POLA PERUABAHAN SUHU PERMUKAAN DARATAN BOGOR TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

IDENTIFIKASI SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE KONVERSI DIGITAL NUMBER MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

Perubahan Penggunaan Tanah Sebelum dan Sesudah Dibangun Jalan Tol Ulujami-Serpong Tahun di Kota Tangerang Selatan

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

Pola Spasial Suhu Permukaan Daratan di Kota Malang Raya, Jawa Timur

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

SEBARAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAHAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA MALANG

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI DI KECAMATAN NGAGLIK TAHUN 2006 DAN 2016 MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH

Analisis Indeks Kekompakan Bentuk Wilayah Terhadap Laju Pertumbuhan Studi Kasus: Daerah Kabupaten/Kota Pesisir di Jawa Barat Abstrak Kata kunci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

Jurnal Geodesi Undip Agustus 2013

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72

Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image.

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Estimasi Suhu Permukaan Daratan di Kota Pekalongan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso)

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ix

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

III. METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :

Norida Maryantika 1, Lalu Muhammad Jaelani 1, Andie Setiyoko 2.

Pengaruh Perubahan Penggunaan Tanah Terhadap Suhu Permukaan Daratan Metropolitan Bandung Raya Tahun

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

ANALISA PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG NANING KABUPATEN SEKADAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

Lalu Wima Pratama dan Andik Isdianto (2017) J. Floratek 12 (1): 57-61

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

KEMAMPUAN SALURAN TERMAL CITRA LANDSAT 7 ETM+ DAN CITRA ASTER DALAM MEMETAKAN POLA SUHU PERMUKAAN DI KOTA DENPASAR DAN SEKITARNYA

KARAKTERISTIK KONDISI URBAN HEAT ISLAND DKI JAKARTA. (Characteristics of Urban Heat Island Condition in DKI Jakarta)

Land Use Change Mapping in Coastal Areas Subdistrict South Bontang, Bontang, East Kalimantan Province And Its Impact on Socio-Economic Aspects

,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Studi Banding antara Metode Minimum Distance dan Gaussian Maximum Likelihood Sebagai Pengklasifikasi Citra Multispektral

PERUBAHAN LUAS DAN KERAPATAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI HEAT ISLAND ( PULAU PANAS ) DI KOTA PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VARIASI SUHU PERMUKAAN DARATAN KOTA PADANG BERDASARKAN CITRA LANDSAT 7 ETM+ dan LANDSAT 8 OLI/TIR

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

Halda Aditya*, Sri Lestari**, Hilda Lestiana*** Abstract

ESTIMASI DISTRIBUSI SPASIAL KEKERINGAN LAHAN DI KABUPATEN TUBAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Interpretasi Citra Satelit Landsat 8 Untuk Identifikasi Kerusakan Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

RIZKY ANDIANTO NRP

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

Sebaran Stok Karbon Berdasarkan Karaktristik Jenis Tanah (Studi Kasus : Area Hutan Halmahera Timur, Kab Maluku Utara)


Transkripsi:

POLA PERUABAHAN SUHU PERMUKAAN DARATAN BOGOR TAHUN 1990-2009 Sila Sakti, Tarsoen Waryono, Rokhmatuloh Abstrak Pertumbuhan penduduk yang tinggi di Bogor (Kabupaten dan Kota Bogor) berdampak pada semakin berkembangnya lahan terbangun dan semakin berkurangnya tutupan vegetasi. Berkurangnya tutupan vegetasi akan berdampak secara langsung pada suhu permukaan daratan yang semakin panas karena semakin banyak panas matahari yang diserap oleh permukaan. Suhu permukaan daratan yang semakin tinggi menyebabkan ketidaknyamanan bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat fenomena perubahan suhu permukaan daratan di Bogor serta kaitannya dengan perubahan kerapatan vegetasi. Data suhu permukaan diperoleh dari pengolahan citra landsat TM. Penelitian ini menggunakan pendekatan keruangan (spasial) untuk menganalisis perubahan suhu permukaan daratan dan pendekatan ekologi untuk menganalisis hubungan suhu permukaan daratan dengan kerapatan vegetasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan suhu permukaan daratan di Bogor memiliki pola menyebar dengan pusat di Kota Bogor. Perubahan suhu permukaan daratan sejalan dengan perubahan tutupan vegetasi. Semakin rendah kerapatan tutupan vegetasi semakin tinggi suhu permukaan daratan. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi kerapatan tutupan vegetasi semakin rendah suhu permukaan daratan. Kata Kunci : Lahan Terbangun, Tutupan Vegetasi, Suhu Permukaan Daratan, Landsat TM Abstract Bogor (Bogor Regency and City) with high population growth will have an impact on the development of build up area and the reduction in vegetation cover. Reduced vegetation cover will have a direct impact on land surface temperature getting hotter as more and more solar heat is absorbed by the surface. High land surface temperatures cause inconvenience to the public. This study aims to look at the phenomenon of the land surface temperature changes in Bogor and its relation to changes in vegetation density. Surface temperature data derived from Landsat TM imagery processing. This study uses a spatial approach (spatial) to analyze changes in land surface temperatures and ecological approach to analyze the relationship between land surface temperature with vegetation density. Results of this study indicate that changes in land surface temperatures in Bogor has a diffuse pattern in the center of the city of Bogor. Land surface temperature changes in line with changes in vegetation cover. The lower the density of vegetation cover higher land surface temperature. The higher the density the lower the vegetation cover land surface temperature. Keywords : Build up Area, Vegetation Cover, Land Surface Temperature, Landsat TM

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global merupakan fenomena yang sedang menjadi perbincangan sekarang ini. Fenomena urban heat island yang terjadi di perkotaan diperkirakan menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Di wilayah perkotaan yang sebagian besar tutupan lahannya adalah lahan terbangun akan memiliki suhu permukaan yang lebih besar dibandingkan daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena panas sinar matahari akan dipantulkan kembali oleh vegetasi yang ada, sedangkan jika permukaan yang terkena sinar matahari adalah lahan terbangun maka panas akan diserap sehingga menimbulkan suhu permukaan yang lebih tinggi. Pertambahan jumlah penduduk di perkotaan berdampak pada bertambahnya lahan terbangun yang akan menyebabkan suhu permukaan daratan meningkat. Wilayah Bogor yang terdiri dari Kabupaten dan Kota merupakan wilayah yang memiliki angka pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak pada semakin bertambahnya lahan terbangun dan berkurangnya tutupan vegetasi sehingga suhu permukaan daratan akan meningkat. Peningkatan suhu permukaan daratan akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi kehidupan manusia dan akan berdampak pada pemanasan global. Memperhatikan (a) fenomena peningkatan jumlah penduduk, (b) kecenderungan semakin berkurangnya lahan hijau untuk kepentingan bangunan fisik sarana prasarana perkotaan, dan (c) meningkatnya polutan dan pemborosan energi, sehingga memberikan dampak terhadap pemanasan global, serta berpengaruh langsung terhadap manusia itu sendiri. Atas dasar itulah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pola perubahan suhu permukaan di Kabupaten Bogor sejak tahun 1990 hingga tahun 2009 serta kaitannya dengan perubahan tutupan lahan (vegetasi ke non vegetasi). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pola perubahan suhu permukaan daratan di Bogor selama tahun 1990-2009? 2. Bagaimana perubahan suhu permukaan daratan di Bogor terkait dengan perubahan tutupan vegetasi?

1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui pola perubahan suhu permukaan daratan di Bogor sejak tahun 1990 hingga tahun 2009 serta kaitannya dengan perubahan tutupan vegetasi. 1.4 Batasan 1. Suhu permukaan (surface temperature) adalah suatu indeks rata-rata energi kinetik objek permukaan bumi yang dipantulkan dan terekam oleh sensor satelit (Aguado & Burt, 2001). Pada vegetasi merupakan suhu kanopi dan pada tubuh air merupakan suhu permukaan air. Pada penelitan ini suhu permukaan diperoleh dengan menggunakan citra landsat band 6. 2. Urban Heat Island adalah lebih tingginya suhu udara pada lapisan dekat permukaan atmosfer di dalam kota relative bagi desa-desa disekelilingnya dan pola isotherm membentuk seperti pulau (Voogt, 2002). 3. Tutupan lahan adalah jenis kenampakan di permukaan bumi, seperti bangunan, danau, vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1994). Dalam penelitian ini tutupan lahan yang akan dilihat adalah tutupan lahan vegetasi dan non vegetasi. 4. NDVI merupakan suatu nilai hasil pengolahan dari citra satelit band inframerah dan band merah (dalam penelitian ini digunakan citra landsat) yang menunjukkan tingkat konsentrasi klorofil daun yang berkorelasi dengan kerapatan vegetasi berdasarkan nilai spektral pada setiap piksel (Goetz et al., 1985). 5. Pola perubahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pola spasial suhu permukaan daratan di tiap tahunnya dan arah perubahan suhu permukaan daratan dari tahun 1990-2009. 6. Dalam penelitian ini pola perubahan suhu permukaan daratan dan kerapatan vegetasi akan dilihat dengan periodisasi 5 tahunan (pada tahun 1990, 1995, 2000, 2005 dan 2009). 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode pendekatan spasial dan ekologi. Pendekatan spasial digunakan untuk menganalisis pola perubahan suhu permukaan daratan di Kabupaten Bogor dan pendekatan ekologi digunakan untuk menganalisis kaitan antara perubahan suhu permukaan daratan dengan kerapatan vegetasi. Data

yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait, sedangkan data primer diperoleh melalui pengolahan data citra dan survei lapang. Survey lapang dilakukan untuk memverifikasi data kerapatan vegetasi hasil pengolahan citra. Pengolahan citra landsat dilakukan untuk mendapatkan nilai kerapatan vegetasi dan suhu permukaan daratan. Perhitungan kerapatan vegetasi menggunakan rumus yang dikembangkan oleh J. W. Rouse, R. H. Hass, J. A. Schell, dan D. W. Deering pada tahun 1973, sebagai berikut.!"#$ = (!"#$ 4!"#$ 3) (!"#$ 4 +!"#$ 3 Perhitungan suhu permukaan daratan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Chen, Wang, dan Li pada tahun 2002. Sebagai berikut. Mengubah nilai DN menjadi nilai radian Mengubah nilai radian menjadi Kelvin!!"! =! 255!!"#!!"# +!!"#! = ln!!!!!!"!! + 1 Mengubah nilai Kelvin menjadi Celcius Celcius = Kelvin 272,15 Analisis akan dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan keruangan (spasial) dan ekologi. Pendekatan keruangan dilakukan untuk mengetahui pola perubahan suhu permukaan daratan di Kabupaten Bogor. Sedangkan pendekatan ekologi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara suhu permukaan daratan dengan kerapatan vegetasi. Hubungan antara kedua variabel tersebut akan dideskripsi dengan melihat pola perubahan suhu permukaan daratan tinggi hubungannya dengan perubahan kerapatan vegetasi non vegetasi dan rendah.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengolahan citra diketahui bahwa suhu permukaan daratan rata-rata di Kabupaten Bogor pada tahun 1990 sebesar 13,60 o C dan suhu permukaan daratan tertinggi sebesar 28,52 o C. Pada tahun 1995 suhu permukaan daratan rata-rata mengalami penurunan menjadi 11,50 o C. Suhu permukaan daratan tertinggi juga mengalami penurunan menjadi 25,12 o C. Pada tahun 2000 suhu permukaan daratan rata-rata meningkat menjadi 11,80 o C dan suhu permukaan daratan tertinggi meningkat pula menjadi 28,52 o C. peningkatan suhu juga terjadi pada tahun 2005. Pada tahun 2005 suhu permukaan daratan tertinggi sebesar 29,77 o C dan suhu permukaan daratan rata-rata sebesar 13,79 o C. Pada tahun 2009 suhu permukaan daratan rata-rata juga meningkat menjadi 15,57 o C dan suhu permukaan daratan tertinggi meningkat pula menjadi 35,86 o C. Berdasarkan data suhu permukaan daratan diklasifikasikan menjadi 6 kelas sebagai berikut : Kelas 1 : < 10 o C ; Kelas 2 : 10 15 o C ; Kelas 3 : 15 20 o C Kelas 4 : 20 25 o C ; Kelas 5 : 25 30 o C ; Kelas 6 : 30 35 o C 3.1 Suhu Permukaan Daratan 3.1.1 Tahun 1990 Suhu permukaan daratan 20-25 o C tersebar hampir di seluruh wilayah di Kabupaten dan Kota Bogor, berada pada wilayah ketinggian 100-1000 meter diatas permukaan laut (mdpl). Suhu permukaan daratan 25-30 o C tersebar hanya di bagian timur Kabupaten Bogor dan di bagian tengah Kota Bogor, berada pada wilayah ketinggian 100-500 mdpl. Sedangkan suhu permukaan daratan 15-20 o C tersebar di sepanjang selatan Kabupaten Bogor,

berada pada wilayah ketinggian lebih dari 1000 mdpl. Suhu permukaan 15-20 o C tersebar di bagian selatan karena di bagian selatan merupakan puncak gunung. Suhu pemukaan daratan di Bogor didominasi oleh region dengan suhu permukaan daratan antara 20-25 o C, dengan luas 268.285 ha atau sekitar 86,50%. Suhu permukaan daratan dengan region terbanyak kedua adalah suhu permukaan daratan dengan rentang antara 15-20 o C dengan luas 28.400,3 ha atau 9,16%. Suhu permukaan daratan 10-15 o C memiliki luas sebesar 245,93 ha atau 0,08%. Suhu permukaan daratan 25-30 o C memiliki luas sebesar 3,47% dari luas Kabupaten dan Kota Bogor. 3.1.2 Tahun 1995 Suhu permukaan daratan 15-20 o C tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, berada pada ketinggian 100-500 mdpl dan 500-1000 mdpl. Suhu permukaan daratan 20-25 o C terpusat di bagian utara Kabupaten dan Kota Bogor yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kota Bekasi, berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan 100-500 mdpl. Suhu permukaan daratan 10-15 o C tersebar hanya di sepanjang selatan Kabupaten Bogor, berada pada wilayah ketinggian 1000-2000 mdpl dan > 2000mdpl. Suhu permukaan daratan pada tahun tersebut didominasi oleh suhu permukaan daratan 15-20 o C dengan luas 204.406 ha atau 65,90%. Sedangkan Suhu permukaan daratan 20-25 o C merupakan region suhu permukaan daratan dengan luas terbanyak kedua yaitu sebesar 87.880,19 ha atau 28,33 %. Suhu permukaan daratan 10-15 o C memiliki luas 12.942,5 ha atau 4,17 %. Sedangkan suhu permukaan daratan 25-30 o C memiliki luas sebesar 74,22 ha atau 0,02 %.

3.1.3 Tahun 2000 Suhu permukaan daratan 20-25 o C berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, 100-500 dan 500-1000 mdpl, terpusat Kota Bogor dan di bagian tengah hingga ke timur Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kota Bekasi. Suhu permukaan daratan rentang 15-20 o C juga berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, 100-500 dan 500-1000 mdpl,namun terpusat di wilayah Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Lebak. Suhu permukaan daratan 25-30 o C terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian tengah Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan Kota Bogor yang berada pada wilayah ketinggian 100-500 mdpl. Sedangkan suhu permukaan daratan 10-15 o C tersebar di sepanjang selatan Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. Suhu permukaan daratan ini berada pada wilayah ketinggian 1000-2000 mdpl dan > 2000 mdpl yang merupakan wilayah pegunungan. Suhu permukaan daratan di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 2000 didominasi oleh region dengan suhu permukaan daratan dengan rentang 20-25 o C dengan luas 142.039,50 ha atau 45,72%. Suhu permukaan daratan dengan region terluas kedua adalah suhu permukaan daratan 15-20 o C dengan luas sebesar 130.286,88 ha atau 41,94%. Suhu permukaan daratan 10-15 o C memiliki luas sebesar 30.046,56 ha atau 9,67%. Sedangkan suhu permukaan daratan 25-30 o C merupakan suhu permukaan daratan dengan luas terendah kedua dengan luas sebesar7.778,97 ha atau 2,50 %. Pada tahun 2000 tidak ada suhu permukaan daratan dengan rentang > 30 o C.

3.1.4 Tahun 2005 Suhu permukaan daratan 20-25 o C tersebar hampir diseluruh wilayah Kabupaten dan Kota Bogor. Suhu permukaan daratan 20-25 o C berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, 100-500 mdpl dan 500-1000 mdpl. Suhu permukaan daratan 25-30 o C berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan 100-500 mdpl, terpusat hanya di bagian tengah hingga utara Kota Bogor dan bagian tengah hingga utara Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Kota Depok, Tanggerang dan Bekasi. Suhu permukaan daratan 15-20 o C tersebar memanjang di bagian selatan Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. Suhu permukaan daratan ini berada pada wilayah ketinggian 1000-2000 mdpl dan > 2000 mdpl. Hasil pengolahan data juga menghasilkan luasan suhu permukaan daratan dari tiap kelasnya. Suhu permukaan daratan pada tahun 2005 didominasi oleh suhu permukaan daratan 20-25 o C dengan luas sebesar 228.700,01 ha atau 73,73 %. Sedangkan suhu permukaan daratan dengan luas terbanyak kedua adalah suhu permukaan daratan 25-30 o C dengan luas 37.183,39 ha atau 11,99 %. Suhu permukaan daratan 15-20 o C memiliki luas 34.533,69 ha atau 11,13%. Suhu permukaan daratan 10-15 o C memiliki luas 1.105,62 Ha atau 0,36 %. Pada tahun 2005 tidak ada suhu dengan rentang > 30 o C. 3.1.5 Tahun 2009 Suhu permukaan daratan rentang 25-30 o C tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten dan Kota Bogor. Suhu permukaan ini berada pada wilayah ketinggian < 100

mdpl, 100-500 mdpl dan 500-1000 mdpl. Sedangkan suhu permukaan daratan > 30 o C berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan 100-500 mdpl, terpusat di tengah Kota Bogor dan bagian tengah hingga ke utara Kabupaten Bogor, yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok, dan Bekasi. Suhu permukaan daratan 20-25 o C tersebar di bagian selatan Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Cianjur pada wilayah ketinggian 1000-2000 mdpl dan > 2000 mdpl. Sedangkan suhu permukaan daratan 15-20 o C berada pada wilayah ketinggian > 2000 mdpl yang berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Suhu permukaan 10-15 o C tidak ada pada tahun ini. Suhu permukaan daratan Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 2009 diketahui bahwa suhu permukaan daratan pada tahun 2009 didominasi oleh suhu permukaan daratan antara 25-30 o C dengan luas 231.427 ha atau 74,61 %. Sedangkan suhu permukaan daratan 20-25 o C seluas 62.028,90 ha merupakan suhu permukaan daratan dengan region terbanyak kedua, sekitar 20%. Suhu permukaan daratan 15-20 o C memiliki luas 6.581,48 ha atau 2,12 %. Sedangkan suhu permukaan daratan 10 15 o C memiliki luas 2.025,86 ha atau 0,65 %. Suhu permukaan daratan > 30 o C memiliki luas sebesar 7.908,35 ha atau 2,55 %. 3.2 Kerapatan Tutupan Vegetasi 3.2.1 Tahun 1990 Kerapatan tutupan vegetasi tinggi berada pada wilayah ketinggian 100-500 mdpl, 500-1000 mdpl, 1000-2000 mdpl dan > 2000 mdpl, tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Cianjur, Sukabumi dan Lebak. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi sedang berada di wilayah ketinggian 100-500 mdpl, 500-1000 mdpl dan 1000-2000 mdpl, tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Tenggerang. Kerapatan tutupan vegetasi rendah berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan 100-500 mdpl, terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian utara

Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Bekasi. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi juga berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan 100-500 mdpl dan terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian utara dan timur Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Bekasi. Kerapatan tutupan vegetasi didominasi oleh kerapatan tutupan vegetasi tinggi yaitu seluas 163.373 ha atau sekitar 54,74 %. Kerapatan tutupan vegetasi sedang merupakan kerapatan tutupan vegetasi dengan luas terbanyak kedua yaitu sekitar 91.566,10 ha atau sekitar 30,68%. Kerapatan tutupan vegetasi rendah memiliki luas sekitar 30.811 ha atau sekitar 10,32 %. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi memiliki luas yang paling sedikit yaitu sekitar 12.694,40 ha atau sekitar 4,25 %. 3.2.2 Tahun 1995 Kerapatan tutupan vegetasi tinggi berada pada wilayah ketinggian 500-1000 mdpl, 1000-2000 mdpl dan > 2000 mdpl, tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Sukabumi. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi sedang tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok, Tanggerang dan Bekasi yang berada pada wilayah ketinggian 100-500 mdpl, 500-1000 mdpl dan 1000-2000 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi rendah terpusat di wilayah yang berbatasan dengan Kota Tanggerang dan Depok pada wilayah ketinggian < 100 mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan di bagian utara Kabupaten Bogor yaitu pada wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok, berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan 100-500 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi tinggi memiliki luas 156.519 ha atau sekitar 52,54 %, merupakan kerapatan tutupan vegetasi yang mendominasi pada tahun tersebut.

Kerapatan tutupan vegetasi sedang merupakan kerapatan tutupan vegetasi dengan luas terbanyak kedua yaitu sekitar 92.790 ha atau sekitar 31,15%. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi rendah memiliki luas sekitar 31.655,30 ha atau sekitar 10,63 %. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi memiliki luas yang paling sedikit yaitu sekitar 16.958,50 ha atau sekitar 5,69 %. 3.2.3 Tahun 2000 Kerapatan tutupan vegetasi tinggi berada pada wilayah ketinggian 500-1000 mdpl, 1000-2000 mdpl dan > 2000 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi ini tersebar di wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Karawang, Purwakarta, Cianjur, Sukabumi dan Lebak. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi sedang berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, 100-500 mdpl dan 500-1000 mdpl yang tersebar di wilayah yang berbatasan langsung dengan Kota Depok dan Kabupaten Tanggerang. Kerapatan tutupan vegetasi rendah terpusat di bagian utara Kota Bogor dan tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Tanggerang, Kabupaten Karawang dan Kota Bekasi yang berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan 100-500 mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan terpusat di wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi di Kabupaten dan Kota Bogor didominasi oleh kerapatan tutupan vegetasi tinggi yaitu seluas 146.654 ha atau sekitar 49,19 %. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi sedang merupakan kerapatan tutupan vegetasi dengan luas terbanyak kedua yaitu sekitar 92.691,10 ha atau sekitar 31,09 %. Kerapatan tutupan vegetasi rendah memiliki luas sekitar 43.196,50 ha atau sekitar 14,49%. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi memiliki luas yang paling sedikit yaitu sekitar 15.607,40 ha atau sekitar 5,23%.

3.2.4 Tahun 2005 Kerapatan tutupan vegetasi tinggi tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Lebak, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang yang berada pada wilayah ketinggian 100-500 mdpl, 500-1000 mdpl, 1000-2000 mdpl dan > 2000 mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi sedang terpusat di bagian tengah dan utara yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tanggerang. Kerapatan tutupan vegetasi sedang berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, 100-500 mdpl dan 500-1000 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi rendah terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan langsung dengan Kota Depok, Kabupaten Tanggerang dan Kabupaten Bekasi. Kerapatan tutupan vegetasi ini berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan 100-500 mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi terousat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Bekasi. Kerapatan tutupan vegetasi ini berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 2005 didominasi oleh kerapatan tutupan vegetasi tinggi yaitu seluas 126.897 ha atau sekitar 42,71 %. Kerapatan tutupan vegetasi sedang merupakan kerapatan tutupan vegetasi dengan luas terbanyak kedua yaitu sekitar 108.988,01 ha atau sekitar 36,68 %. Kerapatan tutupan vegetasi rendah memiliki luas sekitar 40.920,30 ha atau sekitar 13,77 %. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi memiliki luas yang paling sedikit yaitu sekitar 20.318 ha atau sekitar 6,84 %.

3.2.5 Tahun 2009 Kerapatan tutupan vegetasi di Kabupaten dan Kota Bogor didominasi oleh kerapatan tutupan vegetasi sedang yang tersebar di wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanggerang dan Kabupaten Sukabumi pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, 100-500 mdpl dan 500-1000 mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi tinggi tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Lebak, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta dan berada pada wilayah ketinggian 500-1000 mdpl, 1000-2000 mdpl dan > 2000 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi rendah berada pada wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang, Kota Depok dan Kabupaten Bekasi. Kerapatan tutupan vegetasi rendah berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, 100-500 mdpl dan 500-1000 mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian timur Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kota Bekasi yang berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi di Kabupaten dan Kota didominasi oleh kerapatan tutupan vegetasi sedang yaitu seluas 110.051 ha atau sekitar 37,52 %. Kerapatan tutupan vegetasi tinggi merupakan kerapatan tutupan vegetasi dengan luas terbanyak kedua yaitu sekitar 88.784 ha atau sekitar 30,27 %. Kerapatan tutupan vegetasi rendah memiliki luas sekitar 58.059,90 ha atau sekitar 19,79%. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi memiliki luas yang paling sedikit yaitu sekitar 36.419 ha atau sekitar 12,42%.

3.3 Pola Perubahan Perubahan suhu permukaan daratan di Kabupaten dan Kota Bogor memiliki pola yang sama dengan perubahan kerapatan tutupan vegetasinya. Kerapatan tutupan vegetasi rendah dan non vegetasi memiliki pola memusat di Kota Bogor kemudian meluas dengan pola menyebar ke wilayah di sekitarnya hingga ke daerah rural Kabupaten Bogor. 3.3.1 Tahun 1990-1995 Pada tahun 1990 suhu permukaan daratan 25-30 o C tersebar di wilayah yang memiliki kerapatan tutupan vegetasi rendah dan non vegetasi. Pada tahun 1995 suhu permukaan daratan ini terdapat pada wilayah dengan kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi. Pada tahun 1990 suhu permukaan daratan 25-30 o C tersebar di hampir seluruh wilayah di Kabupaten Bogor dan di bagian selatan Kota Bogor. Sedangkan pada tahun 1995 suhu permukaan daratan ini hanya berada di bagian utara Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor. Suhu permukaan daratan 20-25 o C pada tahun 1990 tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Bogor, berada pada wilayah yang memiliki kerapatan tutupan vegetasi sedang dan tinggi. Pada tahun 1995 suhu permukaan daratan ini terpusat hanya di bagian utara Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor, berada pada wilayah dengan kerapatan tutupan vegetasi sedang dan non vegetasi. Suhu permukaan daratan 15-20 o C pada tahun 1990 tersebar di bagian selatan Kabupaten Bogor, berada pada wilayah yang memiliki kerapatan vegetasi tinggi. Sedangkan pada tahun 1995 suhu permukaan daratan ini tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Bogor yang memiliki kerapatan vegetasi sedang dan tinggi. Pada tahun 1995 suhu permukaan daratan 10-15 o C tersebar di bagian selatan Kabupaten Bogor yang memiliki kerapatan vegetasi tinggi. Sedangan pada tahun 1990 suhu permukaan daratan 10-15 o C tidak ada. Suhu permukaan daratan 15-20 o C mengalami peningkatan luas dari tahun 1990 ke tahun 1995. Sedangkan suhu permukaan 20-25 o C mengalami penurunan dari tahun 1990 ke tahun 1995. Perubahan luas ini disebabkan karena perubahan tutupan vegetasi non vegetasi pada tahun 1990 mengalami peningkatan di tahun

1995 dan kerapatan tutupan vegetasi tinggi mengalami penurunan dari tahun 1990 ke tahun 1995. 3.3.2 Tahun 1995-2000 Pada tahun 2000 suhu permukaan daratan 25-30 o C terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian tengah dan timur Kabupaten Bogor. Suhu permukaan daratan ini berada pada wilayah dengan kerapatan vegetasi rendah dan non vegetasi. Pola ini berubah dari tahun 1995 yang tidak ada suhu permukaan daratan dengan rentang 25-30 o C. Hal ini berarti bahwa suhu permukaan daratan mengalami peningkatan. Suhu permukaan daratan 20-25 o C pada tahun 2000 tersebar di bagian tengah hingga timur Kabupaten Bogor dan di bagian selatan Kota Bogor yang memiliki kerapatan vegetasi sedang dan rendah. Pola ini berubah dari tahun 1995, suhu permukaan daratan 20-25 o C hanya berada di bagian utara Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor pada kerapatan vegetasi sedang dan non vegetasi. Suhu permukaan daratan rendah (< 20 o C) pada tahun 2000 tersebar di bagian barat dan sedikit di bagian timur Kabupaten Bogor dan bagian utara Kota Bogor dengan kerapatan vegetasi tinggi dan sedang. Pola ini mengalami perubahan dari tahun 1995. Pada tahun 1995 suhu permukaan rendah (< 20 o C) tersebar hampir di seluruh Kabupaten Bogor dan di bagian selatan Kota Bogor dengan kerapatan tutupan vegetasi sedang dan tinggi. Luasan dari masing-masing kelas suhu permukaan daratan dan kerapatan tutupan vegetasi juga mengalami perubahan. 3.3.3 Tahun 2000-2005 Pada tahun 2005 suhu permukaan daratan 25-30 o C terpusat di bagian tengah hingga utara Kota Bogor dan bagian tengah hingga utara Kabupaten Bogor, yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Tanggerang. Suhu permukaan daratan ini tersebar pada wilayah yang memiliki kerapatan vegetasi rendah dan non vegetasi.pola sebaran suhu permukaan daratan 25-30 o C pada tahun 2005 mengalami perubahan dari tahun 2000.Pada tahu 2000 suhu permukaan daratan 25-30 o C terpusat hanya di bagian tengah Kota Bogor dan bagian tengah hingga utara Kabupaten Bogor.

Suhu permukaan daratan 20-25 o C pada tahun 2005 tersebar di hampir seluruh wilayah Kabupaten Bogor dan di bagian selatan Kota Bogor.Suhu permukaan ini berada pada wilayah yang memiliki kerapatan vegetasi sedang, rendah dan tinggi.pola spasial suhu permukaan daratan ini mengalami perubahan dari tahun 2000. Pada tahun 2000 suhu permukaan ini hanya berada di bagian timur dari Kabupaten Bogor dan bagian selatan dan utara dari KotaBogor pada kerapatan vegetasi rendah, sedang dan tinggi.suhu permukaan daratan rendah (< 20 o C) pada tahun 2005 berada pada bagian selatan Kabupaten Bogor dengan kerapatan tutupan vegetasi tinggi.pola ini berubah dari tahun 2000, yang suhu permukaan daratan rendah (< 20 o C) tersebar di bagian barat Kabupaten Bogor dan bagian utara Kota Bogor. 3.3.4 Tahun 2005-2009 Pada tahun 2009 terdapat suhu permukaan daratan > 30 o C yang pada tahuntahun sebelumnya tidak ada.suhu permukaan daratan ini terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kota Bekasi.Suhu permukaan daratan ini terdapat pada wilayah dengan kerapatan vegetasi rendah dan non vegetasi.suhu permukaan daratan 25-30 o C yang pada tahun 2005 hanya berada di bagian utara Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor, mengalami perubahan semakin menyebar ke hampir seluruh wilayah di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 2009. Suhu permukaan daratan 25-30 o C berada pada wilayah dengan kerapatan vegetasi rendah, sedang dan non vegetasi. Suhu permukaan daratan 20-25 o C pada tahun 2009 tersebar di bagian selatan Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur berada pada wilayah dengan kerapatan vegetasi sedang, tinggi dan non vegetasi.pola suhu permukaan daratan ini mengalami perubahan dari tahun 2005 yang tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Bogor.Suhu permukaan daratan 15-20 o C pada tahun 2009 hanya ada sedikit di bagian selatan Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dengan kerapatan tutupan vegetasi tinggi.pola ini berubah dari tahun 2005, suhu permukaan daratan 15-20 o C pada tahun 2005 tersebar di banyak wilayah di bagian selatan Kabupaten Bogor.

Suhu permukaan daratan rendah (< 20oC) mengalami penurunan dari tahun 2005 ke tahun 2009.Perubahan ini terjadi karena kerapatan tutupan vegetasi tinggi mengalami penuruan.sedangkan suhu permukaan daratan tinggi (> 20oC) mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi, rendah dan sedang mengalami peningkatan. 3.4 Validasi Nilai NDVI Titik sampel pertama adalah Kebun Raya Bogor yang tidak mengalami perubahan sejak tahun 1995 hingga tahun 2009 dan hingga sekarang. Pada tahun 1995 nilai NDVI di Kebun Raya Bogor adalah 0,52 (tutupan lahan vegetasi tinggi) dan pada tahun 2009 nilai NDVI sebesar 0,61 (tutupan lahan vegetasi tinggi). -1 0 1 Titik sampel selanjutnya adalah tutupan lahan yang pada tahun 1995 merupakan tutupan lahan kebun dan pada tahun 2009 berubah menjadi tutupan lahan lahan terbangun. Pada tahun 1995 tutupan lahan kebun memiliki nilai NDVI 0,56 (vegetasi tinggi). Pada tahun 2009 tutupan lahan berupa lahan terbangun dengan NDVI 0,11 (vegetasi rendah). -1 0 1

4. KESIMPULAN Perubahan suhu permukaan daratan di Bogor selama 20 tahun (tahun 1990-2009) memiliki pola menyebar dari pusatnya di Kota Bogor. Suhu permukaan daratan tinggi (> 25 o C) pada tahun 1990 hanya terpusat di Kota Bogor dan bagian timur Kabupaten Bogor dengan luas 3,47 %. Kemudian hingga tahun 2009 suhu permukaan daratan > 25 o C menyebar hingga ke seluruh Bogor dengan luas 77,16 %. Perubahan suhu permukaan daratan sejalan dengan perubahan kerapatan tutupan vegetasi. Semakin rendah kerapatan tutupan vegetasi maka semakin tinggi suhu permukaan daratannya. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi kerapatan tutupan vegetasi maka semakin rendah suhu permukaan daratannya. DAFTAR PUSTAKA Aguado, E. & J. E. Burt. 2001. Understanding Weather and Climate. 2 nd Saddle River: Prentice Hall, Inc. edition. Upper Embi. AF., 2006. Urban Greening to Modify Our Weather The Urban Heat Island Connetion. Urban Forestry Congres, Kualalumpur, Malaysia. Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2009. Kota Bogor dalam Angka 2009. Bogor, Indonesia. Bappeda Kabupaten Bogor. http://www.bogorkab.go.id, diakses pada tanggal 24 April 2013 pukul 16.50 WIB Bappeda dan BPS Provinsi Jawa Barat. 2005. Survei Sosial Ekonomi Daerah. Jawa Barat, Indonesia. Barlowe, R. 1978. Land Resources Economics: The Economics of Real Estate. New York: Prentice Hall Inc. Becker, F. and Li, Z. 1995. Surface Temperature and Emissivity at Different Scales: Definition, Measurement and Related Problems. Remote Sensing Reviews, 12, 225-253. Chen, X., Zhao H., Li. P., & Yin Z. 2005. Remote Sensing Image Based Analysis of the Relionship Between Urban Heat Island and Land Use/Land Cover Changes, Remote Sensing of Environment, 104, 133-146. Cihlar, L. L. St-Laurent, and Dyer, J. A. 1991. Relation Between the Normalized Vegetation Index and Ecological Variables. Remote Sensing of Environment. Fatimah, R. N. 2012. Pola Spasial Suhu Permukaan Daratan Kota Surabaya tahun 1994, 2000 dan 2011. Skripsi Sarjana.Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia. Depok Heksaputri, F S. 2006. Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humadity Index (YHI) di Kabupaten Bandung. Skripsi. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

Hidayat, H. 2006. Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bandung. Skripsi Sarjana. Departemen Geografi FMIPA UI. Depok. Iswanto, P. A. 2008. Urban Heat Island di Kota Pangkal Pinang tahun 2000 dan 2006. Skripsi Sarjana Departemen Geografi FMIPA UI. Depok. Khomarudin. M R. 2004. Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Menduga Unsur Iklim dan Produktivitas Tanaman Hutan. Warta LAPAN Vol.6, No. 2 Desember 2004:50-61. Lillesand, T. M. and Kiefer R. W. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. Third Edition. New York : John Wiley and Son, Inc. Pemerintah Provinsi Jawa Barat. http://www.jabarprov.go.id, diakses pada tanggal 24 April 2013 pukul 16.52 WIB Purwadhi, S F dan Sanjoto, T B. 2009. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dan Universitas Negeri Semarang. Purwadhi, S. F. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT.Grasindo. Qin, Z., and Karnieli, A. 1999. Pregress in Remote Sensing of Land Surface Temperature and Ground Emissivity Using NOAA-AVHRR Data. International Journal of Remote Sensing, 20, 2367-2393. Rushayati S.B., Dahlan E.N., Hermawan R. 2010. Ameliorasi Iklim melalui Zonasi Hutan Kota Berdasarkan Peta Sebaran Polutan Udara. Forum Geografi, Vol.24 No.1 Juli 2010. Sandy, I.M. 1977. Penggunaan Tanah (Land Use) di Indonesia. Pub. No.75, Dit TGTDitjen Agraria Depdagri, Jakarta. Sandy, I.M. 1995. Geografi Regional Indonesia. Jurusan Geografi FMIPA Universitas Indonesia. PT. Indograph Bakti, Edisi ke-3. Depok. Simanjuntak, S.H., 1985. Perkembangan Penggunaan Tanah Sehubungan dengan Perubahan Status Tanah di Daerah Tingkat II Kabupaten Subang, Skripsi Jurusan Geografi FMIPA UI, Depok. Srivastava, K.P., Majumdar, J.T., Bhattacharya, K.A. 2007. Surface Temperature Estimation in Singhbhum Shear Zone of India Using Landsat-7 ETM+ Thermal Infrared Data. Elsevier Ltd. All right reserved. Subagyono, K dan Surmaini, E. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Antisipasi Perubahan Iklim. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Suparmoko, M. 1995. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit BPPE. Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Tampubolon, T, dkk. 2008. Analisis Hubungan NDVI dan Temperature terhadap Tutupan Lahan dengan data Landsat ETM (Studi Kasus Kota Medan dan Wilayah Pesisir). PIT MAPIN XVII. Bandung 10-12-2008.

Triyanti. 2008. Pola Suhu Pemrukaan Kota Semarang Tahun 2001 dan 2006. Skripsi Sarjana Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Tursilowati, L. 2002. Urban Heat Island dan Kontribusinya pada Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Perubahan Lahan. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN. Voogt, J. A. 2002. Urban Heat Islan. In Munn, T. (ed.) Encyclopedia of Global Environmental Change, Vol.3. Chichester: John Wiley and Sons. Voogt, J. A. and T. R. Oke. 2003. Thermal Remote Sensing of Urban Areas. Remote Sensing of Environment. Wardhana, Wisnu, L. D. 2003. Pengaruh Tipe Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Pemrukaan DI Kota Bogor. Skripsi. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Waryono, T. 2002. Upaya Pemberdayaan Masyarakat dalam Pelestarian Hutan sebagai Pencegah Pemanasan Global. Kumpulan makalah periode 1987-2008. Weng, Q., Dengsheng, L., Jacquelyn, S. 2003. Estimation of Land Surface Temperature Vegetation Abundance Relationship for Urban Heat Island Studies. Remote Sensing of Environment. Xiang, L.Q, Shan, C.H, Jie, Chang. 2006. Impacts of Land Use and Cover Change on Land Surface Temperature in the Zhujiang Delta. Elsevier Limited and Science Press. Zang, Yang, Yiyun, Chen, Qing, Ding, Jiang, Ping. 2006. Study on Urban Heat Island Effect Based on Normalized Difference Vegetated Index:A Case Study of Wuhan City. Elsevier B.V. Selection and/or Peer-review under responsibility of school of environment. Beijing Normal University.