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman, karena berperan penting dalam penyediaan energi kimia yang dibutuhkan pada hampir semua kegiatan metabolisme tanaman. Fungsi penting fosfor di dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses lainnya (Sudaryono, 2009). Menurut Sanchez (1976 dalam Nuryani dkk, 2006) mengatakan khusus daerah tropis, unsur P diperkirakan merupakan pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman urutan ketiga setelah air dan nitrogen. Unsur Fosfor (P) adalah unsur kedua setelah N yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan P dalam tanah jarang yang melebihi 0,01% dari total P. Sebagian besar bentuk P terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Umaternate dkk, 2014). Fosfor diserap tanaman dalam bentuk H 2 PO4 -, HPO 4 2- dan PO 4 3- terutama yang berada di dalam larutan tanah. Menurut (Mas ud, 1993 dalam Umaternate, dkk., 2014) tanah asam dengan ph < 5,5 didominasi oleh kation Fe 3+ dan Al 3+ sedangkan pada ph >6,0 sistem tanah didominasi oleh kation Ca 2+ dan Mg 2+. 2.3.4 Kalium (K) Kalium merupakan unsur hara utama ketiga setelah N dan P. Kalium mempunyai valensi satu dan diserap dalam bentuk ion K +. Kalium tergolong
11 unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan floem (Rosmakam dan Yuwono, 2002). Kadar kalium total di dalam tanah pada umumya cukup tinggi, dan diperkirakan mencapai 2,06% dari total berat tanah, tetapi kalium yang tersedia di dalam tanah cukup rendah. Pemupukan hara nitrogen dan fosfor dalam jumlah besar turut memperbesar serapan kalium dari dalam tanah, (Damanik dkk., 2010 dalam Wanaartha dkk., 2013). Penyerapan K oleh tanaman dari larutan tanah tergantung pada beberapa faktor, antara lain tekstur tanah, kelembaban dan temperatur tanah, ph, serta aerasi tanah (Mengel dan Kirkby, 1980 dalam Sumarini dkk., 2012). Sehubungan dengan sifatnya yang mudah bergerak dalam tanah, K mudah tercuci oleh air hujan dari zona perakaran, utamanya pada tanah dengan kapasitas tukar kation yang rendah. Dengan demikian pemupukan K pada kondisi ini sangat diperlukan (Mikkelsen, 2007 dalam Baon, 2011) Kalium yang ditambahkan melalui pemupukan dapat menjenuhkan kompleks adsorbs sehingga tercapai keseimbangan dengan K dalam larutan tanah. Menurut Tan (2001 dalam Silahooy, 2008) jumlah kalium yang diadsorbsi oleh tanah tergantung pada tingkat kejenuhannya. Kalium yang diadsorbsi sebagian besar terdapat dalam keadaan seimbang dengan kalium yang berada dalam larutan tanah yang merupakan sumber utama bagi tanaman. Tanaman yang kekurangan kalium biasanya memperlihatkan gejala lemahnya batang tanaman, sehingga tanaman mudah roboh, tanaman menjadi kuning, produksi merosot, kabrohidrat berkurang dan rasa manis pada buahbuahan sering berkurang (Rosmarkan dan Yuwono, 2002).
12 2.3.5 Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan kemampuan kompleks pertukaran tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation-kation. Nilai KTK liat dapat dipengaruhi oleh C-organik dan jumlah kation. Tanah dengan KTK yang tinggi mempunyai daya menyimpan unsur hara yang tinggi, tetapi pada tanah masam, KTK liat yang tinggi mungkin juga disebabkan oleh Al dd yang tinggi (Tan, 1991). Nilai KTK tanah sangat dipengaruhi oleh (1) reaksi tanah, (2) tekstur atau jumlah liat, (3) jenis mineral liat, (4) bahan organik, dan (5) pengapu ran dan pemupukan. Kapasitas tukar kation (KTK) berbanding lurus dengan ph, kehalusan tekstur dan jumlah bahan organik (Dikti, 1991). Kapasitas tukar kation tanah adalah jumlah muatan negatif tanah baik yang bersumber dari permukaan koloid anorganik (lia t) maupun koloid organik (humus) yang merupakan situs pertukaran kation-kation. Bahan organik tanah meskipun tergantung derajat humifiksasinya mempunyai KTK paling besar dibanding koloid-koloid liat (Hanafiah, 2008). Bahan organik dapat meningkatkan daya jerap dan kapasitas pertukaran kation. Hal ini dapat terjadi karena pelapukan bahan organik akan menghasilkan humus (koloid organik) yang merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga mempunyai permukaan yang dapat menahan unsur hara dan air. Sumber muatan negatif humus sebagian besar berasal dari gugus karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH) (Tan, 1991). Dengan semakin menurunnya kandungan bahan organik tanah, humus (koloid organik) sebagai sumber muatan negatif tanah juga semakin berkurang sehingga muatan positif (kation -kation) dalam tanah yang dapat dipertukarkan juga semakin rendah (Kumalasari dkk., 2011).
13 Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowigeno, 2003). 2.3.6 Kejenuhan Basa Nilai kejenuhan basa (KB) tanah merupakan presentase dari total KTK yang diduduki oleh kation-kation basa, yaitu Ca, Mg, Na, dan K. Nilai KB sangat penting untuk mempertimbangkan pemupukan dan memprediksi kemudahan unsur hara tersedia bagi tanaman. Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah semua kation (kation asam dan kation basa) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman (Sudaryono, 2009). Kejenuhan basa selalu dihubungkan dengan petunjuk mengenai kesuburan tanah. Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerap untuk tanaman tergantung pada derajat kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila kejenuhan basa >80%, kesuburan tanah sedang jika kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak subur jika kejenuhan basa <50%. Hal ini didasarkan pada sifat tanah dengan kejenuhan basa 80% akan membebaskan kation basa dapat dipertukarkan lebih mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50% (Dikti, 1991). Kejenuhan basa sangat erat kaitannya dengan ph tanah, dimana tanah dengan ph rendah umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah, sedangkan tanah dengan ph tinggi mempunyai kejenuhan basa tinggi. Tanah dengan kejenuhan basa rendah banyak didominasi oleh kation-kation asam seperti Al dan H. Apabila jumlah kation asam terlau banyak terutama Al akan dapat menyebabkan racun bagi tanaman (Arabia dkk., 2012).